Keesokan harinya, Lana meminta izin lagi pada sang manager untuk membatalkan jadwal pemotretannya hari ini, karena panas di badan Leo belum juga turun. Beruntungnya, sang manager mau mengerti dirinya.
Saat Lana akan berjalan ke arah dapur, matanya tidak sengaja melihat Arthur yang sudah tergeletak di sofa. Entahlah, kapan lelaki itu pulang. Lana juga tidak tahu.
“Mom, bisakah kau membuatkan bekal makanan untukku?” tanya Lea, seraya menghampiri sang Mommy.
Lana melirik Lea yang sudah berpakaian sekolah dengan rapi. Kemudian ia berikan senyuman manisnya di pagi hari untuk sang Putri tersebut.
“Of course baby,” jawabnya.
“I want fried rice with scrambled eggs and grilled sausage,” ujar Lea.
“Kalau sosisnya digoreng saja, bagaimana?”
“Emm... okay, no problem.”
“Susu mau?” tanya Lana, yang langsung diangguki oleh Lea.
Kemudian bocah tersebut memilih untuk duduk disofa sambil menonton televisi. Menunggu sang Mommy selesai masak, sekaligus ingin membangunkan sang Daddy dengan cara mengencangkan volume televisi.
“Ck. Kenapa kebo sekali,” kesal Lea, karena sang Daddy tak kunjung bangun.
Kemudian bocah itu lantas menaikkan volumenya lagi, hingga membuat Arthur langsung terbangun dari tidurnya.
“Lea,” gumam Arthur dengan suara seraknya.
Seketika Lea langsung menghembuskan nafasnya lega. Tidak sia- sia ia membesarkan volume televisinya sampai seperti sound system.
“Akhirnya bangun juga,” ketus Lea.
“Jam berapa?” tanya Arthur.
“Jam enam.”
Bukannya bangun, lelaki itu malah memejamkan matanya lagi. Membuat Lea semakin kesal dibuatnya.
“Daddy, bangun!” teriak Lea.
Arthur berdecak kesal. Kemudian ia memaksakan dirinya untuk duduk, meskipun matanya masih merem melek.
“Daddy masih mengantuk, Lea.”
“Ck. Mandilah! Biar kantukmu hilang,” suruh Lea.
Dengan sedikit terpaksa, Arthur bangun dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi.
Melihat itu, Lana hanya bisa geleng- geleng kepala. Lea memang sangat mewarisi sifatnya, bermulut kejam dan berwajah judes. Sampai membuat Arthur selalu angkat tangan jika berhadapan dengan bocah itu.
Lana tidak pernah mengajarkan anak- anaknya untuk membenci Arthur. Tapi karena Arthur terlalu sering membuat kesalahan, hingga pada akhirnya Lea marah dan membenci lelaki itu.
“Kau masak apa?” tanya Arthur pada Lana.
“Daging monyet,” jawab Lana asal. Membuat Arthur langsung melongo seketika.
“Kau suka?” tanya Arthur lagi.
“Tidak. Ini untuk dirimu,” balas Lana seraya tersenyum miring. Membuat Arthur langsung meneguk ludahnya kasar.
“Daging monyet itu tidak bisa dikonsumsi, Lana!”
“Ck. Apa kau tidak pernah membaca di internet? Daging monyet itu bisa meredakan mabuk.”
Melihat ekspresi Arthur yang kebingungan, Lana langsung tertawa jahat dalam hatinya. Tidak apa kan, sekali- kali mengerjai suami laknatnya ini.
“Mampus,” batin Lana bersorak.
“Yasudah kalau begitu,” ucap Arthur pasrah.
“Dasar bodoh! Mau saja dibohongi,” cibir Lana sembari tertawa kecil. Membuat Arthur seketika langsung bernafas lega.
“Itu akibatnya, jika terlalu banyak meminum alkohol. Otakmu akan berkurang kewarasannya,” ujar Lana menakut- nakuti.
Arthur berdecak kesal, kemudian ia lantas pergi meninggalkan Lana dan beralih mendekati putrinya yang masih fokus menonton televisi.
“Lea, Lea masih marah sama Daddy?” tanya Arthur.
“Aku bahkan selalu marah padamu setiap hari,” jawab Lea ketus, tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.
“Maafkan Daddy ya,” pinta Arthur.
“Ck. Pergi sana! Jangan membuat moodku hancur,” kesal Lea.
“Lea benci Daddy?” tanya Arthur.
“Ya.”
“Sampai kapan?”
“Selamanya aku akan membencimu!”
Arthur menghembuskan nafasnya, “Lea tidak boleh seperti ini. Sampai kapanpun, Lea pasti membutuhkan Daddy. Apalagi Lea anak perempuan,” ujarnya.
“I don't care,” balas Lea cuek, seraya berjalan pergi meninggalkan Arthur.
***
Siang harinya, Lana yang sedang asik bersantai di rooftop kamarnya sambil menjelajahi sosial media, tiba- tiba dikejutkan dengan sebuah berita yang menyeret namanya.
Lana tentu saja shock saat mengetahui bahwa berita itu berasal dari sebuah thread di Twitter, milik sebuah akun yang bernama @dearsarah.
Kemudian Lana lantas membuka twitternya dan mencari cuitan tersebut. Jika benar akun itu milik Sarah, demi Tuhan Lana tidak akan mengampuninya.
“Shit!” umpat Lana penuh emosi, saat membaca thread yang ditulis oleh akun tersebut.
Di thread tersebut, sang pemilik akun menceritakan bahwa model papan atas yang bernama Lana Sofia memiliki sifat yang kejam dan juga sombong. Ia mengaku, jika ia berkali- kali menjadi korban dari mulut kejam Lana. Selain itu, ia juga menuturkan jika Lana sempat menjalin hubungan gelap dengan kekasihnya. Parahnya lagi, ia dituduh melakukan tindak kekerasan pada anaknya sendiri.
“You're a real devil, Sarah! Aku tidak akan membiarkanmu hidup tenang,” geram Lana dengan tangan yang terkepal kuat.
Ini benar- benar sudah keterlaluan. Wanita pelakor itu berlagak menjadi korban dan orang yang paling menderita. Padahal sebenarnya, dialah pelaku kejahatan yang sesungguhnya. Merebut suami orang, menyerang istri sahnya, dan berbuat zina sampai menghasilkan janin.
“Kau salah pilih lawan Sarah,” gumam Lana, diakhiri dengan senyuman menyeringai di bibirnya.
Kemudian ia lantas menghubungi managementnya, agar tidak terburu- buru untuk memberikan klarifikasi. Ia akan merancang strategi yang mematikan untuk membalas serangan pelakor itu. Lana pastikan, dalam waktu yang tak lama, Sarah akan stress menghadapi serangan dari para warganet.
Tak berselang lama, ponsel Lana mendadak ramai notifikasi. Sosial medianya mulai diserang oleh warganet, dan ia juga mulai diteror telepon oleh sang manager dan beberapa teman kerjanya.
“Dasar manusia pengangguran! Apa mereka tidak punya pekerjaan lain, selain mengurus hidup orang? Kenapa mereka mudah sekali menghakimi orang lain tanpa tahu kebenarannya,” gerutu Lana, saat membaca komentar- komentar jahat di sosial medianya.
“Cih. Ini lagi, Mahasiswa tapi ketikannya tidak bermoral,” dumelnya, saat melihat salah satu penghinanya adalah seorang Mahasiswa.
Tak mempedulikan serangan dan cacian dari warganet. Lana lantas mengunggah sebuah foto di instastory dengan tujuan untuk membuat warganet semakin panas. Dalam foto tersebut, Lana menuliskan sebuah caption seperti ini “Do you want me to slap you with a dollar?”
Dan benar saja, tak lama kemudian, puluhan direct message langsung masuk ke akunnya. Warganet benar- benar terbakar melihat Lana yang menujukkan sikap sombongnya dan terkesan menantang rumor yang menyeret nama baiknya.
“Dasar netizen! Yang bermasalah aku dan Sarah, tapi yang kepanasan mereka.”
***
Sementara itu di sisi lain, terdapat sepasang kekasih yang baru saja melakukan hubungan gelap di Apartemen sang wanita. Ya, orang itu adalah Arthur dan juga Sarah.
Setelah membuat geger di sosial media, wanita itu lantas meminta Arthur untuk datang menemuinya dan melakukan hubungan badan seperti biasanya. Sangat biadab sekali bukan?
“Istrimu sedang kerja?” tanya Sarah, setelah mereka berdua berhasil mencapai pelepasan.
“Tidak. Dia di rumah,” jawab Arthur, sembari mengatur nafasnya yang masih ngos- ngosan.
“Oh ya? Dia pasti sedang kesepian di rumah,” ujar Sarah dengan nada meledek.
“Tidak. Ada Leo di rumah.”
“Ih. Bukan itu maksudku! Pasti dia kesepian diatas ranjang, karena suaminya sedang mencari kehangatan dengan perempuan lain.”
Arthur berdecak kesal. “Ck. Jangan membicarakan Lana, jika kita sedang berdua,” tegurnya.
“Kenapa?” tanya Sarah.
“Aku tidak suka saja,” jawabnya.
“Aku juga tidak menyukai istrimu. Dia sangat sombong dan sok cantik. Padahal juga masih cantikan aku. Iya kan, Sayang?”
“Tidak. Lana lebih cantik darimu,” celetuk Arthur, membuat Sarah langsung menatapnya tak suka.
“Kenapa? Kau marah? Memang pada kenyataannya Lana lebih cantik dari dirimu,” ujar Arthur lagi, membuat Sarah semakin menekuk wajahnya kesal.
“Terus kenapa kau berselingkuh, jika kau masih menganggap istrimu cantik?” tanya Sarah.
“Aku berselingkuh bukan karena Lana jelek, tapi karena sudah menjadi tabiatku. Aku tidak bisa hidup dengan satu wanita.”
“Dasar bejat!”
“Memang! Baru sadar? Kemana saja kau?”
“Ck. Jika bukan karena uang, aku tidak sudi menjadi kekasih gelapmu.”
“Yasudah, gugurkan saja anakmu itu. Kita akhiri hubungan ini, dan aku akan berhenti memberimu uang,” balas Arthur santai, namun membuat Sarah langsung gelagapan.
Wanita itu lantas memeluk tubuh Arthur sambil merengek manja.
“Tidak Sayang. Aku tidak bisa melepasmu, aku benar- benar mencintaimu,”rengek Sarah, membuat Arthur langsung memutarkan bola matanya malas.
“Kau mencintaiku, kan?” tanya Sarah.
“Sedikit,” jawab Arthur, membuat Sarah langsung mengerucutkan bibirnya kesal.
“Kau ... masih mencintai istrimu?”
Kali ini Arthur tidak menjawab, lelaki itu hanya terdiam dengan pandangan lurus ke depan.
“Sialan kau, Arthur! Waktu itu kau bilang, kalau kau sudah tidak menyukainya. Dan sekarang kau bilang, kalau kau masih mencintainya. Apa maumu, sialan!” geram Sarah. “Dasar aneh! Memang salah, kalau aku masih mencintai istriku?” “Jelas salah! Kau milikku sekarang!” “Jangan asal meng-klaim sesuatu yang belum tentu menjadi milikmu.” “Apa salahnya? Aku akan menjadi istrimu sebentar lagi.” “Jangan terlalu berharap. Bisa jadi Lana tidak menyetujui pernikahan kita.” “Ck. Kenapa kau jadi begini? Baru kemarin kau bilang, kalau kau akan menceraikan Lana dan menikahiku. Dan sekarang kau malah berkata seperti ini. Apa kau sudah gila? Kalau tidak berniat menikahiku, jangan menghamiliku bodoh!” “Memang siapa yang ingin kau hamil? Dari awal sudah kuingatkan untuk minum obat pencegah hamil, tapi kau selalu mengabaikanku.” “Oh, jadi kau tidak menginginkan bayi ini?” tanya Sarah, sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oke kalau begitu, batalkan saja pernikahan kita. Aku akan membesarkan bayi
Mendengar penuturan Lana, tentu saja Gita langsung terkejut. Ia tidak tahu, rahasia apa yang disembunyikan oleh Lana sampai wanita itu takut menceraikan suaminya Tapi menurutnya, bukankah bertahan itu lebih menyakitkan dari pada melepaskan? “Kau diancam oleh Arthur?” tanya Gita. Lana mengangguk lemah. Baru kali ini, ia menunjukkan wajah melasnya di depan orang lain. Biasanya ia selalu terlihat garang, tegas dan berwibawa . “Apa itu menyangkut nama baikmu?” tanya Gita lagi. “Of course. Maka dari itu, aku tidak berani menceraikannya. Walau sebenarnya, aku berniat mengajukan cerai dalam waktu dekat. Tapi setelah aku pikir- pikir, aku tidak bisa menceraikannya saat ini. Aku belum siap kehilangan karirku.” Gita mendengus kesal. Ia jadi ikut pusing memikirkan rumah tangga Lana. Ingin rasanya, ia memisahkan Lana dan suaminya secara paksa. Namun sayangnya, ia tidak memiliki hak apa- apa. “Aku tidak tahu, rahasia apa yang kalian sembunyikan. Tapi bukankah lebih baik kalian berpisah, dar
“Ehm. Sepertinya anda mulai mengibarkan bendera peperangan dengan keluarga kami.” Sontak saja, mereka bertiga langsung menoleh ke belakang dengan terkejut. Di mana di belakang mereka sudah ada Ayah Lana yang menatap mereka sinis dengan tangan yang bersedekap di dada. Tak lama kemudian, Ibu Lana dan Bi Ika datang menghampirinya. “Anakmu yang memulainya lebih dulu,” ketus Ibu Arthur. Membuat Ayah Lana langsung tertawa remeh. “Ajeng ... Ajeng. Selama sepuluh tahun kita menjadi besan, baru kali ini aku melihat topeng aslimu. Selama ini, kau selalu berpura- pura baik di depanku,” ujar Ayah Lana, disertai dengan senyuman remehnya. “Memangnya ada yang salah dari ucapanku? Aku hanya berbicara fakta, kalau anakmu yang memulai peperangan ini. Dia menghinaku, merendahkanku, dan juga memfitnah Arthur berselingkuh. Apa kau tidak tahu kelakuan buruk anakmu? Dia sangat kurang ajar dan tidak tahu diri,” balas wanita itu menggebu- gebu. “Sebelum kau berbicara seperti ini, apa kau sudah berkaca ter
Lana menyeret tangan Arthur menuju taman yang berada di samping rumah. Membiarkan orang tua mereka kembali bertarung dan beradu mulut. “Apa maksudmu? Bukankan kau bertahan denganku karena uang? Lalu kenapa, kau malah menolak tawaran dari Ayah? Jangan membuat semuanya semakin rumit! Ambil uangnya, dan ceraikan aku sekarang juga!” marah Lana, penuh dengan emosi. “Kau yakin, tidak mau memberiku kesempatan?” tanya Arthur, yang berhasil membuat Lana semakin geram. Saking gregetannya, wanita itu sampai menggertakkan gigi dan mengepal tangannya kuat. “Pertanyaan bodoh! Untuk apa juga, aku memberi kesempatan pada bajingan? Bahkan anakmu sendiri menginginkan orang tuanya untuk bercerai.” Arthur menghembuskan nafasnya sembari mengusap rambutnya kasar. Pikirannya benar- benar tidak karuan saat ini. “Aku janji, akan berubah menjadi lebih baik lagi. Aku juga akan memutuskan Sarah dan tidak akan menikahinya,” ujar Arthur. “Kau pikir aku percaya? Kau bahkan sudah mengatakan ini berkali- kali
Lana menggeram kesal sembari membanting ponselnya ke meja. Lelaki itu benar- benar menguji kesabarannya. Jika membunuh orang itu tidak dosa, mungkin sudah Lana lakukan dari dulu. “Ya Tuhan. Aku harus bagaimana,” keluh Lana, sembari mengusap wajahnya kasar. Setelah berpikir selama beberapa menit, Lana memutuskan untuk menemui lelaki itu. Bukan untuk bercinta, tetapi untuk menegosiasi agar Arthur meringankan persyaratannya. Apapun itu akan Lana lakukan, asal tidak bercinta. Bahkan jika Arthur meminta mobil baru, akan Lana belikan sekarang juga. Sesampainya di rumah, Lana langsung mendorong pintunya dengan kasar, hingga menimbulkan suara gebrakan yang begitu keras. Arthur yang sedang duduk santai di ruang tamu pun terkejut. Namun sedetik kemudian, ekspresinya berubah menjadi sangat songong dan menyebalkan. Lelaki itu menatap Lana sembari tersenyum menyeringai. Sementara itu, Lana hanya menatapnya datar. “Kau siap untuk bercinta, babe?” tanya Arthur, seraya menaik turunkan alisnya me
Setelah kegiatan panas yang dilakukan oleh pasangan suami istri itu selesai, Arthur langsung keluar dari kamar. Membiarkan Lana tidur dan beristirahat. Ia paham, istri cantiknya itu sedang kelelahan akibat kegiatan panas yang mereka lakukan mulai dari sore sampai malam. Arthur merasakan suasana yang berbeda dari rumah ini. Biasanya, rumah selalu ramai dengan suara keributan maupun canda tawa kedua anaknya. Tetapi saat ini terasa sangat sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan. Kedua anaknya sudah pindah ke rumah orang tuanya, sedangkan Bi Ika sudah pulang ke kampung halamannya. “Bahagia selalu ya. Maafkan Daddy, tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk kalian berdua,” ujar Arthur, seraya memandangi foto Lea dan Leo yang terpajang di dinding. “Jaga Mommy kalian. Jangan membuatnya bersedih. Cukup Daddy saja yang menyakiti hatinya,” monolognya lagi. “Tumbuhlah dengan baik. Buatlah Mommymu bangga dengan prestasimu.” Kemudian Arthur lantas berjalan ke living room. Mengambil ponselnya
“Kau benar- benar licik, Arthur! Aku sudah menyerahkan tubuhku kepadamu, tetapi kau masih ingin membongkar rahasiaku? Are you kidding me,” kesal Lana, sembari melempar Arthur dengan handuk yang ia pegang. “Kita main adil saja. Kau tutupi aibku? Maka akan ku tutup juga aibmu,” balas Arthur santai. “Kau ini – arrgghh... kenapa kau tega sekali denganku,” ujar Lana dengan mata berkaca- kaca. Sepertinya, kekesalannya benar- benar sudah berada di puncak. “Selama kau menyakitiku, apa aku pernah membalas? Selama kau berselingkuh dariku, apa aku pernah membalas juga? Selama kau pengangguran, apa aku pernah menyuruhmu mencari kerja? Tidak kan?! Aku selalu sabar menghadapimu. Tapi kenapa, di saat harga diriku diinjak- injak oleh selingkuhanmu, kau malah diam saja? Kau tidak berniat membelaku, dan kau sama sekali tidak menegur selingkuhanmu. Kenapa kau jahat sekali...” ujar Lana dengan berlinang air mata. Sementara itu, Arthur hanya terdiam menunduk sambil meremas jari- jemarinya. Kemudian Lan
Lana membanting tubuhnya di kasur. Hari ini benar- benar melelahkan baginya. Setelah sempat lega karena sudah memberikan klarifikasi, Lana kembali dibuat resah atas ancaman Arthur. Jika memang lelaki itu benar- benar akan membocorkan rahasianya. Demi Tuhan, Lana akan membawa anaknya pindah ke luar negeri. Ia tidak mau anaknya menjadi korban serangan kebencian dari semua orang, akibat skandal yang menimpa kedua orang tuanya. “Ya Tuhan... kepalaku pusing sekali,” gumam Lana, seraya memijit kepalanya. Lana bangun dari tidurnya dan berjalan menuju dapur. Apartemen yang Lana beli ini tidak terlalu besar, hanya terdapat satu kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu, dan dapur yang berhadapan langsung dengan ruang tamu. “Sepertinya aku harus membeli apartemen baru. Aku tidak bisa, hidup di tempat sempit seperti ini,” ujar Lana. Selesai membuat teh hangat, Lana lantas berjalan menuju balkon. Menikmati udara di malam hari dengan ditemani segelas teh hangat dan selimut tebal yang melilit d
Lana melangkahkan kakinya memasuki rumah yang saat ini ditinggali oleh Arthur. Pintu rumah tidak terkunci, namun ia tidak melihat siapa- siapa di dalamnya. Mungkin sedang keluar, pikirnya.Sambil menunggu Arthur muncul di depannya, Lana melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mencari air minum. Tak lama kemudian, Arthur keluar dari kamar dengan penampilan yang masih berantakan. Sepertinya pria itu baru saja terbangun dari tidur.Melihat Lana yang tiba- tiba berada di rumahnya, pria itu sedikit terkejut. Kemudian ia lantas mengikuti Lana yang saat ini sedang mendudukkan dirinya di sofa.“Sejak kapan kau di sini?” tanya Arthur, namun tidak dipedulikan oleh Lana. Wanita itu malah mengeluarkan sebuah map coklat dari dalam tasnya.“Tanda tangani surat ini,” ketus Lana seraya meletakkan map tersebut di atas meja.Arthur melirik wanita itu sekilas. Wajahnya terlihat judes seperti biasanya. Tidak ada senyuman manis yang terukir di bibirnya, dan tidak ada tatapan lembut dari matanya.Arthur me
Lana membanting tubuhnya di kasur. Hari ini benar- benar melelahkan baginya. Setelah sempat lega karena sudah memberikan klarifikasi, Lana kembali dibuat resah atas ancaman Arthur. Jika memang lelaki itu benar- benar akan membocorkan rahasianya. Demi Tuhan, Lana akan membawa anaknya pindah ke luar negeri. Ia tidak mau anaknya menjadi korban serangan kebencian dari semua orang, akibat skandal yang menimpa kedua orang tuanya. “Ya Tuhan... kepalaku pusing sekali,” gumam Lana, seraya memijit kepalanya. Lana bangun dari tidurnya dan berjalan menuju dapur. Apartemen yang Lana beli ini tidak terlalu besar, hanya terdapat satu kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu, dan dapur yang berhadapan langsung dengan ruang tamu. “Sepertinya aku harus membeli apartemen baru. Aku tidak bisa, hidup di tempat sempit seperti ini,” ujar Lana. Selesai membuat teh hangat, Lana lantas berjalan menuju balkon. Menikmati udara di malam hari dengan ditemani segelas teh hangat dan selimut tebal yang melilit d
“Kau benar- benar licik, Arthur! Aku sudah menyerahkan tubuhku kepadamu, tetapi kau masih ingin membongkar rahasiaku? Are you kidding me,” kesal Lana, sembari melempar Arthur dengan handuk yang ia pegang. “Kita main adil saja. Kau tutupi aibku? Maka akan ku tutup juga aibmu,” balas Arthur santai. “Kau ini – arrgghh... kenapa kau tega sekali denganku,” ujar Lana dengan mata berkaca- kaca. Sepertinya, kekesalannya benar- benar sudah berada di puncak. “Selama kau menyakitiku, apa aku pernah membalas? Selama kau berselingkuh dariku, apa aku pernah membalas juga? Selama kau pengangguran, apa aku pernah menyuruhmu mencari kerja? Tidak kan?! Aku selalu sabar menghadapimu. Tapi kenapa, di saat harga diriku diinjak- injak oleh selingkuhanmu, kau malah diam saja? Kau tidak berniat membelaku, dan kau sama sekali tidak menegur selingkuhanmu. Kenapa kau jahat sekali...” ujar Lana dengan berlinang air mata. Sementara itu, Arthur hanya terdiam menunduk sambil meremas jari- jemarinya. Kemudian Lan
Setelah kegiatan panas yang dilakukan oleh pasangan suami istri itu selesai, Arthur langsung keluar dari kamar. Membiarkan Lana tidur dan beristirahat. Ia paham, istri cantiknya itu sedang kelelahan akibat kegiatan panas yang mereka lakukan mulai dari sore sampai malam. Arthur merasakan suasana yang berbeda dari rumah ini. Biasanya, rumah selalu ramai dengan suara keributan maupun canda tawa kedua anaknya. Tetapi saat ini terasa sangat sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan. Kedua anaknya sudah pindah ke rumah orang tuanya, sedangkan Bi Ika sudah pulang ke kampung halamannya. “Bahagia selalu ya. Maafkan Daddy, tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk kalian berdua,” ujar Arthur, seraya memandangi foto Lea dan Leo yang terpajang di dinding. “Jaga Mommy kalian. Jangan membuatnya bersedih. Cukup Daddy saja yang menyakiti hatinya,” monolognya lagi. “Tumbuhlah dengan baik. Buatlah Mommymu bangga dengan prestasimu.” Kemudian Arthur lantas berjalan ke living room. Mengambil ponselnya
Lana menggeram kesal sembari membanting ponselnya ke meja. Lelaki itu benar- benar menguji kesabarannya. Jika membunuh orang itu tidak dosa, mungkin sudah Lana lakukan dari dulu. “Ya Tuhan. Aku harus bagaimana,” keluh Lana, sembari mengusap wajahnya kasar. Setelah berpikir selama beberapa menit, Lana memutuskan untuk menemui lelaki itu. Bukan untuk bercinta, tetapi untuk menegosiasi agar Arthur meringankan persyaratannya. Apapun itu akan Lana lakukan, asal tidak bercinta. Bahkan jika Arthur meminta mobil baru, akan Lana belikan sekarang juga. Sesampainya di rumah, Lana langsung mendorong pintunya dengan kasar, hingga menimbulkan suara gebrakan yang begitu keras. Arthur yang sedang duduk santai di ruang tamu pun terkejut. Namun sedetik kemudian, ekspresinya berubah menjadi sangat songong dan menyebalkan. Lelaki itu menatap Lana sembari tersenyum menyeringai. Sementara itu, Lana hanya menatapnya datar. “Kau siap untuk bercinta, babe?” tanya Arthur, seraya menaik turunkan alisnya me
Lana menyeret tangan Arthur menuju taman yang berada di samping rumah. Membiarkan orang tua mereka kembali bertarung dan beradu mulut. “Apa maksudmu? Bukankan kau bertahan denganku karena uang? Lalu kenapa, kau malah menolak tawaran dari Ayah? Jangan membuat semuanya semakin rumit! Ambil uangnya, dan ceraikan aku sekarang juga!” marah Lana, penuh dengan emosi. “Kau yakin, tidak mau memberiku kesempatan?” tanya Arthur, yang berhasil membuat Lana semakin geram. Saking gregetannya, wanita itu sampai menggertakkan gigi dan mengepal tangannya kuat. “Pertanyaan bodoh! Untuk apa juga, aku memberi kesempatan pada bajingan? Bahkan anakmu sendiri menginginkan orang tuanya untuk bercerai.” Arthur menghembuskan nafasnya sembari mengusap rambutnya kasar. Pikirannya benar- benar tidak karuan saat ini. “Aku janji, akan berubah menjadi lebih baik lagi. Aku juga akan memutuskan Sarah dan tidak akan menikahinya,” ujar Arthur. “Kau pikir aku percaya? Kau bahkan sudah mengatakan ini berkali- kali
“Ehm. Sepertinya anda mulai mengibarkan bendera peperangan dengan keluarga kami.” Sontak saja, mereka bertiga langsung menoleh ke belakang dengan terkejut. Di mana di belakang mereka sudah ada Ayah Lana yang menatap mereka sinis dengan tangan yang bersedekap di dada. Tak lama kemudian, Ibu Lana dan Bi Ika datang menghampirinya. “Anakmu yang memulainya lebih dulu,” ketus Ibu Arthur. Membuat Ayah Lana langsung tertawa remeh. “Ajeng ... Ajeng. Selama sepuluh tahun kita menjadi besan, baru kali ini aku melihat topeng aslimu. Selama ini, kau selalu berpura- pura baik di depanku,” ujar Ayah Lana, disertai dengan senyuman remehnya. “Memangnya ada yang salah dari ucapanku? Aku hanya berbicara fakta, kalau anakmu yang memulai peperangan ini. Dia menghinaku, merendahkanku, dan juga memfitnah Arthur berselingkuh. Apa kau tidak tahu kelakuan buruk anakmu? Dia sangat kurang ajar dan tidak tahu diri,” balas wanita itu menggebu- gebu. “Sebelum kau berbicara seperti ini, apa kau sudah berkaca ter
Mendengar penuturan Lana, tentu saja Gita langsung terkejut. Ia tidak tahu, rahasia apa yang disembunyikan oleh Lana sampai wanita itu takut menceraikan suaminya Tapi menurutnya, bukankah bertahan itu lebih menyakitkan dari pada melepaskan? “Kau diancam oleh Arthur?” tanya Gita. Lana mengangguk lemah. Baru kali ini, ia menunjukkan wajah melasnya di depan orang lain. Biasanya ia selalu terlihat garang, tegas dan berwibawa . “Apa itu menyangkut nama baikmu?” tanya Gita lagi. “Of course. Maka dari itu, aku tidak berani menceraikannya. Walau sebenarnya, aku berniat mengajukan cerai dalam waktu dekat. Tapi setelah aku pikir- pikir, aku tidak bisa menceraikannya saat ini. Aku belum siap kehilangan karirku.” Gita mendengus kesal. Ia jadi ikut pusing memikirkan rumah tangga Lana. Ingin rasanya, ia memisahkan Lana dan suaminya secara paksa. Namun sayangnya, ia tidak memiliki hak apa- apa. “Aku tidak tahu, rahasia apa yang kalian sembunyikan. Tapi bukankah lebih baik kalian berpisah, dar
“Sialan kau, Arthur! Waktu itu kau bilang, kalau kau sudah tidak menyukainya. Dan sekarang kau bilang, kalau kau masih mencintainya. Apa maumu, sialan!” geram Sarah. “Dasar aneh! Memang salah, kalau aku masih mencintai istriku?” “Jelas salah! Kau milikku sekarang!” “Jangan asal meng-klaim sesuatu yang belum tentu menjadi milikmu.” “Apa salahnya? Aku akan menjadi istrimu sebentar lagi.” “Jangan terlalu berharap. Bisa jadi Lana tidak menyetujui pernikahan kita.” “Ck. Kenapa kau jadi begini? Baru kemarin kau bilang, kalau kau akan menceraikan Lana dan menikahiku. Dan sekarang kau malah berkata seperti ini. Apa kau sudah gila? Kalau tidak berniat menikahiku, jangan menghamiliku bodoh!” “Memang siapa yang ingin kau hamil? Dari awal sudah kuingatkan untuk minum obat pencegah hamil, tapi kau selalu mengabaikanku.” “Oh, jadi kau tidak menginginkan bayi ini?” tanya Sarah, sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oke kalau begitu, batalkan saja pernikahan kita. Aku akan membesarkan bayi