Pagi itu, sinar mentari belum sepenuhnya menyapa perkampungan, ketika Cheryl melangkah mendekati pintu rumah Elvano dengan ekspresi wajah yang penuh kemarahan. Pintu terbuka, dan segera terdengar langkah kaki Cheryl yang meledak-ledak.
"Mas Elvano, apa maksudmu memberikan talak padaku begitu saja?" Cheryl memasuki rumah dengan keras."Cheryl, aku... " Elvano yang tengah berdiri di ruang tamu, penuh penyesalan terhadap situasinya."Jangan katakan apapun! Aku dirawat di rumah sakit seminggu karena syok, dan kau memberiku talak secara mendadak di depan makam yang masih basah, tanpa alasan yang jelas!" Cheryl memotong penuh emosi."Cheryl, aku minta maaf. Aku harus berbicara padamu," Elvano menggaruk kepalanya."Apa yang bisa kau katakan?! Kau telah merusak hidupku, Mas Elvano! Kau secara mendadak membuatku menjadi seorang janda, setelah beberapa minggu menikah!" Cheryl mengamuk."Anna, dia... " Elvano berusaha menjelaskan.Tap, tap, tap."Maaf, saya butuh akses ke ruangan Pak Ivander segera," perintah Leona dengan angkuh.Resepsionis memandang sosok Leona dengan heran, seorang gadis remaja berpakaian putih abu yang hendak menemui pemilik perusahaan tersebut."Maaf, Adek ini siapa ya, dan ada keperluan apa dengan Tuan Ivander? Sudah ada janji sebelumnya?" Tanya Resepsionis tersebut dengan ramah."Saya Leona, dan saya tidak perlu harus ada janji untuk menemui Pak Ivander. Segera beri tahu dia bahwa saya ada di sini. Sebut saja nama saya, dia pasti akan mengenaliku," jawab Leona dengan tanpa sopan santun dan terlihat angkuh."Baiklah, saya akan beritahu Tuan Ivander," Resepsionis merasa heran dan segera mengambil gagang telpon.Resepsionis menghubungi Ivander."Tuan Ivander, ada seorang anak gadis bernama Leona di sini, yang mengatakan tidak butuh janji untuk menemui Anda. Dia ingin akses ke ruangan Anda," Ucap Resepsionis pada Ivander.Sementara di ruangan kerja Ivander, sosok Ivander tengah mengernyitkan
Samantha menyaksikan dengan seksama konstruksi gedung yang telah selesai, memperhatikan setiap detailnya.Pekerja proyek yang bernama Paulo, dengan sopan mendekati Samantha, mungkin ingin berbicara atau memberikan informasi terkait proyek."Permisi, Nyonya Samantha? Saya Paulo, bagian dari pekerja proyek ini. Ada sesuatu yang ingin saya diskusikan," ucap Paulo dengan sopan."Tentu, Paulo. Ada apa?" Tanya Samantha tersenyum."Saya telah mencurigai ada beberapa aspek konstruksi yang mungkin perlu lebih diperhatikan. Terutama terkait penggunaan material tertentu.""Oh, begitu ya. Apa yang membuatmu curiga?" Tanya Samantha seraya berjalan beriringan."Saya sempat melihat beberapa pengiriman material yang tampaknya tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam proyek ini," jelas Paulo seraya menyerahkan sebuah berkas."Itu serius. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Samantha menerima berkas dan mencoba membaca hal yang dimaksud."Saya pikir kita sebaiknya melakukan pengecekan
Ivander tampak gembira memikirkan momen khusus dengan jas yang disukai Samantha. Dengan jas yang dipakainya, Ivander melangkah mantap menuju ke area basement, siap memulai hari kerjanya di kantor perusahaan Samantha.Ivander dan timnya bersiap-siap untuk menghampiri perusahaan Samantha, siap menjalani pertemuan dan rapat yang sudah dijadwalkan.Tok, tok, tok!"Selamat pagi, Tuan Ivander dan Tim! Selamat datang di perusahaan kami. Ruang meeting sudah disiapkan untuk pertemuan hari ini," ucap Staff dengan sangat ramah."Selamat pagi! Terima kasih banyak atas sambutannya. Kami sangat bersemangat untuk pertemuan ini," balas Ivander dengan tersenyum senang."Silakan masuk ke ruang meeting, semua sudah siap. Apakah ada yang bisa kami bantu sebelum memulai?" tanya Staff menawarkan bantuan."Terima kasih. Semuanya sudah baik. Kami siap untuk memulai pertemuan," balas Tim dengan ramah.Mereka pun masuk ke dalam ruang meeting, siap mengawali sesi yang telah direncanakan dengan baik. Bobby tak
Bobby dan Samantha berdiri di balkon ruangan kantor Samantha. Mereka saling pandang, sementara Samantha berupaya untuk menganalisis lebih mendalam, sementara Bobby merasa cemas namun berusaha menunjukkan ketegasannya."Apa yang ingin kau tanyakan, Samantha?" Tanya Bobby dengan segera."Tolong berikan jawaban yang sejujurnya atas pertanyaanku, apakah kau bersedia?" Samantha bertanya dengan ragu."Tentu, Samantha. Aku akan memberikan jawabannya dengan jujur," Bobby menghela nafas."Apakah kau mencintaiku, Bobby?" Tanya Samantha dengan bimbang."Eh, dari mana kau mendapatkan pertanyaan seperti itu?" Bobby terkejut bukan main, pasalnya ia belum mempersiapkan jika Samantha bertanya demikian.Tapi Bobby akhirnya berpikir, mungkin Ivander yang telah membeberkan rahasianya."Bobby, sebenarnya tidak perlu kau tahu, aku hanya ingin kau berbicara jujur," ucap Samantha.Bobby memandang Samantha dengan hati yang tidak tenang."Tapi apakah benar kau mencintai aku?" Tambah Samantha."Iya, aku mencin
Beberapa hari kemudian, Bobby dan Jessica berjumpa. Pertemuan mereka berlangsung di sebuah restoran bergaya mewah. Dengan penampilan bak sempurna masing-masing.Dengan penuh keanggunan, mereka memesan sejumlah hidangan yang tergolong mewah dan menguras kantong. Tapi mereka tidak mempermasalahkan, karena mereka punya tujuan yang sama. Yaitu, makan enak.Tanpa diduga, Bobby tersentuh oleh kenangan yang seakan-akan telah ia alami saat bersama Jessica. Dia merasa pernah mengenal Jessica sebelumnya."Jessica, ini kedua kalinya kita bertemu, tapi aku merasa seolah-olah kita pernah saling kenal saat dulu," ujar Bobby dengan heran menatap Jessica."Oh, iya? Di mana sebelumnya? Mungkin perasaan itu hanya kebetulan, Bobby," Jessica tersenyum seraya memakan dengan santai hidangannya."Tapi aku yakin aku pernah melihatmu di suatu tempat. Apakah kamu pernah tinggal di Finlandia Lapland?""Ya, aku memang pernah tinggal di sana waktu masih SD. Setelah itu, pindah ke Indonesia sejak SMP. Bahkan aku l
Samantha merasa hawa di ruang dapur Neneknya berubah begitu dingin, seperti udara di musim dingin yang membekukan. Neneknya tampaknya enggan berbicara dengannya, bahkan berpapasan pun seolah dihindari."Nenek, ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini?" Samantha, bingung, akhirnya bertanya pada Neneknya.Neneknya hanya terdiam, sibuk dengan kegiatannya memasak di dapur."Nenek, tolong katakan padaku, kenapa? Sejak kemarin, Nenek tampak enggan berbicara denganku, bahkan seolah tengah menghindari kehadiranku," Samantha mencoba lagi.Neneknya akhirnya menghentikan aktivitasnya, menatap Samantha dengan tatapan serius. "Kamu bukan seperti cucuku yang ku kenal dulu, aku merasa bahwa aku tidak pernah punya cucunya yang pendendam," ujarnya dengan nada tegas."Kenapa Nenek berpikir seperti itu? Aku tidak mengerti kenapa Nenek berpikir seperti itu," Samantha bertanya dengan keterkejutan."Manusia tidak ada yang sempurna. Kamu terlalu sering menghindar dari masalah, bukan menyelesaikan. Kau perlu t
Ivander memasuki ruang konsultan pernikahan dengan wajah penuh kekhawatiran."Pak, saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Samantha, Istri saya, ingin bercerai, dan saya merasa hancur," ungkap Ivander dengan penuh keluh kesah nan frustasi."Mari tenangkan diri, Tuan Ivander. Ceritakanlah secara jujur. Apa yang terjadi?" Konsultan bersikap ramah."Saya tidak bisa menutupi kesalahan saya. Saya berselingkuh, bahkan menikah siri tanpa persetujuan istri saya. Dia tahu semua ini dan pergi meninggalkan rumah hingga saat ini, saya benar-benar sangat menyesal dan ingin kembali lagi, saya mencintainya," Ivander menghela nafas berat."Kesalahan bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki hal-hal, menjadkan sebuah pelajaran baru. Apakah Anda telah mencoba meminta maaf dan memperbaiki kesalahan tersebut?" Konsultan mengangguk."Sudah, tapi dia bersikeras untuk bercerai. Bahkan setelah sidang pertama kemarin, dia masih bersikukuh. Dia tidak mau memberikan saya kesempatan lagi untuk hidupnya,"
Saat Ivander meninggalkan klub malam dalam kondisi mabuk berat, ia merasa frustrasi karena perceraian dengan Samantha yang sebentar lagi akan resmi.Ivander segera mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, berusaha cepat pulang. Namun sayangnya, ia malah mengalami kecelakaan dan mobilnya menabrak trotoar jalan."Samantha benar-benar akan menceraikan aku, apakah aku bisa mendapatkan penggantinya lagi?" Tanya Ivander dengan dirinya sendiri seraya mengemudi mobil dengan frustasi.Ivander terus mengendarai mobil dengan cepat setelah keluar dari klub malam."Samantha, seharusnya kau bersyukur karena aku sangat mencintaimu. Belum tentu laki-laki lain bisa menerima dirimu seutuhnya. Kenapa?" Ucapnya lagi.Brrakkk!Ivander memukul kemudi mobil dengan kesal."Samantha! Aku mencintaimu sampai ku mati! Maafkan kebodohanku!" Teriak Ivander kesetanan penuh emosi.Dalam keadaan mabuk berat, Ivander mengemudikan mobil
Samantha kembali dari petualangan di Finlandia, membawa kabar bahagia untuk keluarga besar bahwa setelah beberapa bulan di Lapland, ia kini mengandung. Berita tersebut disambut dengan suka cita dan rasa syukur oleh keluarga besar, mengukuhkan perasaan bahagia Ivander dan Samantha yang akhirnya meraih kebahagiaan menjadi orang tua.Kehamilan Samantha telah mencapai usia lima bulan, menandai perjalanan mereka menuju kehidupan keluarga yang penuh keceriaan dan harapan."Semuanya, ada sesuatu yang ingin kami bagikan. Aku sangat bersyukur karena pada akhirnya, Tuhan telah mempercayakan seorang janin yang tengah hidup dalam rahimku," ungkap Samantha dengan sangat bahagia.Keluarga besar dari kedua belah pihak bersorak dan bahagia."Akhirnya, terima kasih, Tuhan. Selamat, Ivander dan Samantha!" Ucap Neneknya Samantha dengan penuh haru."Kami benar-benar sangat bersyukur atas berkah ini," ucap Ivander tersenyum bahagia, seraya mengelus perut Samantha yang sudah buncit."Kami tidak sabar menan
Dengan hati yang galau, Kevin melangkah mendekati Rose di bawah sinar senja, di tengah suasana hening kolam renang. Kehilangan komunikasi selama ini membuatnya ragu bagaimana menyapa, namun didorong oleh desiran untuk memulihkan kehangatan yang terputus. Orang tua Rose menyambutnya dengan senyuman, memberikan izin untuk memperbaiki keputusan itu."Rose... " Panggil Kevin dengan lembut.Rose menoleh dan wajahnya mendadak murung ketika mendapati Kevin."Rose, tolong beri aku kesempatan. Aku minta maaf Rose, aku merindukan kamu. Tolong jangan jauhi aku dan jangan terus bersikap dingin seperti ini," oceh Kevin panjang lebar tanpa jeda agar bisa segera memberikan penjelasan."Bukankah, sudah pernah ku bilang, bahwa jangan pernah hubungi aku lagi. Dan jangan pernah temui aku lagi," balas Rose seraya bangkit berdiri."Rose, ku mohon, tolonglah. Aku benar-benar merasa sangat kehilangan dirimu, aku menyesal Rose.""Aku tidak akan pernah percaya lagi atas semua ucapan yang keluar dari mulutmu!"
Malvin dan Ling-Ling dengan cepat mendekati Leona dan Kevin begitu mereka sampai di pintu kelas."Maaf ya, Leona, Kevin. Kami tahu kami salah kemarin," ucap Malvin sambil tersenyum penuh penyesalan."Kami ingin memulai ulang hubungan kita semua, aku juga turut meminta maaf," Ling-Ling menambahkan, meskipun dalam hati sangat muak.Mereka harus bisa memainkan peran yang sudah diatur."Apa yang membuat kalian berubah pikiran?" Leona memandang mereka dengan rasa heran."Dan kenapa tiba-tiba kalian baik pada kami?" Kevin menyela."Kami menyadari, kita seharusnya tidak bersikap seperti itu. Kami ingin menjadi teman kalian lagi," Malvin menjelaskan, meskipun dalam hati malas."Kami merasa bersalah dan ingin memperbaiki semuanya," Ling-Ling menimpali."Aku senang akhirnya kalian berdua sadar. Aku maafkan kalian, tapi... aku juga ingin sekali berbaikan dengan Rose dan Debora," Leona tersenyum dan mengangguk. Kemudian merenung."Ya, kita harus memperbaiki semuanya bersama-sama," Kevin setuju.K
"Jadi, untuk apa kalian ke sini?" Tanya Samantha menatap secara bergantian pada para sosok remaja yang terduduk di hadapannya."Ehm, kami... Kami, mau.. " ucap Malvino dengan bingung dan terbata-bata.Ketakutan sebenarnya menyelimuti mereka, telapak tangan mereka mendadak terasa dingin karenanya."Mau apa?" Tanya Ivander dengan tajam dan dengan nada galak."Ayo, cepat katakan!" Ujar Ling-Ling berbisik dan mendesak Malvino."Kau saja!" Balas Malvino juga sama berbisik dan merasa terdesak."Kami bingung hendak menjelaskan bagaimana Nyonya Samantha, Tuan Ivander," ucap Debora segera."Ehm, kami... Kamu datang ke sini hendak berbicara sesuatu," sahut Rose dengan ragu.Ling-Ling segera menyenggol kaki Rose untuk segera mengatakannya, Rose malah kembali mendesak Malvino."Ayo, bicaralah. Waktuku tidak banyak," ucap Ivander mendesak bocah-bocah kecil di hadapannya."Mm, Tuan dan Nyonya. Kami hendak minta maaf," ujar Malvino tapi tidak sanggup berkata lebih lanjut."Minta maaf untuk apa?" Tan
Leona duduk di bangku taman, wajahnya dipenuhi raut kesedihan. Kevin, yang selalu setia berada di sisinya, mencoba menghiburnya."Leona, aku tahu semua orang menjauh, tapi aku di sini untukmu," ucap Kevin terduduk di sebelahnya sambil menatap Leona dari samping."Terima kasih, Kevin. Kau selalu ada untukku," balas Leona menoleh pada Kevin dan berusaha tersenyum.Suasana taman sangat sepi dan keadaan seolah kelabu menyelimuti hati Leona."Kevin, apakah benar yang mereka semua katakan padaku? Apakah aku benar-benar seegois itu? Bukankah hal yang wajar, jika aku sebagai seorang sahabat meminta bantuan kalian?" Ucap Leona membela dirinya secara halus."Aku paham, dan aku tidak masalah soal semua itu. Hanya saja, tidak juga berlebihan Leona," jawab Kevin mengangguk, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan rasa tidak enak."Berarti aku salah?""Oh, tidak juga, hehe.""Kevin, kenapa Rose, orang yang paling aku percayai selama ini, tega berbuat seperti itu padaku?" Ucap Leona mer
"Dona! Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Dona!" Teriak Baba Hong mengejar Dona ke gerbang pintu.Dona terus saja berlari sampai berhasil keluar rumah tersebut, dengan beberapa pelayan dan penjaga heran menatap keduanya. Baba Hong berhasil meraih Dona, dan memeluknya dari belakang."Lepaskan! Aku tidak akan menuntut apapun dirimu! Lepaskan aku!" Pekik Dona seraya berusaha melepaskan diri."Tidak! Jangan pergi, kau akan tetap menjadi istriku, Dona.""Buat apa? Kau sudah ada Livia. Aku cukup sadar diri, kau akan menua bersama Livia.""Aku tahu, Livia hanya mengincar uangku saja. Aku hanya ingin membeli harga dirinya, aku tidak benar-benar mencintainya."Dona berhasil melepaskan pelukannya dari Baba Hong.Plak!Dona menampar Baba Hong dengan sangat kencang, Baba Hong kemudian merasakan pipinya sangat perih dan memerah. Meskipun sudah tua, wajahnya masih terlihat tua dan segar. Sedangkan, Dona sebenarnya cantik. Namun, dia sadar bahwa hati Baba Hong selama ini bukan untuknya. Baba Hong ti
Leona berjalan dengan percaya diri menuju rumah Baba Hong, menyadari ketertarikan yang dimiliki pengusaha tua tersebut pada kakaknya, Livia. Baba Hong sangat tergila-gila dengan kecantikan yang dimiliki oleh Livia Kakaknya sejak muncul di sebuha majalah.Leona melangkah dengan anggun menuju pintu masuk yang megah. Pintu terbuka luas, mengungkapkan kemegahan rumah Baba Hong. Segera, sekelompok pelayan berdiri dengan sikap hormat."Selamat datang, Nyonya Leona," sapa kepala pelayan dengan ramah."Terima kasih. Saya harap tidak merepotkan. Saya ingin bertemu dengan Baba Hong," jawab Leona sambil tersenyum."Tentu saja, Nyonya. Ikuti saya," kata kepala pelayan sambil memimpin Leona melewati lorong-lorong yang dihiasi dengan lukisan dan hiasan seni yang mahal.Sesampainya di ruang tamu utama, Baba Hong sudah menunggu dengan senyuman hangat."Leona, selamat datang di rumahku yang sederhana ini," kata Baba Hong sambil memberikan salam."Salam, Baba Hong. Terima kasih atas sambutanmu, rumah i
Ivander duduk di samping Samantha di ruang tamu mereka yang nyaman, kegembiraan terpancar dari suaranya."Samantha, Ayahmu memberikan tiket ke Finlandia untuk berbulan madu kita.""Tapi, tanpa tiket pun, kita bisa pergi sendiri, kan?" Samantha tertawa kecil menatap Ivander."Tentu saja. Tapi, apakah di sana kamu punya rumah?""Ayahku telah membelikan rumah di Lapland saat aku pergi dari sini."Ivander mengangguk paham."Kalau bosan dengan suasana di rumahmu, kita juga punya tiket hotel dari Tuan Jackson.""Bagus, Ivander. Aku ingin merasakan suasana baru. Setelah itu, kita pulang ke rumah di Lapland.""Tuan Jackson sangat berharap kita segera memiliki buah hati di rahimmu, sayang. Kita harus berhasil sebelum kembali ke Indonesia," ujar Ivander seraya merapihkan rambut Samantha ke telinganya."Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Kapan kita bisa berangkat?" Tanya Samantha."Aku akan kembali bekerja setelah luka kamu sembuh, satu mingguan, dan kemudian kita bebas pergi ke mana saja.""
Samantha melangkah pelan di antara lorong-lorong toko yang penuh dengan berbagai kebutuhan rumah tangga. Troli besarnya ditarik dengan cermat, sementara matanya sibuk memilah produk-produk yang akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Saat itulah, tiba-tiba saja, seorang laki-laki asing dengan langkah ringan muncul di sebelahnya. Dengan senyum ramah, laki-laki itu menyapa Samantha."Perlu bantuan? Saya bisa membantu Anda mengambil barang yang sulit dijangkau."Samantha terkejut sejenak, namun senyum lelaki tersebut mampu meredakan ketegangannya."Oh, terima kasih banyak! Saya sebenarnya kesulitan mengambil beberapa barang di rak yang tinggi."Tanpa ragu, lelaki tersebut dengan sigap membantu Samantha mengambil barang-barang yang sulit dijangkaunya. Mereka bekerja sama, dan Samantha merasa bersyukur atas pertolongan yang diberikan."Saya benar-benar berterima kasih, Anda sungguh membantu," ucap Samantha dengan tulus."Tidak masalah, saya senang bisa membantu. Nama saya Ryan, si