Bu Flo dan siswi itu meniti masuk ke dalam kolam, menuju ke tengah. Mereka berdiri berhadap-hadapan.
“Mari kita berdoa sesuai dengan kepercayaan kita masing-masing. Semoga Sang Penguasa Jagat berkenan dengan bibit sperma para tamumu yang telah tertanam di rahimmu. Semoga Ia memberikanmu kesuburan bagi rahimmu untuk menerima rahmat anugerah.”
Mereka berdua memejamkan mata. Saat itulah kolam mulai beriak dan muncul angin entah dari mana.
“Anjrit!” seru Jessica, mengisut
“Kenapa?” tanya Beni.
“Pegangannya Bu Flo. Tiba-tiba nongol. Auranya serem banget.”
“Pegangan apa?”
“Peg
Siswi itu mulai menggeram. “Arrrrrh!” Bibirnya atasnya terangkat seperti anjing yang sedang memamerkan gigi-giginya. Matanya berhenti berkedip. Gerak-gerik tubuhnya gelisah dan aneh. Lalu ia berlari, menggunakan tangan dan kaki menaiki anak tangga. “Jess, gue kok gak bisa gerak,” kata Linda mendadak. Jessica menerawang ada sesuatu kekuatan yang mengunci tubuh Linda. Jessica segera mengibaskan tangannya dan membuka kuncian itu. Bu Flo kaget. Bukan sembarang orang bisa mematahkan ilmunya. Jessica ini walau terlihat agak lemah, tapi jelas sumber kekuatannya tidak biasa. “Kita harus apa Jess?” tanya Beni sambil memasang badan. “Lo dah rekam semuanya kan?” “Sudah!” “Sekarang kita
Ini adalah cerita asal usul Setan Kebaya Merah. Menurut mitos yang beredar setan itu dulunya adalah seorang ratu yang bernama Ratu Anggini yang hidup beberapa ribu tahun yang lalu. Sebelum Indonesia menjadi seperti sekarang.Tiga ribu tahun yang lalu nusantara terpecah menjadi ratusan kerajaan kecil, sedang dan besar. Periode makhluk Tuhan paling sempurna saling berperang untuk merampas tanah dan menjarah sesama.Hormon testosteron berlebih membuat kaum prianya lebih brutal dari binatang. Mereka haus mengorek hayat dari tubuh lawan-lawannya, seperti tiga hari tanpa air di Gurun Sahara yang terik. Nyawa bagai tak ada harga, padahal sampah saja masih bisa jadi uang. Membunuh selazim bernafas. Hukum rimba berlaku, yang lebih kuat menguasai yang lebih lemah.Di antara gelombang lautan testosteron, berd
Sumber alam Kerajaan Serdiapada melimpah. Tanahnya subur. Sesubur wanita beranak sebelas. Sawah-sawah tak henti-hentinya menguning. Lumbung-lumbung padi selalu terisi penuh sepanjang tahun. Hasil tambang, emas, perak dan logam lainnya mengalir seperti sungai tak habis tergali. Tangan para raja berhati Tuca jadi gatal ingin menguasainya. Segatal gigitan segerombolan tungau di sela-sela jari. Tuccha, golongan manusia yang selalu merugikan orang lain, senang mengambil hak orang lain.Raja Borate dari negeri Jayabapura sudah lama melirik negeri Serdiapada. Hatinya birahi ingin menggauli negeri itu, maka datanglah ia bersama pasukannya mengepung kota itu.Sang raja mengirimkan ultimatum kepada Ratu Anggini. Menyerah dalam waktu tiga rembulan atau Serdiapada akan serata tanah dan penduduknya akan bernasib mengerikan. Raja Borate juga meminta kesediaan sang ratu, menjadi selirnya sebagai tanda itikad baik.Sungguh suatu bentuk pelecehan. Dengan kata lain Ra
Keesokan pagi Raja Borate mengatur pertukaran tawanan. Ratu Anggini setuju menukar Jenderal Bima dengan seluruh prajuritnya yang tertangkap.Mereka melakukan pertukaran di luar tembok kota. Pasukan dari kedua kubu saling berhadapan dengan anak panah siap terbang dari busur meregang. Masing-masing berjaga-jaga bila ada pihak yang berbuat curang.Untung, proses pertukaran berjalan lancar.Ratu Anggini merasa senang mendapatkan tangan kanannya kembali. Demikian juga dengan Raja Borate. Namun ia senang bukan karena kembalinya para prajurit, melainkan ia telah mempersiapkan rencana licik.Pada malam hari saat semua penduduk Kerajaan Serdiapada sedang terlelap. Raja Borate duduk di atas kudanya memandang ke kota Serdiapada dari atas bukit bersama pasukannya. Ia sedang menanti sesuatu.Tak lama kemudian terlihat sebuah titik kuning yang kecil di sudut istana. Dari satu titik bertambah jadi dua. Dari dua jadi tiga, kemudian terus be
Orang yang dimaksud Raja Borate menampakkan dirinya. Ternyata dia tak lain dan tak bukan adalah Jenderal Bima.Bima? Ratu Anggini tidak dapat mempercayainya. Ia sangat kecewa. Jenderal Bima adalah orang yang selama ini paling setia kepada kerajaan. Ia juga cakap dalam melaksanakan tugas. Oleh karenanya ia menjadi tangan kanan sang ratu. Mengapa ia berkhianat?“Anjing kau Jenderal Bima!” maki para petinggi istana. Mereka menyumpah dan mengutukinya.Jenderal Bima menunduk. Alasan yang ia miliki terlalu egois untuk ia katakan.“Ha… ha… ha… Memang benar kata orang. Cinta itu buta. Demi kau, dia rela menukarkan dunia. Dia yang menawarkan kepadaku Serdiapada, sebagai ganti kau, Ratu Anggini untuknya.”“Tidak tahu malu!” maki petinggi istana lagi.Tidak tahu malu? Sebagai seorang jenderal ia sangat malu. Ia telah berkhianat terhadap negerinya. Tetapi sem
Setelah semua penduduk kerajaan Serdiapada habis Ratu Anggini dipaksa menjadi selir Raja Borate. Pria itu menghampirinya hampir setiap malam, tetapi Selir Anggini selalu menolak melayaninya. Namun ranting kering bisa apa? Diinjak sedikit patah. Wanita karang itu sudah tak menjulang keras seperti dulu. Raja Borate bertenaga besar, mudah baginya untuk menzalimi sang ratu. Laki-laki itu mengoyak-ngoyak martabatnya, melanggar tubuhnya, menggerus kemanusiaannya jadi lebih rendah dari binatang, setingkat sampah dapur. Selir Anggini sudah muak. Mati lebih baik. Tapi ia tak ingin pergi tanpa memuaskan dahaga dendam di hati. Ia memutuskan untuk mengubah suratan nasib yang ceritanya selalu sama setiap malam. Ia menyiapkan sebuah kayu tajam yang dia peroleh dari pecahan kaki tempat tidurnya. Ia menyembunyikan senjata itu di bawah bantalnya. Malam itu Raja Borate sedang mabuk dan menghampiri Selir Anggini. Kala sang raja sedang menodainya, ia mengambil kayu itu dar
Melihat kejadian itu para tamu lain langsung kaget, ketakutan, menuntut uang mereka kembali. Kejadian tersebut membuat Gatuk sangat marah. Ia masuk ke dalam kamar dan menemukan Anggini yang sedang berkumur dan membuang airnya keluar jendela. Mulutnya masih belepot darah dan matanya berkaca-kaca. “Kau!” Dengan sangat marah Gatuk menjambak kasar rambut Anggini dan menyeretnya keluar. Anggini terseok-seok, terbungkuk-bungkuk saat ia ditarik. Ia meringis, memegangi kepalanya. Kulit kepalanya seakan-akan lepas tak lama lagi.
“Ka… Kamu siapa?” tanya Anggini ngeri.“Aku Zanna,” jawabnya heran. Karena wanita di depannya merespon sedemikian rupa.Zanna? Anggini menarik nafas lega sambil mengamati anak gadis itu. Wajahnya sungguh mirip almarhum putri sulungnya. Andai kata anak itu menyebut namana seperti nama putrinya pasti ia akan tambah panik.“Kamu tinggal dimana?” tanya Anggini setelah dapat menenangkan dirinya. “Saya tinggal di Rumah Bordi