Share

BAB 92

Author: Naomi Ataya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

BAB 92

Keadaan Wiyani semakin parah. Terlebih Hanif benar-benar sudah tak memiliki uang andai terlalu lama berada di rumah sakit.

"Lalu gimana, Bang? Jika Ibu dilepas semua kabel yang menancap di tubuhnya, maka Ibu tak bisa bertahan. Sebagai anak laki-laki, ini sudah menjadi tanggung jawabmu. Apalagi, Abang kemarin sudah menjual tanah Ibu. Andai semua ditelusuri, akar dari sakitnya Ibu adalah Abang, karena sudah memaksa untuk menjual harta Ibu, demi memuaskan napsu istrimu itu."

Hanif tersentak mendengar ucapan Rima. Belakangan ini, ia memang merasa berbeda. Kadang, hati dan otaknya tidak sinkron. Apa yang diucapkan oleh Lia, maka ia akan menuruti semuanya.

"Abang akan coba bicara sama Lia dan minta uangnya," ucap Hanif sambil berpamitan pulang.

"Bukan mencoba, tapi Abang memang harus bicara sama dia. Jangan mau dibodohi, Bang. Bang Hanif itu pintar!"

Hanif tak menyahuti ucapan Rima. Ia merasa seperti baru saja bangun dari tidur panjangnya. Hanif menghela napas, lalu melajukan m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 93

    BAB 93__"Jadi, kapan rencana kalian mau akad nikah?" tanya Raisa, ketika mengunjungi sahabatnya di butik. Vania mendelik pada sahabatnya yang bertanya dengan volume suara yang sangat kencang, mengundang perhatian pelanggan butik. "Kebiasaan deh!" Raisa terkekeh, "jadi kapan?" "Belum tahu sih, kapannya. Mas Ibra masih ada urusan bisnis di luar kota, ya kemungkinan sebulanan lagi, lah. Kamu sendiri kapan, nikah lagi?" tanya Vania balik, seraya tersenyum mengejek. "Ntarlah, mau nyari berondong dulu. Kayaknya yang muda lebih menggoda," sahut Raisa genit seraya mengedipkan sebelah matanya. Mereka berdua tergelak bersama, perhatian Vania teralihkan dengan kedatangan sang putri membawa rombongan temannya. "Mama!" Anna menghampiri mamanya. "Teman-temanku lagi cari dress buat acara ulang tahun kakak tingkat kami, Ma. Boleh, kan?" ucap Anna, seraya menatap mamanya. "Boleh dong, kamu juga pilih aja sana!" "Nanti Tante kasih diskon, tigapuluh persen!" bisik Raisa seraya mengerlingkan

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 94

    BAB 94 __Setelah Haikal puas menumpahkan air matanya, Vania mengambilkan tissue dan mengusap air mata anak lelaki yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarganya. "Kenapa seperti ini?" tanya Vania lembut. "Aku cuma pengen diperhatikan, Mama, Nte. Apa aku salah minta diperhatikan sama orang tua walaupun sebentar?" lirihnya. "Enggak salah, kok. Sebagai anak, memang sudah seharusnya kamu mendapat perhatian dari orang tua. Tapi, terkadang kami para orang tua tak bisa mengekspresikan perhatian dan bentuk kasih sayang kami ke anak." Haikal menatap calon istri papanya sendu, ia iri dengan Anna dan Aldi yang tetap bahagia meskipun hanya tinggal bersama ibu tunggal. Sementara dirinya, tak diacuhkan. "Kenapa Mamaku enggak bisa seperti Tante?" Ibu beranak dua itu bergeming, ia bingung hendak menjawab pertanyaan Haikal seperti apa. Ia takut semakin memperkeruh hubungan antara Haikal dan mamanya. "Jangan seperti ini, Nak. Mungkin kamu kecewa karena perlakuan orang tuamu, sehingga

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 95

    BAB 95 Sela mengantarkan baju ganti Haikal ketika pulang sekolah. Gadis SMA itu sudah meminta mamanya untuk mengantarkan, tapi Hikmah sendiri tak mau karena sang suami minta diantarkan ke suatu tempat. "Hidup dengan Papa sebenarnya nggak buruk, tapi Mama selalu berhasil merayuku saat kami ingin pergi. Jika sedang begini, Mama pasti akan tak peduli." Shela menghela napasnya, lalu berjalan menuju ruangan Haikal. Sampai sana, ia terkejut melihat Vania yang sedang menyuapi kakaknya. "Tante, kenapa di sini? Apa Papa yang mengabari?" tanya Shela. "Iya, Nak. Papamu yang minta supaya Tante je sini karena sedang di luar kota," jawab Vania seraya tersenyum. Ia bersyukur karena anak-anak Ibra tampak baik dan mau menerimanya. Kebanyakan anak korban perceraian akan saling acuh, bahkan pada calon ayah atau ibu tiri mereka. Namun tidak dengan anak-anak Ibra, mereka begitu mau menerima kehadiran Vania. "Makasih banyak ya, Tante Vania. Malah jadi merepotkan," ucap Sela seraya tersenyum. "Nggak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 96

    BAB 96 Vania sekeluarga pergi ke rumah Wiyani. Begitupula dengan Rahman. Meski muak melihat mantan menantunya, tapi Wiyani adalah sahabatnya. Semasa hidupnya, ia telah baik sebagai seorang mertua. "Oma, kenapa ninggalin kita, Ma?" tanya Anna. Ia dan Wiyani dulu begitu dekat, tidak seperti Wiyani dengan Aldi. Sepanjang perjalanan, Vania menangis. Teringat dengan jasa-jasa yang telah diberikan oleh mantan mertuanya dulu."Sabar, Sayang. Umur, rezeki, itu hak mutlak milik Allah. Kita nggak bisa ngomongin begitu." Ana memeluk mamanya, sementara Aldi mengebut membelah kota Jakarta. Sampai di sana, rupanya jenazah belum pulang. Vania mengambil kunci yang diletakkan di bawah pot bunga, lalu membukanya. Lagi, luruh lah air mata Vania. Terbayang kembali kenangan-kenangan semasa mertuanya itu masih hidup. "Ibu, semoga amal ibadahmu diterima di sisi Allah." Vania segera membereskan rumah, sementara Rahman ke rumah RT untuk meminjam kursi. RT yang tak tahu apapun, merasa terkejut dengan be

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 97

    BAB 97__Lia terkejut karena mendapat tamparan begitu keras di hadapan keluarga suaminya, rasa sakit dan panas yang menjalar di wajahnya berubah menjadi malu. "M-mas, k-kamu kok tega sama aku?" lirihnya seraya menatap Hanif mengiba, berharap sang suami berada dipihaknya. 'Sialan, reaksi jampi-jampi dari Mbah Jono kayaknya sudah hilang. Kenapa cepat sekali?' rutuknya dalam hati. "Tega kamu bilang? Yang tega itu kamu, bisa-bisanya saat aku kesusahan kamu malah pergi entah ke mana. Bahkan aku ke rumah Kikan, tak ada kamu di sana!" cecar Hanif, membuat Lia terperangah. Kikan tak ada mengatakan apapun padanya, ia pikir Hanif tak akan mungkin ke rumah anaknya. "M-mas, aku bisa jelasin!" ucap Lia berusaha menarik kembali perhatian suaminya. Hanif mendengkus, melihat wajah Lia entah kenapa ia merasa muak. Rasanya ia begitu membenci wanita yang tengah menangis di hadapannya, bahkan ia merasa tangisan istrinya itu hanya dibuat-buat. "Pergi dari hadapanku." "Mas!" rengek Lia. "Pergi."

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 98

    BAB 98 __Setelah tiga hari membantu acara tahlilan di rumah mendiang mertuanya, Vania dan kedua anaknya memutuskan pulang terlebih Haikal juga sudah keluar dari rumah sakit. Vania meminta tolong pada Raisa untuk menjemput kedua anak tirinya. "Jadi, Shela sama Haikal mau tinggal sama kita, Ma?" tanya Aldi. "Iya, Bang, kamu setuju, kan?" Aldi mengangguk, berusaha menerima keadaan bahwa sebentar lagi ia akan memiliki keluarga baru. "Jangan terlalu keras dengan Haikal ya, Bang. Kalau bisa, kamu ajak dia pelan-pelan ke arah yang baik," nasihat Vania. "Iya, Ma." Sesampainya di rumah, Vania membersihkan diri. Ia juga sudah memberitahu anak-anaknya untuk berbagi kamar dengan Haikal dan Shela. Usai memakai pakaian bersih, Vania duduk di teras menunggu kedatangan Raisa. "Ma, Anna mau ke rumah Iren dulu ya, ada tugas kuliah!" ucap Anna yang sudah rapi memakai blouse berwarna biru cerah dipadukan dengan kulot berwarna putih. "Lama?" tanya Vania. "Mungkin pulangnya maghrib, Ma, enggak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 99

    BAB 99___Rima terkekeh mendengar ucapan Lia yang begitu percaya diri, ia melanjutkan langkahnya meninggalkan pasangan suami istri itu di rumah. Tentu saja ia bisa tenang meninggalkan rumah, karena semua aset penting sudah ia amankan. Mereka tak akan menemukannya, meskipun sampai membalik seluruh isi rumah. "Semua tak akan sesuai rencanamu, Lia." Setelah menyumbangkan pakaian milik ibunya, Rima memutuskan untuk bertemu dengan kedua ponakannya. Ia sudah berjanjian dengan Anna sebelumnya, mereka akan bertemu di cafe tak jauh dari rumah kakak iparnya. Sesampainya di cafe, ia mengambil duduk dibagian sudut ruangan agar pembicaraan mereka lebih aman dan tak didengar orang lain. Rima menghubungi keponakannya, mengabarkan bahwa ia sudah sampai di cafe. Setelah menunggu hampir limabelas menit, sepasang anak kembar itu datang dengan wajah sumringah menghampirinya. "Maaf ya, Nte, lama. Tadi tuh jemputin Bang Aldi dulu, Anna juga baru selesai ngerjakan tugas di rumah teman," ucap Anna ser

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 100

    BAB 100__Lia terperanjat mendengar ucapan adik iparnya."Silakan tinggalkan abangku atau kutendang dengan cara tidak hormat dari rumah ini?" bisik Rima. Mereka saling beradu tatap, Lia menghentakkan kakinya meninggalkan Rima sendirian. Wajah wanita itu merah padam, ia benar-benar malus sekaligus kesal. Saat hendak masuk ke kamar suaminya, pintunya terkunci. Ingin sekali ia berteriak memaki semua orang yang ada di rumah ini. "Bangsat, aku harus mengatur strategi baru!" Lia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah. Harga dirinya seperti diinjak-injak oleh iparnya, ia tak mau mengalah begitu saja. Akan ia pastikan yang akan keluar dari rumah ini bukanlah dirinya tapi adik iparnya. Saat tengah melamun memikirkan strategi baru untuk memuluskan rencananya, Hanif keluar kamar, ia menatap sang istri yang duduk di sofa dengan datar. Hanif menghampiri istrinya, dan duduk di sofa yang bersebelahan dengan Lia. "Mas, kamu baru bangun?" tanya Lia lembut, berusaha mengambil hati suaminya

Latest chapter

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 117

    BAB 117 | ENDING __"Masakanmu enak juga, Na!" celetuk Haikal. Anna mendengkus pelan, "heh, kamu pikir makanan yang kita makan di rumah Mama itu masakan Mama? Itu masakanku, bodoh!" Lelaki jangkung itu tergelak, "kamu kenapa suka banget sih ngomong kasar, padahal anak-anak di kelasku pada bilang kamu tuh positif vibes, lemah lembut." Mendengar ucapan mantannya itu membuat Anna memberengut kesal. "Yang tahu-tahu aja lah, lagian aku enggak peduli sama penilaian orang." "Iya juga sih, makanya kamu mau aja nerima aku yang brengsek ini. Padahal aku terkenal bad boy," sahut Haikal, mengenang saat pertama kali ia kenal dengan Anna. Gadis berambut panjang itu terkekeh, "jujur sih, aku cuma penasaran aja pacaran sama bad boy." Haikal mendelik, "jadi semua kata rindu dan cintamu itu dusta?" Mereka saling tatap, lagi jantung Anna berdebar ketika bersitatap dengan pemilik iris mata cokelat itu. "Iya, dusta." Anna memalingkan wajahnya. Haikal terkekeh, ia tahu gadis di hadapannya itu ha

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 116

    BAB 116___Anna bergeming mendengar kata rindu yang keluar dari bibir mantan kekasihnya, seandainya saat ini status mereka bukan saudara tiri, mungkin ia akan memeluk Haikal menumpahkan kerinduan yang menumpuk di hatinya. Tapi, ia harus mengubur rasa cinta dan rindu di hatinya. Rasanya tak etis, jika diantara mereka memiliki hubungan lebih dari saudara. "Waras kan, lu?" ketus Anna, seraya membuang wajah. Ia tak mau berlama-lama menatap wajah Haikal, pertahanannya bisa goyah. Haikal menyentak napas kasar, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar stres karena tak lagi bisa memiliki Anna, ia juga masih memiliki rasa pada mantan kekasihnya. Meskipun ia sudah berkali-kali mencari pengganti Anna, tapi tak ada yang bisa menggantikan wanita itu di hatinya. Hanya dengan Anna, ia merasakan ketulusan. "Lu mau balapan, ya?" tanya Anna to the point. "Tahu dari mana?" "Dari Tere." Haikal mendengkus pelan, "kalau iya kenapa?" "Kamu enggak kasihan sama Mama Papa?" tanya Anna. Lelaki

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 115

    BAB 115__Vania terkejut ketika melihat anak bungsunya tergeletak di depan pintu kamar mandi. "Mas tolong!" teriak Vania, seraya menghampiri putrinya. Aldi dan Ibra yang masih berada di rumah, bergegas menghampiri Vania. Darah mengalir dari hidung Sela, membuat mereka semakin panik. "Kita ke rumah sakit aja, Ma!" ucap Ibra.Ibra mengangkat tubuh putrinya, sementara Aldi bergegas menyiapkan mobil. Dengan terburu-buru mereka pergi ke rumah sakit, bahkan tak sempat mengunci pintu. Tubuh Sela sangat panas, ada ruam merah di bagian lengan dan betis Sela. Sepanjang jalan, Aldi berusaha fokus, terlebih jalanan ibu kota di pagi hari sangatlah padat.Setelah menempuh perjalanan duapuluh menit, mereka sampai di lobby Instalasi Gawat Darurat. Mereka disambut oleh perawat dan dokter yang berjaga di bagian IGD. Ibra benar-benar cemas dengan kondisi anaknya, ia merasa bersalah karena tak punya banyak waktu untuk sang anak. Terlebih Sela jarang menghubunginya, putrinya bahkan tak pernah mereng

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 114

    BAB 114Sela memeluk Anna, ia mencurahkan kesedihan dan juga kesepian yang ia alami. "Tapi, semenjak aku tinggal di sini, aku tak lagi merasakan kesepian seperti ketika aku tinggal di rumah mama. Meskipun Papa masih sering keluar kota, tapi ada mama Vania yang setia menemaniku.""Lah itu, kita hanya perlu mengambil Sisi baiknya dan membuang Sisi buruknya dari semua kejadian yang kita alami. Sekarang kamu tidak sendirian, ada aku dan Bang Aldi serta Mama."Sela mengangguk, ia sadar selama ini telah salah karena menganggap Kakak tirinya itu sebagai saingan. Padahal mereka telah bersikap baik kepada dirinya, tapi Sela terlalu serakah. Menginginkan hal yang lebih dari apa yang ia terima. --Rima membuatkan Abangnya kopi, semalam waktu hari sampai rumah, Ia sibuk dengan Mira yang tengah sakit. "Gimana, Bang? Ketemu?" "Ada, Rim. Tapi pas sampai sana aku kaget banget ngelihat dia sudah tergeletak.""Apa? Maksudnya dibunuh?" tanya Rima."Aku nggak tahu, tapi mungkin nanti pemilik rumah ak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 113

    BAB 113Hanif dan orang-orang melihat Lia yang tergeletak di lantai. Darah merembes ke lantai hingga sampai ke bagian tubuh Lia."Astagfirullah!"Hanif bersama pemilik rumah mengangkat tubuh dia dan memindahkannya ke tempat yang lebih bersih. Pemilik rumah memeriksa denyut nadi wanita yang tengah Hamil 3 Bulan itu."Masih ada nadinya, sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit.""Iya, Pak."Pemilik rumah membawa mobilnya yang berupa angkot, lalu Hanif menyetirnya. Sementara Lia di belakang bersama istri pemilik rumah.Aldi, Anna, dan Teresa segera naik ke mobil Hanif. Mereka mengikuti dari belakang hingga akhirnya sampai di rumah sakit umum yang tak jauh dari kontrakan Lia."Aku takut banget, Bang. Kita kan ke sini cuma mau menemui tante Lia, kenapa malah jadi adegan trailer begini.""Sudah, Nggak papa, An. Kita mana tahu kalau kejadiannya bakal begini."Anna dan Teresa mengangguk, Mereka pun menunggu di kantin rumah sakit bersama dengan Aldi.Tak lama kemudian, Hanif datang dan mengab

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 112

    BAB 112Malam harinya, Anna pulang ke rumah Vania untuk izin besok menemani ayahnya ke luar kota. Aldi yang mendengarnya menentang keras keinginan Anna. "Kita nggak tahu, perempuan itu di luar sana dilindungi oleh siapa. Bagaimana kalau kalian datang ke sana dan banyak preman? Papa itu nggak jago kelahi, kalau nanti kamu dan Tere diapa-apain bagaimana?""Betul itu, Nak. Mama juga khawatir kalau kamu ikut pergi Papa keluar kota, Papa Ibra pun pasti tak akan mengizinkan. Kamu ini anak perempuan, Kenapa papamu tak mengajak abang sekalian?" Anna mengangguk, Ia pun menghubungi Hanif dan mengabarkan jika Vania tak mengizinkan apabila Aldi tak diajak serta. "Papa tak mau mengajak, tapi kamu tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Abangmu."" Coba papa ngomong sendiri sama Abang, barangkali dia mau. Apalagi tadi yang paling menentang itu dia daripada Mama." Hanif merenungkan ucapan Anna sewaktu menelepon tadi, Ia pun mencari kontak Aldi dan menghubunginya. Sayangnya, telepon itu tak kunjun

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 111

    BAB 111__Anna menyadari perubahan ekspresi pada adik tirinya, ia cukup peka dengan suasana hati orang sekitarnya. Terlebih adik tirinya itu, tak bisa menyembunyikan wajah tak sukanya. "Kalian sudah makan siang?" tanya Vania."Sudah kok, Ma. Oh iya, Ma, kami masih ada yang mau dicari, kayaknya enggak bisa lama-lama di sini, Anna duluan ya!" ucap Anna seraya memberi kode pada Tere untuk beranjak. Anna mencium punggung tangan Vania. "Have fun ya sama Mama." Ia menepuk adik tirinya. Sebagai kakak, ia tak ingin egois. Terlebih ia tahu, Sela kekurangan kasih sayang dari mama kandungannya, kali ini ia memberi kesempatan pada mama dan adik tirinya untuk pendekatan. Teresa menatap sahabatnya kebingungan, "ada sesuatu ya diantara lu sama adik tiri lu?" Yang ditanya mengendikkan bahu, "gue cuma memberi ruang untuk mereka, gue sudah banyak mendapatkan kasih sayang berlimpah dari Mama, berbeda dengan Sela." "Tumben pemikiran lu dewasa, padahal waktu masalah bokap lu, udah kek reog!" cele

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 110

    BAB 110Anna dan Haikal sudah kembali ke kost-annya, rumah terasa sepi lagi karena Anna lah yang begitu banyak bicara. "Ma, Aldi kuliah dulu, ya?""Iya, Nak. Hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, hubungi Mama."Aldi mengangguk, lalu keluar melewati Sela yagng tengah duduk di ruang tamu. Dalam hati ela semakin iri dengan anak-anak Vania, karena ia tak pernah bermanja dan juga diperhatikan opleh ibu kandungnya sendiri. Vania melanjutkan pekerjaan, setelah Mbak Inah memutuskan untuk berhenti kerja karena akan menikah, Vania merasa tenang-tenang saja karena semua ada yang menghandlenya. Namun sekarang, ia sendiri kewalahan mengatur jam kerja dan juga jam bebenah rumah. Sela memperhatikan Vania yang tengah menyapu, ingin rasanya ia menawarkan bantuan, ttapi ia sendiri malu. Vania pun bukan perempuan yang tidak peka, ioa sebenarnya tahu jika Sela sedari tadi memperhatikannya. "Sela, bisa bantu Mama ngepel, Nak? Mama mau mandi dulu." "Iya, Ma." Sela yang memang sedang libur sekolah ka

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 109

    BAB 109__"Mama, Anna kangen!" pekik Anna ketika sampai di rumah. Anak gadis Vania itu memeluk sang mama dari belakang, Vania terkekeh dibuatnya. Ia juga merindukan sang putri, terlebih ini pertama kalinya mereka hidup terpisah dalam waktu lama. "Mama juga kangen, Sayang!" ucap Vania, seraya membalik tubuhnya. Ibu dan anak itu saling menumpahkan rindu, karena sudah lama ia tak pulang sejak tugas-tugas kuliahnya yang semakin banyak. Bahkan untuk membalas pesan mamanya pun, ia mencuri-curi waktu. "Gimana kuliahnya, lancar?'' tanya Vania. Anna mengangguk, "meskipun kepala hampir pecah, tapi aku bisa melaluinya." "Hebatnya anak Mama!" Anna membantu sang mama membersihkan sayuran, malam ini rencananya mereka akan makan bersama. "Sela mana, Ma? Kok aku enggak ada lihat dia dari tadi?" tanya Anna. "Di kamar sih tadi, dia juga lagi sibuk-sibuknya ngerjakan tugas sekolah." "Oh, gitu. Sela baik kan, sama Mama?" tanya Anna lagi. Vania mengangguk, wanita itu terdiam sejenak. Ia menghe

DMCA.com Protection Status