Bab 106. Harum Menolak Melayaniku
“Iya, kenapa? Kamu, kan enggak kerja-kerja? Salah, kalau aku yang kerja?” jawabnya menantang.
“Kamu sepertinya berubah banget. Kamu memutuskan sesuatu tapa merundingkannya dulu denganku? Apa maksudmu, ha?”
“Mas! Jangan egois, dong! Aku keluar mau kerja! Kerjanya juga di warung makan, di dekat pasar itu. Kecuali kerjanya jadi TKW ke luar negeri, baru perlu berunding! Kalau nanti kamu udah kuat, makan siang datang aja ke warung Bu Romlah! Biar kamu liat, aku itu beneran kerja atau bukan! Udah, ah, terlambat, nih. Ini hari pertama aku kerja! Enggak enak kalau terlambat! Aku pergi!”
Aku hanya bisa mengelus dada. Mungkin Harum memang beneran kerja. Aku terlalu curiga, sepertinya.
*
Tiga hari sudah Harum bekerja di warung makan Bu Romlah. Selama tiga hari ini juga dia tak ada waktu lagi buatku. Pulangnya selalu larut
Bab 107. Harum Bergumul Dengan Dua Pria Hidung Belang SekaligusAku tercekat, spontan kuhentikan langkah kaki. Kalimat Susi sunggguh mengagetkanku.“Ingat tetangga, Om, banyak yang enggak makan!” imbuhnya lagi.Dadaku kian bergemuruh hebat. Nafas bahkan terasa sesak. Tangaku tiba-tiba mengepal. Betapa ingin kuhantamkan ke wajah perempuan itu. Tapi, mengingat dia adalah seorang perempuan, terpaksa amarah ini kuredam.“Om, sesekali duduk sini, dong! Kita ngobrol-ngobrol sambil menunggu sang adinda pulang!” celotehnya lagi.Ok, aku akan layani dia kali ini. Sekaligus mencari kebenaran ucapannya barusan. Aku berbalik, lalu mendekatinya di teras. Kuhenyakkan tubuh di bangku papan, tak jauh darinya.“Gitu, dong, Om, sesekali. Jangan ngurung diri terus di kamar! Rokok?” katanya menyodorkan sebungkus rokok yang telah terbuka.
Bab 108. Tawaran Menggiurkan Bos Preman PasarPOV Harum****Namaku Harum. Gadis yang terbuang dan terusir dari kampung. Aku akui, kalau aku memang salah karena telah mencuri suami majikanku sendiri. Laki-laki yang sangat kuingini sejak pertama kali bertemu.Waktu itu ada acara lamaran di rumah tetanggaku, persis di sebelah rumahku. Kak Melur yang sempat kuliah di kota, rupanya dilamar orang. Lelaki yang melamarnya teramat tampan. Kudengar khabar kalau dia adalah putra bungsu pemilik toko pupuk terkenal di daerah kami.Seketika muncul rasa iri akan keberuntungan Kak Melur. Kenapa bisa nasipnya bagus banget? Secara, ya, kami itu sama-sama gadis kampung, anak yatim dan anak orang miskin. Kalau dari segi rupa, jelas dong Kak Melur kalah jauh. Aku menang putih, menang muda, badanku juga jauh lebih seksi daripada dia. Kelebihanku ada pada dada dan bokong. Kak Melur kalah jauh. Jadi, kalau dia b
Bab 109. Tusukan Mas Gilang Membuatku Kehilangan RahimMas Alex benar-benar memenuhi keinginanku. Aku bisa kembali hidup mewah meski secara sembunyi-sembunyi. Aku takut ketahuan istri Mas Alex dan juga Mas Gilang. Aku tidak mau semua rencanaku hancur berantakan.Awalnya hanya Mas Alex saja yang aku temani tidur. Tapi belakangan ini, dia memintaku menenami temannya. Awalnya aku menolak. Tapi karena tawaran duitnya jauh lebih besar, akhirnya aku menyetujuinya. Sama sekali aku tak sadar, kalau aku telah dijadikan wanita penghibur oleh pacar baruku sendiri, Mas Alex. Dan dia bertindak sebagai germonya. Biarlah, yang penting aku dapat uang banyak. Selanjutnya akan kusingkirkan istrinya, agar aku bisa menjadi Nyonya Alex.Melayani teman Mas Alex ternyata menguras tenaga banget. Terlalu banyak permintaan yang aneh-aneh dan gaya yang harus aku ikuti. Hal itu membuatku kian lelah. Jujur, sejak menjalani hubungan ini, aku tak pern
Bab 110. Harum Keluar Dari Rumah Sakit“Selamat pagi, Ibu! Hari ini sudah boleh pulang, ya! Silahkan ditelpon keluarganya untuk menjemput!”Seorang perawat menyapaku pagi ini. Seminggu sudah lamanya aku dirawat di sini. Luka di perut dan dadaku sudah sembuh. Meskipun tenagaku belum juga pulih. Kata Dokter luka tusukan kemarin mengenai organ-organ penting di dalam tubuh. Imbasnya aku akan tetap lemah, tak akan bisa seperti sedia kala.“Ibu! Boleh saya minta nomor ponsel keluarga Ibu?” tanya perawat itu sembari melepas selang inpus dari pergelangan tanganku.“Untuk apa, Suster? Saya akan keluar dari rumah sakit ini, sekarang juga,” jawabku. Tak mungkin kuberi nomor ponsel Ibu dan Mas Yanto. Mereka berada di dalam penjara.“Ibu harus menyelesaikan biaya administrasi dulu, Ibu! Baru boleh keluar!” sergah perawat itu menatapk
Bab 111. Pembantuku Telah KembaliPOV MelurAku dan Ibu sengaja duduk di teras. Kami tengah menunggu kedatangan Mas Reno. Tadi pagi Mas Reno meneleponku, meminta pendapatku tentang nasip HarumAwalnya aku menolak rencananya mengantarkan Harum ke rumahku. Bagaimana mungkin aku akan menerima dia lagi, setelah apa yang pernah dilakukannya pada suamiku. Sebodoh-bodohnya seseorang, jelas tak mungkin dia mau terpersok di lubang yang sama untuk kedua kalinya.Tetapi alasan Mas Reno sangat masuk akal. Kemanusiaan. Harum tidak punya siapa-siapa di kota ini. Sedang kalau pulang ke kampung, selain dia tak punya rumah lagi, warga kampung pun tak menyukainya. Daripada terjerumus kian dalam ke lembah hitam, bukankah lebih baik kita menolongnya, membimbingnya ke jalan yang benar, meski dengan cara paksa atau seret sekalipun.Mas Reno sangat percaya, kalau Harum akan hancur bila berg
Bab 112. Harum Menginginkan Mas Reno“Satu hal yang perlu kau ingat adalah! Jangan pernah berpakaian seksi di sini. Jika kau melanggar, maka seisi rumah berhak menegurmu! Kalau berbuat kesalahan, aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari sini. Sudah sana! Tanya Bik Ina, mana kamarmu, dan mulai bekerja!” perintahku.Harum beranjak pergi.Ibu menepuk lembut punggungku. “Semoga arwah Pak Udamu, tenang di sana,” ucapnya lalu masuk ke rumah.Aku mengikutinya. Namun, kami dikagetkan demi mendengar suara Bik Yerti yang mengomel dengan kencang. Kenapa dia? Gegas aku dan Ibu berjalan ke belakang.“Sekali pelakor ya, tetap pelakor! Awas aja kalau kau berani godain suamiku! Kucabe tempemu yang kegatelan itu! Tau, kau!” teriak Bik Yerti semakin kencang.“Siapa juga yang mau sama aki-aki kayak
Bab 113. Restu Dari Ibu Buat Mas Reno“Aamiin, Ya, Allah. Semoga lancar, ya! Kamu udah mau wisuda, Mas. Ya, Allah, leganya. Akhirnya, kuliah kamu yang sempat terancam DO, selesai juga. Kamu behasil jadi sarjana, Mas.”Tak sadar butiran bening menetes di pipi. Rasa haru menyeruak di hati. Seharusnya Mas Reno sudah selesai setahun yag lalu. Tapi karena prahara yang melanda cinta kami, semuanya gagal. Syukurlah segalanya kembali membaik.Mas Reno akan menyelesaikan kuliahnya, aku telah lepas dari cengkraman Mas Gilang. Namun, cinta kami tetap belum jelas nasipnya. Ibu belum juga merestui. Niat baik keluarga Mas Reno tak pernah ditanggapinya. Berkali sudah orang tua Mas Reno hendak bersilaturahmi ke rumah, ditolak dengan tegas olehnya.Padahal sudah lelah aku menjelaskan kalau Papa Mas Renolah yang telah membantuku di persidangan, tanpa uang sepeserpun sebagai imbalan. Mungkin ras
Bab 114. Permintaan Harum“Ibu! Mas Reno itu udah ada sejak dulu, sejak aku masih kuliah. Jauh sebelum aku nikah sama Mas Gilang. Jadi, bukan aku cari-cari,” dalihku membela diri.“Iya, sekarang ibu sudah paham. Ibu ngerti, Mel. Ibu minta maaf, sempat enggak percaya pada hubungan kalian.”“Ibu ….” Aku menatap lekat wajah Ibuku. Tatapan bahagia dan ungkapan terima kasih yang tak bisa diucap dengan kata-kata.“Iya, Nak. Tapi, ibu harap, kalian jangan buru-buru nikah! Apa kata orang nanti. Baru juga jadi janda, langsung buru-buru nikah. Orang enggak akan mau tahu alasan yang sebenarnya. Hal negative paling mudah disematkan orang pada kejadian yang dia sendiri tak paham. Tunggulah beberapa bulan lagi, ya, Nduk!”“Ibu … aku bahagia banget. Akhirnya Ibu mau nerima Mas Reno. Enggak perduli kapan boleh nikahnya, asal Ibu
Bab 150. Ekstra Part 5 (Pernikahan Mala Dan Diky)"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu.
Bab 149. Balasan Kejam Buat sang Durjana ( Ekstra Part Akhir) VOP Fika Aku memang sudah berumur. Sudah hampir kepala empat. Hingga detik ini tak juga menikah, karena memang tak mau menikah Keputusanku tak mau menikah bukan karena apa-apa. Rasa kecewa karena pernah bertepuk sebelah tangan, membuatku tak mau membuka pintu hati pada siapa pun lagi. lebih baik hidup sendiri dari pada kecewa lagi. Fajar, pemuda yang telah mencuri hatiku. Sayang, dia tidak ada rasa sedikitpun untuk menerima kehadiranku. Cintaku tak berbalas. Cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi, aku tidak pernah membencinya. Saat dia memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya, aku turut berbahagia. Meski sakit, aku harus tetap waras. Fajar tidak bersalah. Wanita pilihannya juga tidak salah. Yang bersalah itu adalah aku.&nbs
Bab 148. Ekstra Part 4 VOP Gilang "Selamat menghirup udara bebas! Selamat datang kembali di dunia yang penuh sandiwara ini!" Aku terperangah. Seorang wanita tinggi semampai berkacamata hitam, menegurku. Aku tidak dapat mengenalinya. Lama kupindai wajah dan penampilannya. Rambut sebahu hitam legam, badan padat berisi, dan suara yang tegas penuh wibawa. "Selamat menjalani babak kedua dalam hidupmu?" ucapnya lagi. Jemari dengan berkutek merah terang itu memegang bingkai kacamata, lalu menanggalkannya perlahan. "Fika ...!" gumamku terkejut. Pengacara wanita yang telah membuat sang Hakim mengetuk palu, memutuskan hukuman penjara buatku. "Enggak ada yang jemput, ya? Kasihan banget kamu. Mana keluargamu?" Aku hanya m
Bab 147. Ekstra Part 3 “Oh, iya, sabar, ya, Bu. Sebentar saja, kok! Enggak lama. Mereka pelanggan tetap saya. Harus ekstra pelayanannya. Memang Ibu yang duduk duluan di sini, tapi, mereka yang memesan duluan.” Penjual es itu, tak menghiraukanku. “Saya duluan! Saya dari tadi di sini! Mentang-mentang mereka orang kaya, saya orang miskin, saya enggak dilayani, begitu? Saya bisa obrak abrik warung jelekmu ini tau?” teriakku mulai emosi. “Lho dari tadi ibu enggak minta, mereka pesan, baru ibu minta, sabar, dong!” Penjual es tak juga memenuhi permintaanku. “Pokoknya layani saya dulu! Saya sudah tidak sabar! Biar jadi pelajaran buatmu! Jangan pilih kasih sama pembeli, ya!” “Ya, sudah, ibu ambil yang sudah dibungkus itu, dulu, enggak apa-apa, saya akan ganti nanti buat mereka, tanggung ini, dua bungkus lagi!” “Saya e
Bab 146. Ekstra Part 2 Secara rutin aku memeriksakan diri ke dokter. Namun penyakitku tak juga kunjung sembuh. Awalnya tak menunjukkan gejala apa-apa. Tetapi setelah beberapa tahun kemudia, infeksi itu sudar menyerang bagian dalam tubuh. Mulai dari uterus, bahkan alat kelamin itu sendiri. Melihat kondisiku, tak ada lagi lelaki hidung belang yang mau menggunakan jasaku. Mereka merasa jijik dan takut tertular. Padahal aku tak pernah mengatakan tentang penyakitku. Aku hanya deman biasa, begitu alasanku. Tapi, melihat kodisi tubuhku yang kian kurus tinggal tulang, juga lemah tak bertenaga, mereka semakin curiga. Bokong dan dada besarku yang sangat terkenal di kalangan lelaki durjana itu, mulai menipis. Hilang sudah andalanku dalam menjerat mangsa. Aku menganggur. Makan tidur menjadi tanggunagn Bang Jordan. Dia mulai marah karena mengaggap aku tak lagi meguntungka
Bab 145.Ekstra Part 1 VOP Harum Kehancuran Kak Melur adalah target utamaku. Dia yang telah membawaku ke kota ini, semua masalah ini timbul karena dia, Aku dan keluargaku terusir dari kampung, juga karena dia telah menghasut orang kampung. Sekarang, Mas Yanto meninggal, Ibu di penjara, dan aku terlunta-lunta dengan penyakit di tubuhku. Ke mana aku akan bernaung sekarang? Setelah kucoba mengemis kepadanya, dia malah mengusirku dengan kasar. Harusnya dia bertanggung jawab dan menampungku. Sekarang, ke mana aku akan melangkah? Uang yang di berinya waktu itu hanya cukup biaya makan seminggu. Untung tempat tinggal aku enggak perlu bayar. Bekas toko ini bisa kugunakan untuk tempat bernaung. Tapi untuk makan besok, aku uang dari mana? Sebuah Mobil berhenti di depan toko. Gegas aku keluar melihatnya. Itu Bang Jordan, teman Mas Gilang sekaligus tempat
Bab 144. Cinta Pertama Dan Selamanya (Tamat) Itu Kak Bulan. Dia merekam video ini untukku? Kak Bulan tengah duduk di samping sebuah ranjang pasien. Sepertinya seseorang sedang berbaring di ranjang itu. Entah siapa, wajahnya tidak muncul di rekaman. “Maaf, ya, Mel. Sepertinya kamu sudah duluan lihat fhoto-fhoto itu baru buka plasdisc ini. Iya, kan? Pasti kamu sedang marah, emosi, kecewa dan mungkin kamu juga udah ngusir Reno. Aku enggak tahu persis apa yang terjadi di situ. Aku hanya berusaha memberi yang terbaik buatmu, adikku. Selama ini kami sekeluarga telah membuat hidupmu hancur. Untuk terakhir kalinya aku berusah setidaknya bisa menyelamatkan pernikahan yang baru saja kau mulai. Isi Plasdisc ini aslinya bukan ini, Mel. Sengaja kuhapus, dan kuganti dengan yang ini. Tapi, foto-foto itu enggak bisa kuganti, karena dia yang memesan karangan bunga itu. Kau tahu siapa? Ha
Bab 143. Kejutan Di Malam Pertama Pertama“Terima kasih sudah menjadi istriku, Mel! Aku sangat mencintaimu! I Love you, Sayang!” bisiknya lembut di telinga.“Kau juga tampan sekali, Mas, aku bangga dan sangat bersyukur bisa memilikimu. I love you, too,” balasku mengerjapkan mata.“Terima kasih.” Mas Reno tersenyum lagi. “Sekarang, ya?” tanyanya memohon izin.Aku tak menjawab, karena memang dia pun tak menunggu jawaban dariku. Mulutku tak lagi bisa berucap. Bibir kenyal mas Reno telah melumatnya. Awalnya begitu lembut, namun sesaat kemudian berubah kasar. Mas Reno melumatnya dengan begitu rakus.Aku membalas setiap lumatannya. Makin terhanyut saat lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Mas Reno menjelejah setiap inci rongga mulutku. Memeprmainakn lidahku de
Bab 142. Pernikahan Kedua Dan TerakhirkuKupaksa otakku berfikir keras. Mencoba membongkar memori ingatan, namun, tetap tak kutemukan. Tunggu, suaranya? Suaranya, sepertinya juga tidak asing. Sepertinya aku sering mendengarnya, tapi siapa? Apakah karena tertutup masker, sehingga suaranya agak susak kukenali. Rasa penasaram mengaduk hati, ok, aku akan cari tahu dari si pengirim karangan bunga itu.Aku bangkit perlahan, menuju sudut ranjang. Baru saja tanganku hendak meraih kertas kecil yang terselip di karang bunga yang lumayan cantik itu, seseorang memanggilku untuk segera keluar.“Mel! Ayo, rombongan mempelai pria akan segera tiba. Akad nikah akan segera dimulai.”Mala dan Rani berdiri di ambang pintu kamar. Keduanya berkebaya dengan warna dan model yang sama, rambut mereka berdua digelung rapi, wajah di make up cantik.