"Hey, Zira!" Suara Moko membuat Azmira sedikit kaget, "kamu kenapa lagi? Baru juga keluar kantor sudah merengut saja. Takut ditinggal Bagas kah?" Kali ini Moko meledek lagi.
"Hmm, bukan apa-apa, kok." Azmira terpaksa mengembangkan senyum yang sangat kecut.
Azmira kesal karena Yitno mengabari bahwa dirinya sudah tiba di Bandara Tarakan dan memanggilnya dengan sebutan Ndaa. Yah, begitulah wanita itu. Kadang mudah terpancing emosi atau kesal sesaat hanya karena sebuah panggilan.
"Si Om kan gak pernah manggil aku dengan panggilan Ndaa. Pasti dia salah kirim ke aku," gerutu Azmira pelan.
Moko ternyata mendengar sedikit ucapan Azmira.
"Elah, cewek ribet banget yah. Cuma perkara panggilan salah saja langsung ngambek," ucap Moko.
"Ha ha ha. Kalau kamu bilang begitu, rasanya kok jadi kesal, ya," balas Azmira kembali.
"Ya, kamu juga sih Zira. Lebay beeuudd," ucap Moko kembali sambil memperagakan kedua tangannya diangkat.
Az
Hari berlalu hingga tidak terasa sudah dua minggu Azmira menghabiskan hari-harinya tanpa Yitno. Mereka sama-sama fokus ke pekerjaan masing-masing mengingat target pekerjaan yang sudah mendekati deadline—masa tenggat penyelesaian pekerjaan—dari End User di Kota Tarakan. Bagas mulai melibatkan Azmira pada pengajuan tender-tender lainnya. Azmira dapat melalui semua tugas dari Bagas dengan baik dan hal itu tentu membuat Bagas semakin menyukai Azmira karena kegigihannya.Hari ini Moko yang juga sama sibuknya, terlintas untuk mengajak Azmira jalan sepulang kerja."Hei, Zira. Jalan yuk!" ajak Moko."Ih, mana boleh jalan sekarang. Kita loh lagi kerja." Azmira terlalu fokus dengan laptopnya.Bletak..suara buku tipis yang mendarat di kepala Azmira."Wo, k*mpr*t. Jan Moko iki gemblung!" Kali ini Azmira mengomel dengan refleks.Bukannya meminta maaf, Moko malah terlihat sangat gemas dengan Azmira dan mencubit
Azmira memulai hari seperti biasanya dan menyelesaikan pekerjaan yang sebelumnya belum sempat terselesaikan. Moko juga tidak banyak mengajak Azmira bercanda karena sedang fokus dengan target pekerjaan masing-masing. Hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12:00 WIB. Sudah memasuki waktu istirahat. Azmira hari ini tidak istirahat keluar kantor karena masih ada pekerjaan yang belum terselesaikan, sehingga ia menunda sedikit istirahatnya kurang lebih 15 (lima belas) menit untuk menyelesaikan pekerjaannya."Hey, hamba corporate. Istirahat dulu. Gajimu nanti sebesar karung, kasihan susah bawanya," ledek Moko."Dek, makan dulu. Nanti kalau kamu sakit, enggak ada lagi yang nyakitin Moko," kali ini Putra ikutan menggoda Azmira."Iya, tanggung nih," balas Azmira singkat.Rina yang melihat Azmira masih bekerja, ikut menegurnya juga."Mbak Azmira, istirahat dulu saja. Nanti kan bisa dilanjutkan lagi. Ayo, kita makan dulu," ajak Rina."Hmm, gi
Hari ini Azmira pulang kerja sedikit lebih lama daripada hari biasanya. Bagas memberikan tugas tambahan disaat sudah mau mendekati pukul 16:00 WIB. Saat melihat ke arah jam, ternyata sudah pukul 19:00 WIB. Azmira menyerahkan pekerjaannya kepada Bagas saat itu juga mengingat ruangan kantor sudah sepi tidak ada siapa-siapa selain dia dan Bagas."Azmira, saya rasa materinya sudah cukup, kamu boleh pulang," kata Bagas."Baik, Pak. Terima kasih. Jika sudah tidak ada yang perlu diperbaiki kembali, saya pamit pulang," balas Azmira."Oh, iya. Kamu pulang sendiri atau bagaimana? Saya lihat tadi pagi kamu diantar oleh Moko," tanya Bagas ragu."Seharusnya bareng Moko, Pak. Tetapi, tadi saya minta dia untuk pulang dahulu saja. Tidak apa, Pak. Saya masih bisa memesan transportasi online," jelas Azmira."Ya, sudah. Kalau nanti tidak ada yang mengantar kamu pulang, kabari saya saja. Kamu pulang larut karena saya, jadi saya akan bertanggung jawab untuk mengantar k
Pagi ini, Azmira sengaja bangun dan bersiap lebih cepat daripada biasanya. Ia ingin menyampaikan rencananya pergi ke Kota Balikpapan kepada Ibu Astuti sekaligus meminta izin karena tidak membawa Nugraha. Azmira melihat Sang Ibu selesai membereskan rumah, segera mendatangi ibunya."Ibu," kata Azmira."Iya, ada apa Mbak?" tanya Ibu Astuti."Bu, Azmira minta izin mau ke Kota Balikpapan, ya. Tetapi, Azmira tidak bisa membawa Nugraha karena perginya untuk urusan kerja," tanya Azmira hati-hati dan mau tidak mau sedikit berbohong kepada ibunya."Iya, kalau untuk urusan pekerjaan mau bagaimana lagi, Mbak. Oh, iya kemana tadi tujuannya?" tanya Ibu Astuti memastikan."Kota Balikpapan, Bu. Tempatnya ayah Nugraha tinggal. Kebetulan juga semalam dia mengajak Nugraha untuk kesana. Tetapi, Azmira tidak mengiyakan permintaannya karena perginya untuk tujuan dinas kerja," balas Azmira."Ya, sudah kalau begitu. Saran ibu segera selesaikan urusan kalian, ya. Ba
Waktu sudah menunjukkan pukul 12:00 WIB. Saatnya bagi Azmira untuk melaksanakan niatnya. Dilihatnya Bagas masih berada di ruangannya sendirian. Gegas Azmira menuju ke ruangan Bagas tanpa basa-basi lagi. Kali ini ia merasa harus segera meminta izin kepada Bagas.Tok tok tok. Suara pintu ruangan Bagas yang diketuk oleh Azmira."Ya, silakan masuk." Bagas mempersilakan masuk tanpa tahu siapa yang mengetuk pintunya."Selamat siang, Pak," ucap Azmira santun."Siang, ada apa Azmira? Kamu kok belum istirahat?" tanya Bagas sedikit lembut.Azmira tentu saja kaget dengan respon Bagas yang sangat berbeda dari biasanya. Apakah hari ini Bagas mendapatkan sebuah keberuntungan? Begitu pikir Azmira. Justru ini kesempatan yang baik, bukan?"Iya, Pak. Saya mau menanyakan kembali perihal pengajuan izin saya sebelumnya." Azmira berusaha menahan ekspresinya agar tampak normal."Oh, iya. Saya sudah diskusi sama Pak Yuspi. Beliau menyetujui izin kerja kamu s
Setelah menyelesaikan urusan administrasi dan keperluan penagihan invoice, Yitno akhirnya bisa kembali ke pulang ke kontrakan. Waktu masih menunjukkan pukul 14:00 waktu setempat. Ia pun tidak sabar menunggu hari kedatangan Azmira. Akhirnya ia pun lekas menelepon kekasihnya karena biasanya jam segini Azmira baru saja selesai makan siang mengingat terdapat perbedaan waktu satu jam antara Yogyakarta dan Tarakan."Halo," ucap Azmira."Halo, Bun. Sudah makan?" tanya Yitno."Sudah. Ini baru saja tiba di kantor," kata Azmira."Bun, jadi hari apa ke Balikpapan? Terus acaranya hari apa?" tanya Yitno kembali."Iya, Ayah. Tadi rencananya mau mengabari ternyata Ayah sudah telepon duluan. Rencananya besok berangkat ke Kota Balikpapannya. Acara di kantornya Encun, teman Bunda, sekitar dua hari lagi. Tetapi, tiba disana Bunda mau menyelesaikan urusan pribadi Bunda dulu dengan Maliki dan keluarganya. Sekaligus ada titipan pekerjaan dari si Bagas juga Enggak apa ka
Azmira segera ke ruang tamu setelah membersihkan diri dan berganti baju. Ia pun mencium punggung tangan Pak De nya dengan takzim. Tak lupa juga dengan teman Pak De. Bapak dan Ibu Azmira juga sudah duduk di ruang tamu. Azmira pun segera duduk di sebelah ibunya. Teman Pak De yang datang ternyata adalah Pak Wisnu, kerabat Pak De yang mengelola salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di Kota Yogyakarta. Pak De melanjutkan perbincangan yang sedang dibahas sebelumnya. Azmira yang sedikit tidak mengerti arah pembahasannya, hanya duduk dan mendengarkan dengan cermat. Sesekali tersenyum juga ketika para Bapak-bapak tersebut tertawa.Perbincangan mengalir begitu saja hingga tiba-tiba Pak De menanyakan sesuatu kepada Azmira."Nduk, gimana kabarmu dengan Ayahnya Nugraha?" tanya Pak De.Azmira tersenyum kecut, "Baik-baik saja, Pak De. Kulo isih komunikasi karo Ayah'e," kata Azmira dengan sungkan dan semanis mungkin agar tidak berlanjut lebih panjang."Jadi, sebe
"Selamat datang di Bandar Udara Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan ..." Suara pengeras di pesawat menginformasikan bahwa pesawat telah tiba di Kota Balikpapan.Azmira merasa jantungnya benar-benar berdebar. Rasa penasaran dan rindu benar-benar memuncak di hatinya karena membayangkan akan bertemu dengan Yitno, sang kekasih hati. Azmira segera keluar dari pintu pesawat yang ternyata langsung tersambung ke dalam Bandara. Ia mengikuti rombongan penumpang lain yang juga satu pesawat dengannya. Tiba di dekat pintu keluar, ia lekas mengaktifkan handphonenya lalu menghubungi Encun."Halo, Ra. Kamu dimana ini?" tanya Encun yang mengangkat teleponnya segera setelah bunyi tuut baru terdengar sekali."Iya, Encun. Ini aku masih mau ambil bagasi dulu. Kamu tunggu di luar pintu kedatangan itu, kah?" tanya Azmira."Iya, nanti kalau kamu keluar pintu, aku sudah ada disitu," balas Encun."Ya, sudah. Aku ambil bagasi dulu, ya." Azmira mematikan teleponnya
(Kelanjutan cerita ini masih berlokasi di rumah Yitno) Witha bergegas keluar kamar menuju ke dapur. Ia lantas segera menghubungi nomor Azmira yang telah disimpan pada HPnya. Terdengar suara nada tunggu panggilan di beberapa detik hingga akhirnya telepon dari Witha diangkat oleh Azmira. "Halo," sapa Azmira. "Hey, perempuan j@l@ng. Kamu siapa? Berani ganggu suami saya!" jawab Witha dengan kasar. "Saya..." suara Azmira terputus karena dipotong oleh Witha. "Enggak usah banyak ngomong. Jangan ganggu suami saya, kamu tahu tidak kalau saya sedang hamil besar. Kalau sampai terjadi apa-apa sama saya, saya akan tuntut kamu ke polisi. Murahan sekali kamu sampai menggoda suami orang. Enggak laku, ya! P3lacur." Witha semakin emosi lalu mematikan teleponnya. Witha kembali mengatur nafasnya. Ia benar-benar merasa hancur dan sedih. Hatinya sungguh tersayat membayangkan betapa teganya Yitno mengkhianatinya yang sedang hamil besar. "Ayah, kenapa Ayah tega. Bunda ini kurang apa, sih? Bertahun-tah
(Pada scene ini akan full berlokasi di rumah Yitno.)Setelah berpisah di Bandara sebelumnya dengan Azmira, lima belas menit kemudian Yitno akhirnya tiba di rumah Witha. Yitno sengaja tidak mengabari Witha karena ingin memberikan kejutan untuk Nurlinda, anak perempuannya. Linda—nama panggilan Nurlinda—sungguh sangat merindukan Yitno dan kerap kali menanyakan kapan kepulangan ayahnya.Tiba di depan pintu rumah, Yitno lantas mengetuk pintu tersebut dan berpura-pura menjadi tamu.Tok tok tok. Yitno mengetuk pintu rumahnya."Sebentar." Terdengar teriakan anak kecil dari dalam.Yitno sudah menduga pasti yang membukakan pintu adalah Linda karena biasanya Witha masih belum pulang dari jalan-jalan keliling. Selama hamil besar, Witha memang sering jalan pagi karena disarankan oleh dokter kandungan untuk banyak bergerak agar mudah proses persalinannya.Ceklek. Terdengar suara handle pintu yang dibuka oleh Linda."Ayah!" Teriak Linda.Linda pun tanpa sadar melompat ke pelukan Ayahnya dan Yitno ju
Setelah semua terasa lengkap dan siap, Azmira mencoba kembali ke kamar mandi mencuci tangan sekaligus mengecek apakah ada barang yang tertinggal. Yitno menyusul Azmira ke kamar mandi untuk memastikan kekasihnya tidak kembali bersedih setelah kemarin mereka menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang banyak hal. "Bun, mengapa melamun begitu?" tanya Yitno yang melihat Azmira sedang termenung di depan cermin kamar mandi. Azmira sedikit tersentak, "eh, Ayah. Enggak melamun kok, yah. Hanya mengecek kembali saja ada yang tertinggal atau tidak. Kalau ada yang tertinggal tidak enak, kan." Azmira kembali tersenyum tipis yang terkesan dipaksa. Yitno memeluk Azmira dari belakang dan menyandarkan kepalanya pada bahu Azmira. "Sudah jangan sedih lagi. Kita masih bisa bertemu, kok. Bahkan masih bisa berkomunikasi seperti biasa. Jangan sedih seperti kita akan berpisah jauh saja, ya." Yitno mengusap kepala Azmira. "Iya, Ayah. Walau bibir ini berkata iya, tetap saja Bunda kepikiran bagaimana nanti
Tiga puluh menit kemudian akhirnya Azmira dan Yitno kembali tiba di Hotel GS setelah menghabiskan waktu bersama di Pantai Lamaru. Azmira dengan langkah gontai segera keluar dari mobil dan membawa bawaannya serta tak lupa mengambil kunci kamar yang telah dititipkan ke Receptionis. Sepanjang perjalanan dari Pantai Lamaru hingga ke Hotel GS tadi, hanya ditemani dengan kesunyian dan beberapa obrolan ringan saja. Yitno masih merasa aneh dengan sikap kekasihnya itu yang mendadak berubah. Suatu hal yang aneh jika orang yang biasa banyak berbicara tiba-tiba hanya diam tanpa kata."Bun," tegur Yitno mencoba membuka pembicaraan tatkala mereka sedang di depan pintu lift menunggu lift terbuka."Hmm," jawab Azmira sekenanya."Duh, jawabannya bikin orang bingung mau respon apa." Kembali Yitno membatin.Mereka kembali diam tanpa sepatah kata hingga akhirnya pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam lift. Tak lama pintu lift terbuka, gegas Azmira keluar lift dan berjalan menuju pintu kamar. Lagi-l
"Apa!" Azmira menarik nafas panjang, "Witha mau melahirkan?" tanya Azmira memastikan."Begitulah, Bun." Yitno hanya terkekeh."Kok malah santai, gini. Enggak kepikiran apa? Terus nanti kalau melahirkan sekarang, bagaimana?" tanya Azmira kembali. Kali ini Azmira sungguh-sungguh ."Bun, Bun. Kaya Bunda enggak pernah melahirkan saja. Sebelumnya waktu melahirkan bagaimana? Enggak serta merta langsung keluar bayinya, kan?" tanya Yitno menenangkan kekasihnya itu."Iya, sih. Tetapi, kan Ayah enggak disana untuk menemani Witha!" kilah Azmira."Yakin dia masih butuh, Ayah? Paling dia butuh buat bayar biaya rumah sakit saja." Yitno mengangkat kedua tangannya.Pletak. Terdengar suara tangan Azmira memukul lengan Yitno."Hust, Ayah ini bagaimana, sih! Dia mau melahirkan kok enteng banget menanggapinya. Bagaimana pun di perut dia ada anak Ayah, loh. Adiknya Linda." Kali ini Azmira benar-benar sudah kesal dengan Yitno terlebih melihat sikap Yitno yang sedikit terlalu santai.Azmira paham bahwa Yitn
Dua puluh menit kemudian, dua insan itu telah menyelesaikan sarapan mereka dan kemudian kembali ke kamar bersiap-siap untuk melanjutkan rencana perjalanan mereka ke Pantai mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 07:30 waktu setempat. Mereka berencana berangkat pagi agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di Pantai nantinya. Sebelum berangkat, Azmira memastikan kembali tas yang telah ia siapkan sebelumnya telah terisi barang-barang yang akan di bawa serta tidak ada yang tertinggal. "Bun, jangan lupa hubungi dahulu Pak Agung, ya." Yitno mengingatkan kembali amanah yang dititipkan kepada Azmira. "Oh, iya. Benar juga. Bunda telepon dahulu, ya." Azmira lekas mengambil teleponnya dan mencari kontak Pak Agung. Terdengar Azmira beberapa kali mengucapkan terima kasih kepada Pak Agung. Yitno tidak ingin mencuri dengar perbincangan mereka karena dia percaya bahwa Azmira sungguh dapat memegang amanah pekerjaan dengan baik. Yitno sendiri sudah pernah melihat dan mengakui bahwa Azmira sangat cek
Pagi ini, Azmira bangun sedikit lebih pagi daripada biasanya. Mengingat hari ini adalah hari terakhir mereka di Kota Balikpapan, membuat Azmira tidak bisa tidur dengan tenang. Jam di handphonenya menunjukkan pukul 03:00 dini hari. Ia pun melihat Yitno juga masih tertidur dengan lelap.Ia teringat semalam setelah selesai makan malam, teman Yitno menelepon bahwa dirinya sudah di Hotel GS mau mengantarkan kendaraan yang akan ia pinjamkan. Seharusnya kami janjian pukul 22:00, namun karena ada keprluan mendesar, teman Yitno itu memutuskan untuk mengantarkan lebih cepat.Berhubung mereka sedang tidak di hotel, teman Yitno menginfokan bahwa ia akan menyusul mereka ke lokasi saat ini. Sehingga Azmira dan Yitno pun menyetujui ide temannya tersebut sembari menghabiskan makan malam mereka. Tak disangka, ternyata teman Yitno sungguh berbaik hati meminjamkan kendaraan berupa mobil, padahal sebelumnya yang akan dipinjamkan adalah motor saja."Sudah, Bro. Pakai saja dulu mobil
Waktu sudah menunjukkan pukul 17:00 WITA. Azmira dan Yitno masih dalam kondisi belum membersihkan diri setelah selesai melakukan aktifitas berolahraga dalam ruangan."Bun, bersihkan badan duluan, gih. Katanya tadi mau jalan-jalan." Yitno mengusap kepala Azmira yang masih rebahan di kasur."Lima menit lagi, ya," kata Azmira sembari menutup mata."Ayo, bangun. Ayah hitung sampai lima, kalau tidak bangun nanti di gelitikin. Satu, dua...." Yitno sudah bersiap mau menggelitiki pinggang Azmira."Iya, iya." Azmira lantas sigap bangun dan segera ke kamar mandi.Baru saja dia masuk ke kamar mandi, lantas keluar lagi."Kenapa lagi, Bun?" tanya Yitno semakin gemas."Awas, jangan nyusul, ya." Azmira mengedipkan mata sebelah kanannya."Buruan, makin lama nanti Ayah menyusul beneran, lho." Yitno benar-benar sudah tidak tahan ingin menggoda Azmira kembali.Azmira akhirnya melanjutkan membersihkan diri dan kemudian di lanjutkan berganti
Ting. Suara lift berbunyi menandakan lift tersebut telah tiba di lantai tujuan"Mari, Mbak," ucap Pria itu.Sedari tadi Azmira merasa tidak nyaman karena tidak mengenal pria yang berada di sebelahnya itu. Namun, mau tidak mau dia berusaha mengikuti karena Pria itu mengaku telah dihubungi oleh Encun, sahabatnya. Azmira juga tidak berani menanyakan nama kepada Pria itu karena sungkan.Sejenak Pria itu memahami ketidaknyamanan Azmira, lantas segera mencoba mencairkan suasana dengan cepat."Mbak pasti tidak nyaman, ya?" tanya Pria yang masih belum diketahui namanya hingga saat itu."Iya, maaf ya, Mas. Terlalu terlihat, ya?" Azmira kini merasa malu karena Pria itu mengerti kata hatinya."Mbak bisa panggil saya, Nanda. Saya rekan satu kontrakannya Encun juga. Kebetulan saya juga berasal dari Kota yang sama dengan Encun, yaitu Kota Yogyakarta." Pria yang ternyata bernama Nanda itu akhirnya memperkenalkan diri."Wait a minute, namanya kok sam