"Selalu saja, aku kena getahnya. Salah aku apa coba, hingga aku menjadi subjek yang ditertawakan." gumam Diki kesal.
"Aku tahu, kehadiranku pasti membuat dirimu merasa dirugikan karena aku dikira mencuri perhatian mama sama papa. Bukankah, aku juga anak kandungnya." lanjut Diki yang saat ini sedang mengendarai mobilnya.
"Rasanya, aku ingin mati saja." ucap Diki yang terus melajukan mobilnya Dena kecepatan tinggi.
Setelah mengucapkan perkataan itu, Diki terus menyetir tanpa arah dan rambu lampu merah menyala ke arah jalur jalannya tetapi ia tetap melajukan mobilnya dan dari arah samping mobil tronton yang mengikuti rambu lalu lintas berwarna hijau yang berarti menyala. Mobil tronton itu melajukan mobilnya dan dewa fortuna tidak berpihak kepada Diki. Saat yang bersamaan, mobil yang dikendarai oleh Diki ditabrak dari arah samping kiri.
Bruk!
Mobil tronton itu menghantam mobil sport
Di sepanjang perjalanan, Dissa hanya diam dan menatap Luar kaca mobil. Dissa tenggelam dalam pikirannya yang berkecamuk. Dissa merasa bersalah dan ia pun menyesal karena kecelakaan maut itu pasti ulahnya pagi tadi. Dissa tak habis pikir, ternyata ucapannya pagi tadi dapat membuat Diki terbawa perasaan. Padahal, ia sering mengejek kakak kandungnya dengan berbagai kata pedas dan terkadang ia pun tak menyadari bahwa kesalahannya itu."Nona, kita sudah sampai," ucap Taksi online yang sudah memberhentikan mobilnya tepat di depan halaman rumah sakit.Dissa masih diam di tempat dan tak menghiraukan ucapan itu."Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan," ucap Taksi online mengulangi perkataannya tadi.Dissa tersadar dari lamunannya. "Eh-emm iy-ya ada apa, Pak?" ucap Dissa yang menatap ke sekelilingnya."Nona sudah sampai di rumah sakit Mutiara." jawab seorang supir pria berparuh baya.
"Suster Rani, cepat pasang infus dan alat oksigennya." titah seorang dokter wanita yang masih muda."Dan kau, suster Ceri tolong bantu aku untuk membersihkan beberapa luka pada kepala, tangan dan kaki pria ini." lanjut Novi."Baik Dokter." jawab Ceri cepat.Setelah membersihkan darah yang menempel di tubuh Diki, Novi mulai menjahit kepala Diki dengan metode manual dengan benang jahit khusus kulit manusia."Dok, sepertinya pasien mengalami denyut jantung lemah," ucap Rani yang sudah memasangkan infus dan alat oksigen."Rani, tolong ambilkan alat pacu jantung dan tolong hubungi keluarga korban." jawab Novi cepat, ia mulai menaruh alat pacu jantung di tubuh Diki dan ia berusaha menyelamatkan keadaan Diki.***"Daniel, jangan begitu nanti aku malu." jawab Dissa cepat yang langsung keluar dari mobil dan tidak lupa menutup pintu mobil.&
Hujan rintik-rintik membasahi seluruh dunia dan di sana terlihat seorang pria berparuh baya tetapi masih terlihat tampan."Tuan, semua berkas kerjasama sudah ditandatangani dan ini semua berkasnya," ucap Rido tangan kanan Dedi yang berdiri di depan Dedi.Dedi mengalihkan pandangannya dari jendela ruang kerjanya menuju ke arahnya."Baiklah, kau bisa pergi." jawab Dedi seraya mengambil beberapa berkas yang berisikan surat kerjasama.Dedi membaca setiap kata pada paragraf dan ia pun meletakkan berkas itu di atas meja."Rido!" panggil Dedi.Rido yang masih setia berdiri membelakangi pintu ruang kerja Dedi. Rido pun kembali masuk ke dalam ruangan."Ada apa Tuan?" tanya Rido berdiri di depan Dedi."Cepat urus selesaikan urusan kerjasama ini dan siapkan helikopter untukku karena aku ingin menjengguk anak sulungku." jawab Ded
"Ma, Bagaimana keadaan kak Diki? Kapan kah, dirinya akan siuman melewati masa kritisnya?" tanya Dissa yang menatap penuh tanya ke arah Dila."Entahlah, yang terpenting kita harus mendoakan Diki agar ia mampu melewati masa kritisnya. Aku tak tahan melihatnya terbaring lemah dengan wajah pucatnya." jawab Dila yang mulai menitikkan buliran kristal yang tepat membasahi wajah cantiknya.Dissa berjalan mendekati ke arah Dila, diusapkan buliran kristal itu dengan telapak tangan kanannya. "Mama, jangan menangis. Aku tidak ingin melihat mama rapuh seperti ini." balas Dissa yang menatap penuh arti ke arah kedua bola mata mama Dila.Ceklek!Dissa, Dila dan Daniel menoleh ke arah pintu ruangan yang terbuka."Diki, anak papa. Papa datang untuk menjenggukmu." ucap Dedi yang berdiri di depan pintu ruangan rumah sakit.Dedi melangkahkan kakinya menuju tempat tidur Diki dan i
"Maafkan aku," ucap Dissa."M-maaa," lirih Diki pelan.Dissa, Dedi, Dila dan Daniel menoleh ke arah Diki yang telah membuka kedua bola matanya."Iya sayang." sahut Dila berjalan mendekati ke arah Diki."Ma,Aku dimana?" tanya Diki menatap Dila yang berdiri di depannya."Sekarang, kamu berada di rumah sakit." jawab Dila melihat wajah pucat Diki tetapi ketampanannya tidak berkurang sedikit pun saat ia sakit."Aku kenapa?" tanya Diki polos."Kamu mengalami kecelakaan dan kamu berhasil sadar dari masa kritis." jawab Dila singkat tetapi penuh arti."Oh begitu." balas Diki mulai menggerakkan tubuhnya untuk duduk dari tidurnya."Kak Diki, jangan banyak bergerak nanti jahitannya takut lepas." sahut Dissa santay."Kamu siapa?" ucap Diki dan sontak saja Dissa terkejut dengan apa yang diu
"Dokter, ini semua berkas nama-nama pasien yang terkena Covid-19," ucap Seorang perawat wanita bernama Daily."Terima kasih." jawab Novi mengambil berkas dari tangan Daily. Daily pamit undur diri dari hadapan Novi.Novi mulai membuka lembar demi lembar berkas yang berada di tangannya.Tittttt! Tittt!Novi mengalihkan pandangannya dari berkas yang digenggamnya menuju bel yang letaknya di dinding ruangannya."Ada apa lagi?" gumam Novi pelan, ia mengetahui bahwa bel yang berbunyi itu sambungan dari bel ruangan ICU VIP yang biasa di tempati oleh pemilik perusahaan terkaya kedua di dunia.Novi menutup berkas yang di pegangnya, Ia berdiri dari duduknya dan ia mengambil jas putih yang digantungnya, dipakenya dengan rapi di tubuhnya dan setelah sempurna di pandang. Novi melangkahkan kakinya menuju ke pintu ruangan dan dibukanya pintu itu dan ia keluar dan tidak lupa
Suasana terlihat dingin seperti es krim, hujan rintik-rintik berhasil membasahi seluruh dunia."Aku bercanda saja, Pa." jawab Daniel cepat."Aku gak suka kata-kata kamu yang tadi." balas Dedi menatap tajam ke arah Daniel.Daniel menelan salivanya dengan susah payah, ia tidak ingin pertempuran drama dimulai dan ia harus mengalah demi kemenangan."Papa ku yang tampan, baik hati dan suka menabung," ucap Daniel."Aku memang tampan, baik hati dan suka menabung. Memangnya kenapa? Iri bilang Ciel!" celetuk Dedi.Dissa, Dila, Novi dan Diki hanya bisa menahan tawa. Jika mereka, melakukan itu pasti saja mereka yang terkena pelampiasan kemarahan dari Dedi."Diki, abaikan saja. Kamu cukup banyak beristirahat dan minum obat tepat waktu. Insya Allah, sedikit demi sedikit ingatanmu mulai pulih." jelas Novi di depan Diki dan Diki mengangguk mengerti.
Pagi telah menjelang, cahaya matahari menyinari dunia. "Hoammm... Pegal sekali," ucap Dissa bangun dari tidur. Saat ini, ia berada di ruangan rumah sakit dan semalam, ia dan Daniel ditugaskan untuk menjaga Diki di rumah sakit. Hasilnya, Dissa tidur di atas sofa panjang tetapi masih terasa pegal tubuhnya karena berbagi tempat dengan Daniel yang tubuhnya lebih lebar dari dirinya. "Daniel, Bisakah kamu geser ke sebelah sana," keluh Dissa yang berbaring di sebelah Daniel. "Hemz..." deheman Daniel yang masih setia di alam mimpinya. "Daniel!" teriak Dissa yang berhasil membangunkan Daniel dan Diki secara bersamaan. "Kok berisik sekali, pagi-pagi begini." sahut Diki dengan suara seraknya. Dissa dan Daniel menoleh ke arah Diki. "Maaf kak, aku tadi mau membangunkan Daniel tetapi nada suaraku terlalu tinggi," ucap Dissa dengan mengaruk-ngarukkan kepalanya.
Hari ini merupakan hari yang ditunggu Dissa selama ini, hari senin yang menjadi saksi bahwa Dissa pertama kali masuk kuliah sebagai Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Komunikasi. Kebetulan, jarak kampus dengan mension Richard memerlukan waktu 20 menit saja. Jadwal perkenalan mahasiswa baru dimulai pukul 07.30 wib pagi. Daniel yang tidak ingin Dissa terlambat, ia berinisiatif mengantarkan Dissa ke kampus ternama di London.Mobil yang dikendarai oleh Daniel telah memasuki area pekarangan kampus, Dissa menatap takjud dengan bangunan mewah nan megah hingga tidak terasa laju mobil berhenti di depan pintu utama kampus.“Sayang, aku antarkan disini. Maafkan aku belum bisa ikut masuk ke dalam,” ucap Daniel sendu.“Tidak apa-apa sayang, aku bahagia kamu mau mengantarkanku di kampus ini. Oh iya, semangat ya kerjanya, jaga mata dan hati karena hanya aku yang berhak memilikimu.” Dissa memandang Daniel dengan tatapan dalam.“Iya istriku tercinta, aku hanya milikmu seorang, kamu
Dissa memejamkan kedua bola matanya sejenak, ia butuh pikiran yang jernih untuk menimalisir semua kenyataan pahit dirinya pernah menjadi korban atas kejahatan Jesika.“Pa, sudahlah permasalahan yang pernah terjadi. Anggap saja semua yang pernah terjadi disebut takdir. Jangan pernah mudah menghakimi orang atas dasar masa lalunya karena semua orang pernah berbuat kesalahan,” ucap Dissa terdengar bijak dan Dedi tidak melanjutkan lagi perkataannya. Dedi serahkan semua yang akan terjadi cukup Dissa dan Daniel yang mengatasinya karena mereka sudah dewasa.“Okelah, kalau begitu Papa tidak ikut campur lagi kecuali Jesika berani melakukan kesalahan lagi maka Papa tidak segan-segan akan memecatkan secara tidak hormat.” sahut Dedi yang tak bisa dibantah.Setelah acara makan malamnya, Dissa dan Daniel memutuskan untuk ke kamar. Dandi memilih ikut Nenek Dila dan Kakek Dedi untuk tidur bersama. Dandi sangat dekat dan manja karena ia selalu diasuh
Setelah melewati masa test pendaftaran dan penerimaan selama 2 minggu. Akhirnya, Dissa diterima beasiswa prestasi akademik dengan nilai tertinggi di kampus ternama London. Sungguh, Dissa benar-benar bahagia atas kecerdasannya dan kegigihannya untuk melanjutkan kuliah Pascasarjana menjadi prioritasnya saat ini.Dissa yang telah sampai di Inggris, bersama Daniel dan anak kesayangannya, Mereka ingin menuju ke mension keluarganya di kota London. Awalnya Dissa menghawatirkan pekerjaan Daniel yang memiliki banyak pasien. Hal itu, membuat Dissa terniang-niang di sepanjang waktu."Bukankah kamu sedang sibuk dengan jadwal operasi pasien?" Dissa bertanya pada Daniel tapi Daniel tampak berpikir keras."Kamu yakin ingin ikut denganku dan mengorbankan pekerjaanmu?" tanya Dissa lagi dan Daniel mengangguk mantap."Iya, aku sangat yakin karena aku sebagai kepala keluarga harus bisa menjaga istri dan anakku. Meskipun, aku rela pindah bekerja ke luar negeri karena ak
Pagi telah menjelang dan ufuk timur telah terbit untuk menyinari dunia. Di dalam ruangan yang luas dan mewah terlihat seorang wanita cantik tengah asyik membaca sebuah koran di tangannya."Beasiswa S2 di London? Wow, terasa menarik bagiku untuk mendapatkan gelar Pascasarjana." batin Dissa.Saat ini, Dissa berada di ruang keluarga dan ia menikmati masa liburan akhir tahun bersama anak dan suaminya di rumah saja."Aku berhak untuk melanjutkan kuliahku karena aku masih muda dan aku pemilik perusahaan Richard. Anakku berhak mendapatkan ibu yang cerdas dan berpendidikan tinggi untuk menjamin masa depannya." Dissa membalikkan lembar koran cetak untuk melihat daftar persyaratan untuk mengikuti beasiswa luar negeri.Daniel yang sedang asyik bermain bernama Dandi di dalam dekapannya. Mereka melihat Dissa dari kejauhan. Dissa terlihat sedang serius membaca koran itu."Pa, aku mau tuyuuun." pinta Dandi dengan suara cade
Dua tahun kemudian Dissa berusaha mengejar Dandi yang berlari kesana-kemari di dalam mension mewah milik dirinya bersama Daniel. "Dandi, jangan berlari terus nanti kamu jatuh," ucap Dissa berusaha berjalan cepat mengejar anak pertamanya. "Ndakk mau, mama kejal dulu Dandi sampe dapat." sahut Dandi kecil dengan menjulurkan lidahnya di hadapan Dissa. Dissa menghela nafasnya sejenak dan ia pasti mengetahui apa yang akan dilakukan Dandi kecil selanjutnya. Dandi kecil terus berlari menuju ke arah anak tangga dengan langkah seribu kakinya tanpa melihat ke arah bawah membuat dirinya terjatuh. Dissa membantu mengangkat tubuh Dandi kecil agar mau berjalan menuju ke arah ruang kesehatan di mensionnya. Setelah diadakannya pesta pernikahan Diki dengan Novi. Mereka memutuskan pindah mension yang telah lama dibeli oleh Daniel. Dissa yang mengandung anak pertamanya dengan Daniel semaki
Hari demi hari yang dijalani Dissa hanyalah duduk diam dan termenung. Di hati kecilnya, ia selalu membayangkan betapa bahagianya ia memiliki baby yang lucu yang terlahir dari rahimnya dan ia akan dipanggil mama dan papa oleh anaknya. Tapi apalah daya, harapannya telah lenyap melayang di udara.Dissa mengusap perut ratanya, ia selalu melakukan itu saat calon anaknya masih ada."Sayang, ayo kita makan," ucap Daniel sambil mengarahkan sendok yang berisi bubur yang akan dimakan oleh Dissa.Dissa diam tak bergeming, ia asyik dengan khayalan di pikirannya. Sementara, Daniel yang berdiri di sebelahnya berusaha memberikan saran dan mengajak ia untuk membuat anak lagi."Dasar lelaki, mau enaknya saja. Kamu kira mudah apa untuk melupakan calon anakku yang telah tiada." kata Dissa dalam hati.Di ruang tamu rumah sakit, Dissa melihat ada perdebatan kecil yang dilakukan oleh mama Dila yang te
Sudah hampir 2 bulan, Dissa masih dalam kondisi yang sama. Daniel menghela nafasnya sejenak, ia menatap Dissa yang duduk termenung di atas ranjang rumah sakit. Saat ini, Daniel berniat menyuapi Dissa dengan makanan bubur dan obat-obatan. Berbagai cara Daniel lakukan untuk membujuk Dissa agar mau makan. Tetapi, Dissa tetaplah Dissa, ia tidak ingin membuka mulutnya sama sekali.Dila dan Dedi merasa sedih melihat anak perempuannya seperti itu. Dila menoleh ke arah Dedi, Dedi yang menatap ke arah Dila yang duduk di sebelahnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk tidak menganggu Daniel untuk membujuk Dissa.Sementara di area parkiran rumah sakit ternama, mobil Alphard hitam terparkir rapi. Diki yang turun terlebih dahulu dari dalam mobil, ia memanggil Novi agar berjalan menuju ke arahnya."Sayang, cepatlah!" ucap Diki berdiri di depan mobil."Iya, tunggu dulu aku sedang mengambil tasku." Novi turun da
Pernikahan Jesika dengan Nick dilakukan di kediaman mempelai wanita di kota Sungailiat. Berbagai dekor pelaminan mewah mulai dari pelaminan mini bernuansa putih di dalam rumah sebagai akad nikah dan di luar rumah terdapat pelaminan megah dengan konsep outdoor wedding dan tenda tersusun rapi yang bermotif pink putih begitu indah dilihat. Diki dan Novi hadir dalam mengikuti acara janji suci Jesika dan Nick. Budi datang bersama wanita yang baru ia kenali dengan baju cauple berwarna abu berdominasi pink. Hanya Daniel dan Dissa yang tidak hadir mengikuti acara itu. Dissa masih dalam kondisi yang sama dan Daniel tetap menjaga Dissa di rumah sakit.Landscape matahari terbenam dengan langit yang memberikan sunset indah, semakin menyempurnakan pernikahan Jesika dengan Nick.Akad nikah Jesika dan Nick berjalan dengan lancar, Pak Hardan yang merupakan ayah kandung Jesika menikahkan anak semata wayangnya di dengan masyarakat. Ibu Lely tampak menangis ba
Dua minggu kemudian, Daniel seperti biasa menyuapi Dissa dengan makanan yang diberikan oleh rumah sakit. Kondisi Dissa semakin harinya semakin memburuk, ia tampak seperti mayat hidup yang hanya diam dan menatap kosong ke arah depan. Daniel sedih melihat tingkah laku Dissa yang tak pernah berubah untuk menerima kenyataan pahit yang menyakitkan."Sayang, makanlah nanti kamu sakit," ucap Daniel menatap wajah Dissa.Dissa tak bergeming, ia terus diam membisu.Dila dan Dedi yang sedari tadi memakan makanan yang ia pesan, lantas mereka menatap satu sama lain."Daniel, apakah Dissa mau makan?" tanya Dedi menatap ke arah Daniel yang duduk di sebelah Dissa.Daniel mengalihkan pandangannya menuju ke arah Dedi. Daniel menghela nafas panjang dan ia memberikan senyuman paksa. "Tetap belum mau makan, Pa." ucap Daniel.Dedi menoleh ke arah Dila dan Dila menggeleng-gelengkan