Byurr..."Hah"Leya terbangun saat satu ember air membasahi wajahnya, Leya mengusap wajahnya yang basah.Mata cantik itu menangkap sosok iblis gila yang masih membawa ember."Tuan" gumamnya.Aldrich mengambil tissue, dia langsung mengeringkan wajah Leya yang basah."Kamu kenapa ada di sana" tanya Aldrich yang saat ini merasa sangat kesal pada Leya."Tuan, katanya tuan akan datang! Tapi aku gak ada?" Ujar Leya."Jangan tunjukkan wajah polos itu di hadapan aku, muak rasanya aku melihat wajah mu" geram Aldrich."Aku hanya datang ke rumah itu karena di minta oleh pak supir, bukanya itu juga rumah teman anda tuan, kenapa anda marah" tanya Leya menatap dalam dalam mata Aldrich yang saat ini terkejut."Dia bukan temanku" gerutunya."Dia teman anda, aku tau itu. bahkan dia juga menunjukkan foto anda, laki laki itu dan tuan Van" ujar Leya."Tetap diam atau aku akan bungkam mulutmu itu" geram Aldrich.Leya menatap pada Van yang terlihat babak belur, namun laki laki itu terlihat diam seribu kata
Malam tadi Leya tak pulang bahkan Leya sampai menginap di sana karena Emly belum sadar juga.Aldrich memanggil dokter untuk datang ke sana, Aldrich bahkan tak tidur semalaman karena bertengkar dengan Van.Leya sudah sibuk di dapur, pagi ini Leya tengah menyiapkan sarapan untuk Aldrich.Leya selesai memasak sayur sop dan menggoreng ayam.Hanya itu yang bisa Leya sajikan apa lagi dia juga masih sangat mengantuk apa lagi dia tidur hampir pukul tiga dini hari dan bangun pukul setengah lima pagi.Derap langkah seorang pria matang datang ke sana, pandangan Leya langsung tertuju pada pria tampan yang saat ini duduk di meja makan dengan baju piyama yang kancingnya tidak di kaitkan.Sehingga menampakan roti sobek yang dia punya itu, laki laki itu terlihat baru saja dari kamar mandi terlihat dari rambutnya yang kelimis."Tuan jangan mandi, nanti lukanya basah" ujar Leya."Aku tidak tahan dengan keringat, apalagi semalam aku cukup berkeringat" sahut Aldrich sambil meminum teh hangat buatan Leya.
BrakkAldrich masuk ke kamar Emly dia melihat ada Leya yang saat ini tertidur di lantai, Aldrich jongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Leya yang terduduk di lantai. Dia menatap wajah Leya yang saat ini terlihat sangat menggemaskan padahal Leya sedang tertidur.Senyuman manis tergambar di bibir merah muda itu, Aldrich bahkan sampai menggigit bibir bawahnya karena gemas pada wajah Leya."Kenapa kamu mengemaskan Leya" Aldrich tersenyum salah tingkah.Layaknya orang gila yang bicara sendiri sambil tertawa tawa, begitulah Aldrich sekarang. Aldrich mendekatkan tangannya pada pipi Leya, Aldrich ingin menyentuh pipi yang tembam itu, namun seketika mata Leya terbuka sehingga membuat Aldrich terkejut.Niat hati ingin menyentuh pipi Leya, tapi karena Leya terbangun Aldrich malah replek menampar pelan pipi Leya."Tuan anda menampar aku" ucap Leya sambil memegang pipinya."Kamu kenapa tidur di sini, kamu itu masih bekerja Leya" bentak Aldrich yang saat ini langsung berdiri dan membuang mukanya ag
Aldrich menatap pada Leya yang pagi ini tengah membereskan kamarnya, Aldrich paling suka pada Leya kalau Leya tengah berkeringat.Aldrich bangun dia melihat jam yang menggantung di dinding, dan saat ini jam menunjukkan pukul tujuh pagi."Berisik Leya" sahut Aldrich.Leya menatap pada tuannya itu, senyuman Leya langsung mengembang saat melihat Aldrich tengah menatap padanya dengan kesal."Maaf tuan tapi yang berisik penyedot debunya bukan aku" ucap Leya."Ck, malah menyalahkan penyedot debu" sahut Aldrich."Mau apa tuan, kopi, teh hangat, jus, atau susu" tanya Leya."Susu" gumam Aldrich yang masih bisa di dengar oleh Leya."Rasa apa tuan, coklat mau" tanya Leya."Susu rasa coklat" Aldrich tersenyum pikirannya berkelana saat mendengar susu coklat."Jadi tuan, mau gak" tanya Leya yang masih menunggu jawaban dari tuanya yang malah tersenyum mendengar hal itu."Ya" Aldrich menganggukkan kepalanya."Bentar tuan aku mau siap siap dulu" ujar Leya yang langsung pergi dari sana meninggalkan Ald
Leya langsung melepaskan kembali pelukan Aldrich."Tuan anda menangis" tanya Leya yang saat ini bahkan sudah terlihat baik baik saja.Padahal pelukan mereka hanyalah sebentar barusan."Tidak aku tidak menangis aku hanya kelilipan saja" jawab Aldrich mengusap air matanya.Leya hanya tersenyum dia langsung pergi dari sana meninggalkan Aldrich yang masih mematung, Aldrich tau kalau Leya masih menangis terlihat dari tangannya yang sesekali mengusap wajah."Mau berpura pura di hadapan aku, tidak akan mungkin Leya aku tau segalanya ternyata begini kehidupan kamu sebelum menjadi pelayan" gumam Aldrich.Ririn mendapati Leya yang saat ini baru masuk Villa dengan di ikuti oleh Aldrich di belakangnya."Ck, mereka malah semakin dekat lagi" Ririn membatin.Leya menuju ke arah dapur yang saat ini terlihat ada Van dan Emly juga di sana."Tuan mau makan apa" tanya Leya yang langsung menatap pada Aldrich."Roti dengan selai coklat" jawab Aldrich.Ririn mendekat pada Leya yang saat ini tengah mencuci t
Degh..Aldrich menatap pada Leya yang terlihat sangat perhatian padanya, Jantung Aldrich berdetak sangat kencang sekali.Dia bahkan terus saja menatap pada Leya seakan melupakan kejadian kalau saat ini pabriknya terbakar habis."Al ayo" teriak Van saat sudah tau kalau saat ini pabrik kebakaran.Aldrich langsung tersadar dia menatap pada Van yang saat ini sudah menunggu dia di sana.Aldrich menatap pada Leya sekilas sebelum dia pergi dari sana.Mereka berangkat ke pabrik yang jaraknya lumayan jauh dari sana, namun yang saat ini Aldrich inginkan adalah terungkapnya dalang di balik kebakaran itu.Leya berjalan ke arah kamar Emly yang ada di lantai atas, dia melihat kalau saat ini Emly tengah kuliah."Ada apa Leya" tanya Emly."Nona katanya tuan akan pergi, bagaimana kalau Nona menginap saja di rumah aku" tanya Leya."Kenapa" tanya Emly."Katanya tuan akan lama di sana, jadi alangkah baiknya kalau Nona menginap saja di rumah aku atau di rumah Ibu Ani, tuan menitipkan anda pada ku" ujar Le
Hari berganti hari waktu berganti begitu cepat, hari ini seperti biasa Leya bekerja semenjak kejadian itu Leya tidak terlalu dekat dengan Ririn apa lagi Ririn juga sepertinya marah pada Leya.Suara deru mobil terdengar, Leya menatap pada jendela yang besar di Villa itu dan ternyata Aldrich pulang ke villa itu.Semua pelayan yang ada di sana langsung berdiri menyambut Aldrich.Namun sayang banyak mobil yang datang ke sana dan setelah sampai di sana banyak sekali wanita yang memakai seragam turun dari mobil itu.Leya mengerutkan keningnya dia tidak tau siapa wanita yang memakai seragam itu, tapi saat Aldrich masuk tidak ada yang bertanya atau pun berkomentar pada Aldrich.Mata tajam Aldrich hanya menatap pada Leya sekilas, setelah itu dia langsung masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai atas.Drtt{Datanglah ke kamar ku} pesan dari Aldrich pada ponsel Leya.Leya yang melihat pesan itu langsung menuju ke kamar Aldrich yang ada di lantai atas, mengabaikan orang orang yang baru datang k
Saking lamanya menangis dalam diam akhirnya gadis malang itu tertidur di dekapan Aldrich yang kejam itu.Aldrich terbangun setelah tertidur beberapa jam.Matanya terbuka dan kali pertama yang dia lihat adalah wajah Leya yang saat ini sudah sembab karena banyak menangis.Aldrich seketika merasa bersalah karena tadi dia langsung menarik Leya.Aldrich merasa sangat tidak tenang hingga dia meminum obat penenang, begitulah Aldrich jika dia punya masalah dia selalu mengandalkan obat penenang.Aldrich menghela nafasnya kasar dia mungkin sudah menunjukkan sikap iblisnya itu di hadapan Leya."Astaga aku sangat bodoh" geram Aldrich.Laki laki itu bangkit dari tidurnya dia langsung mandi di bawah guyuran air shower laki laki itu mencoba menenangkan dirinya.Suara gemericik air dari kamar mandi terdengar di pendengaran Leya yang masih tertidur, matanya terbuka saat tau alasan dia tertidur tadi.Leya langsung terbangun dia melihat kalau Aldrich tidak ada, ini adalah kesempatan Leya untuk keluar da
Hari ini adalah hari pernikahan Granida dan Clara, mungkin sudah lima hari sejak Aldrich pingsan, Granida berharap kalau Aldrich bisa datang tapi sayangnya Aldrich masih pingsan dan sepertinya kondisinya kurang baik sekarang.Kata Dokter, kesehatan Aldrich semakin menurun apa lagi tidak ada makanan yang masuk kedalam tubuh Aldrich, bahkan Aldrich tidak bergerak sama sekali di atas tidur.Granida juga meminta Leya untuk datang tapi sayangnya Leya tidak akan datang karena dia cemas pada kondisi Aldrich, sekarang saja Aldrich tengah dirawat di rumah sakit ternama, kabarnya Leya dan Emly sering kali terlibat sebuah pertengkaran yang membuat keduanya salah paham.Van sudah kehabisan akal untuk memisahkan Leya dan Emly apa lagi ada Sinta juga yang menjadi pendukung Emly, keadaan keluarga itu sekarang sangat kacau. Tapi Granida juga tidak bisa melakukan apa pun, dia tadinya ingin menunda pernikahannya, tapi tidak mungkin karena persiapannya sudah selesai.Granida sudah mengucapkan janji suci
Emly sejak tadi menangis dan mengadu pada Sinta tentang masalah yang baru saja dikatakan oleh Van padanya, Emly merasa kalau dia tidak salah bahkan dia juga merasa kalau Sinta juga tidak akan mungkin melakukan hal seperti itu pada Aldrich."Kamu percayakan sama Tante?" tanya Sinta memastikan kalau Emly masih berada di pihaknya.Emly menganggukan kepalanya karena memang dia sangat percaya pada Sinta."Tante, aku gak suka Leya berkata seperti itu pada Tante, jahat sekali mulutnya." Emly mengusap air matanya yang sejak tadi berjatuhan membasahi pipinya."Sudahlah lagian Tante juga tau kalau Leya memang sangat membenci Tante sejak pertama Tante datang kesini," ucap Sinta."Aku akan buat perhitungan padanya!" geram Emly. Tangannya terkepal kuat karena emosinya yang dia tahan.Emly langsung keluar dari kamar Sinta, dia akan menuju ke kamar Leya. Sekarang Emly sudah sangat marah pada Leya apa lagi dalam pikiran Emly, yang salah itu adalah Leya karena Leya sudah mengijinkan Aldrich pergi pada
Van akhirnya bisa menemui Leya, dia akan memberi tahukan semuanya pada Leya, tapi sayangnya saat Van akan masuk ke kamar Aldrich terlihat kalau diluar ada Sinta yang tengah menelpon seseorang.Van merasa semakin curiga apa lagi Sinta berbicara dengan berbisik-bisik di telponnya."Apa jangan-jangan dugaan aku ini benar? Tante Sinta yang melakukannya? Jahat sekali dia!" geram Van.Van masih memantau Sinta hingga Sinta pergi dari sana dan sekarang adalah saatnya Van untuk masuk kedalam dan membicarakan semuanya pada Leya.Setelah semuanya terbongkar Van tak akan melakukan apa pun pada Sinta hanya saja Van mau Sinta merasakan apa yang Aldrich rasakan."Aku mencurigai Tante Sinta." ujar Van sambil menganggukkan kepalanya karena dia yakin dengan ucapannya itu."Kenapa kakak begitu yakin?" tanya Leya yang sebenarnya senang sekali karena Van akhirnya menyadari hal itu."Aku merasa kalau dia terlibat sangat aneh," papar Van.**Aldrich menatap pada tantenya yang baru saja pulang entah dari man
"Aku kurang tau. Tapi aku mencurigai seseorang!" "Siapa?" sela Leya. "Aku curiga pada Tasya." ujar Van. Leya menganggukan kepalanya. Tapi dia tidak percaya kalau Tasya yang akan melakukan hal itu, apa lagi dia tau sekali kalau Sinta yang melakukannya, hanya saja Leya tak bisa bicara sekarang karena Van pasti akan mengklaim kalau Leya memfitnah Sinta. "Apa jangan-jangan, Nyonya Sinta." ucap Saga yang langsung menatap Van dan Leya. "Hah, jangan memfitnah Saga. Kau tak punya bukti!" Van berucap dengan nada ketus. "Aku memang tak punya bukti, tapi dari racun itu menunjukan kalau obat itu tidak ada di apotek mana pun. Dan Nyonya Sinta dulunya pernah bekerja di rumah sakit, bisa saja dia meracik obat itu sendiri." ungkap Saga mengungkapkan semua kejanggalan yang dia rasakan. "Bisa jadi, tapi kita gak punya bukti." bantah Van. "Kak Van, kita bisa punya bukti kalau kita bisa bekerja sama." Leya berucap dengan penuh harap, Leya tak bisa menemukan bukti sendirian makannya dia
"Kata anak buah ku, Tasya diusir dari villa Aldrich." ujar Rayandra pada istrinya Risa. Risa menatap pada suaminya yang saat ini terlihat sangat kacau, Rayandra baru saja pulang dari pekerjaannya dan sepertinya Rayandra mempunyai masalah yang berat, tapi dia tidak bicara pada Risa. Risa mendekat pada suaminya, Risa memegang tangan Rayandra. "Ada apa?" tanya Risa. Rayandra menggelengkan kepalanya. "Tidak, bagaimana keadaan anak kita?" tanya Rayandra mengusap perut Risa yang masih sangat rata. "Sepertinya baik-baik saja." jawab Risa. Risa mendengar Rezha yang saat ini menangis, dia langsung menggendong Rezha dan memberikan susu pada bayi itu. Walaupun Risa bukanlah ibu kandungnya tapi Risa sangat sayang pada Rezha. "Bisa aku minta sesuatu?" tanya Rayandra menatap pada Risa yang saat ini menunggu lanjutan dari ucapan Rayandra. "Bisakah kamu jauhi Danan, aku tidak suka padanya." paparnya. "Kenapa? Apa dia salah?" tanya Risa. "Tidak, hanya saja aku baru tau kalau dahulu Danan lah
Flashback on Di markas preman. Aldrich dan semua anak buahnya datang ke sana, mereka masuk kedalam markas yang sangat besar yang beranggotakan lima belas orang itu. Jika saling menyerang, tentu saja Aldrich lah yang akan menang. tapi sekarang yang paling penting adalah bernegosiasi agar mereka tidak lagi menganggu Aldrich dan anak buahnya untuk mengantar barang melewati jalan kawasan mereka. "Dimana ketua kalian?" tanya Aldrich dengan tatapan tajam yang membuat orang-orang yang melihatnya takut melihat Aldrich yang berwajah garang. Seorang pria paruh baya berjalan mendekat kearah Aldrich. "Ada apa?" tanyanya menatap Aldrich dari atas sampai bawah. "Kamu?" tanya Aldrich yang mendapatkan anggukan kepala dari pria paruh baya itu. "Bagus kalau begitu, aku datang untuk bernegosiasi bersama dengan kalian!" tegas Aldrich berusaha untuk tetap tenang dan tidak emosional. "Nego? Untuk apa?" tanya pria itu. "Perkenalkan nama aku, Aldrich. Kau tau Blooder?" tanya Aldrich menatap pada se
Leya terlihat sangat panik, pagi ini dia dikejutkan dengan pesan kalau Aldrich pingsan dari semalam, Leya yakin kalau suaminya itu tidak meminum obat yang dia berikan. Leya merasa kalau racun dalam tubuh Aldrich belum hilang karena sekarang saja Aldrich pingsan karena telat meminum obat itu. Leya menatap ke arah gerbang yang terlihat kosong, dia menanti Aldrich untuk dibawa pulang, katanya mereka masih dalam perjalanan menuju ke sana. Leya menyiapkan sebuah obat yang sudah dia larutkan kedalam air, Leya juga berjaga-jaga takutnya Sinta akan melakukan hal yang macam-macam padanya. "Kak," panggil Emly dari ambang pintu kamar Leya. "Kak, benar katanya kak Aldrich pingsan?" tanya Emly yang langsung mendekat pada Leya dengan tatapan khawatir. Leya menganggukan kepalanya. "Katanya 'Ya' tapi kita lihat saja nanti, semoga saja dia baik-baik saja." jawab Leya. "Kenapa kakak berangkat malam hari?" tanya Emly. "Katanya ada pekerjaan penting, aku gak tau dia pergi kemana." papar Leya. "A
Aldrich sengaja mengumpulkan semua pelayan yang ada di Villanya itu, hanya ada Tasya dan Bu Ani sedangkan semua anak buahnya berada diluar Villa untuk memastikan tidak terjadi macam-macam didalam Villa tuannya itu. Mereka sudah tau kalau Aldrich mengumpulkan semua orang, maka ada masalah yang terjadi disana. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Aldrich menatap tajam pada Tasya. Semua orang hanya diam saja tanpa ada yang bertanya alasan Aldrich mengumpulkan mereka, mereka seolah-olah takut pada Aldrich padahal dibelakang Aldrich banyak sekali yang mau mencelakai Aldrich. Hal seperti itu memang sudah biasa bagi Aldrich, tapi jika Aldrich tau siapa orangnya maka tak akan ada ampun bagi mereka yang sudah mengkhianatinya. "Jawab aku!" bentak Aldrich kembali bertanya pada Tasya yang hanya diam saja. "Kak, percuma bicara padanya." ujar Emly yang saat ini duduk di sofa bersama dengan anak-anak. "Tasya, apa harus aku cambuk dahulu lalu kau akan bicara?" tanya Aldrich menatap tajam pada
Tasya yang saat ini sedang berjalan kearah paviliun langsung terkejut saat ada seseorang yang langsung menarik tangannya, Tasya juga meringis kesakitan saat orang itu mendorong Tasya sampai tubuhnya mentok di tembok."Argh!" ringis Tasya kesakitan."Diam! Tasya, sebaiknya kau cepat pergi dari sini!" usul kekasih Tasya dengan tegas."Paul, aku datang kesini karena kamu 'kan? Jadi, kenapa aku harus pergi? Kamu juga jarang ada disini? Aku merasa aman disini!" protes Tasya membantah setiap kata yang Paul minta."Lalu, siapa yang meminta kamu membuat masalah dengan wanitanya Rayandra, kamu harus tau kalau Rayandra itu musuh tuan Aldrich. Kalau saja Rayandra marah dia pasti akan marah pada tuan Aldrich bukan padamu." terang Paul, dia berusaha agar Tasya sadar dan mau pergi dari sana.Hal ini memang kesalahan Paul yang sudah membawa Tasya masuk kedalam sana, tapi saat itu situasinya berbeda karena Paul tak terima kalau Tasya dinikahkan dengan laki-laki pilihan Ayahnya Tasya.Paul merasa kala