Azmira segera ke ruang tamu setelah membersihkan diri dan berganti baju. Ia pun mencium punggung tangan Pak De nya dengan takzim. Tak lupa juga dengan teman Pak De. Bapak dan Ibu Azmira juga sudah duduk di ruang tamu. Azmira pun segera duduk di sebelah ibunya. Teman Pak De yang datang ternyata adalah Pak Wisnu, kerabat Pak De yang mengelola salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di Kota Yogyakarta. Pak De melanjutkan perbincangan yang sedang dibahas sebelumnya. Azmira yang sedikit tidak mengerti arah pembahasannya, hanya duduk dan mendengarkan dengan cermat. Sesekali tersenyum juga ketika para Bapak-bapak tersebut tertawa.
Perbincangan mengalir begitu saja hingga tiba-tiba Pak De menanyakan sesuatu kepada Azmira.
"Nduk, gimana kabarmu dengan Ayahnya Nugraha?" tanya Pak De.
Azmira tersenyum kecut, "Baik-baik saja, Pak De. Kulo isih komunikasi karo Ayah'e," kata Azmira dengan sungkan dan semanis mungkin agar tidak berlanjut lebih panjang.
"Jadi, sebe
"Selamat datang di Bandar Udara Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan ..." Suara pengeras di pesawat menginformasikan bahwa pesawat telah tiba di Kota Balikpapan.Azmira merasa jantungnya benar-benar berdebar. Rasa penasaran dan rindu benar-benar memuncak di hatinya karena membayangkan akan bertemu dengan Yitno, sang kekasih hati. Azmira segera keluar dari pintu pesawat yang ternyata langsung tersambung ke dalam Bandara. Ia mengikuti rombongan penumpang lain yang juga satu pesawat dengannya. Tiba di dekat pintu keluar, ia lekas mengaktifkan handphonenya lalu menghubungi Encun."Halo, Ra. Kamu dimana ini?" tanya Encun yang mengangkat teleponnya segera setelah bunyi tuut baru terdengar sekali."Iya, Encun. Ini aku masih mau ambil bagasi dulu. Kamu tunggu di luar pintu kedatangan itu, kah?" tanya Azmira."Iya, nanti kalau kamu keluar pintu, aku sudah ada disitu," balas Encun."Ya, sudah. Aku ambil bagasi dulu, ya." Azmira mematikan teleponnya
Azmira telah selesai menyelesaikan seluruh pekerjaannya di PT. ZZZ. Tak disangka ternyata pekerjaannya memakan waktu sedikit lebih lama daripada prediksinya. Namun masih ada waktu sebelum Encun menjemputnya. Ia teringat masih ada urusan terakhir yaitu bertemu dengan Maliki dan orang tuanya. Azmira mengirimi pesan kepada Maliki bahwa urusan dia telah selesai dan meminta alamat rumah Maliki. Baru saja pesan tersebut terkirim, handphone Azmira sudah berdering tanda panggilan masuk dari kontak bernama Ayah Nugraha."Halo," sapa Azmira."Halo, Dek. Urusannya benar sudah selesai?" tanya Maliki."Iya, Kak. Alamat rumah Kakak dimana? Share location saja, biar saya kesana naik transportasi online," kata Azmira."Hmm, Kakak jemput saja, ya. Disini belum terlalu banyak driver online nya, belum sebanyak di Yogya. Nanti daripada kamu nyasar lagi. Boleh, ya." Maliki memaksa menjemput Azmira karena tidak ingin nantinya malah semakin dimarahi oleh Mamaknya.
Azmira melangkahkan kaki keluar rumah Maliki setelah berpamitan dengan Mamak Maliki. Tanpa sadar, ia hanya berjalan kaki saja menuju jalan utama sembari menelepon Encun untuk menjemputnya."Haduh, betapa bodohnya diriku. Jauh-jauh kemari hanya untuk berdebat dan mendapat kenyataan kalau memang kami harus segera bercerai. Lagipula, apa sih yang aku harapkan dari pertemuan ini. Bodoh kamu Azmira." Azmira mengepalkan tangannya dan menggerutu.Sepanjang jalan menuju jalan utama, ia tak henti-hentinya memandang foto dirinya bersama Yitno. Terbesit sebuah rasa rindu yang sangat mendalam. Ya, Azmira memang sedang membutuhkan Yitno untuk sekedar bersandar di pundaknya."Walau aku sudah sah bercerai dari Maliki pun, apakah aku tetap masih layak di sisimu, Om?" tanya Azmira dalam hati."Sedangkan kamu saja masih belum bisa meyakini apakah aku benar-benar ada di hatimu. Lagipula siapalah aku, aku cuma orang asing yang mengganggumu. Ya, Tuhan. Mengapa rasa cint
Pesawat yang Yitno naiki tujuan Balikpapan, akhirnya mendarat dengan selamat dan berhenti dengan sempurna. Yitno pun mengikuti rombongan penumpang lainnya lalu menuju ke pintu keluar. Setiap kali berpergian dinas keluar kota, Yitno tidak pernah membawa bagasi besar. Hanya tas ranselnya saja dan beberapa peralatan yang dibutuhkan. Kali ini pun ia juga tidak membawa barang apapun sehingga ia tidak perlu menunggu bagasi lagi. Setelah masuk ke gedung Bandara, Yitno lekas mematikan mode pesawat pada handphonenya, khawatir bila Azmira ada menghubunginya. Ketika handphonenya telah mendapatkan sinyal dengan sempurna, muncul notifikasi pesan dari Azmira yang menginfokan bahwa Yitno malam ini menginap saja di kamar tempat Azmira menginap. "Wow, kesempatan bisa kasih kejutan nih buat Azmira," celetuk Yitno sembari tersenyum membayangkan wajah cemberutnya Azmira. Yitno pun keluar gedung Bandara Balikpapan lalu memesan transportasi online, Yitno mengetahui lokasi Ho
Detik demi detik berlalu hingga berganti menit. Entah berapa lama mereka telah memadu kasih hingga pada akhirnya mereka sama-sama telah menyelesaikan hasrat birahi masing-masing. Lekas Azmira dan Yitno masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu kembali ke kasur hingga tanpa sadar mereka sama-sama terlelap.Waktu masih menunjukkan pukul 19:00 WITA waktu Balikpapan. Jika masih di Yogyakarta, tentu saja masih pukul 18:00 WIB karena perbedaan waktu yang lebih cepat satu jam di Kota Balikpapan. Azmira teringat belum ada sama sekali menghubungi Nugraha. Masih dengan kondisi tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya, ia mengambil handphonenya lalu mencari nomor Ibu Astuti."Ada apa, Bun?" tanya Yitno yang terbangun karena gerakan tubuh Azmira yang tadi di pelukannya."Enggak, ini mau telepon Ibu. Tadi janji mau mengabari Nugraha kalau sudah tidak sibuk." Azmira kembali mendekatkan handphonenya ke telinga kanannya.Terdengar suara dari seberang telepo
Yitno melirik handphonenya yang sedari tadi layarnya menyala. Ia melihat ada banyak sekali panggilan masuk dan pesan teks dari WItha. Bahkan ada beberapa pesan bernada ancaman dari Witha yang mengatakan akan memukul Nurlinda atau kandungannya jika Yitno mengabaikan WItha. Yitno kembali melihat waktu sudah menunjukkan pukul 19:30 WITA. Perutnya pun juga sudah berbunyi tanda memohon untuk diisi oleh makanan. Ia tersadar Azmira tidak ada di sebelahnya. Namun ketika melihat kembali ke layar handphonenya, ternyata ada pesan masuk dari Azmira yang menginformasikan bahwa ia keluar sebentar untuk membeli makan malam bersama Encun.Yitno lekas membalas dengan berpura-pura sedang ngambek kepada Azmira, padahal ia tahu bahwa tadi Azmira sempat membangunkannya namun Yitno merasa sangat letih sekali. Ya, jelas sekali terasa letih. Belum pemanasan sudah olahraga berat saja, begitu batin Yitno.[Bunda, tega. Kok enggak dibangunin, sih.] Pesan yang dikirimkan Yitno.[Maaf. Tadi
Azmira akhirnya telah tiba kembali ke kamar hotel bersama Encun. Mereka berdua disambut oleh Yitno yang telah membereskan kamar karena tahu Encun akan tiba. Azmira lantas mengenalkan Yitno kepada Encun dan sebaliknya. Tanpa pembicaraan panjang, mereka lantas menyantap makan malam yang telah dibeli sebelumnya oleh Encun dan Azmira.Setelah selesai menghabiskan makan malam mereka, Encun mencoba mencairkan suasana dengan membuka pembicaraan."Berapa lama nanti disini, Mas?" tanya Encun."Sudah mengajukan izinnya untuk tiga hari, sih. Tetapi tergantung Zira juga nanti pulangnya kapan." Yitno mencubit pipi Azmira."Ih, Ayah. Enggak enak sama Encun, tahu." Azmira merasa gemas karena Yitno tidak mau lepas sama dirinya. Sudah seperti perangko dengan amplop, nempel."He he he, enggak apa, Ra. Paham saja aku, namanya juga pasangan rasa pengantin baru." Encun mengedipkan mata tanda paham apa yang telah terjadi dengan mereka berdua.Yitno hanya tertawa
"Bun, enggak salah dengar, kan?" tanya Yitno kembali meyakinkan atas apa yang telah ia dengar."Please...." Azmira memilih menangis karena tidak sanggup untuk meneruskan kalimatnya."Bun, tatap mata Ayah." Yitno mengangkat kedua pipi Azmira dan mengarahkan wajahnya menghadap wajah Azmira."Kalau semua ini karena Bunda kepikiran Witha, tolong mengertilah. Ayah juga sedang mengusahakan agar kita bisa bersama. Namun, maafkanlah Ayah. Ayah belum bisa jika harus melepaskan Witha. Bunda tahu sendiri kalau dia sedang hamil besar, bukan?" Yitno berusaha menjelaskan."Tetapi, aku tidak mau dicap sebagai pelakor atau pelacur karena mengambilmu dari Witha, walau memang kenyataannya aku mencintai suami orang." Azmira makin sedih.Yitno tak kuasa menahan perih di hatinya. Ia hanya memeluk Azmira erat tanpa mengucapkan sepatah kata. Awalnya Yitno memang tidak ingin serius dengan Azmira, namun lama kelamaan ia pun juga semakin tidak bisa melupakan Azmira.
(Kelanjutan cerita ini masih berlokasi di rumah Yitno) Witha bergegas keluar kamar menuju ke dapur. Ia lantas segera menghubungi nomor Azmira yang telah disimpan pada HPnya. Terdengar suara nada tunggu panggilan di beberapa detik hingga akhirnya telepon dari Witha diangkat oleh Azmira. "Halo," sapa Azmira. "Hey, perempuan j@l@ng. Kamu siapa? Berani ganggu suami saya!" jawab Witha dengan kasar. "Saya..." suara Azmira terputus karena dipotong oleh Witha. "Enggak usah banyak ngomong. Jangan ganggu suami saya, kamu tahu tidak kalau saya sedang hamil besar. Kalau sampai terjadi apa-apa sama saya, saya akan tuntut kamu ke polisi. Murahan sekali kamu sampai menggoda suami orang. Enggak laku, ya! P3lacur." Witha semakin emosi lalu mematikan teleponnya. Witha kembali mengatur nafasnya. Ia benar-benar merasa hancur dan sedih. Hatinya sungguh tersayat membayangkan betapa teganya Yitno mengkhianatinya yang sedang hamil besar. "Ayah, kenapa Ayah tega. Bunda ini kurang apa, sih? Bertahun-tah
(Pada scene ini akan full berlokasi di rumah Yitno.)Setelah berpisah di Bandara sebelumnya dengan Azmira, lima belas menit kemudian Yitno akhirnya tiba di rumah Witha. Yitno sengaja tidak mengabari Witha karena ingin memberikan kejutan untuk Nurlinda, anak perempuannya. Linda—nama panggilan Nurlinda—sungguh sangat merindukan Yitno dan kerap kali menanyakan kapan kepulangan ayahnya.Tiba di depan pintu rumah, Yitno lantas mengetuk pintu tersebut dan berpura-pura menjadi tamu.Tok tok tok. Yitno mengetuk pintu rumahnya."Sebentar." Terdengar teriakan anak kecil dari dalam.Yitno sudah menduga pasti yang membukakan pintu adalah Linda karena biasanya Witha masih belum pulang dari jalan-jalan keliling. Selama hamil besar, Witha memang sering jalan pagi karena disarankan oleh dokter kandungan untuk banyak bergerak agar mudah proses persalinannya.Ceklek. Terdengar suara handle pintu yang dibuka oleh Linda."Ayah!" Teriak Linda.Linda pun tanpa sadar melompat ke pelukan Ayahnya dan Yitno ju
Setelah semua terasa lengkap dan siap, Azmira mencoba kembali ke kamar mandi mencuci tangan sekaligus mengecek apakah ada barang yang tertinggal. Yitno menyusul Azmira ke kamar mandi untuk memastikan kekasihnya tidak kembali bersedih setelah kemarin mereka menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang banyak hal. "Bun, mengapa melamun begitu?" tanya Yitno yang melihat Azmira sedang termenung di depan cermin kamar mandi. Azmira sedikit tersentak, "eh, Ayah. Enggak melamun kok, yah. Hanya mengecek kembali saja ada yang tertinggal atau tidak. Kalau ada yang tertinggal tidak enak, kan." Azmira kembali tersenyum tipis yang terkesan dipaksa. Yitno memeluk Azmira dari belakang dan menyandarkan kepalanya pada bahu Azmira. "Sudah jangan sedih lagi. Kita masih bisa bertemu, kok. Bahkan masih bisa berkomunikasi seperti biasa. Jangan sedih seperti kita akan berpisah jauh saja, ya." Yitno mengusap kepala Azmira. "Iya, Ayah. Walau bibir ini berkata iya, tetap saja Bunda kepikiran bagaimana nanti
Tiga puluh menit kemudian akhirnya Azmira dan Yitno kembali tiba di Hotel GS setelah menghabiskan waktu bersama di Pantai Lamaru. Azmira dengan langkah gontai segera keluar dari mobil dan membawa bawaannya serta tak lupa mengambil kunci kamar yang telah dititipkan ke Receptionis. Sepanjang perjalanan dari Pantai Lamaru hingga ke Hotel GS tadi, hanya ditemani dengan kesunyian dan beberapa obrolan ringan saja. Yitno masih merasa aneh dengan sikap kekasihnya itu yang mendadak berubah. Suatu hal yang aneh jika orang yang biasa banyak berbicara tiba-tiba hanya diam tanpa kata."Bun," tegur Yitno mencoba membuka pembicaraan tatkala mereka sedang di depan pintu lift menunggu lift terbuka."Hmm," jawab Azmira sekenanya."Duh, jawabannya bikin orang bingung mau respon apa." Kembali Yitno membatin.Mereka kembali diam tanpa sepatah kata hingga akhirnya pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam lift. Tak lama pintu lift terbuka, gegas Azmira keluar lift dan berjalan menuju pintu kamar. Lagi-l
"Apa!" Azmira menarik nafas panjang, "Witha mau melahirkan?" tanya Azmira memastikan."Begitulah, Bun." Yitno hanya terkekeh."Kok malah santai, gini. Enggak kepikiran apa? Terus nanti kalau melahirkan sekarang, bagaimana?" tanya Azmira kembali. Kali ini Azmira sungguh-sungguh ."Bun, Bun. Kaya Bunda enggak pernah melahirkan saja. Sebelumnya waktu melahirkan bagaimana? Enggak serta merta langsung keluar bayinya, kan?" tanya Yitno menenangkan kekasihnya itu."Iya, sih. Tetapi, kan Ayah enggak disana untuk menemani Witha!" kilah Azmira."Yakin dia masih butuh, Ayah? Paling dia butuh buat bayar biaya rumah sakit saja." Yitno mengangkat kedua tangannya.Pletak. Terdengar suara tangan Azmira memukul lengan Yitno."Hust, Ayah ini bagaimana, sih! Dia mau melahirkan kok enteng banget menanggapinya. Bagaimana pun di perut dia ada anak Ayah, loh. Adiknya Linda." Kali ini Azmira benar-benar sudah kesal dengan Yitno terlebih melihat sikap Yitno yang sedikit terlalu santai.Azmira paham bahwa Yitn
Dua puluh menit kemudian, dua insan itu telah menyelesaikan sarapan mereka dan kemudian kembali ke kamar bersiap-siap untuk melanjutkan rencana perjalanan mereka ke Pantai mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 07:30 waktu setempat. Mereka berencana berangkat pagi agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di Pantai nantinya. Sebelum berangkat, Azmira memastikan kembali tas yang telah ia siapkan sebelumnya telah terisi barang-barang yang akan di bawa serta tidak ada yang tertinggal. "Bun, jangan lupa hubungi dahulu Pak Agung, ya." Yitno mengingatkan kembali amanah yang dititipkan kepada Azmira. "Oh, iya. Benar juga. Bunda telepon dahulu, ya." Azmira lekas mengambil teleponnya dan mencari kontak Pak Agung. Terdengar Azmira beberapa kali mengucapkan terima kasih kepada Pak Agung. Yitno tidak ingin mencuri dengar perbincangan mereka karena dia percaya bahwa Azmira sungguh dapat memegang amanah pekerjaan dengan baik. Yitno sendiri sudah pernah melihat dan mengakui bahwa Azmira sangat cek
Pagi ini, Azmira bangun sedikit lebih pagi daripada biasanya. Mengingat hari ini adalah hari terakhir mereka di Kota Balikpapan, membuat Azmira tidak bisa tidur dengan tenang. Jam di handphonenya menunjukkan pukul 03:00 dini hari. Ia pun melihat Yitno juga masih tertidur dengan lelap.Ia teringat semalam setelah selesai makan malam, teman Yitno menelepon bahwa dirinya sudah di Hotel GS mau mengantarkan kendaraan yang akan ia pinjamkan. Seharusnya kami janjian pukul 22:00, namun karena ada keprluan mendesar, teman Yitno itu memutuskan untuk mengantarkan lebih cepat.Berhubung mereka sedang tidak di hotel, teman Yitno menginfokan bahwa ia akan menyusul mereka ke lokasi saat ini. Sehingga Azmira dan Yitno pun menyetujui ide temannya tersebut sembari menghabiskan makan malam mereka. Tak disangka, ternyata teman Yitno sungguh berbaik hati meminjamkan kendaraan berupa mobil, padahal sebelumnya yang akan dipinjamkan adalah motor saja."Sudah, Bro. Pakai saja dulu mobil
Waktu sudah menunjukkan pukul 17:00 WITA. Azmira dan Yitno masih dalam kondisi belum membersihkan diri setelah selesai melakukan aktifitas berolahraga dalam ruangan."Bun, bersihkan badan duluan, gih. Katanya tadi mau jalan-jalan." Yitno mengusap kepala Azmira yang masih rebahan di kasur."Lima menit lagi, ya," kata Azmira sembari menutup mata."Ayo, bangun. Ayah hitung sampai lima, kalau tidak bangun nanti di gelitikin. Satu, dua...." Yitno sudah bersiap mau menggelitiki pinggang Azmira."Iya, iya." Azmira lantas sigap bangun dan segera ke kamar mandi.Baru saja dia masuk ke kamar mandi, lantas keluar lagi."Kenapa lagi, Bun?" tanya Yitno semakin gemas."Awas, jangan nyusul, ya." Azmira mengedipkan mata sebelah kanannya."Buruan, makin lama nanti Ayah menyusul beneran, lho." Yitno benar-benar sudah tidak tahan ingin menggoda Azmira kembali.Azmira akhirnya melanjutkan membersihkan diri dan kemudian di lanjutkan berganti
Ting. Suara lift berbunyi menandakan lift tersebut telah tiba di lantai tujuan"Mari, Mbak," ucap Pria itu.Sedari tadi Azmira merasa tidak nyaman karena tidak mengenal pria yang berada di sebelahnya itu. Namun, mau tidak mau dia berusaha mengikuti karena Pria itu mengaku telah dihubungi oleh Encun, sahabatnya. Azmira juga tidak berani menanyakan nama kepada Pria itu karena sungkan.Sejenak Pria itu memahami ketidaknyamanan Azmira, lantas segera mencoba mencairkan suasana dengan cepat."Mbak pasti tidak nyaman, ya?" tanya Pria yang masih belum diketahui namanya hingga saat itu."Iya, maaf ya, Mas. Terlalu terlihat, ya?" Azmira kini merasa malu karena Pria itu mengerti kata hatinya."Mbak bisa panggil saya, Nanda. Saya rekan satu kontrakannya Encun juga. Kebetulan saya juga berasal dari Kota yang sama dengan Encun, yaitu Kota Yogyakarta." Pria yang ternyata bernama Nanda itu akhirnya memperkenalkan diri."Wait a minute, namanya kok sam