"Bagaimana? Apa kau berhasil merekam semua kejadian tadi?" tanya Nyonya Miranda saat sudah kembali masuk ke dalam mobil."Sudah, Ma. Aku sudah merekam semuanya dan tidak ada yang aku lewatkan sama sekali. Ini, lihatlah." Laura menyodorkan ponsel miliknya kepada Nyonya Miranda.Wanita paruh baya itu tersenyum puas, tatkala melihat rekaman video saat dirinya menangis memohon di depan ruangan Arfa, yang berhasil diabadikan oleh Laura."Bagaimana akting, Mama? Terlihat natural, bukan?" Wanita paruh baya itu bertanya dengan nada sombong."Iya, Ma. Aku tidak menyangka ternyata Mama sangat pandai berakting. Orang-orang pasti tidak akan menyangka jika semua ini hanyalah pura-pura saja," jawab Laura antusias.Nyonya Miranda tertawa senang mendengarnya, wanita paruh baya itu lantas berkata dengan bangga, "Jika bukan karena kepandaianku berakting dan bersandiwara palsu selama ini, belum tentu aku bisa sampai pada posisiku yang sekarang ini.""Simpan rekaman video ini baik-baik, kita akan menjadi
Nyonya Miranda terus saja tertawa terbahak-bahak melihat beberapa foto yang di kirim oleh orang suruhannya. Wanita itu terlihat sangat puas dengan hasil kerja orang suruhannya tersebut. "Mama kenapa? Koq tertawa sendiri?" Laura yang baru turun dari lantai atas, segera bertanya dengan raut wajah heran, tatkala melihat wanita paruh baya itu tertawa sendiri menatap layar ponselnya.Nyonya Miranda mendongak, mengerutkan dahi melihat Laura yang sudah berdiri di hadapannya dengan penampilan rapi dan bersiap untuk pergi."Yudha berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, tidak sia-sia aku membayar mahal bocah itu," jawab Nyonya Miranda.Wajah Laura langsung terlihat senang, dengan penuh antusias wanita itu lalu bertanya, serayak mengambil tempat duduk di samping Nyonya Miranda."Benarkah itu, Ma? Semudah itu? Tanpa di curigai oleh wanita kampung itu dan orang-orangnya?""Kau lihat saja sendiri," ujar Nyonya Miranda sambil mengulurkan gawainya kepada Laura.Mata Laura langsung membulat sempur
Aleena menangis tergugu mendengar penjelasan Dokter Fajar. Hatinya sangat sedih dan hancur mengetahui jika Arfa benar-benar kehilangan semua ingatannya, bahkan ingatan tentang dirinya sendiri."Cedera otak yang dialami tuan Arfa, kali ini benar-benar sangat parah, Nyonya. Tuan Arfa mengalami amnesia traumatis saat ini. Kerusakan pada area otak yang dialaminya, menyebabkan tuan Arfa kehilangan semua ingatannya, dan itu bisa bersifat permanen," terang Dokter Fajar lagi. Dokter sepuh yang sudah sangat terkenal akan keahliannya di bidang saraf itu, menatap prihatin ke arah Aleena yang terus menangis terisak."Tidak adakah yang bisa Dokter lakukan, agar suami saya bisa kembali mendapatkan ingatannya? Walaupun hanya ingatan tentang dirinya sendiri," tanya Aleena penuh harap."Kami akan berusaha dan melakukan yang terbaik, tapi saya sarankan, untuk kondisi Tuan Arfa saat ini, kita serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, mudah-mudahan ada keajaiban yang bisa membawa ingatan Tuan Arfa kembal
Arfa terlelap dalam tidurnya tidak lama setelah pria itu meminum obatnya. Pria tampan itu tertidur dengan begitu damai di atas pangkuan Aleena. Dengan penuh kasih sayang wanita itu membelai-belai puncak kepala Arfa, sambil sesekali memberikan pijatan lembut di pelipis dan bahunya. Aleena tersenyum, lalu merundukkan kepalanya mencium kening lelaki yang sedang terlelap di pangkuannya.Tak bosan-bosan wanita itu memandangi wajah Arfa, wajah tampan yang selalu menghiasi hari-harinya dengan penuh cinta canda dan tawa, sampai bunyi sebuah pesan masuk di gawainya, membuat wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang tergeletak di atas meja. Dengan berhati-hati, Aleena maraih gawai tersebut lalu memeriksa pesan yang masuk. Ternyata pesan dari Yudha. [Halo, Nyonya Arfa. Bagaimana kabarmu hari ini dan bagaimana kabar suamimu?] Bunyi pesan Yudha. Aleena tersenyum, wanita itu lalu mengetikkan pesan jawabannya.[Alhamdulillah. Mas Arfa sudah sadar dari komanya] balas Aleena. Tidak l
Dengan tangan gemetar, Nyonya Miranda menandatangani berkas yang disodorkan oleh Nyonya Saraswati ke hadapannya."Dasar jalang sialan! Lihat saja, aku akan membalas semua perbuatanmu nanti!" maki Nyonya Miranda di dalam hati."Kau menginginkan butik dan villa milikku, padahal kau tau saat ini butik- butik dan villa itu sedang bermasalah, atau jangan-jangan ...." Nyonya Saraswati menjeda ucapannya, wanita paruh baya itu menatap ke arah Nyonya Saraswati sambil menyipitkan kedua matanya. "Kau sendiri yang mengirim orang-orang itu untuk mengacaukan bisnisku," terka Nyonya Miranda.Mendengar itu, Nyonya Saraswati langsung tertawa. Wanita itu tertawa nyaring hingga suaranya menggema ke seluruh ruangan tersebut."Lihatlah! Otakmu itu bekerja dengan cepat hanya untuk urusan merebut harta dan suami orang saja, tapi kalau untuk urusan bisnis otakmu itu kosong! Tidak ada apa-apanya sama sekali!" ejek Nyonya Saraswati sambil meraih berkas di atas meja lalu memeriksanya."Ha ... aku lupa, jika ka
Laura baru saja terlihat keluar dari salah satu pusat perbelanjaan ternama di ibu kota. Wajah wanita itu terlihat bahagia saat menuju ke tempat parkir, dengan menjinjing banyak paper bag di tangannya.Setelah meletakkan semua barang belanjaannya di kursi belakang, Laura segera melajukan mobilnya meninggalkan area parkir pusat perbelanjaan tersebut.Saat sedang melajukan mobilnya di jalan raya, tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk di ponselnya, membuat wanita itu segera mengurangi kecepatan laju kendaraanya. Laura lantas berusaha mengambil ponsel di dalam tasnya, sambil terus mengemudi.Ia tidak menyadari jika sejak tadi ada sebuah mobil box yang mengikutinya dari belakang. Mobil itu terus mengikutinya dalam jarak aman, sedang Laura masih terus mengemudi sambil menerima telepon dari mama mertuanya. Sampai pada sebuah jalan yang agak sepi, mobil box tersebut tiba-tiba saja melaju dengan kecepatan tinggi dari belakang.Laura sudah tidak dapat menghindar lagi ketika mobil box tersebut me
Semenjak pulang dari rumah sakit, Arfa semakin terlihat aneh, perubahan sikap pria itu terlihat begitu jelas padahal beberapa hari sebelum pulang, pria itu terlihat sudah mulai nyaman dan bersemangat, apalagi saat bersama Aleena."Sebaiknya kita pisah kamar saja dulu untuk sementara waktu, karena aku ingin fokus sendiri dan berusaha mengingat semua masa laluku." Itu adalah salah satu alasan Arfa, saat pria tersebut meminta untuk pisah kamar dengan Aleena.Aleena hanya bisa pasrah sambil menghela nafas panjang saat mendengarnya. Wanita itu tidak kuasa menolak keinginan Arfa, mengingat kondisi suaminya itu saat ini."Apakah kehadiranku di samping Mas Arfa sangat mengganggu?" tanya Aleena hati-hati."Hhaah!"Arfa mendesah panjang, seakan ada beban berat yang sedang ia rasakan saat ini. "Aku hanya ingin sendiri dan fokus memikirkan jalan keluar yang terbaik untuk masalahku. Aku tidak fokus Jika kau terus saja menempel kepadaku," jawab Arfa datar."Aku ada di kamar sebelah, jika Mas Arfa
Arfa terlihat gelisah, pria itu berulang kali melihat ke arah layar ponselnya seperti sedang menunggu pengumuman pemenang undian berhadiah dari sebuah acara di televisi. "Mengapa lama sekali, atau jangan-jangan ... wanita itu tidak berhasil menemukan alamat ibuku?" Arfa berkata seorang diri dengan perasaan yang semakin tidak menentu. Ia begitu cemas memikirkan sosok wanita yang ia yakini adalah ibunya. Siapa lagi kalau bukan Nyonya Miranda.Dan begitu ada sebuah panggilan masuk ke ponselnya, dengan tidak sabar Arfa langsung mengangkatnya tanpa terlebih dahulu memeriksa nomor siapa yang sedang memanggilnya saat ini. [Bagaimana? Apa kau berhasil menemukan alamatnya?] tanya Arfa tidak sabar.[Menemukan alamatnya? Alamat siapa maksud Mas Arfa?] Aleena? Arfa begitu terkejut saat menyadari jika orang yang sedang menelponnya saat ini adalah Aleena, istrinya. Ia takut jika Aleena akan mengetahui rencananya, dan melakukan berbagai cara untuk menghalanginya. [Halo Mas Arfa, ini aku Aleena.
Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T
Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak
Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me
Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam
Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan
Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli
"Apa pertemuan ini sangat penting, Tuan Melvin? Bukankah kau bisa menyuruh Alex untuk menjadi wakilmu?"Tuan Melvin menghela nafas dalam-dalam, sudah ketiga kalinya sang istri menanyakan hal yang sama, pun di jawab olehnya dengan jawaban yang sama, tapi Berlian seperti menderita amnesia akut, wanita itu kembali mengulang pertanyaannya, lagi dan lagi."Jika hanya bertemu dengan rekan bisnis yang sama-sama sudah manula, mengapa harus berpakaian terlalu rapi seperti ini? Seperti mau ketemu mantan saja!" oceh Berlian menatap tidak suka penampilan suaminya mulai dari atas sampai ke bawah.Tuan Melvin meringis, nyaris seperti orang yang sedang menahan mules di perut. Pria itu berulang kali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tau bagaimana cara mengekspresikan kebingungannya."Sayang ... pertemuan ini benar-benar sangat penting, dan Alex tidak bisa mewakilinya karna memang harus aku yang langsung turun tangan," ujar Tuan Melvin dengan sangat berhati-hati. Salah bicara sedikit saja, b
Sebelah tangan dan kakinya di pakaikan gips, sementara wajahnya sudah mirip seperti alien, biru biru dan banyak terdapat benjol seperti habis disengat ribuan lebah. Arfa mendelik ke arah Alex, namun sayang ekspresinya itu semakin menambah kelucuan di wajahnya menurut kacamata Alex, yang semakin membuat pria itu tertawa terbahak.Arfa mendengus kesal, melihat Alex sampai membungkuk bungkuk memegangi perutnya karna keasyikan tertawa."Kau sepertinya sangat bahagia sekali melihat keadaanku seperti ini," ujar Arfa dengan bersusah payah menggerakkan mulut, sambil menahan sakit di sekitar wajah dan bibirnya."Aku? Bahagia?" gumam Alex memasang wajah polos seperti tidak mengerti apa-apa."Cih!" Arfa berdecak kesal seraya memalingkan wajahnya."Aku bukannya bahagia, sejak melihatmu aku langsung membayangkan bagaimana Hangga mengamuk sampai membuatmu babak belur seperti ini, hingga membuatku tidak bisa berhenti tertawa," ujar Alex kembali tertawa."Teman tidak punya ahlak!" gerutu Arfa menaha
Sebuah helikopter mendarat di atas atap rumah sakit swasta terbesar yang ada di ibukota.Seorang pria tampan turun terlebih dahulu dari helikopter. Pria itu kemudian merentangkan kedua tangannya, menyambut sang istri yang sudah bersiap untuk turun. "Uuhg! Ternyata Berlian-ku semakin bertambah berat badannya," kata Tuan Melvin sembari menggendong sang istri turun dari helikopter."Kau terus saja menyusu setiap malam, bagaimana nafsu makanku tidak bertambah banyak dan berat badanku tidak ikut naik, hem," sahut Berlian dengan berbisik, membuat Tuan Melvin langsung tertawa mendengarnya.Sebelum menurunkan tubuh sang istri, Tuan Melvin lebih dulu meremas bokong Berlian dengan begitu gemas hingga membuat wanita itu terpekik tertahan.Beberapa pengawal yang mendengar pekikan Berlian, seketika langsung menoleh. Namun, mereka buru-buru berpaling saat menyadari apa yang sedang terjadi di antara Tuan dan Nyonya mereka."Kondisikan tanganmu, Tuan Melvin!" ujar Berlian dengan bibir mengerucut, la