Share

BAB 86

Penulis: Naomi Ataya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

BAB 86

"Rim, bikinkan aku kopi," ucap Hanif saat melihat Irma yang tengah membuat teh.

"Bikin aja sendiri. Punya tangan buat apa?"

"Kamu ini, makin hari kok makin kurang ajar sama aku, sih?"

"Ya kenapa? Kamu bukan abangku. Abangku bukan pencuri."

Setelah mengatakannya, Rima pergi ke kamar ibunya. Kondisi Wiyani sudah membaik. Kini ia malah sudah bisa diajak ngobrol.

"Abangmu ada, Rim?"

"Ada. Sudah lah, Bu, nggak usah bahas dia. Bikin darah tinggi aja."

Wiyani menggelengkan kepalanya. Ia mengerti rasa sakit hati anak perempuannya itu. Terlebih karena memikirkan Hanif, dirinya harus masuk ke rumah sakit.

"Ibu cuma sedih melihat abangmu malah jadi salah arah begitu, Rim. Dia satu-satunya orang yang akan menjadi tempatmu bersandar saat Ibu sudah berpulang nanti."

"Ibu kalau ngomong yang bener napa, Bu? Kenapa selalu ngomongnya gitu, sih? Ibu sudah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 87

    BAB 87"Aldi! Terserah, ya! Gue dah nurunin harga diri buat ngomong gini sama lu. Jangan kelewatan, Di. Yang ada nyokap lu ga bahagia hidupnya kalau lu egois begini. Lu terlalu takut pada sesuatu yang bahkan udah gue jamin nggak bakal terjadi itu," ucap Haikal sambil beranjak pergi. Aldi terdiam mendengar ucapan Haikal. Sudut hatinya membenarkan, namun sisi hati yang lain berusaha menampik. Ah, kenapa ka menjadi egois sekali? "Jeno! Jen!" teriak Ibra. Namun, anak sulungnya itu tak mau berbalik dan terus melangkan meninggalkan cafe. "Kalau begitu, Om pamit dulu, Di. Ini, tolong kasih ke Mamamu. Katanya tadi sakit lagi, Om mau ke sana tapi nggak enak sama kalian. Semoga Mamamu cepat sembuh, ya." Aldi masih mematung. Memang apa yang ia harapkan lagi? Di saat Vania sudah mendapatkan orang yang benar-benar mencintainya? "Om, apa benar Om mencintai Mama?" tanya Aldi saat Ibra sudah menjauh untuk mengejar Haikal

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 88

    BAB 88__Hanif mematung, ia menatap adiknya tak percaya. "Butuh bukti?" tanya Rima datar. "Ya iyalah, mana mungkin Ibu memberikan rumah ini untukmu, sudah jelas warisan anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan!" sengit Hanif. Ia tak terima jika rumah mewah ini beralih menjadi milik adiknya, jelas ia ingin menguasai semua harta ibunya. "Kurasa di otakmu itu hanya ada 'harta' ya, Bang. Bahkan, kondisi Ibu belum pulih sepenuhnya, Abang malah mau mabuk-mabukan di rumah!" ketus Rima seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Hanif mendengkus, "halah, munafik kamu itu, Rim. Aku tahu, kamu juga pasti pingin hartanya Ibu, kan?" Rima geleng-geleng kepala, entah ke mana wibawa yang ada dalam diri abangnya, yang ia lihat sekarang abangnya begitu serampangan. "Hentikan semua ini, atau kubuat kalian semua angkat kaki dari rumah ini dengan cara lain?" ancam Rima. "Bulshit!" sahut Hanif. "Udah Bro, lanjut aja! Enggak usah dengarin omongan orang gila, ini rumahku, kita bebas berp

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 89

    BAB 89 "Hentikan pesta mirasnya! Kalian semua sungguh tak beradab!" ucap Tio, Pak RT di tempat Hanif. Hanif dan yang lain baru minum beberapa gelas, sehingga masih sadar dan gelagapan. Terlebih, banyak warga yang ternyat ikut dalam penggerebekan pesta miras yang dilakukannya. Hanif melirik ke arah Rima, adiknya itu hanya tersenyum sinis dari dalam kamarnya yang bisa dilihat dari luar. "Kami hanya minum sedikit, Pak. Tak ada pesta miras," elak Hanif. Tio tak mempercayainya dan langsung masuk ke dalam rumah, ia mendapati sepuluh botol minuman yang baru terbuka dua botol. "Astaghfirullah! Jangan mencemari lingkungan kita dengan hal beginian dong, Pak! Mencoreng nama baik kampung kita namanya," ucap Tio. "Saya minum di rumah saya sendiri, bukan di rumah Bapak. Jadi berhenti ikut campur!" Hanif tak bisa menahan emosinya. "Tetap saja, Pak. Apalagi di rumah ini ada Bu Wiyani yang sakit dan merasa terganggu," ucap Tio. "Alah Pak Tio kalau mau ikut mah bilang aja, nggak usah bawa nenek

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 90

    BAB 90 "Kenapa, Van?" tanya Raisa. "Ibu di rumah sakit, kritis katanya." "Terus lu mau ke sana?" Vania mengangguk, ia segera mengambil tas dan menuju mobil. Setelah bundanya meninggal, hanya Wiyani satu-satunya wanita yang memedulikannya. Itu sebabnya, ia merasa sedih mendengar berita ini. "Biar aku yang nyetir." Vania menyerahkan kunci mobilnya ke Raisa, lalu masuk ke kursi penumpang. Tubuhnya bergetar sedari tadi. Apalagi Rima bilang jika Wiyani dalam kondisi kritis. "Nanti nggak apa-apa kalau ketemu Hanif?" tanya Raisa. "Ya nggak papa, lagian sudah masa lalu. Mau sampai kapan kita ngeliat ke belakang terus." "Bener." Setengah jam kemudian, mereka sampai di rumah sakit tempat Wiyani dirawat. Vania segera menemui Rima. Wanita itu tampak pucat dan khawatir. Yah, bagaimanapun hanya Wiyani yang ia punya. Terlebih Reza sudah menceraikannya. "Mira mana, Rim?" tanya Vania pada Rima. "Mira aku titipkan di Bu Yati, Kak. Nggak mungkin kubawa ke sini." Vania mengelus punggung Rima

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 91

    BAB 91 __Vania bergeming, ia ingin segera meresmikan hubungan mereka tapi disudut hatinya masih terselip keraguan. Terlebih ayahnya, berulang kali memperingatinya untuk tak terlalu cepat membangun pernikahan lagi. Ia meletakkan ponselnya di nakas, lalu membersihkan diri di kamar mandi. Setelah memakai piyama tidurnya, Vania merebahkan tubuhnya yang lelah ke atas ranjang."Apa dua tahun menjanda itu terlalu singkat?" gumamnya. Vania meraih ponselnya di nakas, ia kembali membuka aplikasi perpesanan. Saat membuka ruang chat bersama Ibra, lelaki itu tampak tengah online. [Van, apa kamu keberatan?] pesan dari Ibra mengejutkannya. "Bukan keberatan, Mas, aku hanya terlalu takut." Vania bermonolog, tanpa berniat membalas pesan dari Ibra. Karena terlalu lelah, ia terbuai ke alam mimpi. Tubuhnya sudah sangat lelah, seharian bekerja dan tadi harus membantu mantan adik iparnya di rumah sakit. _Hanif menatap layar ponselnya, ia sejak tadi menghubungi Lia tapi tak kunjung ada jawaban. Bahk

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 92

    BAB 92 Keadaan Wiyani semakin parah. Terlebih Hanif benar-benar sudah tak memiliki uang andai terlalu lama berada di rumah sakit. "Lalu gimana, Bang? Jika Ibu dilepas semua kabel yang menancap di tubuhnya, maka Ibu tak bisa bertahan. Sebagai anak laki-laki, ini sudah menjadi tanggung jawabmu. Apalagi, Abang kemarin sudah menjual tanah Ibu. Andai semua ditelusuri, akar dari sakitnya Ibu adalah Abang, karena sudah memaksa untuk menjual harta Ibu, demi memuaskan napsu istrimu itu." Hanif tersentak mendengar ucapan Rima. Belakangan ini, ia memang merasa berbeda. Kadang, hati dan otaknya tidak sinkron. Apa yang diucapkan oleh Lia, maka ia akan menuruti semuanya. "Abang akan coba bicara sama Lia dan minta uangnya," ucap Hanif sambil berpamitan pulang. "Bukan mencoba, tapi Abang memang harus bicara sama dia. Jangan mau dibodohi, Bang. Bang Hanif itu pintar!" Hanif tak menyahuti ucapan Rima. Ia merasa seperti baru saja bangun dari tidur panjangnya. Hanif menghela napas, lalu melajukan m

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 93

    BAB 93__"Jadi, kapan rencana kalian mau akad nikah?" tanya Raisa, ketika mengunjungi sahabatnya di butik. Vania mendelik pada sahabatnya yang bertanya dengan volume suara yang sangat kencang, mengundang perhatian pelanggan butik. "Kebiasaan deh!" Raisa terkekeh, "jadi kapan?" "Belum tahu sih, kapannya. Mas Ibra masih ada urusan bisnis di luar kota, ya kemungkinan sebulanan lagi, lah. Kamu sendiri kapan, nikah lagi?" tanya Vania balik, seraya tersenyum mengejek. "Ntarlah, mau nyari berondong dulu. Kayaknya yang muda lebih menggoda," sahut Raisa genit seraya mengedipkan sebelah matanya. Mereka berdua tergelak bersama, perhatian Vania teralihkan dengan kedatangan sang putri membawa rombongan temannya. "Mama!" Anna menghampiri mamanya. "Teman-temanku lagi cari dress buat acara ulang tahun kakak tingkat kami, Ma. Boleh, kan?" ucap Anna, seraya menatap mamanya. "Boleh dong, kamu juga pilih aja sana!" "Nanti Tante kasih diskon, tigapuluh persen!" bisik Raisa seraya mengerlingkan

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 94

    BAB 94 __Setelah Haikal puas menumpahkan air matanya, Vania mengambilkan tissue dan mengusap air mata anak lelaki yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarganya. "Kenapa seperti ini?" tanya Vania lembut. "Aku cuma pengen diperhatikan, Mama, Nte. Apa aku salah minta diperhatikan sama orang tua walaupun sebentar?" lirihnya. "Enggak salah, kok. Sebagai anak, memang sudah seharusnya kamu mendapat perhatian dari orang tua. Tapi, terkadang kami para orang tua tak bisa mengekspresikan perhatian dan bentuk kasih sayang kami ke anak." Haikal menatap calon istri papanya sendu, ia iri dengan Anna dan Aldi yang tetap bahagia meskipun hanya tinggal bersama ibu tunggal. Sementara dirinya, tak diacuhkan. "Kenapa Mamaku enggak bisa seperti Tante?" Ibu beranak dua itu bergeming, ia bingung hendak menjawab pertanyaan Haikal seperti apa. Ia takut semakin memperkeruh hubungan antara Haikal dan mamanya. "Jangan seperti ini, Nak. Mungkin kamu kecewa karena perlakuan orang tuamu, sehingga

Bab terbaru

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 117

    BAB 117 | ENDING __"Masakanmu enak juga, Na!" celetuk Haikal. Anna mendengkus pelan, "heh, kamu pikir makanan yang kita makan di rumah Mama itu masakan Mama? Itu masakanku, bodoh!" Lelaki jangkung itu tergelak, "kamu kenapa suka banget sih ngomong kasar, padahal anak-anak di kelasku pada bilang kamu tuh positif vibes, lemah lembut." Mendengar ucapan mantannya itu membuat Anna memberengut kesal. "Yang tahu-tahu aja lah, lagian aku enggak peduli sama penilaian orang." "Iya juga sih, makanya kamu mau aja nerima aku yang brengsek ini. Padahal aku terkenal bad boy," sahut Haikal, mengenang saat pertama kali ia kenal dengan Anna. Gadis berambut panjang itu terkekeh, "jujur sih, aku cuma penasaran aja pacaran sama bad boy." Haikal mendelik, "jadi semua kata rindu dan cintamu itu dusta?" Mereka saling tatap, lagi jantung Anna berdebar ketika bersitatap dengan pemilik iris mata cokelat itu. "Iya, dusta." Anna memalingkan wajahnya. Haikal terkekeh, ia tahu gadis di hadapannya itu ha

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 116

    BAB 116___Anna bergeming mendengar kata rindu yang keluar dari bibir mantan kekasihnya, seandainya saat ini status mereka bukan saudara tiri, mungkin ia akan memeluk Haikal menumpahkan kerinduan yang menumpuk di hatinya. Tapi, ia harus mengubur rasa cinta dan rindu di hatinya. Rasanya tak etis, jika diantara mereka memiliki hubungan lebih dari saudara. "Waras kan, lu?" ketus Anna, seraya membuang wajah. Ia tak mau berlama-lama menatap wajah Haikal, pertahanannya bisa goyah. Haikal menyentak napas kasar, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar stres karena tak lagi bisa memiliki Anna, ia juga masih memiliki rasa pada mantan kekasihnya. Meskipun ia sudah berkali-kali mencari pengganti Anna, tapi tak ada yang bisa menggantikan wanita itu di hatinya. Hanya dengan Anna, ia merasakan ketulusan. "Lu mau balapan, ya?" tanya Anna to the point. "Tahu dari mana?" "Dari Tere." Haikal mendengkus pelan, "kalau iya kenapa?" "Kamu enggak kasihan sama Mama Papa?" tanya Anna. Lelaki

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 115

    BAB 115__Vania terkejut ketika melihat anak bungsunya tergeletak di depan pintu kamar mandi. "Mas tolong!" teriak Vania, seraya menghampiri putrinya. Aldi dan Ibra yang masih berada di rumah, bergegas menghampiri Vania. Darah mengalir dari hidung Sela, membuat mereka semakin panik. "Kita ke rumah sakit aja, Ma!" ucap Ibra.Ibra mengangkat tubuh putrinya, sementara Aldi bergegas menyiapkan mobil. Dengan terburu-buru mereka pergi ke rumah sakit, bahkan tak sempat mengunci pintu. Tubuh Sela sangat panas, ada ruam merah di bagian lengan dan betis Sela. Sepanjang jalan, Aldi berusaha fokus, terlebih jalanan ibu kota di pagi hari sangatlah padat.Setelah menempuh perjalanan duapuluh menit, mereka sampai di lobby Instalasi Gawat Darurat. Mereka disambut oleh perawat dan dokter yang berjaga di bagian IGD. Ibra benar-benar cemas dengan kondisi anaknya, ia merasa bersalah karena tak punya banyak waktu untuk sang anak. Terlebih Sela jarang menghubunginya, putrinya bahkan tak pernah mereng

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 114

    BAB 114Sela memeluk Anna, ia mencurahkan kesedihan dan juga kesepian yang ia alami. "Tapi, semenjak aku tinggal di sini, aku tak lagi merasakan kesepian seperti ketika aku tinggal di rumah mama. Meskipun Papa masih sering keluar kota, tapi ada mama Vania yang setia menemaniku.""Lah itu, kita hanya perlu mengambil Sisi baiknya dan membuang Sisi buruknya dari semua kejadian yang kita alami. Sekarang kamu tidak sendirian, ada aku dan Bang Aldi serta Mama."Sela mengangguk, ia sadar selama ini telah salah karena menganggap Kakak tirinya itu sebagai saingan. Padahal mereka telah bersikap baik kepada dirinya, tapi Sela terlalu serakah. Menginginkan hal yang lebih dari apa yang ia terima. --Rima membuatkan Abangnya kopi, semalam waktu hari sampai rumah, Ia sibuk dengan Mira yang tengah sakit. "Gimana, Bang? Ketemu?" "Ada, Rim. Tapi pas sampai sana aku kaget banget ngelihat dia sudah tergeletak.""Apa? Maksudnya dibunuh?" tanya Rima."Aku nggak tahu, tapi mungkin nanti pemilik rumah ak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 113

    BAB 113Hanif dan orang-orang melihat Lia yang tergeletak di lantai. Darah merembes ke lantai hingga sampai ke bagian tubuh Lia."Astagfirullah!"Hanif bersama pemilik rumah mengangkat tubuh dia dan memindahkannya ke tempat yang lebih bersih. Pemilik rumah memeriksa denyut nadi wanita yang tengah Hamil 3 Bulan itu."Masih ada nadinya, sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit.""Iya, Pak."Pemilik rumah membawa mobilnya yang berupa angkot, lalu Hanif menyetirnya. Sementara Lia di belakang bersama istri pemilik rumah.Aldi, Anna, dan Teresa segera naik ke mobil Hanif. Mereka mengikuti dari belakang hingga akhirnya sampai di rumah sakit umum yang tak jauh dari kontrakan Lia."Aku takut banget, Bang. Kita kan ke sini cuma mau menemui tante Lia, kenapa malah jadi adegan trailer begini.""Sudah, Nggak papa, An. Kita mana tahu kalau kejadiannya bakal begini."Anna dan Teresa mengangguk, Mereka pun menunggu di kantin rumah sakit bersama dengan Aldi.Tak lama kemudian, Hanif datang dan mengab

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 112

    BAB 112Malam harinya, Anna pulang ke rumah Vania untuk izin besok menemani ayahnya ke luar kota. Aldi yang mendengarnya menentang keras keinginan Anna. "Kita nggak tahu, perempuan itu di luar sana dilindungi oleh siapa. Bagaimana kalau kalian datang ke sana dan banyak preman? Papa itu nggak jago kelahi, kalau nanti kamu dan Tere diapa-apain bagaimana?""Betul itu, Nak. Mama juga khawatir kalau kamu ikut pergi Papa keluar kota, Papa Ibra pun pasti tak akan mengizinkan. Kamu ini anak perempuan, Kenapa papamu tak mengajak abang sekalian?" Anna mengangguk, Ia pun menghubungi Hanif dan mengabarkan jika Vania tak mengizinkan apabila Aldi tak diajak serta. "Papa tak mau mengajak, tapi kamu tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Abangmu."" Coba papa ngomong sendiri sama Abang, barangkali dia mau. Apalagi tadi yang paling menentang itu dia daripada Mama." Hanif merenungkan ucapan Anna sewaktu menelepon tadi, Ia pun mencari kontak Aldi dan menghubunginya. Sayangnya, telepon itu tak kunjun

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 111

    BAB 111__Anna menyadari perubahan ekspresi pada adik tirinya, ia cukup peka dengan suasana hati orang sekitarnya. Terlebih adik tirinya itu, tak bisa menyembunyikan wajah tak sukanya. "Kalian sudah makan siang?" tanya Vania."Sudah kok, Ma. Oh iya, Ma, kami masih ada yang mau dicari, kayaknya enggak bisa lama-lama di sini, Anna duluan ya!" ucap Anna seraya memberi kode pada Tere untuk beranjak. Anna mencium punggung tangan Vania. "Have fun ya sama Mama." Ia menepuk adik tirinya. Sebagai kakak, ia tak ingin egois. Terlebih ia tahu, Sela kekurangan kasih sayang dari mama kandungannya, kali ini ia memberi kesempatan pada mama dan adik tirinya untuk pendekatan. Teresa menatap sahabatnya kebingungan, "ada sesuatu ya diantara lu sama adik tiri lu?" Yang ditanya mengendikkan bahu, "gue cuma memberi ruang untuk mereka, gue sudah banyak mendapatkan kasih sayang berlimpah dari Mama, berbeda dengan Sela." "Tumben pemikiran lu dewasa, padahal waktu masalah bokap lu, udah kek reog!" cele

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 110

    BAB 110Anna dan Haikal sudah kembali ke kost-annya, rumah terasa sepi lagi karena Anna lah yang begitu banyak bicara. "Ma, Aldi kuliah dulu, ya?""Iya, Nak. Hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, hubungi Mama."Aldi mengangguk, lalu keluar melewati Sela yagng tengah duduk di ruang tamu. Dalam hati ela semakin iri dengan anak-anak Vania, karena ia tak pernah bermanja dan juga diperhatikan opleh ibu kandungnya sendiri. Vania melanjutkan pekerjaan, setelah Mbak Inah memutuskan untuk berhenti kerja karena akan menikah, Vania merasa tenang-tenang saja karena semua ada yang menghandlenya. Namun sekarang, ia sendiri kewalahan mengatur jam kerja dan juga jam bebenah rumah. Sela memperhatikan Vania yang tengah menyapu, ingin rasanya ia menawarkan bantuan, ttapi ia sendiri malu. Vania pun bukan perempuan yang tidak peka, ioa sebenarnya tahu jika Sela sedari tadi memperhatikannya. "Sela, bisa bantu Mama ngepel, Nak? Mama mau mandi dulu." "Iya, Ma." Sela yang memang sedang libur sekolah ka

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 109

    BAB 109__"Mama, Anna kangen!" pekik Anna ketika sampai di rumah. Anak gadis Vania itu memeluk sang mama dari belakang, Vania terkekeh dibuatnya. Ia juga merindukan sang putri, terlebih ini pertama kalinya mereka hidup terpisah dalam waktu lama. "Mama juga kangen, Sayang!" ucap Vania, seraya membalik tubuhnya. Ibu dan anak itu saling menumpahkan rindu, karena sudah lama ia tak pulang sejak tugas-tugas kuliahnya yang semakin banyak. Bahkan untuk membalas pesan mamanya pun, ia mencuri-curi waktu. "Gimana kuliahnya, lancar?'' tanya Vania. Anna mengangguk, "meskipun kepala hampir pecah, tapi aku bisa melaluinya." "Hebatnya anak Mama!" Anna membantu sang mama membersihkan sayuran, malam ini rencananya mereka akan makan bersama. "Sela mana, Ma? Kok aku enggak ada lihat dia dari tadi?" tanya Anna. "Di kamar sih tadi, dia juga lagi sibuk-sibuknya ngerjakan tugas sekolah." "Oh, gitu. Sela baik kan, sama Mama?" tanya Anna lagi. Vania mengangguk, wanita itu terdiam sejenak. Ia menghe

DMCA.com Protection Status