Yitno sedari tadi sudah menunggu Azmira di parkiran motor. Ia berencana menyatakan niatnya untuk serius dengan Azmira. Beberapa kali ia mutar-mutar di sekitar motor Azmira. Azmira sebenarnya sudah siap-siap mau pulang namun ia masih menyelesaikan sedikit pekerjaan yang mendesak dan ditunggu oleh Bagas. Lima belas menit kemudian, akhirnya Azmira selesai juga. Ia pun segera bergegas menuju parkiran agar tidak diminta mengerjakan lagi pekerjaan tambahan.
"Nah, akhirnya keluar juga Bunda," sapa Yitno bahagia.
"Lho, Om eh Ayah kok belum pulang?" tanya Azmira.
"Iya, nungguin Bunda dari tadi. Mau ngajak Bunda jalan sekalian ada yang mau Ayah omongin," Yitno sejenak berpikir, "enaknya jalan kemana ya?"
"Bagaimana kalau kita ke Alun-alun Kota aja, Ayah. Disana suasananya nyaman untuk ngobrol. Nanti kita pilih di Gazebo aja biar bisa sambil duduk." Azmira segera berlalu menuju sepeda motornya.
"Bun, kita satu motor aja. Nanti motor Bunda ti
Azmira dan Yitno segera menyantap makanan yang sudah mereka beli sambil mengobrol hal-hal remeh yang biasa mereka lakukan. Yitno sesekali menggoda Azmira dengan pura-pura mau menyuapinya, lalu tidak jadi malah diarahkan kemulutnya sendiri. Mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama dengan bahagia. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20:00 WITA, Yitno segera mengajak Azmira pulang agar mereka tidak terlalu larut tiba di rumah. "Ayah, jangan lupa martabak pesanan Moko." Azmira mengingatkan Yitno sebelum menjalankan kendaraan roda dua itu. "Oh, iya. Ayo kita beli dulu di luar." Yitno menunjuk rombong yang jualan Martabak di luar pagar parkiran Alun-alun Kota. Mereka pun membeli martabak dan segera menuju kost Moko. Azmira merasa Moko pasti sudah menunggu mereka dan martabak pesanannya. *** Setibanya di kost Moko, mereka sudah di tunggu oleh Moko di depan pintu kost selayaknya Bapak menunggu anaknya pu
Azmira akhirnya tiba di rumah sekitar pukul 21:00. Dengan sangat hati-hati, Azmira memasukkan kendaraan roda duanya dan mengunci pagar rumah. Azmira masuk ke dalam rumah dan mendapati Nugraha tertidur di ruang keluarga. Ibu Astuti memberi tahu bahwa Nugraha tidak mau tidur di kamar karena ingin menunggu Azmira pulang. Sebelumnya Nugraha memang minta dibelikan Martabak yang kebetulan juga Azmira membelikan itu untuk Moko."Nugraha sudah tidur dari tadi, Mbak. Martabaknya Ibu simpan saja dulu ya, besok dihangatkan di microwave," saran Ibu Astuti."Iya, Bu. Ibu juga tidur saja duluan. Nanti Azmira yang kunci pintunya." Azmira mengunci pintu rumah dengan segera."Ya, sudah. Ibu ke kamar dulu. Bapakmu juga sudah tidur dari tadi." Ibu Astuti pun meninggalkan ruang tamu menuju kamar sambil membawa Martabak yang dibelikan oleh Azmira untuk disimpan.Azmira mengangkat Nugraha ke kamar tidur lalu segera membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Sebelum tidur, Azmi
Malam ini, Yitno merasa tidak bisa tidur dengan tenang. Ia telah mengantongi tiket pesawat yang telah di pesan sebelumnya oleh Azmira di kantor. Hatinya juga merasa gelisah karena khawatir Azmira akan kesulitan tanpa ada kehadirannya. Belum lagi, ia juga semakin kalut karena usia kandungan Witha yang sudah semakin besar. Ia pun juga sudah menyampaikan kepada Witha bahwa keberangkatannya kali ini karena proyek sudah hampir selesai dan membutuhkan koordinasi langsung di lapangan. Nurlinda yang melihat Yitno beberapa kali menghembuskan nafas panjang, mencoba memeluk Ayahnya."Ayah, jangan khawatir. Mbak nanti kan bisa jagain Bunda disini." Nurlinda memeluk punggung ayahnya."Iya, Nak! Doakan Ayah, ya. Semoga selalu diberikan kemudahan," balas Yitno sambil mengusap kepala Nurlinda.Nurlinda Estika—anak pertama Yitno dengan Witha yang akrab disapa Linda—walau masih berusia 6 (enam) tahun, namun memiliki insting perhatian yang sangat tajam terutama kepada
Azmira akhirnya tiba di kantor sekitar 10 menit setelah kembali dari Bandara. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, suasana kantor sedikit mencekam karena Bagas baru saja selesai melaksanakan rutinitas paginya yaitu marah-marah. Rina yang melihat Azmira baru akan masuk kantor, segera buru-buru mendatanginya. "Mbak, cepetan kesini. Ini ada titipan berkas dari Pak Bagas. Dia lagi kumat," kata Rina. "Hadeh, itu orang hobby apa ya marah-marah terus." Azmira sedikit kesal karena teringat ada tugas dari Bagas yang harus ia selesaikan. "Dari tadi dia nyariin Mbak, tuh! Padahal dia kan habis telepon Mbak Azmira. Habis itu gak jelas marah-marah lagi." Rina kali ini ikutan cemberut juga. "Ya, sudah. Saya ke meja dulu. Terima kasih ya Rina. Azmira melangkahkan kaki ke meja kerjanya meninggalkan Rina yang juga segera kembali ke meja Receptionist. Di tempat duduknya sudah ada Moko yang menunggu Azmira dengan cemas. Terlihat se
"Hey, Zira!" Suara Moko membuat Azmira sedikit kaget, "kamu kenapa lagi? Baru juga keluar kantor sudah merengut saja. Takut ditinggal Bagas kah?" Kali ini Moko meledek lagi. "Hmm, bukan apa-apa, kok." Azmira terpaksa mengembangkan senyum yang sangat kecut. Azmira kesal karena Yitno mengabari bahwa dirinya sudah tiba di Bandara Tarakan dan memanggilnya dengan sebutan Ndaa. Yah, begitulah wanita itu. Kadang mudah terpancing emosi atau kesal sesaat hanya karena sebuah panggilan. "Si Om kan gak pernah manggil aku dengan panggilan Ndaa. Pasti dia salah kirim ke aku," gerutu Azmira pelan. Moko ternyata mendengar sedikit ucapan Azmira. "Elah, cewek ribet banget yah. Cuma perkara panggilan salah saja langsung ngambek," ucap Moko. "Ha ha ha. Kalau kamu bilang begitu, rasanya kok jadi kesal, ya," balas Azmira kembali. "Ya, kamu juga sih Zira. Lebay beeuudd," ucap Moko kembali sambil memperagakan kedua tangannya diangkat. Az
Hari berlalu hingga tidak terasa sudah dua minggu Azmira menghabiskan hari-harinya tanpa Yitno. Mereka sama-sama fokus ke pekerjaan masing-masing mengingat target pekerjaan yang sudah mendekati deadline—masa tenggat penyelesaian pekerjaan—dari End User di Kota Tarakan. Bagas mulai melibatkan Azmira pada pengajuan tender-tender lainnya. Azmira dapat melalui semua tugas dari Bagas dengan baik dan hal itu tentu membuat Bagas semakin menyukai Azmira karena kegigihannya.Hari ini Moko yang juga sama sibuknya, terlintas untuk mengajak Azmira jalan sepulang kerja."Hei, Zira. Jalan yuk!" ajak Moko."Ih, mana boleh jalan sekarang. Kita loh lagi kerja." Azmira terlalu fokus dengan laptopnya.Bletak..suara buku tipis yang mendarat di kepala Azmira."Wo, k*mpr*t. Jan Moko iki gemblung!" Kali ini Azmira mengomel dengan refleks.Bukannya meminta maaf, Moko malah terlihat sangat gemas dengan Azmira dan mencubit
Azmira memulai hari seperti biasanya dan menyelesaikan pekerjaan yang sebelumnya belum sempat terselesaikan. Moko juga tidak banyak mengajak Azmira bercanda karena sedang fokus dengan target pekerjaan masing-masing. Hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12:00 WIB. Sudah memasuki waktu istirahat. Azmira hari ini tidak istirahat keluar kantor karena masih ada pekerjaan yang belum terselesaikan, sehingga ia menunda sedikit istirahatnya kurang lebih 15 (lima belas) menit untuk menyelesaikan pekerjaannya."Hey, hamba corporate. Istirahat dulu. Gajimu nanti sebesar karung, kasihan susah bawanya," ledek Moko."Dek, makan dulu. Nanti kalau kamu sakit, enggak ada lagi yang nyakitin Moko," kali ini Putra ikutan menggoda Azmira."Iya, tanggung nih," balas Azmira singkat.Rina yang melihat Azmira masih bekerja, ikut menegurnya juga."Mbak Azmira, istirahat dulu saja. Nanti kan bisa dilanjutkan lagi. Ayo, kita makan dulu," ajak Rina."Hmm, gi
Hari ini Azmira pulang kerja sedikit lebih lama daripada hari biasanya. Bagas memberikan tugas tambahan disaat sudah mau mendekati pukul 16:00 WIB. Saat melihat ke arah jam, ternyata sudah pukul 19:00 WIB. Azmira menyerahkan pekerjaannya kepada Bagas saat itu juga mengingat ruangan kantor sudah sepi tidak ada siapa-siapa selain dia dan Bagas."Azmira, saya rasa materinya sudah cukup, kamu boleh pulang," kata Bagas."Baik, Pak. Terima kasih. Jika sudah tidak ada yang perlu diperbaiki kembali, saya pamit pulang," balas Azmira."Oh, iya. Kamu pulang sendiri atau bagaimana? Saya lihat tadi pagi kamu diantar oleh Moko," tanya Bagas ragu."Seharusnya bareng Moko, Pak. Tetapi, tadi saya minta dia untuk pulang dahulu saja. Tidak apa, Pak. Saya masih bisa memesan transportasi online," jelas Azmira."Ya, sudah. Kalau nanti tidak ada yang mengantar kamu pulang, kabari saya saja. Kamu pulang larut karena saya, jadi saya akan bertanggung jawab untuk mengantar k
(Kelanjutan cerita ini masih berlokasi di rumah Yitno) Witha bergegas keluar kamar menuju ke dapur. Ia lantas segera menghubungi nomor Azmira yang telah disimpan pada HPnya. Terdengar suara nada tunggu panggilan di beberapa detik hingga akhirnya telepon dari Witha diangkat oleh Azmira. "Halo," sapa Azmira. "Hey, perempuan j@l@ng. Kamu siapa? Berani ganggu suami saya!" jawab Witha dengan kasar. "Saya..." suara Azmira terputus karena dipotong oleh Witha. "Enggak usah banyak ngomong. Jangan ganggu suami saya, kamu tahu tidak kalau saya sedang hamil besar. Kalau sampai terjadi apa-apa sama saya, saya akan tuntut kamu ke polisi. Murahan sekali kamu sampai menggoda suami orang. Enggak laku, ya! P3lacur." Witha semakin emosi lalu mematikan teleponnya. Witha kembali mengatur nafasnya. Ia benar-benar merasa hancur dan sedih. Hatinya sungguh tersayat membayangkan betapa teganya Yitno mengkhianatinya yang sedang hamil besar. "Ayah, kenapa Ayah tega. Bunda ini kurang apa, sih? Bertahun-tah
(Pada scene ini akan full berlokasi di rumah Yitno.)Setelah berpisah di Bandara sebelumnya dengan Azmira, lima belas menit kemudian Yitno akhirnya tiba di rumah Witha. Yitno sengaja tidak mengabari Witha karena ingin memberikan kejutan untuk Nurlinda, anak perempuannya. Linda—nama panggilan Nurlinda—sungguh sangat merindukan Yitno dan kerap kali menanyakan kapan kepulangan ayahnya.Tiba di depan pintu rumah, Yitno lantas mengetuk pintu tersebut dan berpura-pura menjadi tamu.Tok tok tok. Yitno mengetuk pintu rumahnya."Sebentar." Terdengar teriakan anak kecil dari dalam.Yitno sudah menduga pasti yang membukakan pintu adalah Linda karena biasanya Witha masih belum pulang dari jalan-jalan keliling. Selama hamil besar, Witha memang sering jalan pagi karena disarankan oleh dokter kandungan untuk banyak bergerak agar mudah proses persalinannya.Ceklek. Terdengar suara handle pintu yang dibuka oleh Linda."Ayah!" Teriak Linda.Linda pun tanpa sadar melompat ke pelukan Ayahnya dan Yitno ju
Setelah semua terasa lengkap dan siap, Azmira mencoba kembali ke kamar mandi mencuci tangan sekaligus mengecek apakah ada barang yang tertinggal. Yitno menyusul Azmira ke kamar mandi untuk memastikan kekasihnya tidak kembali bersedih setelah kemarin mereka menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang banyak hal. "Bun, mengapa melamun begitu?" tanya Yitno yang melihat Azmira sedang termenung di depan cermin kamar mandi. Azmira sedikit tersentak, "eh, Ayah. Enggak melamun kok, yah. Hanya mengecek kembali saja ada yang tertinggal atau tidak. Kalau ada yang tertinggal tidak enak, kan." Azmira kembali tersenyum tipis yang terkesan dipaksa. Yitno memeluk Azmira dari belakang dan menyandarkan kepalanya pada bahu Azmira. "Sudah jangan sedih lagi. Kita masih bisa bertemu, kok. Bahkan masih bisa berkomunikasi seperti biasa. Jangan sedih seperti kita akan berpisah jauh saja, ya." Yitno mengusap kepala Azmira. "Iya, Ayah. Walau bibir ini berkata iya, tetap saja Bunda kepikiran bagaimana nanti
Tiga puluh menit kemudian akhirnya Azmira dan Yitno kembali tiba di Hotel GS setelah menghabiskan waktu bersama di Pantai Lamaru. Azmira dengan langkah gontai segera keluar dari mobil dan membawa bawaannya serta tak lupa mengambil kunci kamar yang telah dititipkan ke Receptionis. Sepanjang perjalanan dari Pantai Lamaru hingga ke Hotel GS tadi, hanya ditemani dengan kesunyian dan beberapa obrolan ringan saja. Yitno masih merasa aneh dengan sikap kekasihnya itu yang mendadak berubah. Suatu hal yang aneh jika orang yang biasa banyak berbicara tiba-tiba hanya diam tanpa kata."Bun," tegur Yitno mencoba membuka pembicaraan tatkala mereka sedang di depan pintu lift menunggu lift terbuka."Hmm," jawab Azmira sekenanya."Duh, jawabannya bikin orang bingung mau respon apa." Kembali Yitno membatin.Mereka kembali diam tanpa sepatah kata hingga akhirnya pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam lift. Tak lama pintu lift terbuka, gegas Azmira keluar lift dan berjalan menuju pintu kamar. Lagi-l
"Apa!" Azmira menarik nafas panjang, "Witha mau melahirkan?" tanya Azmira memastikan."Begitulah, Bun." Yitno hanya terkekeh."Kok malah santai, gini. Enggak kepikiran apa? Terus nanti kalau melahirkan sekarang, bagaimana?" tanya Azmira kembali. Kali ini Azmira sungguh-sungguh ."Bun, Bun. Kaya Bunda enggak pernah melahirkan saja. Sebelumnya waktu melahirkan bagaimana? Enggak serta merta langsung keluar bayinya, kan?" tanya Yitno menenangkan kekasihnya itu."Iya, sih. Tetapi, kan Ayah enggak disana untuk menemani Witha!" kilah Azmira."Yakin dia masih butuh, Ayah? Paling dia butuh buat bayar biaya rumah sakit saja." Yitno mengangkat kedua tangannya.Pletak. Terdengar suara tangan Azmira memukul lengan Yitno."Hust, Ayah ini bagaimana, sih! Dia mau melahirkan kok enteng banget menanggapinya. Bagaimana pun di perut dia ada anak Ayah, loh. Adiknya Linda." Kali ini Azmira benar-benar sudah kesal dengan Yitno terlebih melihat sikap Yitno yang sedikit terlalu santai.Azmira paham bahwa Yitn
Dua puluh menit kemudian, dua insan itu telah menyelesaikan sarapan mereka dan kemudian kembali ke kamar bersiap-siap untuk melanjutkan rencana perjalanan mereka ke Pantai mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 07:30 waktu setempat. Mereka berencana berangkat pagi agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di Pantai nantinya. Sebelum berangkat, Azmira memastikan kembali tas yang telah ia siapkan sebelumnya telah terisi barang-barang yang akan di bawa serta tidak ada yang tertinggal. "Bun, jangan lupa hubungi dahulu Pak Agung, ya." Yitno mengingatkan kembali amanah yang dititipkan kepada Azmira. "Oh, iya. Benar juga. Bunda telepon dahulu, ya." Azmira lekas mengambil teleponnya dan mencari kontak Pak Agung. Terdengar Azmira beberapa kali mengucapkan terima kasih kepada Pak Agung. Yitno tidak ingin mencuri dengar perbincangan mereka karena dia percaya bahwa Azmira sungguh dapat memegang amanah pekerjaan dengan baik. Yitno sendiri sudah pernah melihat dan mengakui bahwa Azmira sangat cek
Pagi ini, Azmira bangun sedikit lebih pagi daripada biasanya. Mengingat hari ini adalah hari terakhir mereka di Kota Balikpapan, membuat Azmira tidak bisa tidur dengan tenang. Jam di handphonenya menunjukkan pukul 03:00 dini hari. Ia pun melihat Yitno juga masih tertidur dengan lelap.Ia teringat semalam setelah selesai makan malam, teman Yitno menelepon bahwa dirinya sudah di Hotel GS mau mengantarkan kendaraan yang akan ia pinjamkan. Seharusnya kami janjian pukul 22:00, namun karena ada keprluan mendesar, teman Yitno itu memutuskan untuk mengantarkan lebih cepat.Berhubung mereka sedang tidak di hotel, teman Yitno menginfokan bahwa ia akan menyusul mereka ke lokasi saat ini. Sehingga Azmira dan Yitno pun menyetujui ide temannya tersebut sembari menghabiskan makan malam mereka. Tak disangka, ternyata teman Yitno sungguh berbaik hati meminjamkan kendaraan berupa mobil, padahal sebelumnya yang akan dipinjamkan adalah motor saja."Sudah, Bro. Pakai saja dulu mobil
Waktu sudah menunjukkan pukul 17:00 WITA. Azmira dan Yitno masih dalam kondisi belum membersihkan diri setelah selesai melakukan aktifitas berolahraga dalam ruangan."Bun, bersihkan badan duluan, gih. Katanya tadi mau jalan-jalan." Yitno mengusap kepala Azmira yang masih rebahan di kasur."Lima menit lagi, ya," kata Azmira sembari menutup mata."Ayo, bangun. Ayah hitung sampai lima, kalau tidak bangun nanti di gelitikin. Satu, dua...." Yitno sudah bersiap mau menggelitiki pinggang Azmira."Iya, iya." Azmira lantas sigap bangun dan segera ke kamar mandi.Baru saja dia masuk ke kamar mandi, lantas keluar lagi."Kenapa lagi, Bun?" tanya Yitno semakin gemas."Awas, jangan nyusul, ya." Azmira mengedipkan mata sebelah kanannya."Buruan, makin lama nanti Ayah menyusul beneran, lho." Yitno benar-benar sudah tidak tahan ingin menggoda Azmira kembali.Azmira akhirnya melanjutkan membersihkan diri dan kemudian di lanjutkan berganti
Ting. Suara lift berbunyi menandakan lift tersebut telah tiba di lantai tujuan"Mari, Mbak," ucap Pria itu.Sedari tadi Azmira merasa tidak nyaman karena tidak mengenal pria yang berada di sebelahnya itu. Namun, mau tidak mau dia berusaha mengikuti karena Pria itu mengaku telah dihubungi oleh Encun, sahabatnya. Azmira juga tidak berani menanyakan nama kepada Pria itu karena sungkan.Sejenak Pria itu memahami ketidaknyamanan Azmira, lantas segera mencoba mencairkan suasana dengan cepat."Mbak pasti tidak nyaman, ya?" tanya Pria yang masih belum diketahui namanya hingga saat itu."Iya, maaf ya, Mas. Terlalu terlihat, ya?" Azmira kini merasa malu karena Pria itu mengerti kata hatinya."Mbak bisa panggil saya, Nanda. Saya rekan satu kontrakannya Encun juga. Kebetulan saya juga berasal dari Kota yang sama dengan Encun, yaitu Kota Yogyakarta." Pria yang ternyata bernama Nanda itu akhirnya memperkenalkan diri."Wait a minute, namanya kok sam