Dila menghentikan langkah kakinya sejenak dan ia menoleh ke arah sumber suara. "Belum." jawab Dila singkat, berdiri di depan Dissa.
"Ya ampun, belum datang juga lalu kemana saja dokter itu? Niat kerja gak sih masa sudah pukul 09.00 wib, belum datang kemari," ucap Dissa panjang lebar.
Daniel mengelus pundak Dissa yang berada dk sebelahnya untuk menenangkan emosional yang hampir melunjak. "Sayang, bersabarlah mungkin Dokter Novi sedang di jalan." sahut Daniel.
***
"Oh iya, kamu tinggal dimana?" tanya Novi berdiri di depan Criss.
"Aku berencana untuk menyewa apartemen terdekat." jawab Criss.
"Tidak perlu kak, kakak bisa menginap di rumah minimalis kami. Di rumah kami masih ada kamar kosong kok di tingkat lantai satu ada 2 kamar tamu dan tingkat lantai dua ada kamar utama. Kak Diki pilih saja mau kamar yang mana tinggal bibi yang bereskan." celetuk Yuni di depan
Di dalam ruangan yang bernuansa putih terlihat berbagai macam aneka bunga yang tersusun rapi di atas lantai, bunga itu terdiri atas bunga mawar merah, mawar putih, mawar pink, mawar kuning, bunga tulip, bunga Lily, bunga Daisy, bunga melati dibentuk menjadi bentuk love. Tidak hanya bunga saja. melainkan, ada persiapan makanan ringan seperti: pizza, spaghetti dan minuman teh yang sengaja dipesan oleh Dissa yang memberikan ide makanan ala barat. Disana, terlihat keluarga Richard dan keluarga Novi Nirand telah berkumpul menjadi satu."Apakah semuanya akan berhasil?" tanya Dila berdiri di depan Dissa."Mom, semua akan berjalan sesuai dengan rencana dan kita ikuti saja sesuai alur cerita yang kita buat." jawab Dissa mantap."Dimana Novi?" tanya Dedi yang berjalan menuju ke arah Dissa dan Dila.Tok! Tok!"Bukankah Novi sudah datang." pekik Daniel dan membuat Diki menjadi salah tingkah.
"hahaha..." tawa Dissa menggema di seluruh ruang rawat Diki."Lucu saja," ucap Dissa setelah puas melepaskan rasa geli di hatinya.Novi langsung menutup mulutnya dengan rapat dan ia menyentuh bagian mulutnya dan ternyata ada sedikit air liur yang menetes dari mulutnya."Haduh... Aku malu," keluh Novi langsung menghapus air salivanya dengan jas kerjanya."Sudah jangan seperti itu, kamu terlihat lebih jorok." celetuk Diki yang masih setia berjongkok di depan Novi.Novi menatap malas ke arah Diki, "Kamu sudah membaik?" tanya Novi menatap Diki yang berjongkok tanpa merasa lelah."Hem..." deheman Diki mengiyakan ucapan dari Novi."Bagaimana? Maukah kamu menjadi pendamping hidupku?" tanya Diki."Ak-ku..." ucapan Novi terpotong saat mendengar ocehan dari Dissa."Terimalah, Kak Diki itu lelaki baik, setia
"Dissa sakit?" ucap Daniel mengulangi perkataan dari Mama Dila, Dila mengangguk setuju."Aku baik-baik saja." sahut Dissa. "Mungkin, efek dedek di pagi hari memang begini." lanjut Dissa."Eh, tidak baik menyalahkan cucuku yang belum tentu salah." balas Dila menatap tajam ke arah Dissa. "Daniel, cepat periksa istrimu ini aku takut kondisi dia dan cucuku kenapa-napa!" titah Dila."Baiklah." Daniel menyuruh Dissa agar berbaring di atas tempat tidur rumah sakit. Dissa yang tidak ingin berdrama debat panjang kali lebar di pagi hari, ia hanya menuruti semua kemauan dari mamanya.Daniel mulai memeriksa kondisi Dissa, mulai dari bagian perut hingga mata. Daniel melepaskan alat stetoskop itu dan ia menghela nafasnya sejenak. Ia menatap kedua bola mata indah Dila. "Kondisi Dissa, kurang kondusif dan ia butuh istirahat. Biasanya, wanita hamil muda seperti ini perlu banyak makanan bergizi agar ia tidak kekuranga
Setelah melakukan pemeriksaan intensif terhadap Diki, kini keluarga Richard bersiap-siap untuk kembali ke mension.Dissa mendorong Diki yang duduk di atas kursi roda, mengingat Diki belum sepenuhnya sembuh dari luka kecelakaan itu. Maka, Dila menyuruh perawat untuk membawakan kursi roda."Dissa, biar mama saja yang mendorong kursi roda milik Diki. Kamu kan sakit dan mama gak mau kamu kecapean," ucap Dila yang berdiri di sebelah Dissa.Daniel dan Dedi berjalan di depan, mereka disapa ramah oleh semua orang yang bekerja di rumah sakit."Tidak usah, Ma. Aku bisa kak dan ini tidak terlalu sulit ku lakukan." tolak Dissa secara halus."Tapi mama tidak ingin kamu lelah." balas Dila."Aku baik-baik saja, percayalah aku bisa membantu kak Diki." sahut Dissa.Daniel dan Dedi yang mendengar perdebatan kecil antara Ibu dengan anak yang saling keras ke
"Kalo sudah habis begini kan aku lebih semangat merawati kakak," ucap Dissa seraya memberikan air putih kepada Diki."Lain kali, jangan merawat aku lagi. Apa guna membayar dokter pribadi jika masih adik sendiri yang merawati diriku." sahut Diki cetus."Kak Diki, bukannya berterima kasih padaku tali malahan merasa kesal. Dokter pribadimu belum terlihat batang hidungnya dan jika aku tidak merawatmu lalu siapa lagi yang peduli denganmu." balas Dissa mengambil gelas kosong dari genggaman Diki."Setidaknya tidak akan menyusahkanmu." gumam Diki pelan tapi masih terdengar jelas oleh Dissa."Aku tidak keberatan merawat kakak tampanku ini tapi aku tidak suka ia tidak berterima kasih padaku." balas Dissa tersenyum penuh arti."Terima kasih." jawab Diki cepat."Oke, sama-sama." sahut Dissa tersenyum.Ceklek!Pintu ruang kamar Di
"Kenapa bisa begitu? Bukankah, papa termasuk pria idaman karena kebaikan tapi kok masih ada orang lain mencelakai keluarga Richard?" tanya Dissa polos.Dedi dan Daniel menepuk jidatnya saat mendengar ajuan pertanyaan dari Dissa."Itu semua karena bisnis, jika tidak bisa bersaing secara sehat maka pengusaha yang kalah dengan perusahaan papa akan menghalalkan segala cara termasuk cara kotor sekalipun." jawab Daniel cepat."Oh begitu." sahut Dissa."Baiklah, aku ikut saja yang terpenting keluarga Richard tetap bahagia selalu." lanjut Dissa.***Novi menoleh ke arah Diki yang menarik lengan tangannya, Ia menatap intens ke arah Diki."Tuan, lepaskan aku!" ucap Novi menarik tangannya yang digenggam kuat oleh Diki."Aku tidak ingin kamu pergi, kamu tahu alasanku ikut menyetujui perjodohan ini aku tertarik dengan dirimu, keba
Jam telah menunjukkan pukul 12.00 WIB, semua pegawai di rumah sakit beristirahat untuk makan siang. Tetapi, tidak seperti seorang pria yang sedang asyik menatap fokus semua berkas yang bertumpuk di atas mejanya."Dokter Nick!" panggil seorang pria yang berdiri di depan direktur di rumah sakit.Nick mengalihkan pandangannya dari tumpukan berkas menuju ke arah Budi."Budi, lama tak bertemu," ucap Nick tersenyum.Budi masih berdiri di depan ruang kerja Nick, ia melihat jam tangan di lengan tangannya."Sudah jam istirahat? Kamu tidak makan siang?" tanya Budi menatap ke arah Nick.Nick menggeleng-gelengkan kepalanya menatap ke arah Budi dan ia masih duduk di kursi kebesarannya.Budi menatap malas ke arah Nick, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. "Ayolah Nick, kamu butuh asupan makanan bergizi. Jangan begini, nanti kamu sakit, sehat itu mahal loh
Dila berjalan masuk menuju ke arah kamarnya, ia menaiki anak tangga menuju tingkat lantai tiga di mensionnya. Dila memilih menaiki tangga karena ia ingin berolahraga."Pegal sekali." keluh Dila saat berjalan masuk ke dalam kamarnya.Ceklek!Pintu kamar terbuka dan ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam mension. Dila melihat Dedi sedang berbaring di atas tempat tidur.Dila berjalan menghampiri suaminya itu. "Sayang, bangun sudah siang. Kenapa masih tidur?" ucap Dila seraya menggoyang-goyangkan tubuh Dedi.Dedi tak bergeming dan ia masih setia menutup kedua bola matanya."Sayang?" panggil Dila lagi.Dila menyentuh kening Dedi dan ia menebak bahwa Dedi sedang tidak baik-baik saja."Sayang, Bangunlah. Apakah kamu sedang sakit?" ucap Dila menatap wajah tampan Dedi.Dedi membuka kedua bola matanya secara pelan dan ia
Hari ini merupakan hari yang ditunggu Dissa selama ini, hari senin yang menjadi saksi bahwa Dissa pertama kali masuk kuliah sebagai Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Komunikasi. Kebetulan, jarak kampus dengan mension Richard memerlukan waktu 20 menit saja. Jadwal perkenalan mahasiswa baru dimulai pukul 07.30 wib pagi. Daniel yang tidak ingin Dissa terlambat, ia berinisiatif mengantarkan Dissa ke kampus ternama di London.Mobil yang dikendarai oleh Daniel telah memasuki area pekarangan kampus, Dissa menatap takjud dengan bangunan mewah nan megah hingga tidak terasa laju mobil berhenti di depan pintu utama kampus.“Sayang, aku antarkan disini. Maafkan aku belum bisa ikut masuk ke dalam,” ucap Daniel sendu.“Tidak apa-apa sayang, aku bahagia kamu mau mengantarkanku di kampus ini. Oh iya, semangat ya kerjanya, jaga mata dan hati karena hanya aku yang berhak memilikimu.” Dissa memandang Daniel dengan tatapan dalam.“Iya istriku tercinta, aku hanya milikmu seorang, kamu
Dissa memejamkan kedua bola matanya sejenak, ia butuh pikiran yang jernih untuk menimalisir semua kenyataan pahit dirinya pernah menjadi korban atas kejahatan Jesika.“Pa, sudahlah permasalahan yang pernah terjadi. Anggap saja semua yang pernah terjadi disebut takdir. Jangan pernah mudah menghakimi orang atas dasar masa lalunya karena semua orang pernah berbuat kesalahan,” ucap Dissa terdengar bijak dan Dedi tidak melanjutkan lagi perkataannya. Dedi serahkan semua yang akan terjadi cukup Dissa dan Daniel yang mengatasinya karena mereka sudah dewasa.“Okelah, kalau begitu Papa tidak ikut campur lagi kecuali Jesika berani melakukan kesalahan lagi maka Papa tidak segan-segan akan memecatkan secara tidak hormat.” sahut Dedi yang tak bisa dibantah.Setelah acara makan malamnya, Dissa dan Daniel memutuskan untuk ke kamar. Dandi memilih ikut Nenek Dila dan Kakek Dedi untuk tidur bersama. Dandi sangat dekat dan manja karena ia selalu diasuh
Setelah melewati masa test pendaftaran dan penerimaan selama 2 minggu. Akhirnya, Dissa diterima beasiswa prestasi akademik dengan nilai tertinggi di kampus ternama London. Sungguh, Dissa benar-benar bahagia atas kecerdasannya dan kegigihannya untuk melanjutkan kuliah Pascasarjana menjadi prioritasnya saat ini.Dissa yang telah sampai di Inggris, bersama Daniel dan anak kesayangannya, Mereka ingin menuju ke mension keluarganya di kota London. Awalnya Dissa menghawatirkan pekerjaan Daniel yang memiliki banyak pasien. Hal itu, membuat Dissa terniang-niang di sepanjang waktu."Bukankah kamu sedang sibuk dengan jadwal operasi pasien?" Dissa bertanya pada Daniel tapi Daniel tampak berpikir keras."Kamu yakin ingin ikut denganku dan mengorbankan pekerjaanmu?" tanya Dissa lagi dan Daniel mengangguk mantap."Iya, aku sangat yakin karena aku sebagai kepala keluarga harus bisa menjaga istri dan anakku. Meskipun, aku rela pindah bekerja ke luar negeri karena ak
Pagi telah menjelang dan ufuk timur telah terbit untuk menyinari dunia. Di dalam ruangan yang luas dan mewah terlihat seorang wanita cantik tengah asyik membaca sebuah koran di tangannya."Beasiswa S2 di London? Wow, terasa menarik bagiku untuk mendapatkan gelar Pascasarjana." batin Dissa.Saat ini, Dissa berada di ruang keluarga dan ia menikmati masa liburan akhir tahun bersama anak dan suaminya di rumah saja."Aku berhak untuk melanjutkan kuliahku karena aku masih muda dan aku pemilik perusahaan Richard. Anakku berhak mendapatkan ibu yang cerdas dan berpendidikan tinggi untuk menjamin masa depannya." Dissa membalikkan lembar koran cetak untuk melihat daftar persyaratan untuk mengikuti beasiswa luar negeri.Daniel yang sedang asyik bermain bernama Dandi di dalam dekapannya. Mereka melihat Dissa dari kejauhan. Dissa terlihat sedang serius membaca koran itu."Pa, aku mau tuyuuun." pinta Dandi dengan suara cade
Dua tahun kemudian Dissa berusaha mengejar Dandi yang berlari kesana-kemari di dalam mension mewah milik dirinya bersama Daniel. "Dandi, jangan berlari terus nanti kamu jatuh," ucap Dissa berusaha berjalan cepat mengejar anak pertamanya. "Ndakk mau, mama kejal dulu Dandi sampe dapat." sahut Dandi kecil dengan menjulurkan lidahnya di hadapan Dissa. Dissa menghela nafasnya sejenak dan ia pasti mengetahui apa yang akan dilakukan Dandi kecil selanjutnya. Dandi kecil terus berlari menuju ke arah anak tangga dengan langkah seribu kakinya tanpa melihat ke arah bawah membuat dirinya terjatuh. Dissa membantu mengangkat tubuh Dandi kecil agar mau berjalan menuju ke arah ruang kesehatan di mensionnya. Setelah diadakannya pesta pernikahan Diki dengan Novi. Mereka memutuskan pindah mension yang telah lama dibeli oleh Daniel. Dissa yang mengandung anak pertamanya dengan Daniel semaki
Hari demi hari yang dijalani Dissa hanyalah duduk diam dan termenung. Di hati kecilnya, ia selalu membayangkan betapa bahagianya ia memiliki baby yang lucu yang terlahir dari rahimnya dan ia akan dipanggil mama dan papa oleh anaknya. Tapi apalah daya, harapannya telah lenyap melayang di udara.Dissa mengusap perut ratanya, ia selalu melakukan itu saat calon anaknya masih ada."Sayang, ayo kita makan," ucap Daniel sambil mengarahkan sendok yang berisi bubur yang akan dimakan oleh Dissa.Dissa diam tak bergeming, ia asyik dengan khayalan di pikirannya. Sementara, Daniel yang berdiri di sebelahnya berusaha memberikan saran dan mengajak ia untuk membuat anak lagi."Dasar lelaki, mau enaknya saja. Kamu kira mudah apa untuk melupakan calon anakku yang telah tiada." kata Dissa dalam hati.Di ruang tamu rumah sakit, Dissa melihat ada perdebatan kecil yang dilakukan oleh mama Dila yang te
Sudah hampir 2 bulan, Dissa masih dalam kondisi yang sama. Daniel menghela nafasnya sejenak, ia menatap Dissa yang duduk termenung di atas ranjang rumah sakit. Saat ini, Daniel berniat menyuapi Dissa dengan makanan bubur dan obat-obatan. Berbagai cara Daniel lakukan untuk membujuk Dissa agar mau makan. Tetapi, Dissa tetaplah Dissa, ia tidak ingin membuka mulutnya sama sekali.Dila dan Dedi merasa sedih melihat anak perempuannya seperti itu. Dila menoleh ke arah Dedi, Dedi yang menatap ke arah Dila yang duduk di sebelahnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk tidak menganggu Daniel untuk membujuk Dissa.Sementara di area parkiran rumah sakit ternama, mobil Alphard hitam terparkir rapi. Diki yang turun terlebih dahulu dari dalam mobil, ia memanggil Novi agar berjalan menuju ke arahnya."Sayang, cepatlah!" ucap Diki berdiri di depan mobil."Iya, tunggu dulu aku sedang mengambil tasku." Novi turun da
Pernikahan Jesika dengan Nick dilakukan di kediaman mempelai wanita di kota Sungailiat. Berbagai dekor pelaminan mewah mulai dari pelaminan mini bernuansa putih di dalam rumah sebagai akad nikah dan di luar rumah terdapat pelaminan megah dengan konsep outdoor wedding dan tenda tersusun rapi yang bermotif pink putih begitu indah dilihat. Diki dan Novi hadir dalam mengikuti acara janji suci Jesika dan Nick. Budi datang bersama wanita yang baru ia kenali dengan baju cauple berwarna abu berdominasi pink. Hanya Daniel dan Dissa yang tidak hadir mengikuti acara itu. Dissa masih dalam kondisi yang sama dan Daniel tetap menjaga Dissa di rumah sakit.Landscape matahari terbenam dengan langit yang memberikan sunset indah, semakin menyempurnakan pernikahan Jesika dengan Nick.Akad nikah Jesika dan Nick berjalan dengan lancar, Pak Hardan yang merupakan ayah kandung Jesika menikahkan anak semata wayangnya di dengan masyarakat. Ibu Lely tampak menangis ba
Dua minggu kemudian, Daniel seperti biasa menyuapi Dissa dengan makanan yang diberikan oleh rumah sakit. Kondisi Dissa semakin harinya semakin memburuk, ia tampak seperti mayat hidup yang hanya diam dan menatap kosong ke arah depan. Daniel sedih melihat tingkah laku Dissa yang tak pernah berubah untuk menerima kenyataan pahit yang menyakitkan."Sayang, makanlah nanti kamu sakit," ucap Daniel menatap wajah Dissa.Dissa tak bergeming, ia terus diam membisu.Dila dan Dedi yang sedari tadi memakan makanan yang ia pesan, lantas mereka menatap satu sama lain."Daniel, apakah Dissa mau makan?" tanya Dedi menatap ke arah Daniel yang duduk di sebelah Dissa.Daniel mengalihkan pandangannya menuju ke arah Dedi. Daniel menghela nafas panjang dan ia memberikan senyuman paksa. "Tetap belum mau makan, Pa." ucap Daniel.Dedi menoleh ke arah Dila dan Dila menggeleng-gelengkan