Beranda / Romansa / Pelakor Harus Mati / (Season 2) BAB 30 - Perceraian Miranda

Share

(Season 2) BAB 30 - Perceraian Miranda

Penulis: Zia Cherry
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tok tok.

Ketukan itu memecah lapisan beku di antara kami. Kak Indra masih menatapku, meminta sebuah jawaban, ketika yang kulakukan adalah berjalan ke pintu, membiarkan Leslie dan Dinda masuk, dan mengintrupsi perbincangan yang tak ingin kulanjutkan.

“Shei! Akhirnya kamu masuk kant— what the f*ck!” Suara Leslie membeku dalam keterkejutan.

Kopi yang dibawa Dinda bahkan jatuh begitu saja, membuat genangan hitam di bawah kakinya. Seketika ruangan Kakak dipenuhi nyengat aroma kopi.

“Astaga! Ka… kamu… sudah gila?” Leslie terbata. Manik matanya bergetar menatap wajahku.

Tangan Dinda terulur dramatis, menyentuh ujung rambutku yang terpotong.

“Model baru, cocok kan? Aku sudah lama mau potong model bob begini.”

Bukannya menjawab, Leslie justru menutup mulutnya, lalu tetesan air mata mulai jatuh tanpa tertahan. Bahkan Dinda ikut menatap sedih.

Demi Tuhan, ini hanya sebuah potongan rambut. Apakah mereka harus sedramatis itu? Aku masih hidup, bernapas dengan baik, apakah di mata mereka aku tak lag
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 31 - In Between

    ‘Jika kau berada di sebuah kapal yang akan tenggelam, dan hanya bisa menyelamatkan satu orang di antara ibu atau kekasihmu, siapa yang akan kau selamatkan terlebih dulu?’Kau pernah mendengar pertanyaan itu?Atau kau pernah melontarkan pertanyaan itu?Bagiku, itu adalah pertanyaan yang paling menyeramkan. Takkan kulontarkan pertanyaan itu kepada siapa pun, dengan aku menjadi salah satu pilihannya. Karena selama ini aku selalu menjadi sosok yang dibiarkan mati tenggelam.Bahkan meski hanya dalam sebuah pengandaian yang belum tentu terjadi.“Ini?” Leslie ikut menghentikan langkahnya saat aku berhenti.“Ini mobilnya?” Dinda melanjutkan pertanyaan Leslie.Lekat kutatap mobil di hadapanku. Beberapa kali aku duduk sebagai penumpang di dalam mobil itu. Beberapa kali juga aku merasa betapa amannya berada di sampingnya, hingga kupikir, akhirnya nasib buruk itu berhenti datang. Akhirnya aku menemukan

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 32 - Bagaimana Caramu Memb*nuh Orang yang Kau Sayangi?

    PLAK!Kedua mataku terbelalak lebar. Suara tamparan itu menyentak tubuhku. Refleks, tanganku menyentuh pipi, tapi tidak ada sengatan rasa sakit di sana.Aku berdiri, menatap bingung tempat familiar yang juga terasa asing itu.Di mana aku sekarang?PLAK!Suara tamparan kedua membuatku menoleh.“Dasar perempuan nggak berguna! Harusnya kamu m*ti!”Betapa terkejutnya aku saat melihat sosok Dandy. Di hadapannya, Kakak tampak berlutut tengadah saat Dandy menarik rambutnya dengan keras. “Kamu harusnya m*ti, Bianca!”“Lepas, Mas!” Kakak berusaha keras melepaskan tangan Dandy yang mencengkram rambutnya. Namun, semakin kencang usaha Kakak, semakin keras cengkraman Dandy. Ia mengangkat kembali tangannya, lalu melayangkan sebuah tamparan keras yang lain. Hingga aku bisa melihat tubuh Kakak terpelanting dengan noda darah di sudut bibirnya.‘Kakak!’ teriakku, tapi

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 33 - A Sip of Poison

    Setelah memastikan wajahku tak menyisakan jejak air mata atau kesedihan yang tercipta dari mimpi buruk itu, aku turun ke ruang makan. Tempat ia menungguku.Sengatan air dingin yang mengguyurku saat mandi, membuat pikiranku sedikit lebih jernih. Kuharap, itu membuatku siap menemuinya. Rumah dua lantai yang kami tempati semenjak menikah terasa sangat lenggang. Semua seakan terdiam melihat kedatanganku. Bahkan para pelayan hanya bergerak ketika diperintahkan, seperti tubuh tak berjiwa.Mereka menunduk saat aku tiba di ruang makan. Samar aku bisa melihat rona merah di salah satu pipi Aria. Apakah itu hukuman darinya karena lalai mengabari keberadaanku pagi tadi?Aku menarik napas panjang sebelum kembali melanjutkan langkah.Pria itu sudah duduk di depan meja makan, dengan sajian makanan mewah seperti biasa. Dua hari yang lalu, aku bahkan tidak sanggup memakan apa pun. Ketidak beradaannya membuat seluruh nafsu makanku lenyap.Siapa sangka

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 34 - Rindu

    “Nona Sheila, sudah waktunya.” Suara Aria muncul dari balik pintu yang terkunci. “Acaranya akan dimulai jam 8 malam.”Aku tetap bergeming tanpa jawaban. Kutatap pantulan wajahku yang terrias sempurna di cermin. Ia seperti seorang putri yang siap menghadapi dunia dengan kecantikannya. Ia seperti gadis belia yang mampu mengalihkan pandangan semua orang karena keanggunannya.Namun, bagiku, sosok itu hanyalah sebuah cangkang tak bernyawa. Perasaan hampa membuat waktu di sekelilingku terasa melambat.“Nona Sheila.”Saat suara Aria kembali terdengar, kulirik ponsel yang masih gelap di atas nakas. Tidak ada tanda-tanda ia akan membalas pesan yang kukirimkan ke ponselnya. Tidak ada telepon, atau kabar apa pun, seperti biasa.Malam ini, aku harus menghadiri sebuah undangan peresmian hotel sebagai Nyonya Anggara Miles. Pemilik hotel itu adalah rekan bisnis Miles Group. Tentu saja nama kami tertera sebagai tamu VIP seperti seluruh keluarga Miles yang lainnya. Aku bisa membayangkan berapa banyak

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 35 - Love Is Blue

    Sentuhannya membakar jiwa dan tubuhku. Belaiannya yang penuh tekanan membuat jiwaku yang sempat redup karena merindu, kini kembali hidup. Ciumannya seakan membawa ragaku melayang di atas ratusan lilin yang menyala. Semakin dalam ia menyentuhku, justru semakin deras air mataku mengalir. Rindu yang menyatu dengan rasa sakit melalap hidupku sedikit demi sedikit. Lenganku secara otomatis melingkari lehernya saat ia merengkuh tubuhku lebih rapat. Bibirku membalas ciuman panasnya, seakan tubuhku khawatir ini akan menjadi kali terakhir bagi kami. Ia adalah racun untukku. Namun kau tau, aku bahkan akan dengan senang hati untuk meminum secawan racun demi bisa bersamanya sedikit lebih lama. Meski itu artinya akan mengikis jiwaku. Aku tidak peduli jika ia memiliki wanita lain yang dicintainya. Aku tidak peduli jika ia datang hanya karena membutuhkan tubuhku. Aku tidak peduli jika ia hanya menunjukkan sisi tajam kepadaku, selama aku bisa melihatnya, itu sudah lebih dari cukup. Sebesar itu a

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 36 - Kecelakaan Miranda

    Apa kau pernah jatuh cinta pada tokoh dalam sebuah kisah? Itu menyakitkan bukan? karena tidak peduli sebanyak apa harapanmu untuk bersamanya, ia hanyalah sebuah tokoh yang takkan menjadi nyata. Dan, itu lah Xei Anggara Miles untukku. Bagaimana mungkin aku tetap mencintai sosok yang kutau bukan diciptakan untukku? “I… ini tentang Bu Miranda.” Aku yakin, pria yang belakangan kuketahui bernama Davin itu tidak berniat menyakitiku. Ia berkali-kali melirik ke arahku saat menyebutkan namanya. Aku bisa merasakan ketegangan merayap naik di antara kami. Semua orang terdiam. Yang tidak mengerti hanya mampu melirik penuh tanya, sedang yang mengetahui siapa Miranda, kini saling melempar pandang gelisah. Apa mungkin mereka khawatir aku akan meledak dalam amarah? Tangan suamiku terkepal, ia melirikku sekilas. “Jelaskan itu nanti. Saya harus pergi sekarang.” Aku menoleh tak percaya kepadanya. Kelegaan merayap naik ke wajahku. Tanpa sadar sejak tadi aku menahan napas karena terlalu gugup. Kup

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Bab 37 - Penculikan Sheila

    “BOD*H! KAMU BENAR-BENAR ANAK YANG NGGAK BERGUNA!!” Brak! “Cukup, Sayang!” “B*NGSAT! INI GARA-GARA KAMU TERLALU LEMAH! LIHAT ANAK INI, DIA BAHKAN NGGAK BECUS MENGGODA ANGGARA! HARUSNYA KITA PILIH ANAK LAIN DI PANTI ASUHAN HARI ITU!” “Sayang! Ini semua bukan karena Riana. Perempuan itu datang lagi, dan ditambah ada anak ini…” “CIH! KALIAN PIKIR INI BISA JADI ALASAN?! KALAU KAMU CUKUP PINTAR MENGGUNAKAN TUBUHMU ITU, HARUSNYA KAMU SUDAH MENDAPATKAN PERHATIAN ANGGARA SEKARANG! HARUSNYA KALIAN MENIKAH DAN MEMILIKI ANAK UNTUK MENDAPATKAN WARISAN. BUKANNYA BERMAIN-MAIN SEPERTI INI! PERCUMA SAYA MENGINVESTASIKAN UANG SEBANYAK ITU UNTUK MENGURUS LINTAH NGGAK BERGUNA SEPERTI KAMU!” “Sayang! Tapi Riana juga sudah punya rencana yang lain. Kali ini pasti berhasil.” “RENCANA?! B*NGSAT! MULAI SEKARANG SAYA AKAN GUNAKAN CARA SAYA SENDIRI. SAYA AKAN B*NUH ANGGARA!” “Papa! Tolong jangan b*nuh Kak Anggara! Aku janji, aku akan perbaiki semuanya sekarang. Aku akan menikah dengan Kak Anggara! Aku

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) BAB 38 - Kisah 7 Tahun yang Lalu

    “BR*NGSEK! APA KALIAN NGGAK BISA BEKERJA DENGAN BAIK SEKALI AJA?!” Riana memaki sambil mendorong kursinya hingga jatuh. Ia menampar pria pembawa pesan itu, lalu dengan langkah gusar, ia berjalan ke luar ruangan. “KALIAN!” katanya, menunjuk beberapa pria itu. “IKUT AKU!” lalu masih dengan wajah penuh amarah, ekor matanya melirik ke arahku. “Sisanya, jaga di depan, pastikan tikus ini nggak bergerak sedikit pun.” Suara itu berupa desisan penuh kebencian. Sedetik kemudian, lenggang menghampiri ketika mereka semua pergi. Kini hanya ada aku dan Aria yang entah masih hidup atau tidak. Aku tertunduk menatap lantai penuh darah. Seluruh emosi mulai berkecamuk di dalam dada. Aku tidak pernah menyangka namanya bisa membawa kelegaan yang luar biasa, sekaligus jutaan rasa takut yang bersamaan. Akankah ia menolong kami? “No… nona Shei…” Aku menoleh cepat ketika mendengar suara Aria yang berupa rintihan lemah. Salah satu matanya terbuka perlahan, sedang yang lain tertutup luka lebam yang memben

Bab terbaru

  • Pelakor Harus Mati   (Alternative Ending) - 2

    “Apa harus sampai begitu?” tanya Sheila sebal kepada pria yang dengan santai berjalan di sampingnya.“Apa?” tanya pria itu tak acuh.Sheila bersidekap kesal, bahkan sampai saat ini sikapnya tidak pernah berubah. “Kalau begini, Anda bisa ke kamar sendiri. Saya mau tetap di sini,” ancam Sheila sungguh-sungguh, dan seketika wajah pria itu berubah tidak suka.Ia menghentikan langkahnya, menoleh sambil berkacak pinggang. Namun, Sheila sama sekali tidak berniat mundur. Ia bersidekap, wajahnya terangkat tinggi penuh ancaman.“Shei....”“Saya nggak sendiri di sini. Ada Amara dan teman-temannya, bahkan keluarga kita di hotel ini. Dan… semua pengawal Anda ada di sini.” Sheila melirik beberapa pria berpakaian hitam yang berdiri bagai patung di koridor hotel. Dan ia yakin bukan hanya di sini, tapi di setiap sudut hotel, pria itu sudah menempatkan orang-orangnya. Rasanya sekarang lebih tepat dikatakan sebagai ajang pertemuan mafia dibanding malam sebelum pernikahan kedua mempelai.Pria itu menarik

  • Pelakor Harus Mati   (Alternative Ending) - 1

    “Oh my God! Selamat, Amara!”Plop.Seseorang baru saja menembakkan confetti popper ke udara. Serpih warna warni potongan kertasnya menghujani sang calon pengantin dengan dramatis. Di dalam kamar hotel yang sudah dihias sedemikian rupa dengan taburan mawar dan balon berwarna merah muda, gema tawa gadis-gadis terdengar begitu renyah.“YEAAAYYYYYYY, FINALLY, AMARA!!!” Seorang gadis berambut pirang sebahu memasangkan sebuah tiara ke kepala gadis cantik itu. “Selamaat! Akhirnya kamu bisa meluluhkan dinding es Simmons.”“Dia bukan dinding es lagi, Cik, tapi dinding batu! Hahahaha.”“Iya, hahahaha!”Amara, yang hari itu menjadi pemeran utama, hanya mampu tersenyum bangga sambil mengangkat gelas sampanyenya.“Kalau aku jadi kamu, aku sih sudah mundur dari dulu. Males banget deh lihat muka datarnya Simmons!” komentar salah satu sahabat Amara yang lain, yang juga memiliki rambut sebahu tapi berwarna biru.“Heh, Simmons itu sadar diri, dia paham betul siapa Amara ini!” gadis lain yang menggunaka

  • Pelakor Harus Mati   SEPATAH KATA

    Halo, semuanya…. Saya Zia. ^^ Terima kasih karena sudah membaca kisah ini sampai akhir. Huhuhuhuhuhuhuhu. Terharu, karena akhirnya saya bisa menamatkan cerita ini. T___T Dan kalau kalian tanya kenapa cerita ini lama sekali sampai bab tamat, karena sejujurnya… saya masih mencari celah untuk memperbaiki hubungan Sheila dan Anggara! Setiap bab di kisah mereka, saya tulis sambil berderai air mata. (Lebay banget ya, hahahhaha). Tapi memang begitulah. Saya mau menggambarkan betapa besarnya cinta mereka, tapi di saat yang sama, mereka juga putus asa, kecewa dengan apa yang terjadi, dan menemui jalan buntu. Sejujurnya, saya pribadi nggak setuju dengan akhir dari cerita ini. Tapi saat menulis kadang saya nggak bisa mengontrol karakter itu sepenuhnya. Walaupun saya sudah membuat plot dari awal, tapi kadang karakter tsb berkembang menjadi sosok yang tidak direncanakan, pun dengan pilihan yang diambil karakter tsb. (Ini mungkin kedengaran aneh, tapi mereka benar-benar hidup di dalam benak s

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 15

    10 tahun kemudian. “Jadi? Akhirnya pangeran itu m*ti, Tante?” tanya seorang gadis 11 tahun. Suara deburan ombak mengalun merdu bersama hembusan angin beraroma garam. Mendung di luar sana mengubur cahaya rembulan dan bintang sepenuhnya. Kini yang terlihat hanyalah hamparan gelap dan suara ombak yang saling bersahut-sahutan. “Tante?” Salah satu gadis mungil mengguncangkan tangan wanita yang tengah melamun itu, memintanya melanjutkan akhir dari kisah yang dibacakannya. Mata indahnya mengedip lucu penuh penantian. “Ah, ya?” Akhirnya, wanita itu kembali. “Jadi gimana akhirnya? Pangeran itu benar-benar m*ti?” desak gadis yang 3 tahun lebih tua dari adiknya. Wanita itu menghela napas panjang, lalu menatap lembar buku di pangkuannya. “Ya, dan… nggak,” jawab wanita itu lembut. “Lho, gimana deh? Aku nggak ngerti!” “Aku juga!” “Sudah, sekarang kalian harus tidur.” “Ahhh! Selesain dulu ceritanya, Tante!” “Hm…” Wanita itu tersenyum tipis. Ia mengecup kening kedua keponakannya, lalu memp

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 14

    Sheila?Seluruh indra Anggara tersentak sadar ketika ia mendengar suara Sheila. Rasanya seperti baru saja ditarik keluar dari dalamnya lautan. Ia tergagap mencari udara dalam kepanikan, tapi semua ketakutan itu enyah seketika saat mendengar suara yang paling dirindukannya.Dia hidup, dia baik-baik saja, batin Anggara. Kelegaan melebur di dalam jiwanya.Anggara ingin segera membuka mata, ia ingin memastikan keadaan Sheila dengan kedua matanya sendiri. Ia ingin melihat binar mata indah itu, ia ingin menggenggam jemarinya, ia ingin meneriaki seluruh ketakutannya saat ia pikir akan kehilangan gadis itu selamanya.Ia ingin meminta maaf karena sudah menyakitinya sedemikian dalam. Ia ingin mengatakan betapa ia sangat mencintai gadis itu, lebih… lebih dari pada yang pernah ia bayangkan.“Dia datang.”Namun, nada dingin di suara Sheila membekukan seluruh indranya kembali. Kebahagiaan yang sebelumnya merekah hangat, kini meredup sedikit demi sedikit.“Haruskah saya membiarkan dia masuk? Anda mu

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 13

    “Bolehkah saya bertemu dengan Nona Sheila?”PLAK!Seperti sebuah opera sabun dengan kisah klise, wanita miskin itu ditampar oleh orang tua kekasihnya yang kaya raya. Dihujani makian, direndahkan bagai sampah, dicaci seperti pel*cur, bahkan tertuduh sebagai dalang kematian orang yang bahkan tidak dikenalinya secara langsung.“BUAT APA KAMU DATANG KE SINI?! APA KAMU MASIH BELUM PUAS MERUSAK KELUARGA SAYA?! DASAR PEREMPUAN SAMPAH!”Namun, meski mendapat penghiaan sekeras itu, ia tetap bergeming. Teguh pada pendiriannya yang salah di mata orang lain. Dan itu membuat Patricia semakin murka.Hatinya dipenuhi amarah. Bagaimana mungkin wanita yang menjadi akar dari seluruh masalah itu muncul begitu saja di hadapannya?!“PERGI! JANGAN PERNAH DATANG LAGI KE RUMAH INI! PERGI!”“Saya datang untuk menemui Nona Sheila.”PLAK!Tamparan lain melayang tanpa peringatan. “BERANI-BERANINYA KAMU SEBUT NAMA ITU DENGAN MULUT KOTORMU! PERGI! JANGAN PERNAH BERHARAP KAMU BISA TEMUI DIA! SAYA NGGAK AKAN MEMBIAR

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 12

    Apakah ini surga?Ataukah neraka?Apakah ia sudah mati?Apakah akhirnya takdir sedikit berbaik hati dengan menghadirkan sosok itu di saat-saat terakhirnya?Apakah semuanya sudah selesai sekarang?Pertanyaan-pertanyaan itu menemani Sheila melayang di udara. Apakah ini sebuah mimpi? Apakah ia berhalusinasi? Jika iya, mengapa rasanya sangat nyata? Mengapa tatapan pria itu seakan menunjukkan keputus asaan yang sama dengannya? Mengapa ia ikut melompat? Mengapa ia mendekap erat seakan melindunginya?Bukankah kematiannya akan menjadi kabar yang indah untuk pria itu?BRUK!Sebuah benturan kencang menghantam tubuh Sheila. Seketika, rasa sakit memenuhi tubuhnya, seiring suara patahan tulang dan rembesan anyir darah.Sheila terhenyak, tubuhnya terhempas di atas bebaPak halaman rumah pria itu. Dengung mengisi telinganya, membuat suara lain tak terdengar satu pun. Pandangannya seakan berputar, ia bahkan tidak yakin bagian mana dari tubuhnya yang paling merasa sakit saat ini.“NONA SHEILA!”“SHEIL

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 11 - Pergi Bersama

    “Ugh. B*ngsat!” Anggara mencengkram kepalanya yang nyeri. Mabuk selalu menyisakan jejak yang mengerikan di kepalanya. “Anda baik-baik saja, Pak? Apa kita harus ke rumah sakit sebelum pulang?” tanya Davin, yang ditelepon Anggara saat terbangun pagi ini untuk menjemputnya di rumah Arianto. Anggara menggeleng sambil terus memejamkan mata di kursi penumpang. Berharap nyeri di kepalanya segera enyah. “Berapa lama saya di rumah Ari?" tanya Anggara sambil menahan sakit. “Argh! Br*ngsek!” Anggara meminum air yang disediakan Davin di dalam mobil. “Sejak kemarin malam, Pak,” jawab Davin hati-hati. “Saya minta maaf karena sudah lancang menghubungi Pak Ari. Tapi kondisi Anda kemarin sangat…” Davin tidak mampu menemukan kata yang bisa menggambarkan keadaan atasannya kemarin. Ia sendiri sudah mempersiapkan diri kalau-kalau Anggara melampiaskan seluruh amarahnya karena keputusan lancangnya. “Terima kasih.” “Ya?” Davin ternganga tak percaya. Apakah pria itu b

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 10 - Kenangan Terakhir

    Sehari sebelumnya.Sudah berapa lama waktu berlalu? Apakah sekarang tengah malam? Atau hari yang lain? Mengapa tidak ada bedanya? Mengapa tidak ada hal lain kecuali kegelapan di matanya?Di tengah ranjangnya yang luas, Anggara duduk dengan pandangan nyalang. Ia menenggak anggur di tangannya, lalu ketika tak menemukan tetes yang lain, ia melemparkan botol itu hingga pecah berantakan, lalu membuka botol lain, menenggaknya hingga tandas, lalu membantingnya lagi.Siklus yang sudah terjadi entah berapa lama.Kamar itu gelap, berantakan, dan hening. Anehnya, di setiap sudut ruangan itu, Anggara bisa melihat bayangan istrinya. Ketika ia berbaring di ranjang, ketika ia berjalan mengitari walk in closet, atau ketika ia berdiri menatap rembulan.Semakin lama, kenangan itu terasa semakin nyata. Setiap bayangannya mulai memudar, Anggara kembali menenggak minumannya, memaksa pikirannya untuk menghadirkan kembali sosok Sheila, meski

DMCA.com Protection Status