Bab 126 Rencana Reno Melamar Melur
POV Reno
Rencanaku untuk melamar melur sudah sangat bulat. Tak ada lagi alasan bagiku untuk menunda. Melur adalah wanita yang sangat aku cintai. Cinta pertama dan terakhirku. Kuyakin Melur juga begitu. Meskipun dia seorang janda, tapi aku adalah cinta pertamanya.
Awal aku mengenal Melur, di acara Pelonco Calon mahasiswa Baru di kampus waktu itu. Sebagai kakak senior, aku terlibat dalam kepanitiaan. Kami menyambut para calon mahasiswa baru, memperkenalkan mereka pada lingkungan kampus, sekaligus membentuk pola pikir dan mental yang tangguh sebagai mahasiswa, tonggak masa depan bangsa.
Gadis itu yang paling menonjol di antara calon mahasiswa lainnya. Penampilan sederhana, sikap anggun dan begitu elegan, disempurnakan dengan wajah cantik alami tanpa make up dan polesan.
Aku dan teman-teman sempat bersaing mencuri perhatiannya. Sua
Bab. 127. Rencana Merubah Watak Naif Melur“Coba Mas Reno pikir! Ada orang datang pura-pura susah, dia langsung tolongin. Sebaliknya juga begitu. Nanti dia lihat Mas Reno ngobrol sama perempuan, langsung dia tuduh selingkuh. Dia memutuskan segala sesuatu pakai perasaan bukan pakai otak. Untung dia selama ini punya teman Rani dan Mala. Merekalah yang selalu berusaha mengarahkannya,” papar Andi lagi panjang lebar.“Apa betul yang di ceritakan Andi ini, Ren?” tanya Kak Susi menatapku lekat.“Tak ada manusia yang sempurna, kan, Kak?” lirihku.Aku membenarkan semua tuduhan Andi. Aku juga kadang kecewa dengan sikapnya. Kehancuran hubungan kami dulu, juga tak lepas dari kekurangannya ini. Dia langsung percaya dengan adu domba Gilang tanpa menyelidikinya lebih dahulu.“Ok, kalau memang itu masalahnya, kita bisa ber
Bab 128. Cemburu Pada Mas RenoPagi ini aku sengaja bangun lebih awal. Setelah melaksanakan sholat Shubuh, aku menyegarkan tubuh dengan melalukan fitness secara mandiri. Alat fitness yang kupesan sebulan lalu hampir tak pernah kusentuh. Kubiarkan terbengkalai begitu saja di sudut kamar.Kesibukan yang menyita waktu membuatku tak pernah ada waktu untuk menggunakannya. Sibuk? Yah, aku sangat sibuk. Bodohnya aku, kesibukan itu bukan untuk mengurus keperluan diri sendiri, melainkan mengurusi urusan orang lain. Sampai-sampai aku tak ada waktu untuk diriku sendiri.Hari ini, segalanya akan mulai berubah. Aku harus mulai memikirkan diriku sendiri. Mengurus kepentingan diri-sendiri. Menjaga kebugaran tubuh dan merawat kecantikan diri, mulai menjadi prioritas utama setela Chika putriku tentu saja.Orang lain tak akan memikirkan aku, bahkan mereka cenderung memanfaatkan kebaikanku, kepolosan dan ke
Bab 129. Kabar Mengenaskan Tentang GilangKupatut pantulan diri di cermin, rasa syukur terucap di bibir. Setelah beberapa bulan melahirkan, akhirnya wujudku kembali seperti semula. Perut yang sempat menggelambir kini sudah rata. Tak ada timbunan lemak di sana.Wajahku juga tak tembem lagi, tanpa bantuan alat make up sekalipun, aku sudah terlihat cantik. Ups, masa aku memuji diriku sendiri? Akh, sudahlah. Yang penting aku sudah menemukan diriku yang dulu lagi. Sudah lama aku tidak memperhatikan penampilan diri. Terlalu sibuk dengan urusan orang.“Hari ini rencanamu ke mana, Mel?”Ibu sudah berdiri di belakangku.Aku mau ngeliat lokasi rumah rumah yang ditawarkan orang kemarin itu, Bu. Bareng Mala, kok. Aku enggak aka pergi sendiri,” jawabku sambil memoles bedak tipis di pipi.“Jadi kamu mau beli rumah?”
Bab 130. Kenapa Ibu Menangis “Kamu enggak nangis, Mel? Ingat dua tahun yang lalu, saat kamu mengira Mas Reno selingkuh, kamu langsung pulang kampung, masuk kamar, ngunci diri, tujuh hari enggak keluar-keluar, enggak mau makan, enggak mau minum, bikin Ibumu panik, lalu Mas Gilang datang, merayumu, membujukmu, dan kau langsung mengira Mas Gilang adalah pahlawanmu?” Mala menatapku dengan ekspresi mengejek. “Bodohnya aku saat itu,” lirihku mencoba menahan emosi. “Ayo, sekarang gitu lagi, dong! Mas Reno selingkuh itu! Di depanmu lagi!” pancing Mala lagi. “Tidak, La. Aku enggak mau seperti dulu lagi. Kalau memang Mas Reno memilih gadis tua itu, enggak apa-apa. Aku ikhlas. Mungkin dia bukan jodohku. Aku masih muda, pasti Allah telah menyiapkan jodoh yang terbaik buatku. Aku mau meniru kamu, La. Kamu aja bisa tenang dan bersikap biasa saja, padahal a
Bab 131. Lamaran MengejutkanApakah aku boleh menangis sekarang? Bolehkah aku meraung sekencangnya sekarang? Aku yakin, sekuat-kuatnya seorang perempuan, tak akan mungkin dia sanggup menghadapi kenyatan sepedih ini! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ibu … Ibu …. Dia tak boleh sakit. Aku harus meminta keluarga sempurna ini segera pergi, sebelum ibuku pingsan.“Maaf, Pak. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada keluarga Bapak. Saya mohon, tolong tinggalkan rumah ini. Saya janji akan segera mengosongkannya,” lirihku dengan menundukkan kepala. Kugenggam tangan ibu erat, untuk menguatkannya.“Maaf, sebelum kami pulang, boleh, dong, kenalan dulu? Kamu, ya, yang namanya Melur, pacar Reno? Kenalin aku Susi.”Perempuan bernasip baik itu menghampiri, sembari menyodorkan tangan menyalam.
Bab 132. Tangisan Mala Usai Acara LamarankuAku tersipu. Kebahagiaan ini terasa begitu sempurna.“Pakaikan, dong, kalungnya! Sebagai ikatan bahwa Melur sudah sah sebagai calon istri,” cetus Rani yang didukung oleh yang lain.Mas Reno terlihat gugup. Dengan gemetar dia mendekatiku lagi. Kurasakan jantung berdegup teramat kencang, saat tangannya bersentuhan dengan kulit leherku. Pasti wajahku merona, karena rasa hangat kurasakan menjalar di sana. Degupan itu kian menghentak-hentak, ketika embusan napasnya menerpa kasar kulit wajah dan leherku. Rasa ini, rasa yang melambungkan segenap angan dan citaku.Sumpah, kebahagian yang kurasakan kali ini, jauh lebih dasyat daripada saat lamaran pernikahanku yang pertama dulu. Padahal ini adalah yang ke dua. Namun jauh lebih istimewa bagiku.“Hore … Tante Cantik! Udah boleh salim, dong?”
Bab 133. Sahabat Bagai KepompongVOP MalaSahabat bagai kepompong. Awalnya aku tak begitu peduli dengan istilah itu. Namun, setelah menjalin persahabatan dengan dua bidadari cantik teman di kampus, istilah itu bagai ritme syahdu yang selalu mengiringi.Rani yang tegas, kalau bicara apa adanya, keras dan agak kasar. Sedangkan Melur si cantik yang lembek, naif, polos, tetapi berhati malaikat. Sifat keduanya sangat bertolak belakang. Akulah yang selalu menjadi penengah mereka. Entah bagaimana mereka menilaiku, yang jelas aku selalu berada di antara keduanya.Saat Rani terlalu keras, dan Melur yang terlalu lembek, aku hadir menawarkan jalan tengahnya. Aku tidak merasa dirikulah yang paling baik, tidak. Aku hanya ingin kami bertiga selalu saling melengkapi itu saja.Banyak orang mengatakan, bila tiga orang bersahabat, pasti akan terjadi petaka. Karena keh
Bab 134. Jemput Malamu, Mas!Aku selalu menasehati Melur agar bersikap dewasa, logika, tegas, jangan naif dan jangan bodoh. Jujur, aku hanya bisa menasehati. AKu hanya bisa bicara. Sesungguhnya, aku sendiri memiliki sifat itu. Aku naif. Aku tidak bisa menggunakan logika. Aku begitu bodoh. Tetap mencintai kekasih sahabatku sendiri. Meski sakit tak henti mendera hati.Hari ini, adalah puncak rasa sakit itu. Mas Reno sudah sah melamar pilihan hatinya. Melur berhasil mendapatkan cinta sejatinya. Aku turut memperjuangkan proses lamaran ini. Aku bahkan ikut menyusun segala sesuatunya demi tercapainya hari bahagia mereka ini.Kukira aku kuat. Kukira hatiku seperti hati Melur yang seperti malaikat. Ternyata aku tak sanggup. Aku juga mansia biasa. Aku sakit. Saat Mas Reno memakaikan kalung di leher jenjang Melur, aku bahagia, dan sangat lega. Tetapi, ada rasa ngilu teramat sangat menusuk ulu hati. Aku tak
Bab 150. Ekstra Part 5 (Pernikahan Mala Dan Diky)"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu.
Bab 149. Balasan Kejam Buat sang Durjana ( Ekstra Part Akhir) VOP Fika Aku memang sudah berumur. Sudah hampir kepala empat. Hingga detik ini tak juga menikah, karena memang tak mau menikah Keputusanku tak mau menikah bukan karena apa-apa. Rasa kecewa karena pernah bertepuk sebelah tangan, membuatku tak mau membuka pintu hati pada siapa pun lagi. lebih baik hidup sendiri dari pada kecewa lagi. Fajar, pemuda yang telah mencuri hatiku. Sayang, dia tidak ada rasa sedikitpun untuk menerima kehadiranku. Cintaku tak berbalas. Cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi, aku tidak pernah membencinya. Saat dia memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya, aku turut berbahagia. Meski sakit, aku harus tetap waras. Fajar tidak bersalah. Wanita pilihannya juga tidak salah. Yang bersalah itu adalah aku.&nbs
Bab 148. Ekstra Part 4 VOP Gilang "Selamat menghirup udara bebas! Selamat datang kembali di dunia yang penuh sandiwara ini!" Aku terperangah. Seorang wanita tinggi semampai berkacamata hitam, menegurku. Aku tidak dapat mengenalinya. Lama kupindai wajah dan penampilannya. Rambut sebahu hitam legam, badan padat berisi, dan suara yang tegas penuh wibawa. "Selamat menjalani babak kedua dalam hidupmu?" ucapnya lagi. Jemari dengan berkutek merah terang itu memegang bingkai kacamata, lalu menanggalkannya perlahan. "Fika ...!" gumamku terkejut. Pengacara wanita yang telah membuat sang Hakim mengetuk palu, memutuskan hukuman penjara buatku. "Enggak ada yang jemput, ya? Kasihan banget kamu. Mana keluargamu?" Aku hanya m
Bab 147. Ekstra Part 3 “Oh, iya, sabar, ya, Bu. Sebentar saja, kok! Enggak lama. Mereka pelanggan tetap saya. Harus ekstra pelayanannya. Memang Ibu yang duduk duluan di sini, tapi, mereka yang memesan duluan.” Penjual es itu, tak menghiraukanku. “Saya duluan! Saya dari tadi di sini! Mentang-mentang mereka orang kaya, saya orang miskin, saya enggak dilayani, begitu? Saya bisa obrak abrik warung jelekmu ini tau?” teriakku mulai emosi. “Lho dari tadi ibu enggak minta, mereka pesan, baru ibu minta, sabar, dong!” Penjual es tak juga memenuhi permintaanku. “Pokoknya layani saya dulu! Saya sudah tidak sabar! Biar jadi pelajaran buatmu! Jangan pilih kasih sama pembeli, ya!” “Ya, sudah, ibu ambil yang sudah dibungkus itu, dulu, enggak apa-apa, saya akan ganti nanti buat mereka, tanggung ini, dua bungkus lagi!” “Saya e
Bab 146. Ekstra Part 2 Secara rutin aku memeriksakan diri ke dokter. Namun penyakitku tak juga kunjung sembuh. Awalnya tak menunjukkan gejala apa-apa. Tetapi setelah beberapa tahun kemudia, infeksi itu sudar menyerang bagian dalam tubuh. Mulai dari uterus, bahkan alat kelamin itu sendiri. Melihat kondisiku, tak ada lagi lelaki hidung belang yang mau menggunakan jasaku. Mereka merasa jijik dan takut tertular. Padahal aku tak pernah mengatakan tentang penyakitku. Aku hanya deman biasa, begitu alasanku. Tapi, melihat kodisi tubuhku yang kian kurus tinggal tulang, juga lemah tak bertenaga, mereka semakin curiga. Bokong dan dada besarku yang sangat terkenal di kalangan lelaki durjana itu, mulai menipis. Hilang sudah andalanku dalam menjerat mangsa. Aku menganggur. Makan tidur menjadi tanggunagn Bang Jordan. Dia mulai marah karena mengaggap aku tak lagi meguntungka
Bab 145.Ekstra Part 1 VOP Harum Kehancuran Kak Melur adalah target utamaku. Dia yang telah membawaku ke kota ini, semua masalah ini timbul karena dia, Aku dan keluargaku terusir dari kampung, juga karena dia telah menghasut orang kampung. Sekarang, Mas Yanto meninggal, Ibu di penjara, dan aku terlunta-lunta dengan penyakit di tubuhku. Ke mana aku akan bernaung sekarang? Setelah kucoba mengemis kepadanya, dia malah mengusirku dengan kasar. Harusnya dia bertanggung jawab dan menampungku. Sekarang, ke mana aku akan melangkah? Uang yang di berinya waktu itu hanya cukup biaya makan seminggu. Untung tempat tinggal aku enggak perlu bayar. Bekas toko ini bisa kugunakan untuk tempat bernaung. Tapi untuk makan besok, aku uang dari mana? Sebuah Mobil berhenti di depan toko. Gegas aku keluar melihatnya. Itu Bang Jordan, teman Mas Gilang sekaligus tempat
Bab 144. Cinta Pertama Dan Selamanya (Tamat) Itu Kak Bulan. Dia merekam video ini untukku? Kak Bulan tengah duduk di samping sebuah ranjang pasien. Sepertinya seseorang sedang berbaring di ranjang itu. Entah siapa, wajahnya tidak muncul di rekaman. “Maaf, ya, Mel. Sepertinya kamu sudah duluan lihat fhoto-fhoto itu baru buka plasdisc ini. Iya, kan? Pasti kamu sedang marah, emosi, kecewa dan mungkin kamu juga udah ngusir Reno. Aku enggak tahu persis apa yang terjadi di situ. Aku hanya berusaha memberi yang terbaik buatmu, adikku. Selama ini kami sekeluarga telah membuat hidupmu hancur. Untuk terakhir kalinya aku berusah setidaknya bisa menyelamatkan pernikahan yang baru saja kau mulai. Isi Plasdisc ini aslinya bukan ini, Mel. Sengaja kuhapus, dan kuganti dengan yang ini. Tapi, foto-foto itu enggak bisa kuganti, karena dia yang memesan karangan bunga itu. Kau tahu siapa? Ha
Bab 143. Kejutan Di Malam Pertama Pertama“Terima kasih sudah menjadi istriku, Mel! Aku sangat mencintaimu! I Love you, Sayang!” bisiknya lembut di telinga.“Kau juga tampan sekali, Mas, aku bangga dan sangat bersyukur bisa memilikimu. I love you, too,” balasku mengerjapkan mata.“Terima kasih.” Mas Reno tersenyum lagi. “Sekarang, ya?” tanyanya memohon izin.Aku tak menjawab, karena memang dia pun tak menunggu jawaban dariku. Mulutku tak lagi bisa berucap. Bibir kenyal mas Reno telah melumatnya. Awalnya begitu lembut, namun sesaat kemudian berubah kasar. Mas Reno melumatnya dengan begitu rakus.Aku membalas setiap lumatannya. Makin terhanyut saat lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Mas Reno menjelejah setiap inci rongga mulutku. Memeprmainakn lidahku de
Bab 142. Pernikahan Kedua Dan TerakhirkuKupaksa otakku berfikir keras. Mencoba membongkar memori ingatan, namun, tetap tak kutemukan. Tunggu, suaranya? Suaranya, sepertinya juga tidak asing. Sepertinya aku sering mendengarnya, tapi siapa? Apakah karena tertutup masker, sehingga suaranya agak susak kukenali. Rasa penasaram mengaduk hati, ok, aku akan cari tahu dari si pengirim karangan bunga itu.Aku bangkit perlahan, menuju sudut ranjang. Baru saja tanganku hendak meraih kertas kecil yang terselip di karang bunga yang lumayan cantik itu, seseorang memanggilku untuk segera keluar.“Mel! Ayo, rombongan mempelai pria akan segera tiba. Akad nikah akan segera dimulai.”Mala dan Rani berdiri di ambang pintu kamar. Keduanya berkebaya dengan warna dan model yang sama, rambut mereka berdua digelung rapi, wajah di make up cantik.