Share

BAB 69

Penulis: Naomi Ataya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

BAB 69

__

"Gimana ini, Kan, Papamu mau ceraikan Mama!" ucap Lia saat ia mengumjungi anaknya.

Kikan menggaruk kepalanya, ia juga bingung. Rumah tangganya pun sedang tidak baik-baik saja, bahkan suaminya memotong uang bulanannya. Ia juga belum membeli perlengkapan bayinya.

"Kikan juga bingung, Ma."

Wanita beranak satu itu mendengkus, ia pikir putrinya bisa memberi solusi tapi nyatanya sang anak begitu bodoh dalam urusan percintaan. Bahkan terkesan pasrah diperlakukan seperti apapun oleh suaminya.

"Ck, kamu ada uang enggak?"

Kikan menggeleng, membuat Lia mendengkus kesal.

Karena tak mendapatkan solusi dari putrinya, Lia memutuskan pulang takut jika nanti Hanif semakin murka padanya.

Sesampainya di rumah, ia tak melihat motor yang biasa suaminya gunakan. Pertanda lelaki itu belum pulang, saat ia masuk suasana begitu sepi. Hanya televisi di ruang tengah menyala, tapi tak ada yang menontonnya.

"Orang-orang pada ke mana sih?" gumamnya, seraya mematikan televisi.

Lia melihat pintu kam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 70

    BAB 70__"Mama kok ngomongnya gitu?" rengek Anna.Aldi menyeka sudut matanya, dia teringat surat yang kemarin baru ia baca di ruang kerja mamanya. Entah kenapa, perasaannya menjadi semakin gelisah mendengar ucapan mamanya. "Ma, jangan berpikiran yang aneh-aneh, sekarang Mama fokus aja sama kesehatan Mama, cepat sembuh supaya kita bisa kumpul lagi. Aldi sama Anna kangen masakan, Mama."Vania tersenyum haru, ia bahagia melihat anak-anaknya. Tapi di sisi lain, ia juga takut jika nanti Allah mencabut nyawanya. Terlebih ia sempat bermimpi, ibunya mendatanginya disebuah taman dan ingin mengajaknya pergi.Tapi, di dalam mimpi itu Vania menolak dengan alasan hendak menunggu anak-anaknya. "Kakek kalian mana, Nak?" tanya Vania, ketika baru menyadari tak ada ayahnya."Pulang sama Tante Raisa, ada barang yang mau diambil," sahut Anna. Anna merebahkan tubuhnya di sofa, sementara Aldi menyuapi mamanya makan. Gadis itu

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 71

    BAB 71 "Masa harus itu, Mbah?" "Kenapa? Saya tak memaksa, silakan pergi." Lia hendak berdiri, namun jika ia tak mengikuti ucapan dukun tersebut, maka Hanif benar-benar akan menceraikannya. Lia menggeleng, Hanif lebih penting daripada hal begini. "Baik, Mbah." "Nah, gitu. Baru saya suka." Mbah Jono mengunci pintu, dan mereka pun melakukan adegan tak senonoh. Lia terus membayangkan Hanif yang bercinta dengannya. Ia bahkan tak sanggup membuka mata karena takut melihat wajah Mbah Jono yang sudah tua. "Kamu masih l3git rupanya," ucap Mbah Jono sambil memakai bajunya kembali. "Mana, Mbah?" "Bawa fotonya?" Lia membuka dompet dan menyerahkan foto Hanif. Mbah Jono langsung mengerjakan tugasnya. Mulutnya komat kamit membaca mantra, lalu ia menyembur air di dalam gelas yang sudah dipersiapkan sebelumnya. "Berikan ini pada air minum

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 72

    BAB 72___Vania terkejut melihat kehadiran Ibra di acara reuni teman kuliah Raisa. Wajah lelaki itu tak berubah, hanya garis halus tipis mulai terlihat di wajah tampannya. "Kalian saling kenal?" tanya Raisa. "Iya, kami berteman waktu SMA, dunia sempit sekali ya, ternyata Vania sahabat kamu juga, Sa?" sahut Ibra. Raisa mengangguk. Sementara Vania mengalihkan pandangannya, bertemu kembali dengan lelaki yang pernah mengisi relung hatinya, membuat jantungnya berdebar. Terlebih ia tahu dari teman-temannya, jika saat ini Ibra tengah menduda. "Anakmu mana, Bra?" tanya Raisa."Di rumah sama Omanya." "Oh, kalau gitu kami ke sana dulu, ya!" ucap Raisa, seraya menunjuk kumpulan teman perempuannya. Sepanjang acara, Vania lebih banyak diam. "Eh, ada duo janda di sini!" Vania dan Raisa, menoleh ke arah sumber suara. Kikan menatap mereka mengejek, ia melipat tangan di depan dada. "Astaga, mau cari masalah ternyata jalang kecil ini!" lirih Raisa. Sementara Vania memperhatikan penampilan K

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 73

    BAB 73 "Mas, punya duit gak?" tanya Lia. "Buat apa, Sayang?" "Aku mau belanja, Mas. Sudah berapa lama ini aku nggak belanja.""Mas mana ada uang. Kamu kan tau kalau Mas nggak kerja." Lastri turut merebahkan tubuhnya di samping sang suami. Kini ia merasa bahagia, karena Hanif telah kembali ke sedia kala. Semua ini berkat air dari Mbah Jono, batin Lia. "Mas, kenapa kita nggak buka usaha aja?" tanya Lia. "Usaha apa?" "Ya apa, kek." "Mas mana ada modal." "Ck! Kamu kan masih punya Ibu, Mas! Tanahnya luas di mana-mana. Lagian itu nanti jadi bagianmu. Minta aja sekarang, toh sama aja." Hanif memikirkan ucapan istrinya dan membenarkan. Kenapa selama ini tak pernah terpikirkan? batinnya. "Nanti, aku minta. Sekarang, aku minta dulu dari kamu, yuk!" Lia tersenyum lebar, benar-benar mujarab airnya Mbah Jono. Bahkan Hanif sempat mengatakan takkan menyentuhnya lagi karena jijik. --"Lia! Kamu yang mencuri uang Ibu, ya?" tanya Wiyani sambil menghampiri Lia yang tengah makan siang. "Mak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 74

    BAB 74__Anna memasang wajah datar ketika lelaki yang mengantar ibunya, berdiri di hadapannya. Wajah lelaki itu terasa familiar di matanya, ia seperti pernah melihat lelaki itu sebelumnya. "Nak, kenalin ini teman SMA Mama, namanya Om Ibra," ucap sang mama memperkenalkan lelaki di sampingnya. "Yakin, cuma teman?" tanya Anna. Vania mengernyit heran, "iya, Nak. Abang kamu mana?" "Ada di dalam," ucap Anna, seraya menggeser tubuhnya memberi ruang agar Vania dan lelaki bernama Ibra itu bisa masuk. "Duduk dulu, Mas. Aku ke dalam sebentar." Ibra duduk di ruang tamu bersama Anna, sejak tadi anak gadis Vania itu menatap Ibra dengan pandangan tak bersahabat. Bukan ia tak menginginkan Vania memiliki pendamping lagi, tapi dia takut jika mamanya kembali disakiti. "Om enggak ada maksud buat pe de ka te sama Mamaku, kan?" Anna menatap Ibra penuh selidik. Lelaki yang usianya berbeda satu tahun dengan V

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 75

    BAB 75 "Mas, apa kamu mengira ini kebohongan? Kenapa Ibu selalu memandangku begitu, Bu? Aku memang pernah melakukan kesalahan, tapi sudah bertaubat. Kamu percaya sama aku, kan?" "Iya. Ibu, jangan keras-keras sama Lia. Dia sudah berubah, Bu. Kemarin Kikan memang mengirim pesan kalau Lia ada di sana. Bahkan ada foto dia tidur di sebelah Kikan." Wiyani mengerutkan kening. Ia masih ragu untuk mempercayai menantunya itu atau tidak. "Benar, kamu habis tidur di rumah anakmu?" "Iya, Bu." Wiyani akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah karena Rima sudah selesai mengepel. Kondisi Mbok Nah sedang tak baik, sehingga Rima bersedia membantu melakukan pekerjaan rumah tangga. Toh semua itu sudah biasa untuknya. Anaknya sudah bisa bermain sendiri. "Drama," ucap Rima saat berjalan melewati Lia yang masih berdiri mematung. "Iri aja." Lia menyusul Hanif yang sudah masuk ke dalam kamar. Ia sungguh penasaran, apakah kali ini Hanif benar-benar melindunginya, atau Lia memang mengirim pesan pad

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 76

    BAB 76___Kikan berdecak mendengar ucapan mamanya, mana mungkin ia pergi ke tempat Mbah Jono dukun mesum itu, membayangkan tubuhnya disentuh dengan tangan keriput lelaki itu saja membuatnya bergidik ngeri. "Udahlah, Ma, aku enggak mau berurusan sama dukun-dukunan dulu. Bawa perut besarku ini aja rasanya susah sekali," gerutunya. "Salahmu sendiri, harusnya kamu jangan hamil dulu kemarin!" ketus Lia. Lia tak berharap memiliki cucu, karena ia enggan mengemong cucu nantinya. Ia tak bisa bebas jika nanti Kikan menitipkan anaknya."Berisik ah, Ma. Bukannya bantuin anak, malah mojokin terus, selama ini aku bantuin Mama tanpa diminta, tapi begini balasannya!" sungut Kikan seraya beranjak ke dapur. Wanita yang tengah berbadan dua itu, menyeduh mie instan untuk sarapannya, Rangga membatasi uang belanjanya, bahkan lelaki itu tak mempercayai dirinya memegang uang gaji."Kamu makan mie terus ya, Kan?" tanya Lia, ketika melih

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   Bab 77

    BAB 77__"Kalau saya mau kamu menderita, mungkin kamu sudah saya biarkan jadi gelandangan, Hanif!" Rima tertegun ketika ibunya menyebut dirinya 'saya' pada abangnya, sorot mata sang ibu terlihat sangat terluka. Dia juga heran dengan abangnya yang semakin kasar dan gemar sekali membantah ucapan orang tua. "Halah, kalau Ibu tak mau aku menderita, seharusnya Ibu memberiku modal untuk usaha. Supaya aku bisa sukses seperti Vania!" cecar Hanif, seraya menunjuk wajah sang ibu. Sang adik yang melihat ibunya diperlakukan kasar oleh abangnya, menjadi muntab. "Abang!" bentaknya. "Kamu enggak usah ikut campur, Rim!" ketus Hanif. "Jangan jadi lelaki pengecut yang hanya berani dengan orang tua, Bang!" bentak Rima. Mendengar ucapan adiknya, emosi Hanif tersulut. "Apa maksudmu, hah? Kamu takut aku menguasai warisan Ibu, iya?" sinisnya. Rima benar-benar tak habis pikir dengan abangnya, bahkan ibu

Bab terbaru

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 117

    BAB 117 | ENDING __"Masakanmu enak juga, Na!" celetuk Haikal. Anna mendengkus pelan, "heh, kamu pikir makanan yang kita makan di rumah Mama itu masakan Mama? Itu masakanku, bodoh!" Lelaki jangkung itu tergelak, "kamu kenapa suka banget sih ngomong kasar, padahal anak-anak di kelasku pada bilang kamu tuh positif vibes, lemah lembut." Mendengar ucapan mantannya itu membuat Anna memberengut kesal. "Yang tahu-tahu aja lah, lagian aku enggak peduli sama penilaian orang." "Iya juga sih, makanya kamu mau aja nerima aku yang brengsek ini. Padahal aku terkenal bad boy," sahut Haikal, mengenang saat pertama kali ia kenal dengan Anna. Gadis berambut panjang itu terkekeh, "jujur sih, aku cuma penasaran aja pacaran sama bad boy." Haikal mendelik, "jadi semua kata rindu dan cintamu itu dusta?" Mereka saling tatap, lagi jantung Anna berdebar ketika bersitatap dengan pemilik iris mata cokelat itu. "Iya, dusta." Anna memalingkan wajahnya. Haikal terkekeh, ia tahu gadis di hadapannya itu ha

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 116

    BAB 116___Anna bergeming mendengar kata rindu yang keluar dari bibir mantan kekasihnya, seandainya saat ini status mereka bukan saudara tiri, mungkin ia akan memeluk Haikal menumpahkan kerinduan yang menumpuk di hatinya. Tapi, ia harus mengubur rasa cinta dan rindu di hatinya. Rasanya tak etis, jika diantara mereka memiliki hubungan lebih dari saudara. "Waras kan, lu?" ketus Anna, seraya membuang wajah. Ia tak mau berlama-lama menatap wajah Haikal, pertahanannya bisa goyah. Haikal menyentak napas kasar, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar stres karena tak lagi bisa memiliki Anna, ia juga masih memiliki rasa pada mantan kekasihnya. Meskipun ia sudah berkali-kali mencari pengganti Anna, tapi tak ada yang bisa menggantikan wanita itu di hatinya. Hanya dengan Anna, ia merasakan ketulusan. "Lu mau balapan, ya?" tanya Anna to the point. "Tahu dari mana?" "Dari Tere." Haikal mendengkus pelan, "kalau iya kenapa?" "Kamu enggak kasihan sama Mama Papa?" tanya Anna. Lelaki

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 115

    BAB 115__Vania terkejut ketika melihat anak bungsunya tergeletak di depan pintu kamar mandi. "Mas tolong!" teriak Vania, seraya menghampiri putrinya. Aldi dan Ibra yang masih berada di rumah, bergegas menghampiri Vania. Darah mengalir dari hidung Sela, membuat mereka semakin panik. "Kita ke rumah sakit aja, Ma!" ucap Ibra.Ibra mengangkat tubuh putrinya, sementara Aldi bergegas menyiapkan mobil. Dengan terburu-buru mereka pergi ke rumah sakit, bahkan tak sempat mengunci pintu. Tubuh Sela sangat panas, ada ruam merah di bagian lengan dan betis Sela. Sepanjang jalan, Aldi berusaha fokus, terlebih jalanan ibu kota di pagi hari sangatlah padat.Setelah menempuh perjalanan duapuluh menit, mereka sampai di lobby Instalasi Gawat Darurat. Mereka disambut oleh perawat dan dokter yang berjaga di bagian IGD. Ibra benar-benar cemas dengan kondisi anaknya, ia merasa bersalah karena tak punya banyak waktu untuk sang anak. Terlebih Sela jarang menghubunginya, putrinya bahkan tak pernah mereng

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 114

    BAB 114Sela memeluk Anna, ia mencurahkan kesedihan dan juga kesepian yang ia alami. "Tapi, semenjak aku tinggal di sini, aku tak lagi merasakan kesepian seperti ketika aku tinggal di rumah mama. Meskipun Papa masih sering keluar kota, tapi ada mama Vania yang setia menemaniku.""Lah itu, kita hanya perlu mengambil Sisi baiknya dan membuang Sisi buruknya dari semua kejadian yang kita alami. Sekarang kamu tidak sendirian, ada aku dan Bang Aldi serta Mama."Sela mengangguk, ia sadar selama ini telah salah karena menganggap Kakak tirinya itu sebagai saingan. Padahal mereka telah bersikap baik kepada dirinya, tapi Sela terlalu serakah. Menginginkan hal yang lebih dari apa yang ia terima. --Rima membuatkan Abangnya kopi, semalam waktu hari sampai rumah, Ia sibuk dengan Mira yang tengah sakit. "Gimana, Bang? Ketemu?" "Ada, Rim. Tapi pas sampai sana aku kaget banget ngelihat dia sudah tergeletak.""Apa? Maksudnya dibunuh?" tanya Rima."Aku nggak tahu, tapi mungkin nanti pemilik rumah ak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 113

    BAB 113Hanif dan orang-orang melihat Lia yang tergeletak di lantai. Darah merembes ke lantai hingga sampai ke bagian tubuh Lia."Astagfirullah!"Hanif bersama pemilik rumah mengangkat tubuh dia dan memindahkannya ke tempat yang lebih bersih. Pemilik rumah memeriksa denyut nadi wanita yang tengah Hamil 3 Bulan itu."Masih ada nadinya, sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit.""Iya, Pak."Pemilik rumah membawa mobilnya yang berupa angkot, lalu Hanif menyetirnya. Sementara Lia di belakang bersama istri pemilik rumah.Aldi, Anna, dan Teresa segera naik ke mobil Hanif. Mereka mengikuti dari belakang hingga akhirnya sampai di rumah sakit umum yang tak jauh dari kontrakan Lia."Aku takut banget, Bang. Kita kan ke sini cuma mau menemui tante Lia, kenapa malah jadi adegan trailer begini.""Sudah, Nggak papa, An. Kita mana tahu kalau kejadiannya bakal begini."Anna dan Teresa mengangguk, Mereka pun menunggu di kantin rumah sakit bersama dengan Aldi.Tak lama kemudian, Hanif datang dan mengab

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 112

    BAB 112Malam harinya, Anna pulang ke rumah Vania untuk izin besok menemani ayahnya ke luar kota. Aldi yang mendengarnya menentang keras keinginan Anna. "Kita nggak tahu, perempuan itu di luar sana dilindungi oleh siapa. Bagaimana kalau kalian datang ke sana dan banyak preman? Papa itu nggak jago kelahi, kalau nanti kamu dan Tere diapa-apain bagaimana?""Betul itu, Nak. Mama juga khawatir kalau kamu ikut pergi Papa keluar kota, Papa Ibra pun pasti tak akan mengizinkan. Kamu ini anak perempuan, Kenapa papamu tak mengajak abang sekalian?" Anna mengangguk, Ia pun menghubungi Hanif dan mengabarkan jika Vania tak mengizinkan apabila Aldi tak diajak serta. "Papa tak mau mengajak, tapi kamu tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Abangmu."" Coba papa ngomong sendiri sama Abang, barangkali dia mau. Apalagi tadi yang paling menentang itu dia daripada Mama." Hanif merenungkan ucapan Anna sewaktu menelepon tadi, Ia pun mencari kontak Aldi dan menghubunginya. Sayangnya, telepon itu tak kunjun

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 111

    BAB 111__Anna menyadari perubahan ekspresi pada adik tirinya, ia cukup peka dengan suasana hati orang sekitarnya. Terlebih adik tirinya itu, tak bisa menyembunyikan wajah tak sukanya. "Kalian sudah makan siang?" tanya Vania."Sudah kok, Ma. Oh iya, Ma, kami masih ada yang mau dicari, kayaknya enggak bisa lama-lama di sini, Anna duluan ya!" ucap Anna seraya memberi kode pada Tere untuk beranjak. Anna mencium punggung tangan Vania. "Have fun ya sama Mama." Ia menepuk adik tirinya. Sebagai kakak, ia tak ingin egois. Terlebih ia tahu, Sela kekurangan kasih sayang dari mama kandungannya, kali ini ia memberi kesempatan pada mama dan adik tirinya untuk pendekatan. Teresa menatap sahabatnya kebingungan, "ada sesuatu ya diantara lu sama adik tiri lu?" Yang ditanya mengendikkan bahu, "gue cuma memberi ruang untuk mereka, gue sudah banyak mendapatkan kasih sayang berlimpah dari Mama, berbeda dengan Sela." "Tumben pemikiran lu dewasa, padahal waktu masalah bokap lu, udah kek reog!" cele

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 110

    BAB 110Anna dan Haikal sudah kembali ke kost-annya, rumah terasa sepi lagi karena Anna lah yang begitu banyak bicara. "Ma, Aldi kuliah dulu, ya?""Iya, Nak. Hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, hubungi Mama."Aldi mengangguk, lalu keluar melewati Sela yagng tengah duduk di ruang tamu. Dalam hati ela semakin iri dengan anak-anak Vania, karena ia tak pernah bermanja dan juga diperhatikan opleh ibu kandungnya sendiri. Vania melanjutkan pekerjaan, setelah Mbak Inah memutuskan untuk berhenti kerja karena akan menikah, Vania merasa tenang-tenang saja karena semua ada yang menghandlenya. Namun sekarang, ia sendiri kewalahan mengatur jam kerja dan juga jam bebenah rumah. Sela memperhatikan Vania yang tengah menyapu, ingin rasanya ia menawarkan bantuan, ttapi ia sendiri malu. Vania pun bukan perempuan yang tidak peka, ioa sebenarnya tahu jika Sela sedari tadi memperhatikannya. "Sela, bisa bantu Mama ngepel, Nak? Mama mau mandi dulu." "Iya, Ma." Sela yang memang sedang libur sekolah ka

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 109

    BAB 109__"Mama, Anna kangen!" pekik Anna ketika sampai di rumah. Anak gadis Vania itu memeluk sang mama dari belakang, Vania terkekeh dibuatnya. Ia juga merindukan sang putri, terlebih ini pertama kalinya mereka hidup terpisah dalam waktu lama. "Mama juga kangen, Sayang!" ucap Vania, seraya membalik tubuhnya. Ibu dan anak itu saling menumpahkan rindu, karena sudah lama ia tak pulang sejak tugas-tugas kuliahnya yang semakin banyak. Bahkan untuk membalas pesan mamanya pun, ia mencuri-curi waktu. "Gimana kuliahnya, lancar?'' tanya Vania. Anna mengangguk, "meskipun kepala hampir pecah, tapi aku bisa melaluinya." "Hebatnya anak Mama!" Anna membantu sang mama membersihkan sayuran, malam ini rencananya mereka akan makan bersama. "Sela mana, Ma? Kok aku enggak ada lihat dia dari tadi?" tanya Anna. "Di kamar sih tadi, dia juga lagi sibuk-sibuknya ngerjakan tugas sekolah." "Oh, gitu. Sela baik kan, sama Mama?" tanya Anna lagi. Vania mengangguk, wanita itu terdiam sejenak. Ia menghe

DMCA.com Protection Status