Beranda / CEO / Pelayan Sang Tuan / 17. Sudah Cukup

Share

17. Sudah Cukup

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“A-aku …” Davina tak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika bibirnya dilumat oleh Dirga. Membungkam jawaban apa pun yang hendak ia ucapkan.

Davina tersentak kaget, menarik wajahnya mundur menyadari mereka berada di tempat umum. Wajahnya merah padam merasakan pandangan orang di sekitar mereka.

Dirga terkekeh. Membiarkan Davina kembali tenang di kursinya ketika ponselnya berdering. Sekilas ia melirik siapa pemanggilnya, kemudian menoleh ke arah Clay.

“Siapa?”

“Aku akan kembali dalam sepuluh menit. Awasi dia,” perintah Dirga sebelum beranjak dan melangkah pergi.

“Kali ini kau selamat. Di antara kesialanmu, ternyata kau masih memiliki sedikit keberuntungan, ya?”

Davina tak menanggapi. Makanan pembuka sudah mulai disiapkan dan ia memilih mengalihkan perhatian pada kue coklat di hadapannya. Hingga makanan utama disajikan, Clay tak lagi mengganggunya dan Dirga masih belum kembali.

“Jadi, kau masih hidup?” Tiba-tiba Galena duduk di kursi kosong tempat Dirga. Raut sinisnya mengamati penampila
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pelayan Sang Tuan   18. Lebih Banyak Rasa Sakit

    Dirga cukup terkejut dengan kata-kata yang baru saja didengarnya dari Davina. Wajahnya seketika menggelap, menyadari ada tantangan yang tersirat di kedua mata Davina. Bahkan gadis licik itu menyebutkan namanya dengan bibir tipis yang sialan menggoda di saat yang bersamaan. Dagu Davina juga sedikit terangkat, menatap langsung kedua matanya. Dengan keberanian yang sembrono mencoba mendikte kata-katanya yang memang sengaja untuk merendahkan gadis itu.“Kau bilang apa?” desis Dirga tajam.Davina menelan ludahnya, mencoba mengenyahkan ketakutan akan amarah Dirga yang begitu besar.“Tidakkah, kau merasa perlu berhenti dengan kata-katamu?” Suara Davina keluar dengan lirih. “Kau sudah berlebihan.”Dirga menyeringai. “Kau berani melawanku?”Davina terdiam. Ada ketakutan yang mulai merayapi dadanya dengan kemurkaan yang menguar dari tubuh Dirga. Ia menggigit bibir bagian dalamnya demi menahan gemetar yang mulai menyerang tubuhnya.“Kau benar-benar bocah yang tak tahu diri.” Dirga mendorong tubu

  • Pelayan Sang Tuan   19. Bangkit

    Langkah Dirga yang tengah menyeberangi ruang tengah terhenti ketika berpapasan dengan Davina yang baru keluar dari area dapur. Pandangan pria itu mengeras mengamati penampilan Davina. Pakaian yang dikenakan jelas adalah sebuah penantangan. Gadis itu jelas tahu semua pakaian yang sudah ia beli untuk Davina.Seolah belum cukup menerima semua kemarahan yang sudah ia lampiaskan, sekarang Davina masih berpikir ingin menguji kesabarannya. “Bawakan segelas teh,” perintahnya dengan bibir yang menipis tajam.Davina tak mengangguk. Gadis itu menatap wajah Dirga dengan ketenangan yang mati-matian ia pertahankan. “Aku akan langsung ke atas.”Wajah Dirga memias. Matanya menyipit lebih tajam pada Davina yang bukannya berbalik ke arah dapur, malah mendekati tangga. Dalam tiga langkah besarnya, ia menangkap lengan Davina. “Kau tak mendengar perintahku?”“Kau tak butuh teh itu. Yang kau inginkan hanya tubuhku, kan?”Kata-kata Davina benar adanya. Yang ia inginkan hanya tubuh gadis licik ini, tetapi ka

  • Pelayan Sang Tuan   20. Rencana Di Atas Rencana

    Part 20 Rencana Di Atas RencanaDirga menggeram keras sambil membanting kedua kepala tangannya di meja. Barang-barang di pinggiran meja jatuh dan berhamburan di lantai ketika sekali lagi ia menghantamkan kepalan tersebut di meja dengan teriakan yang keras. Amarah memenuhi dadanya, meluap-luap tak terkendali sekaligus berusaha ia tahan setengah mati.Berani-beraninya gadis licik itu menantangnya?Beraninya berpikir akan bisa menentang perintahnya?Kepatuhan, kepasrahan, dan kepolosan Davina kali ini terasa lebih sulit ia kendalikan. Dan kesulitan itu meningkat berkali-kali hanya dalam satu malam. Sampai pada tingkat ia mulai kehilangan kontrol untuk mengendalikan gadis itu.Dan yang lebih membuatnya frustrasi adalah … kenapa gadis sialan itu berhasil mengusik dirinya? Lebih banyak dan lebih besar daripada yang diinginkannya. Daripada seharusnya. Davina hanya pelayannya. Pemuas nafsunya dan samsak balas dendamnya.Setelah semua sikap kasar dan“Kau terlihat berapi-api, Dirga.” Clay mela

  • Pelayan Sang Tuan   21. Sang Paman

    Saat Dirga masuk ke dalam kamar, Davina sudah berbaring tidur di sisi ranjang. Mengenakan kaos putih dan celana karet berwarna abu tua yang ujungnya digulung hingga di mata kaki. Gadis itu memang terlihat seksi dan menggairahkan apa pun yang dikenakan. Langkahnya sempat terhenti di ujung tempat tidur, menatap wajah Davina yang begitu nyenyak dalam tidur. Sementara sesuatu di dadanya bergemuruh menginginkan gadis itu.Ujung bibirnya berkedut tak suka dengan keinginan yang selalu saja muncul setiap kali melihat Davina. Dendam dan keinginan yang seolah saling bertautan, membuatnya kesal saat dendamnya mulai memudar dengan keinginan yang terlalu banyak terhadap gadis itu.Kata-kata Clay dan Brian kembali berdengung di kepalanya.‘Kenapa kau bertanya jika memang tak ingin membaginya, Dirga? Apakah dia memang semanis dan semenyenangkan itu ketika di tempat tidur?’‘Ck, kau masih saja posesif, Dirga. Jika masih saja seperti ini, apa kau tidak belajar apa yang terjadi pada Sesil?’Bibirnya me

  • Pelayan Sang Tuan   22. Benang Merah

    Dirga melempar pistol di tangannya dan melompat ke arah Davina. Ia hanya terlambat sedetik, satu gerakan mematikan Davina berhasil membuat amarah mendidih di ubun-ubunnya. Ia tercengang dengan keras akan kenekatan gadis licik itu yang membuat darah segar mengucur dari pergelangan tangan Davina.Kedua lengannya berhasil menangkap kepala gadis itu sebelum jatuh membentur lantai, sementara tangannya yang lain memegang pergelangan tangan Davina. Ia masih bisa merasakan darah merembes di antara sela-sela jemarinya. Dengan sigap, meletakkan kepala Davina di pangkuannya dan menyambar sapu tangan yang diulurkan pengawalnya dan langsung membebat pergelangan gadis itu. Sambil memerintah untuk menyiapkan mobil ke rumah sakit.Dirga menggendong tubuh Davina dan setengah berlari keluar. Menyusul si pengawal yang sudah keluar lebih dulu dan siap dengan mobil di depan teras. Perjalanan lebih singkat dari biasanya karena jalanan yang lengang. Begitu sampai di ruang IGD, Davina langsung dibawa ke rua

  • Pelayan Sang Tuan   23. Sandiwara

    Davina sama sekali tak berani bersuara sepanjang perjalanan. Tampaknya Dirga pun tak berminat untuk berbasa-basi. Pria itu hanya duduk terdiam, dengan pandangan mengarah ke depan tetapi konsentrasinya jelas bukan pada jalanan. Tenggelam dalam pikirannya. Kerutan yang dalam di kening pria itu menunjukkan seberapa kerasnya pria itu berpikir. Entah apa yang coba direncanakan oleh Dirga, ia hanya berharap itu sama sekali tak ada hubungannya dengan sang paman.Kecepatan mobil berkurang dan melewati pintu gerbang. Berhenti di teras. Davina melihat dua orang yang berdiri menunggu di teras. Bukan pelayan, tetapi hanya sekilas ia menyadari itu Clay, dan … pandangan Davina membeku mengenali pria lainnya yang berdiri di samping Clay adalah Brian. Sang paman.Kepucatan seketika memenuhi wajah Davina. Hanya beberapa saat yang lalu Dirga mengetahui tentang pamannya dan sekarang sang paman ada di sana.“Turun!” perintah Dirga dengan kasar ketika Davina hanya duduk terbengong menatap ke arah teras se

  • Pelayan Sang Tuan   24. Rasa Bersalah

    “Maaf, maafkan aku, Rega.” Erang kesakitan membangunkan Davina. Mata gadis itu segera terbuka dan menoleh ke samping. Melihat kepala Dirga yang bergerak ke kiri dan kanan degan mata masih terpejam. Sementara wajah pria itu dibanjiri keringat. “Aku tak akan memaafkan mereka. Aku tak akan mengampuni mereka.”“Rega. Jangan tinggalkan aku.”“Kumohon.”“Aku tak bisa hidup tanpamu.”Davina bangun terduduk mendengarkan kata-kata yang tak asing tersebut bercampur dalam erangan Dirga. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Dirga bermimpi buruk dan tapi ini pertama kalinya Dirga mengerangkan nama Rega. Dengan kata-kata yang sama dan berulang kali. Penuh penyesalan yang pedih.“D-dirga?” Tangan Davina terulur, menyentuh pundak Dirga dan menggoyang pelan. Berusaha membangunkan pria itu.“Maaf, maafkan aku, Rega.”Sekali lagi Davina menggoyang pundak Dirga, kali ini lebih keras. Mata Dirga terbuka sepenuhnya dan napasnya terengah keras. Bertatapan dengan Davina yang duduk dan tubuh condong ke arahny

  • Pelayan Sang Tuan   25. Keraguan

    Dirga bangun dengan rasa tak nyaman yang ada di kening. Juga tekanan di lengan. Kepalanya terasa pening meski tak mengganggunya. Ya, sejak kemarin siang ia sudah merasa tak enak badan. Saat pulang pun ia harus menyelesaikan sedikit pekerjaan yang tersisa hingga makan malam. Brian datang dengan setumpuk masalah lainnya, tetapi tak bisa ia tangani karena pusing di kepalanya semakin tak tertahankan. Memutuskan untuk naik ke tempat tidur.Ia pikir setelah tidur lebih awal pusingnya akan berkurang, tetapi pening itu masih terasa. Dan … keningnya berkerut menemukan handuk lembablah yang menempel di keningnya. Kemudian ia sedikit mengangkat kepalanya, menemukan kepala Davina yang berbaring di lengannya. Pandangannya sedikit ke atas dan menemukan baskom di meja nakas.Ada kejanggalan di hatinya ketika memikirkan apa yang sudah Davina lakukan untuknya. Tetapi ia segera mematikan perasaannya dan menyentakkan lengannya. Meski tidak kasar, tapi sentakannya cukup kuat untuk membangunkan Davina.Da

Bab terbaru

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8b

    Davina membalas ciuman tersebut dengan tak kalah lembutnya. Menerima semua buncahan perasaan cinta dan kasih yang diungkapkan Dirga melalui ciuman tersebut. Hingga akhirnya pagutan tersebut berakhir, Dirga tetap membiarkan wajahnya dan Davina berjarak setipis mungkin, membiarkan napas mereka saling berhembus di wajah masing-masing, berbagi udara bersama. “Kau pernah bilang, kehadirannya datang di saat yang tidak tepat.” Davina kembali bersuara. “Namun, aku menyadari, keberadaannya di antara kita, ternyata datang di saat yang tepat. Untuk menghentikan pertikaian yang tak bisa kita kendalikan ini sebelum menghancurkan kita berdua hingga di titik yang tak bisa diselamatkan.” “Kedengarannya seperti aku.” “Hmm, memang.” Davina tertawa kecil. Dan tawa tersebut terdengar begitu indah di telinga Dirga. “Aku pernah menghadapimu yang lebih buruk dari sekedar ingatan yang hilang. Jadi … kupikir ini bukan masalah, kan?” “Oh ya?” Dirga menyangsikan pernyataan tersebut. Davina mengangkat tang

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 8a

    Extra 8 Ungkapan Cinta Sang Tuan “Jadi kau tak akan menjawabku?” Pertanyaan Dirga membuyarkan lamunan yang malah menatap pria itu dengan terbengong. “Pergilah kalau begitu. Kau tak akan membiarkan anakku tertular penyakitku, kan?” Davina mengerjap, kemudian mengangguk meski kedua kakinya enggan bergerak dari tempat ini. “A-apa kau akan tidur di kamar?” “Kau ingin aku tidur di mana?” Davina tak langsung menjawab, menatap lurus kedua mata Dirga yang pasti tahu apa keinginannya. Ujung bibir hanya menyeringai dengan tatapan tersebut. “Pergilah ke kamar.” Ada segurat kecewa yang muncul di kedua mata dengan pengusiran tersebut meski nada suara Dirga terdengar lembut. Davina memaksa kedua kakinya berputar dan beranjak menuju pintu. Ia baru mendapatkan dua langkah ketika tiba-tiba Dirga memanggil namanya. “Davina?” Tubuh Davina berputar dengan cepat, menghadap Dirga yang masih duduk di kursi di balik meja. Menatapnya dengan lembut meski ada sesuatu yang mengganggu dalam tatapan pria i

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7b

    Kedua alis Brian menyatu, bertanya-tanya dengan kalimat Davina. Kemudian gadis itu sedikit berjinjit dan mendekatkan wajah ke arahnya, yang membuatnya harus menunduk. Memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan apa yang akan diucapkan sang keponakan. Dan semakin ia mendengar, keterkejutan membuatnya membelalak. Menarik kepala dari Davina dan menatap penuh ketidak percayaan. Davina hanya tersenyum menanggapi reaksi Brian. “Kau yakin dia melakukan itu?” Davina mengangguk dengan mantap. “Tidak mungkin. Kau yakin kau tidak sedang bermimpi ketika mendengarnya?” Davina menggeleng. Sekali dengan penuh kemantapan yang segera meluruhkan keraguan Brian. “Dia bahkan tidak tahu kalau Davina mendengarnya.” “Mungkin bukan untukmu?” “Untuk Davina Dirgantara. Istriku, Davina jelas mendengar itu.” Brian masih tercenung. Sangat lama hingga Davina kembali memecah keheningan tersebut. “Perlahan ingatannya akan kembali, paman. Bahkan apa yang dirasakannya terhadap Davina tak pernah berubah mesk

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 7a Cinta Sang Tuan

    Kening Brian berkerut dalam melihat kepuasan yang terasa janggal memenuhi wajah Dirga. Bahkan ia bisa menangkap senyum semringah di kedua mata pria itu. “Kenapa?” Brian segera menepis kecurigaan yang menggalayuti hatinya. Jika Dirga terlihat sesenang ini, pasti ada sesuatu yang sudah dilakukan pria itu pada Davina. Namun, saat Dirga melewatinya dan ia melangkah masuk ke dalam ruang perawatan Davina, ia sama sekali tak melihat sesuatu yang janggal di wajah sang keponakan. Davina bahkan tampak lebih tenang, wajah mungil gadis itu juga tak terlihat habis menangis. Sekali lagi Brian mengamati lebih teliti wajah sang keponakan. Mencoba mencari jejak air mata di sekitar kelopak mata. Tapi kecurigaannya tak kunjung menunjukkan bukti. “Kenapa paman melihat Davina seperti itu?” Brian menggeleng pelan. “Apa yang dilakukan Dirga padamu?” Alih-alih menjawab, wajah Davina malah memerah mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja apa yang baru saja ia lakukan dengan Dirga bukan hal yang tepat

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6b

    Dirga mendengus. “Kau bertanya karena cemburu atau karena benar-benar peduli pada kebutuhan pria dewasaku yang tidak bisa kau penuhi?” Davina tak menjawab. Menurunkan pandangannya karena malu. “Atau … keduanya?” “M-maaf.” Dirga mendengus tipis. “Untuk apa kau meminta maaf. Aku memahami rasa bersalahmu. Istri mana yang akan tahan jika suaminya bermain gila di luar sana sementara dirinya sedang tak berdaya tak bisa melayani sang suami. Aku tak akan menyalahkanmu.” Wajah Davina perlahan terangkat, menatap Dirga dengan penuh haru. Dirga sendiri dibuat terpaku dengan emosi yang begitu kuat di wajah Davina, yang lagi-lagi berhasil menyentuh hatinya. yang entah bagaimana berhasil melumpuhkannya. Lalu matanya mengerjap, menyadarkan diri dari pengaruh Davina yang mulai menyergap kewarasannya. Semua tentang gadis ini selalu berada di luar kewarasannya. Bahkan kesetiaan yang seolah mengakar di dadanya. Yang tak dikenalinya ini. Ya, ia begitu frustrasi karena gairahnya tak terpuaskan karen

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 6a

    Extra 6 Milik Sang Tuan Canda tawa di ruangan tersebut segera segera terhenti dengan kemunculan Dirga. Mata Davina berkedip beberapa kali, terkejut sekaligus bertanya-tanya akan sikap Dirga yang muncul dengan cara mesra seperti ini. Seolah Dirganya yang dulu telah kembali, yang selalu menampilkan keintiman seperti ini untuk membuat siapa pun tahu bahwa dirinya hanya milik pria itu seorang. Dan seolah belum cukup kejutan yang diberikan pria itu terhadapnya. Wajah Davina merah padam ketika Dirga meletakkan kantong putih berukuran sedang di pangkuannya. “A-apa ini?” “Alat pumping asi.” Davina menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia bertanya bukan karena tak tahu. Dan seharusnya ia pun tak mempertanyakan hal tersebut pada Dirga. “Anak kita butuh makan. Kau tak meninggalkan banyak stok asi di rumah. Jadi … sebelum baby Elea kelaparan kau harus …” “Aku mengerti, Dirga.” Davina sengaja memotong kalimat Dirga sebelum kalimat pria itu terdengar semakin vulgar di hadapan Ega. Tidak bisakah m

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 5b

    Clay mengangkat jam di pergelangan tangannya. “Menjelang pagi. Dan sekarang waktu yang tepat untuk memeriksamu karena aku ada di sini. Kebetulan dia sedang dapat tugas malam. Jadi kita bisa langsung ke ruangannya.” “Aku sedang tidak berminat …” “Kau tak tertarik ingin tahu kapan ingatanmu akan kembali?” Dirga seketika terdiam, kembali menoleh ke arah Clay. “Kau perlu menjalani beberapa tes, Dirga. Yang seharusnya kau lakukan tadi pagi,” tambah Clay lagi. “Lagipula ingatanmu sedang hilang, kan? Sekarang kau melihat Davina sebagai putri dari Jimi. Musuhmu, jadi tahan kekhawatiranmu terhadap istri yang tidak kau ingat sampai ingatanmu kembali. Sekarang kau terlihat seperti Dirga yang tidak kami kenal.” Wajah Dirga menegang, siap meluapkan emosinya pada kata-kata Clay yang lancang. Namun, saat itu juga ia menyadari kekhawatirannya yang memang berlebihan terhadap Davina. Davina Riley. Musuhnya. “Ya, meski kau memang selalu menjadi orang yang tidak kami kenal setelah bertemu dengannya

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 5a

    Extra 5 Kecemburuan Sang Tuan "S-sakit, Dirga," rintihan Davina semakin menjadi. Tak hanya dari beratnya tubuh Dirga yang menekan tubuhnya di dinding dan wajahnya yang dicengkeram oleh pria itu, tetapi juga tekanan di perut yang mendadak membuat kepalanya pusing. "K-kau menyakitiku." Suara Davina semakin lemah. Pandangannya mulai berputar dan matanya mulai mengantuk hingga kegelapan sepenuhnya menyelimutinya. Dirga mengerjap, tersadar dengan cepat ketika kepala Davina jatuh terlunglai ke samping. Ia menarik tubuhnya mundur dan tubuh mungil itu seketika jatuh ke pelukannya. Kedua lengannya segera menangkap tubuh sang istri, dan tepat pada saat itu kedua mata Dirga menangkap genangan arah yang di lantai di bawah kaki mereka. Napas Dirga tercekat dengan keras, membawa Davina ke dalam gendongannya dan berlari keluar kamar. Berteriak memanggil anak buahnya untuk menyiapkan mobil. *** Satu jam kemudian, dokter baru saja selesai memeriksa kondisi Davina. Demam tinggi, berkunang, dan t

  • Pelayan Sang Tuan   Extra 4b

    ‘Aku mencintaimu, Dirga.’ ‘Aku mencintaimu, Dirga.’ Pernyataan cinta tersebut terputar di kepalanya. Pernyataan cinta yang sama namun dengan suara yang berbeda. Ia mengenali itu adalah suara Rega dan Sesil, juga Davina. Mengikuti rasa kehilangan yang menelusup ke dalam dadanya. “Dirga?” Davina menyentuh pundak Dirga dengan lembut. Ketegangan di wajah pria itu sama ketika ia menyatakan perasaannya dulu. “Kau baik-baik saja?” Dirga mengerjapkan matanya, menatap raut Davina yang diselimuti keheranan. “Ya, tentu saja aku baik-baik saja. Kau pikir pernyataan cinta sentimentil ini akan mempengaruhiku, begitu?” Davina menggeleng pelan. “K-kau .. wajahmu memucat.” “Ya, aku baru terbangun dari komaku tadi pagi, kan?” Beruntung alasan itu muncul di saat yang tepat. Davina mengangguk. “Apa kau sudah minum obatmu?” Mata Dirga menyipit dengan kecemasan yang mendadak menyelimuti wajah polos Davina. “Kau mengkhawatirkanku?” Davina tak menjawab, bimbang jawabannya akan membuat Dirga tersin

DMCA.com Protection Status