Bab 83. Dukungan Kakak Ipar Untukku
Kak Bulan meraih tubuhku, memeluku, mengelus lembut punggungku.
“Menangislah! Tumpahkan sesakmu adikku!” bisiknya lembut di telingaku.
“Aku enggak bisa maafin Mas Gilang, Kak. Maafkan aku,” seduku masih di bahunya.
“Ya, andai kakak berada di posisiu, mungkin kakak juga akan bersikap sepertimu. Bedanya adalah, kakak tidak akan membenci suami dan selingkuhannya. Karena kakak yakin mereka punya alasan melakukannya. Tapi, sikap kakak adalah, akan menyingkir sejauh-jauhnya. Kakak tidak mau membenci. Sesak rasa hati bila memendam. Lebih baik menghindar, membahagiakan diri sendiri. Untuk apa dipikir orang yang tidak memikirkan kebahagiaan kita?”
“Makanya aku gugat pisah, Kak.”
“Ok, kakak mendukungmu. Kau berhak bahagia. Raihlah kebahagianmu! Jangan ragu!”
Bab 84. Tamu Di Pagi HariHari sudah mulai malam saat aku sampai di rumah. Toko juga sudah ditutup Pak Basir. Sepertinya Mala juga sudah pulang dijemput oleh kekasih sandiwaranya.Aku tersentak kaget begitu memasuki halaman rumah. Mobil Mas Gilang terparkir di sana. Kenapa mobil itu ada di rumahku? Bukankah mobil itu tadi di bawa oleh Kak Bulan? Untuk apa Kak Bulan membawanya ke sini?Gegas aku memasukkan mobil ke dalam garasi. Melangkah terburu masuk ke dalam rumah, memastikan tentang keberadaan mobil Mas Gilang di halaman rumah.Baru saja kaki menginjak ruang tamu, ketika terdengar suara seseorang yang sedang bermain dengan Chika putriku. Suara kecil Chika terdengar tertawa-tawa, diiringi dengan suara seorang perempuan. Sepertinya mereka begitu bahagia. Suara siapa itu? Siapa laki-laki itu? Siapa perempuan itu?Kupercepat langkah menuju ruang keluarga. Mataku membul
Bab 85. Pengacara Mas Gilang Kena Demam Cinta“Silahkan duduk! Mbak Fika.” Ucapku menunjuk kursi di hadapanku.“Ok, terima kasih.”Gadis itu segera duduk di kursi yang tersedia di toko itu, di depan meja kasir.“Mbak siapa dan ada keperluan apa? Ini masih pagi banget, lho. Karyawan toko saya juga belum ada yang datang. Tapi, kalau memang ada keperluan bisa kok, saya sendiri yang melayani, hanya saja pupuknya akan diantar nanti kalau supir saya sudah datang,” kataku kemudian.“Oh, saya ke sini bukan mau beli pupuk. Saya bukan petani. Tapi saya pengacara.” Wanita itu tertawa kecil.“Maaf, saya pikir mau belanja.”“Saya lihat tokonya sudah buka, jadi saya langsung ke sini saja.”“Iya, enggak apa-apa. Tapi, Mbak bilang apa tadi? Mbak seora
Bab 86. Udah Sah Cerai Tapi Masih Dimintai TolongSakit. Perempuan ini sedang dilanda demam rupanya. Demam cinta. Virus yang melanda mantan suamiku telah membuatnya terinfeksi. Wanita berpendidikan, dan profesional seperti dia bisa di pengaruhi olah lelaki busuk itu.“Saya sebenarnya tidak perduli, tentang hubungan yang telah kalian jalin. Mungkin saat ini Mbak sedang begitu berbunga-bunga. Cinta Mbak terhadap mantan suami saya sedang mekar-mekarnya. Saya ucapkan selamat. Sumpah, saya sama sekali tidak cemburu. Tapi, satu hal yang Mbak harus tahu, mengenai kasus penusukan itu.”“Kenapa?” kejarnya tak sangsi sedikit pun.“Siska menusuknya pasti ada alasannya, Mbak sudah selidiki itu?”“Sudah. Karena dia cemburu kepada pembantu. Padahal Mas Gilang sedikitpun tidak menyukai pembantu itu. Hanya sebagai pelampiasan karena kelalaian Anda
Bab 87. Pelakor Balas DendamKucari nomor Mas Diky di ponselku, langsung kuhubungi.“Melur, kan? Aku sudah save nomor kamu saat dikirim Mala. Katanya waktu itu kamu minta nomor aku dari Mala. Kok, gak jadi nelpon waktu itu, padahal aku sudah nungguin, lho!” Pemuda itu menyambut telponku dengan ramah.“Iya, Mas, enggak jadi. Tapi, ini aku mau –“Kalimatku terhenti, saat suara mencurigakan terdengar dari dalam rumah. Itu suara Papa.“Mau apa? Hallo!”“Mas, tolong datang ke jalan Jambu sekarang! Cepat!” perintahku langsung menutup telpon.Setelah kusimpan ponsel ke tas, dengan mengendap aku menggeser pintu pagar. Aku berjalan menuju teras. Aku berlindung di balik bunga pucuk merah yang kutanam dulu.Kembali terdengar suara papa seperti menjerit. Apa yang h
Bab 88. Kau Bukan Arjuna, Tapi Durjana, Mas!Mas Fajar memeluk tubuh papanya. Di sampingnya berdiri Mas Gilang menatapku seolah tak percaya. Fika, sang pengacara ada bersamanya. Sepertinya Mas Gilang sengaja keluar dari rumah sakit karena ada yang meneleponnya, mungkin tetangga atau Pak RT.“Kenapa kau ada di sini, Mel? Apa yang terjadi? Jangan bilang kalau kau yang telah sengaja membakar rumahku!” tanya Mas Gilang dengan nada menuduh.“Ya, sepertinya begitu, Mas. Karena aku tadi ke rumahnya mengantar surat cerai kalian. Aku bilang kalau kita sudah pacaran. Sepertinya dia cemburu, emosi, lalu nekat membakar rumah. Aku pasti akan menyelidiki ini. Kupastikan kau membusuk di penjara!” Fika mengancamku sambil merangkul lengan Mas Gilang.Lelaki itu tampak risih. Dilepaskannya rangkulan sang pengacara dengan halus. Cara dia memanggil dengan sebutan ‘Mas’ membuatku
Bab 89. Pacar Baru Mas Gilang Kena Tipu“Sampah tempatnya yang pantas kau tahu di mana? Kau tahu di mana?” Fika mengguncang bahu sang pecundang.“Maafkan aku, Fika. Harum sedang hamil, itu saja masalahnya. Kalai Siska, aku kan sudah bilang, penjarakan saja dia! Melur juga, ceraikan saja, tapi Harum bedalah, dia hamil, Fika.” Gilang beralibi.“Bohong! Kau pembohong! Siska kau singkirkan karena dia yang memang telah ingin membunuhmu duluan. Dia menusukmu! Sedang Melur kau suruh ceraikan karena mmenag dia yang menggugatmu. Dia tidak sudi lagi menjadi istrimu. Bkan karena kau ingin menyingkirkannya. Hnaya Harum yang masih bertahan. Perempuan itu sama bodohnya sepertiku. Tapi, sekarang tifdak lagi, Gilang! Kau bedebah! Akan kubantu Siska menuntutmu! Kau yang telah merayu dan memperkosanya di hotel itu. Akan kukumpulkan bukti-bukti untuk menghancurkanmu! Camkan itu!” 
Bab 90. Chika Diculik“Terus, apa yang mereka bicarakan, Pa?” tanyaku serius.“Kalau enggak salah dengar, perempuan itu bilang bertemu di terminal bus Amplas.”“Begitu? Apa maksudnya? Mereka akan bertemu di terminal bus Amplas?”Segera kutelpon mas Diky. Kulaporkan ucapan papa padanya.“Ok, kami bergerak ke sana. Kemungkinan mereka hendak melarikan diri naik bus kalau begitu.” Mas Diky langsung mematikan ponselnya.“Kita ke mana ini?” tanya Mala kemudian.Ke rumah aja, ayo cepat!” Mereka biar diurus para polisi aja!”sahutku makin tegang.“Baiklah, tapi sial banget, sih. Jalan raya jam segini padat banget!” gerutu Mala bolak-balik menginjak rem.Aku tak kalah resah. Panggilan masuk di ponsel menambah panik saj
Bab 91. Pertengkaran dengan Mak Uda di Kantor PolisiAku beralih kepada yang di tengah, Harum. Perempuan itu masih menunduk. Lama kutatap perutnya. Perut itu masaih saja rata. Kualihkan menatap dadanya. Biasa saja. Tidak ada tanda-tanda kalau dia hamil. Bukankah ini sudah cukup lama? Harusnya perut itu mulai membentuk, dada harusnya mulai membengkak. Tapi, perempuan ini biasa-biasa saja. Apakah dia sudah menipu Mas Gilang? Bukankah sejak dia mengaku hamil, awal dari semua malapetaka ini? Mertuaku berubah seratus delapan puluh derajat karena percaya dia hamil.‘Harum! Kau penipu! Kau rusak rumah tagggaku, kau ambli suamiku, kau hancurkan semuanya, kau bakar rumah besar itu, lalu kau culik anakku!’Aku memaki dan mengumpat, tapi hanya dalam hati.Dengan gigi gemeretak kuraih dagunya, kucenkram dengan kencang, lalu kuangkat ke atas hingga bersetatap dengan mat
Bab 150. Ekstra Part 5 (Pernikahan Mala Dan Diky)"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu.
Bab 149. Balasan Kejam Buat sang Durjana ( Ekstra Part Akhir) VOP Fika Aku memang sudah berumur. Sudah hampir kepala empat. Hingga detik ini tak juga menikah, karena memang tak mau menikah Keputusanku tak mau menikah bukan karena apa-apa. Rasa kecewa karena pernah bertepuk sebelah tangan, membuatku tak mau membuka pintu hati pada siapa pun lagi. lebih baik hidup sendiri dari pada kecewa lagi. Fajar, pemuda yang telah mencuri hatiku. Sayang, dia tidak ada rasa sedikitpun untuk menerima kehadiranku. Cintaku tak berbalas. Cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi, aku tidak pernah membencinya. Saat dia memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya, aku turut berbahagia. Meski sakit, aku harus tetap waras. Fajar tidak bersalah. Wanita pilihannya juga tidak salah. Yang bersalah itu adalah aku.&nbs
Bab 148. Ekstra Part 4 VOP Gilang "Selamat menghirup udara bebas! Selamat datang kembali di dunia yang penuh sandiwara ini!" Aku terperangah. Seorang wanita tinggi semampai berkacamata hitam, menegurku. Aku tidak dapat mengenalinya. Lama kupindai wajah dan penampilannya. Rambut sebahu hitam legam, badan padat berisi, dan suara yang tegas penuh wibawa. "Selamat menjalani babak kedua dalam hidupmu?" ucapnya lagi. Jemari dengan berkutek merah terang itu memegang bingkai kacamata, lalu menanggalkannya perlahan. "Fika ...!" gumamku terkejut. Pengacara wanita yang telah membuat sang Hakim mengetuk palu, memutuskan hukuman penjara buatku. "Enggak ada yang jemput, ya? Kasihan banget kamu. Mana keluargamu?" Aku hanya m
Bab 147. Ekstra Part 3 “Oh, iya, sabar, ya, Bu. Sebentar saja, kok! Enggak lama. Mereka pelanggan tetap saya. Harus ekstra pelayanannya. Memang Ibu yang duduk duluan di sini, tapi, mereka yang memesan duluan.” Penjual es itu, tak menghiraukanku. “Saya duluan! Saya dari tadi di sini! Mentang-mentang mereka orang kaya, saya orang miskin, saya enggak dilayani, begitu? Saya bisa obrak abrik warung jelekmu ini tau?” teriakku mulai emosi. “Lho dari tadi ibu enggak minta, mereka pesan, baru ibu minta, sabar, dong!” Penjual es tak juga memenuhi permintaanku. “Pokoknya layani saya dulu! Saya sudah tidak sabar! Biar jadi pelajaran buatmu! Jangan pilih kasih sama pembeli, ya!” “Ya, sudah, ibu ambil yang sudah dibungkus itu, dulu, enggak apa-apa, saya akan ganti nanti buat mereka, tanggung ini, dua bungkus lagi!” “Saya e
Bab 146. Ekstra Part 2 Secara rutin aku memeriksakan diri ke dokter. Namun penyakitku tak juga kunjung sembuh. Awalnya tak menunjukkan gejala apa-apa. Tetapi setelah beberapa tahun kemudia, infeksi itu sudar menyerang bagian dalam tubuh. Mulai dari uterus, bahkan alat kelamin itu sendiri. Melihat kondisiku, tak ada lagi lelaki hidung belang yang mau menggunakan jasaku. Mereka merasa jijik dan takut tertular. Padahal aku tak pernah mengatakan tentang penyakitku. Aku hanya deman biasa, begitu alasanku. Tapi, melihat kodisi tubuhku yang kian kurus tinggal tulang, juga lemah tak bertenaga, mereka semakin curiga. Bokong dan dada besarku yang sangat terkenal di kalangan lelaki durjana itu, mulai menipis. Hilang sudah andalanku dalam menjerat mangsa. Aku menganggur. Makan tidur menjadi tanggunagn Bang Jordan. Dia mulai marah karena mengaggap aku tak lagi meguntungka
Bab 145.Ekstra Part 1 VOP Harum Kehancuran Kak Melur adalah target utamaku. Dia yang telah membawaku ke kota ini, semua masalah ini timbul karena dia, Aku dan keluargaku terusir dari kampung, juga karena dia telah menghasut orang kampung. Sekarang, Mas Yanto meninggal, Ibu di penjara, dan aku terlunta-lunta dengan penyakit di tubuhku. Ke mana aku akan bernaung sekarang? Setelah kucoba mengemis kepadanya, dia malah mengusirku dengan kasar. Harusnya dia bertanggung jawab dan menampungku. Sekarang, ke mana aku akan melangkah? Uang yang di berinya waktu itu hanya cukup biaya makan seminggu. Untung tempat tinggal aku enggak perlu bayar. Bekas toko ini bisa kugunakan untuk tempat bernaung. Tapi untuk makan besok, aku uang dari mana? Sebuah Mobil berhenti di depan toko. Gegas aku keluar melihatnya. Itu Bang Jordan, teman Mas Gilang sekaligus tempat
Bab 144. Cinta Pertama Dan Selamanya (Tamat) Itu Kak Bulan. Dia merekam video ini untukku? Kak Bulan tengah duduk di samping sebuah ranjang pasien. Sepertinya seseorang sedang berbaring di ranjang itu. Entah siapa, wajahnya tidak muncul di rekaman. “Maaf, ya, Mel. Sepertinya kamu sudah duluan lihat fhoto-fhoto itu baru buka plasdisc ini. Iya, kan? Pasti kamu sedang marah, emosi, kecewa dan mungkin kamu juga udah ngusir Reno. Aku enggak tahu persis apa yang terjadi di situ. Aku hanya berusaha memberi yang terbaik buatmu, adikku. Selama ini kami sekeluarga telah membuat hidupmu hancur. Untuk terakhir kalinya aku berusah setidaknya bisa menyelamatkan pernikahan yang baru saja kau mulai. Isi Plasdisc ini aslinya bukan ini, Mel. Sengaja kuhapus, dan kuganti dengan yang ini. Tapi, foto-foto itu enggak bisa kuganti, karena dia yang memesan karangan bunga itu. Kau tahu siapa? Ha
Bab 143. Kejutan Di Malam Pertama Pertama“Terima kasih sudah menjadi istriku, Mel! Aku sangat mencintaimu! I Love you, Sayang!” bisiknya lembut di telinga.“Kau juga tampan sekali, Mas, aku bangga dan sangat bersyukur bisa memilikimu. I love you, too,” balasku mengerjapkan mata.“Terima kasih.” Mas Reno tersenyum lagi. “Sekarang, ya?” tanyanya memohon izin.Aku tak menjawab, karena memang dia pun tak menunggu jawaban dariku. Mulutku tak lagi bisa berucap. Bibir kenyal mas Reno telah melumatnya. Awalnya begitu lembut, namun sesaat kemudian berubah kasar. Mas Reno melumatnya dengan begitu rakus.Aku membalas setiap lumatannya. Makin terhanyut saat lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Mas Reno menjelejah setiap inci rongga mulutku. Memeprmainakn lidahku de
Bab 142. Pernikahan Kedua Dan TerakhirkuKupaksa otakku berfikir keras. Mencoba membongkar memori ingatan, namun, tetap tak kutemukan. Tunggu, suaranya? Suaranya, sepertinya juga tidak asing. Sepertinya aku sering mendengarnya, tapi siapa? Apakah karena tertutup masker, sehingga suaranya agak susak kukenali. Rasa penasaram mengaduk hati, ok, aku akan cari tahu dari si pengirim karangan bunga itu.Aku bangkit perlahan, menuju sudut ranjang. Baru saja tanganku hendak meraih kertas kecil yang terselip di karang bunga yang lumayan cantik itu, seseorang memanggilku untuk segera keluar.“Mel! Ayo, rombongan mempelai pria akan segera tiba. Akad nikah akan segera dimulai.”Mala dan Rani berdiri di ambang pintu kamar. Keduanya berkebaya dengan warna dan model yang sama, rambut mereka berdua digelung rapi, wajah di make up cantik.