Home / Romansa / Pelakor Harus Mati / BAB 1 - Video Penggerebekan Suami

Share

Pelakor Harus Mati
Pelakor Harus Mati
Author: Zia Cherry

BAB 1 - Video Penggerebekan Suami

Author: Zia Cherry
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kamarnya di mana, Pak?”

Pria paruh baya berambut putih itu menunjuk lantai dua kamar indekosnya. Ia melirik dua orang pria bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam di belakang wanita itu, dan dua orang wanita yang sudah siap dengan ponsel mereka.

Malam masih begitu tinggi, ia terpaksa mengikuti langkah orang-orang asing yang datang ke rumahnya ketika ia tertidur pulas.

“Tolong jangan buat keributan,” ujar Warsono, ketua RT di tempat itu yang langsung dihubungi oleh pemilik indekos.

“Pak, kami bukan mau buat keributan, kami mau cek kebenaran apa suami teman kami selingkuh sama salah satu anak kosan Bapak ini. Lagian Bapak masa kos-kosan khusus putri bebas bawa cowok nginep,” ujar Tini, salah satu dari tiga wanita yang datang malam itu. 

“Kalau ternyata kami salah, kami akan bertanggung jawab. Kami akan ganti rugi semua kerusakan yang ada, dan kalau perlu, kami juga akan bayar kosan ini satu tahun penuh sebagai kompensasi. Tapi, kalau ternyata benar dugaan kami, dan Bapak tidak kooperatif, Bapak akan kami bawa ke kantor polisi juga karena sudah mendukung perselingkuhan ini.” Sandra, wanita lain yang ada di tempat itu berkata tegas. 

Budi mengusap wajah berpeluhnya dengan telapak tangan. Hilang sudah semua kantuknya sekarang. Ia melirik satu-satunya wanita yang menangis terisak di antara semua orang asing itu.

Mereka semua bergerak naik ke lantai 2. Pria berpakaian hitam berjalan terlebih dahulu, lalu berhenti di depan pintu, menunggu aba-aba. Ketika mendapat anggukan dari wanita yang menangis dan Warsono, salah satu pria itu menendang keras pintunya hingga terbuka.

BRAK!

Suara kencangnya membuat malam yang tenang sontak terusik.

Mereka semua merangsek masuk. Betapa terkejutnya Budi saat melihat salah satu anak yang tinggal di indekosnya tengah terlelap dengan gaun malam merah yang terbuka bersama seorang pria bert*lanjang dada.

“MAS!” teriak Bianca, wanita yang sejak tadi menangis. Ia mengamuk marah, menarik selimut yang menutupi tubuh suaminya dan gadis asing itu.

“Bi- Bianca?!” Pria itu melompat bangun dengan wajah terkejut. Ia menyambar kaos yang ada di lantai sisa-sisa pergulatan panasnya dengan Nindi, wanita bergaun tidur merah itu. “Sayang, tunggu, Sayang aku bisa jelasin.” Dandy langsung menghampiri istrinya yang histeris.

Gadis yang ikut terlelap di samping Dandy ikut terbangun dengan wajah pucat. Ia sangat terkejut saat melihat lusinan orang yang datang ke dalam kamarnya tanpa basa-basi.  

“APA LAGI, HAH?! DASAR PEREMPUAN MURAHAN!” Bianca menarik rambut wanita yang kini menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut.

“Heh! Jangan kasar dong!” pekik Nindi, mencoba melepaskan diri dari jambakkan Bianca.

“KASAR?! LO YANG KASAR! BISA-BISANYA LO BERHUBUNGAN SAMA SUAMI ORANG! PELAKOR GILA! NGGAK TAU MALU!”

“Bi, sudah, Bi, ayo kita keluar. Ini tolong kameranya dimatiin!” Dandy mencoba menghalau istri dan sorotan ponsel yang terus mengarah kepada mereka.

Warsono dan Budi tampak serba salah, mereka ingin melerai, tapi Nindi bahkan hampir terlihat t*lanjang di hadapan mereka.

“SINI LO GILA! MURAHAN! SOK CANTIK! BISA-BISANYA LO SELINGKUH SAMA SUAMI ORANG!” 

“Heh intropeksi diri coba!” teriak Nindi kesakitan. Akhirnya ia bisa melepaskan diri dari cengkraman kasar Bianca.

“APA? LO NYURUH GUE INTROPEKSI?! DASAR MURAHAN!” Bianca melompat naik ke atas ranjang, siap mencakar wajah gadis menjijikan itu. Namun, dengan sigap Dandy langsung menarik tubuhnya menjauh, membuat Bianca meronta-ronta keras.

“Bi, udah, Bi, jangan begini.”

“KAMU NGEBELAIN DIA MAS?!”

“Pak tolong, Pak,” ujar Dandy kepada Warsono dan Budi.

Keributan itu sudah membangunkan hampir seluruh penghuni indekos yang lain. Kini ramai betul orang-orang berkumpul di depan indekos mereka.

Bianca menggigit tangan Dandy dengan sangat kencang, membuat pitingan pria itu terlepas dengan suara pekikan nyeri. Lalu secepat kilat Bianca naik lagi ke atas kasur, menjambak rambut wanita itu. “KAMU SUKA PEREMPUAN MURAHAN YANG BEGINI! DIA INI UDAH DIPAKAI BANYAK ORANG, KAMU MAU-MAUNYA SAMA DIA!”

“HEH KALAU NGOMONG DIJAGA YAH!” teriak Nindi.

“APA?!”

Dandy naik ke atas ranjang, dan ketika melihat Bianca mengangkat vas yang ia temukan di atas meja, pria itu langsung melindungi Nindi dengan tubuhnya, membuat Bianca semakin menggeram marah.

“MAS! KAMU MALAH LINDUNGIN DIA? KAMU LEBIH PILIH DIA DARI PADA AKU MAS?!” teriak Bianca dengan derai air mata.

Orang-orang yang penasaran mulai menumpuk di depan pintu.

“PAK TOLONG PAK!” ujar Dandy ketika Bianca semakin mengamuk. Ia mencakar, menampar, menendang, memukul.

“Mas sakit, Mas!” rintih Nindi di balik tubuh Dandy.

Akhirnya Budi dan Warsono mulai bergerak maju, tapi sebelum mereka bergerak untuk menghentikan Bianca, tatapan tajam Sandra langsung menghentikan langkah mereka.

“B*rengsek!” Geram dengan pukulan membabi buta istrinya, Dandy langsung bangkit mencengkram tangan wanita itu dengan sangat keras.

“SAKIT MAS!”

“SAKIT KAN?! MAKANYA DIEM!” bentak Dandy keras. Ia membawa tubuh istrinya menjauh dari sosok Nindi yang kini menangis diujung kasur. “KAMU HARUSNYA INTROPEKSI DIRI KENAPA AKU SAMPAI SELINGKUH BEGINI!”

“BR*NGSEK, UDAH SELINGKUH NGGAK TAU DIRI!” bentak Tini geram.

“APA SALAHKU, MAS?! AKU NGGAK PERNAH SEKALIPUN NGEBANTAH KAMU SELAMA INI! AKU SELALU JADIIN KAMU PRIORITAS! AKU KASIH SEMUANYA BUAT KAMU! TAPI KAMU MALAH SELINGKUH SAMA PEREMPUAN MURAHAN INI!”

Plak!

Tamparan itu membungkam semua orang. Terlebih Bianca yang langsung membeku dalam kekecewaan.

“KAMU ITU MANJA! KAMU ITU NGEBOSENIN!”

Orang-orang ditempat itu berdesis marah.

“JADI KAMU LEBIH MILIH PEREMPUAN GILA INI DARI PADA AKU?!” bentak Bianca marah.

“IYA! AKU CINTA NINDI, AKU PILIH DIA! SEKARANG PERGI! SEKALI LAGI KAMU GANGGU DIA, AKU NGGAK AKAN TINGGAL DIAM.”

“MAS!”

Dandy mendorong tubuh Bianca ke luar pintu dengan kasar. Ia menatap marah semua tamu tak diundangnya yang datang bersama Bianca.

Pria berpakaian hitam itu sudah siap dengan kepalan mereka jika Sandra tidak segera menggeleng dan menahannya.

“PERGI KAMU PEREMPUAN GILA!”

“MAS! TEGA KAMU MAS!” bentak Bianca di depan pintu yang terbanting menutup. 

Drama tangisan Bianca masih berlanjut. Orang-orang mulai berbisik di belakang langkahnya, mengecam perlakuan pasangan selingkuh yang kini malah mengunci diri di dalam kamar.

“Kami benar, kan? Sekarang silakan lakukan tugas Bapak sebagai ketua RT dan pemilik kosan yang baik.” Sandra menghentikan langkahnya, lalu berbicara dengan nada dingin kepada Warsono dan Budi yang memucat syok.

Tini merangkul pundak Bianca yang terus bergetar hebat sampai ke mobil, meninggalkan seluruh kerumunan dengan pandangan iba kepadanya.

“How was it?”

Dalam hitungan detik, jejak air mata kesedihan yang tadi ada di wajah cantik Bianca, lenyap tak berjejak. Seluruh isak tangis dramatis yang sebelumnya terdengar pilu kini menghilang seketika.

Tini sampai merinding melihat perubahan Bianca yang drastis.

“Sempurna,” bisik Tini ngeri. “Tapi kamu yakin soal ini? Kalau video ini sampai viral semuanya akan berantakan.”

Seulas senyuman miring muncul di wajah cantik Bianca.

Bianca tersenyum sinis, wajahnya terangkat tinggi. “Nggak semua, Tini. Cuma hidupnya yang akan berantakan, dan semua pelakor itu harus mati di tanganku. Nggak akan kubiarin mereka hidup dengan tenang setelah apa yang mereka lakuin selama ini. They deserve to be punished,” desis Bianca dengan senyum sinis penuh ancaman.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
Sebenarnya yang jahat siapa, Nindi atau Bianca?? lanjut baca ah daripada penasaran
goodnovel comment avatar
Iren Rogate
ceritanya sangat menarik
goodnovel comment avatar
Sulaiman Irafairuz
ccccccuupppppp
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pelakor Harus Mati   BAB 2 - Mertua Haus Harta

    “Kamu serius mau ceraikan perempuan itu demi aku, Mas?” Suara itu terdengar cemas dan senang di saat bersamaan. Ia memeluk manja punggung pria yang tengah memakai kembali kemejanya.“Sayang, aku belum bisa ceraikan Bian sekarang. Tapi, gugatan cerai ini akan buat dia takut setengah mati. Kamu tau sendiri dia itu nggak bisa apa-apa tanpa aku. Selama ini ayah mertuaku cuma percaya sama aku buat handle semua kerjaan penting di kantor. Dia nggak bisa apa-apa, Sayang. Gugatan cerai ini akan buat dia sadar sama posisi dan kemampuannya, dan nanti, dia pasti akan ngemis-ngemis buat minta aku batalin gugatan ini.” Dandy berbali, memeluk mesra gadis itu.“Tapi kalau sampai ayah mertuamu tau hubungan kita gimana, Mas?”“Kamu tenang aja, Sayang. Walaupun tau, dia nggak akan peduli. Baginya uang itu yang paling penting, dan lagi pula, selama ini dia juga punya banyak simpanan. Makanya, selama keadaan finansial perusaha

  • Pelakor Harus Mati   BAB 3 - Devil Inside Her

    2 Bulan Sebelumnya.BRAK! BRAK! BRAK!“BI! BUKA!” Tini berteriak panik di depan kamar Bianca. Ia melirik Sandra yang juga berwajah serius.“Sudah berapa lama Bianca di dalam?” tanya Sanda kepada Lia, asisten rumah tangga Bianca yang kini tampak pucat pasi. Ia meremas lap di tangannya, gemetar ketakutan.“Se… sekitar dua jam…,” ujar Lia gugup. Ia berusaha mengingat-ngingat kembali untaian kejadian sebelum majikannya membanting pintu kamar, lalu mengunci diri dan belum keluar lagi setelah itu.BRAK! BRAK! BRAK!“BIANCA, BUKA PINTUNYA!”Lagi-lagi Tini menggebrak pintu kamar Bianca yang masih tertutup rapat. Kedua tangannya sudah mulai memerah karena terlalu keras memukul pintu itu.Setelah menerima telepon panik dari Lia satu jam yang lalu, keduanya langsung bergegas berangkat ke rumah Bianca. Wanita itu sangat panik, ia menelepon sambil menangis, mengatak

  • Pelakor Harus Mati   BAB 4 - Wanita Ular

    “BIANCA!”Teriakan itu bergema marah. Dandy hartono, sang menantu yang digadang-gadang akan menggantikan mertuanya untuk menjadi direktur, datang dengan murka.Ia baru saja melihat video yang tengah viral di sosial media, dan sialnya, dia tau betul siapa yang berada di dalam video itu meski wajahnya disamarkan.“BIANCA!”Bianca muncul di anak tangga teratas.“Mas, akhirnya kamu pulang.” Bianca tidak bisa menahan air matanya saat melihat pria itu. Ia berlari menuruni tangga, lalu melompat ke dalam pelukan Dandy. “Akhirnya kamu pulang, Mas. Aku kangen kamu.”Namun, dengan kasar pria itu mendorong tubuh istrinya menjauh.“Mas?”“DIAM! KAMU KAN YANG SUDAH SEBAR VIDEO SEMALAM?! KAMU GILA, HAH?!” bentak Dandy geram. Ia mencengkram lengan istrinya, membuat lengan putih Bianca memerah seketika.“Video apa, Mas?” tanya Bianca dengan mata basah.

  • Pelakor Harus Mati   BAB 5 - Harga Perempuan Simpanan Suamiku

    “Jadi sekarang kamu mau pindah ke apartmentnya si Jess?” Pertanyaan itu mengandung dengusan tak percaya.Nindi mengibaskan rambut panjangnya yang kini lebih terawat. “Iya, kita nanti jadi tetangga, iya kan, Jess?”Jessica tersenyum tipis. “Mungkin,” katanya sambil mengangkat bahu tak acuh.Mereka berempat sudah berteman sejak pertama kali masuk ke kampus, dan baik Jessica maupun Vira tau betapa miskinnya Nindi, ia mengandalkan beasiswa untuk kuliah. Tapi bagaimana mungkin tiba-tiba saja ia bisa pindah ke apartment yang lumayan mahal seperti tempat tinggal Jessica.“Ah, kamu memang hebat, Nin!” sorak Risti riang.Nindi tersenyum lebar. Sebentar lagi ia bisa membalas tatapan sebelah mata orang-orang atas label kemiskinannya.“Eh, tunggu ada telepon.” Nindi mengangkat ponselnya yang bergetar.“Cieee dari pacarmu, ya?” goda Risti, yang hanya dijawab dengan ke

  • Pelakor Harus Mati   BAB 6 - Harga Perempuan Suamiku (2)

    PLAK! Tamparan itu sangat keras, hingga membuat tubuh Bianca terpelanting ke ujung ranjang. Bianca bisa merasakan amis di ujung mulutnya. “B*NGS*T! Aku nggak main-main dengan ancamanku, Bi. Kalau kamu ganggu Nindi lagi, kamu akan berurusan denganku!” Pria itu menarik rambut istrinya dengan kasar, lalu mengempaskannya sekali lagi. Air mata Bianca jatuh berurai. “Aku minta maaf, Mas!” Cih! Pria itu meludahi lantai. Ia mendengus sinis. “Aku masih bersabar sama kamu karena Ibu. Kalau bukan karena ibu, sudah kutinggalin perempuan sampah kaya kamu!” Sampah? Susah payah Bianca tetap mempertahankan isak tangisnya saat yang ia ingin lakukan sekarang adalah menusuk belati ke dada pria itu. “Aku cuma mau kasih pelajaran sama dia, Mas! Dia sudah rebut kamu dari aku!” PLAK! Tamparan lagi. Kini membuat Bianca sedikit pening karena tamparan itu mengenai pelipisnya dengan keras. “PEREMPUAN GILA

  • Pelakor Harus Mati   BAB 7 - Anjing Pelacak

    “Maaf, Kak, kartu ini sudah tidak bisa digunakan,” ujar seorang gadis muda yang berdiri di belakang meja resepsionis. “Nggak bisa? Mbak salah kali. Kartu ini masih aktif kok, dan nggak akan expired!” ujar Dinda kesal. Ia menatap gadis resepsionis itu dengan tatapan sinis. Bisa-bisanya pegawai rendahan mencoba untuk mempermalukannya. Rissa menghela napas pelan, lalu mencoba kembali. “Maaf Kak, tetap tidak bisa,” ujar Rissa sesopan mungkin. “Heh, kamu anak baru, ya?! Kok nggak becus banget! Coba panggil pegawai lainnya yang lebih kompeten! Saya langganan di sini loh! Nggak mungkin kartu ini tiba-tiba nggak bisa dipakai!! Atau panggil manager kamu sekalian. Anak nggak becus kok ditaro di resepsionis. Nyusahin aja!” runtuk Dinda kesal. Salah satu temannya datang mendekat. “Kenapa, Din?” tanyanya bingung. “Nih, resepsionisnya b*go, begini aja nggak bisa!” maki Dinda kesal. Sena melirik ke meja resepsionis yang kosong. Tampaknya resepsionis

  • Pelakor Harus Mati   BAB 8 - Pria dan Para Gundik

    “Kamu mau kemana, Dan?” Langkah Dandy berhenti di depan ruang makan. Ia memperbaiki dasinya dengan santai, lalu menoleh ke meja makan, tempat Laksmi dan Bianca sarapan. “Aku mau ke kantor, Bu.” “Sepagi ini?” “Sarapan dulu, Mas,” panggil Bianca manis. Ia mengangkat piring Dandy, mengambil beberapa sendok nasi goreng buatan Lia untuk sarapan. Dandy menghela napas panjang. “Ada meeting, aku akan sarapan di kantor,” jawab Dandy seraya melanjutkan langkahnya. Wajah Bianca berubah sendu, lalu meletakan piring itu kembali ke atas meja. “Bi, Dandy kan lagi sibuk kerja, kamu jangan sedih, ya.” Laksmi menyentuh tangan menantunya, menunjukan empati yang terlalu berlebihan. “Yang penting kan sekarang Dandy sudah berubah. Dia selalu pulang ke rumah tepat waktu. Dia pasti sudah nggak ketemu sama perempuan murahan itu lagi. Jadi kamu nggak perlu cemas.” Bianca tersenyum tipis kepada kata-kata ibu mertuanya. “Iya, Bu, Bian ben

  • Pelakor Harus Mati   BAB 9 - Sang Penggoda

    Beberapa tahun yang lalu.Sebuah keluarga bahagia menjalani sebuah pemotretan untuk menjadi sampul majalah. Ibu yang cantik, ayah yang gagah, dan dua putri yang begitu mempesona. Mereka menggunakan gaun berwarna emas, senada dengan sapu tangan yang tersemat di kantong jas sang ayah. Keempatnya tersenyum lebar di hadapan kamera, pun ketika masuk ke sesi wawancara.Tidak ada sedikitpun celah dari keluarga bahagia itu.Semuanya tampak sempurna.Setidaknya, sampai suatu hari si ibu ditemukan tewas setelah bunuh diri, melompat dari istananya sendiri.***Siang itu kantor mendadak riuh oleh kedatangan seorang anak magang yang baru. Belum apa-apa orang-orang sudah sibuk membicarakannya. Ia memang cantik dan s*ksi, tapi bukan itu yang membuat gunjingan mereka tak berhenti terdengar, melainkan kenyataan bahwa gadis itu turun dari mobil yang sama dengan manager manajemen mereka.Sera yang bertugas untuk menjelaskan r

Latest chapter

  • Pelakor Harus Mati   (Alternative Ending) - 2

    “Apa harus sampai begitu?” tanya Sheila sebal kepada pria yang dengan santai berjalan di sampingnya.“Apa?” tanya pria itu tak acuh.Sheila bersidekap kesal, bahkan sampai saat ini sikapnya tidak pernah berubah. “Kalau begini, Anda bisa ke kamar sendiri. Saya mau tetap di sini,” ancam Sheila sungguh-sungguh, dan seketika wajah pria itu berubah tidak suka.Ia menghentikan langkahnya, menoleh sambil berkacak pinggang. Namun, Sheila sama sekali tidak berniat mundur. Ia bersidekap, wajahnya terangkat tinggi penuh ancaman.“Shei....”“Saya nggak sendiri di sini. Ada Amara dan teman-temannya, bahkan keluarga kita di hotel ini. Dan… semua pengawal Anda ada di sini.” Sheila melirik beberapa pria berpakaian hitam yang berdiri bagai patung di koridor hotel. Dan ia yakin bukan hanya di sini, tapi di setiap sudut hotel, pria itu sudah menempatkan orang-orangnya. Rasanya sekarang lebih tepat dikatakan sebagai ajang pertemuan mafia dibanding malam sebelum pernikahan kedua mempelai.Pria itu menarik

  • Pelakor Harus Mati   (Alternative Ending) - 1

    “Oh my God! Selamat, Amara!”Plop.Seseorang baru saja menembakkan confetti popper ke udara. Serpih warna warni potongan kertasnya menghujani sang calon pengantin dengan dramatis. Di dalam kamar hotel yang sudah dihias sedemikian rupa dengan taburan mawar dan balon berwarna merah muda, gema tawa gadis-gadis terdengar begitu renyah.“YEAAAYYYYYYY, FINALLY, AMARA!!!” Seorang gadis berambut pirang sebahu memasangkan sebuah tiara ke kepala gadis cantik itu. “Selamaat! Akhirnya kamu bisa meluluhkan dinding es Simmons.”“Dia bukan dinding es lagi, Cik, tapi dinding batu! Hahahaha.”“Iya, hahahaha!”Amara, yang hari itu menjadi pemeran utama, hanya mampu tersenyum bangga sambil mengangkat gelas sampanyenya.“Kalau aku jadi kamu, aku sih sudah mundur dari dulu. Males banget deh lihat muka datarnya Simmons!” komentar salah satu sahabat Amara yang lain, yang juga memiliki rambut sebahu tapi berwarna biru.“Heh, Simmons itu sadar diri, dia paham betul siapa Amara ini!” gadis lain yang menggunaka

  • Pelakor Harus Mati   SEPATAH KATA

    Halo, semuanya…. Saya Zia. ^^ Terima kasih karena sudah membaca kisah ini sampai akhir. Huhuhuhuhuhuhuhu. Terharu, karena akhirnya saya bisa menamatkan cerita ini. T___T Dan kalau kalian tanya kenapa cerita ini lama sekali sampai bab tamat, karena sejujurnya… saya masih mencari celah untuk memperbaiki hubungan Sheila dan Anggara! Setiap bab di kisah mereka, saya tulis sambil berderai air mata. (Lebay banget ya, hahahhaha). Tapi memang begitulah. Saya mau menggambarkan betapa besarnya cinta mereka, tapi di saat yang sama, mereka juga putus asa, kecewa dengan apa yang terjadi, dan menemui jalan buntu. Sejujurnya, saya pribadi nggak setuju dengan akhir dari cerita ini. Tapi saat menulis kadang saya nggak bisa mengontrol karakter itu sepenuhnya. Walaupun saya sudah membuat plot dari awal, tapi kadang karakter tsb berkembang menjadi sosok yang tidak direncanakan, pun dengan pilihan yang diambil karakter tsb. (Ini mungkin kedengaran aneh, tapi mereka benar-benar hidup di dalam benak s

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 15

    10 tahun kemudian. “Jadi? Akhirnya pangeran itu m*ti, Tante?” tanya seorang gadis 11 tahun. Suara deburan ombak mengalun merdu bersama hembusan angin beraroma garam. Mendung di luar sana mengubur cahaya rembulan dan bintang sepenuhnya. Kini yang terlihat hanyalah hamparan gelap dan suara ombak yang saling bersahut-sahutan. “Tante?” Salah satu gadis mungil mengguncangkan tangan wanita yang tengah melamun itu, memintanya melanjutkan akhir dari kisah yang dibacakannya. Mata indahnya mengedip lucu penuh penantian. “Ah, ya?” Akhirnya, wanita itu kembali. “Jadi gimana akhirnya? Pangeran itu benar-benar m*ti?” desak gadis yang 3 tahun lebih tua dari adiknya. Wanita itu menghela napas panjang, lalu menatap lembar buku di pangkuannya. “Ya, dan… nggak,” jawab wanita itu lembut. “Lho, gimana deh? Aku nggak ngerti!” “Aku juga!” “Sudah, sekarang kalian harus tidur.” “Ahhh! Selesain dulu ceritanya, Tante!” “Hm…” Wanita itu tersenyum tipis. Ia mengecup kening kedua keponakannya, lalu memp

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 14

    Sheila?Seluruh indra Anggara tersentak sadar ketika ia mendengar suara Sheila. Rasanya seperti baru saja ditarik keluar dari dalamnya lautan. Ia tergagap mencari udara dalam kepanikan, tapi semua ketakutan itu enyah seketika saat mendengar suara yang paling dirindukannya.Dia hidup, dia baik-baik saja, batin Anggara. Kelegaan melebur di dalam jiwanya.Anggara ingin segera membuka mata, ia ingin memastikan keadaan Sheila dengan kedua matanya sendiri. Ia ingin melihat binar mata indah itu, ia ingin menggenggam jemarinya, ia ingin meneriaki seluruh ketakutannya saat ia pikir akan kehilangan gadis itu selamanya.Ia ingin meminta maaf karena sudah menyakitinya sedemikian dalam. Ia ingin mengatakan betapa ia sangat mencintai gadis itu, lebih… lebih dari pada yang pernah ia bayangkan.“Dia datang.”Namun, nada dingin di suara Sheila membekukan seluruh indranya kembali. Kebahagiaan yang sebelumnya merekah hangat, kini meredup sedikit demi sedikit.“Haruskah saya membiarkan dia masuk? Anda mu

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 13

    “Bolehkah saya bertemu dengan Nona Sheila?”PLAK!Seperti sebuah opera sabun dengan kisah klise, wanita miskin itu ditampar oleh orang tua kekasihnya yang kaya raya. Dihujani makian, direndahkan bagai sampah, dicaci seperti pel*cur, bahkan tertuduh sebagai dalang kematian orang yang bahkan tidak dikenalinya secara langsung.“BUAT APA KAMU DATANG KE SINI?! APA KAMU MASIH BELUM PUAS MERUSAK KELUARGA SAYA?! DASAR PEREMPUAN SAMPAH!”Namun, meski mendapat penghiaan sekeras itu, ia tetap bergeming. Teguh pada pendiriannya yang salah di mata orang lain. Dan itu membuat Patricia semakin murka.Hatinya dipenuhi amarah. Bagaimana mungkin wanita yang menjadi akar dari seluruh masalah itu muncul begitu saja di hadapannya?!“PERGI! JANGAN PERNAH DATANG LAGI KE RUMAH INI! PERGI!”“Saya datang untuk menemui Nona Sheila.”PLAK!Tamparan lain melayang tanpa peringatan. “BERANI-BERANINYA KAMU SEBUT NAMA ITU DENGAN MULUT KOTORMU! PERGI! JANGAN PERNAH BERHARAP KAMU BISA TEMUI DIA! SAYA NGGAK AKAN MEMBIAR

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 12

    Apakah ini surga?Ataukah neraka?Apakah ia sudah mati?Apakah akhirnya takdir sedikit berbaik hati dengan menghadirkan sosok itu di saat-saat terakhirnya?Apakah semuanya sudah selesai sekarang?Pertanyaan-pertanyaan itu menemani Sheila melayang di udara. Apakah ini sebuah mimpi? Apakah ia berhalusinasi? Jika iya, mengapa rasanya sangat nyata? Mengapa tatapan pria itu seakan menunjukkan keputus asaan yang sama dengannya? Mengapa ia ikut melompat? Mengapa ia mendekap erat seakan melindunginya?Bukankah kematiannya akan menjadi kabar yang indah untuk pria itu?BRUK!Sebuah benturan kencang menghantam tubuh Sheila. Seketika, rasa sakit memenuhi tubuhnya, seiring suara patahan tulang dan rembesan anyir darah.Sheila terhenyak, tubuhnya terhempas di atas bebaPak halaman rumah pria itu. Dengung mengisi telinganya, membuat suara lain tak terdengar satu pun. Pandangannya seakan berputar, ia bahkan tidak yakin bagian mana dari tubuhnya yang paling merasa sakit saat ini.“NONA SHEILA!”“SHEIL

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 11 - Pergi Bersama

    “Ugh. B*ngsat!” Anggara mencengkram kepalanya yang nyeri. Mabuk selalu menyisakan jejak yang mengerikan di kepalanya. “Anda baik-baik saja, Pak? Apa kita harus ke rumah sakit sebelum pulang?” tanya Davin, yang ditelepon Anggara saat terbangun pagi ini untuk menjemputnya di rumah Arianto. Anggara menggeleng sambil terus memejamkan mata di kursi penumpang. Berharap nyeri di kepalanya segera enyah. “Berapa lama saya di rumah Ari?" tanya Anggara sambil menahan sakit. “Argh! Br*ngsek!” Anggara meminum air yang disediakan Davin di dalam mobil. “Sejak kemarin malam, Pak,” jawab Davin hati-hati. “Saya minta maaf karena sudah lancang menghubungi Pak Ari. Tapi kondisi Anda kemarin sangat…” Davin tidak mampu menemukan kata yang bisa menggambarkan keadaan atasannya kemarin. Ia sendiri sudah mempersiapkan diri kalau-kalau Anggara melampiaskan seluruh amarahnya karena keputusan lancangnya. “Terima kasih.” “Ya?” Davin ternganga tak percaya. Apakah pria itu b

  • Pelakor Harus Mati   (Season 2) Epilog 10 - Kenangan Terakhir

    Sehari sebelumnya.Sudah berapa lama waktu berlalu? Apakah sekarang tengah malam? Atau hari yang lain? Mengapa tidak ada bedanya? Mengapa tidak ada hal lain kecuali kegelapan di matanya?Di tengah ranjangnya yang luas, Anggara duduk dengan pandangan nyalang. Ia menenggak anggur di tangannya, lalu ketika tak menemukan tetes yang lain, ia melemparkan botol itu hingga pecah berantakan, lalu membuka botol lain, menenggaknya hingga tandas, lalu membantingnya lagi.Siklus yang sudah terjadi entah berapa lama.Kamar itu gelap, berantakan, dan hening. Anehnya, di setiap sudut ruangan itu, Anggara bisa melihat bayangan istrinya. Ketika ia berbaring di ranjang, ketika ia berjalan mengitari walk in closet, atau ketika ia berdiri menatap rembulan.Semakin lama, kenangan itu terasa semakin nyata. Setiap bayangannya mulai memudar, Anggara kembali menenggak minumannya, memaksa pikirannya untuk menghadirkan kembali sosok Sheila, meski

DMCA.com Protection Status