Share

5. Dia Tetap Ibuku

Penulis: El Baarish
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 5

ADARA

.

“Minum dulu, Nek!” Dara mengangsurkan segelas air putih di dekat mulut neneknya.

Nenek mengela napas lega, ia merasa sedikit tenaga setelah minum obat. Dara berhasil pulang setelah memberikan beberapa pukulan untuk preman jalanan, setelah itu ia lari tunggang langgang sampai di rumah.

Ia tak menceritakan semua itu pada siapa pun, karena itu sama saja menyusahkan orang-orang rumah. Apalagi kondisi nenek memang tak sehat. Kakeknya pun sudah tidak muda lagi untuk terus menerus mendengar beban kabar buruk.

“Nenek istirahat ya.” Dara menarik selimut sebatas dada untuk neneknya. Perempuan tua itu mengangguk, lalu mulai memejamkan mata.

“Kalau ada apa-apa, panggil Dara ya, Kek.” Gadis berusia dua puluh tahun itu berpesan. Seperti biasa, mengingatkan sang kakek bahwa saat neneknya kambuh ia harus memanggilnya di dalam kamar, bahkan jika gadis itu tak terjaga dari tidurnya.

Lelaki senja bernama Suryadi itu mengangguk, dengan sudut mata yang hampir saja mengeluarkan air mata. Ia tak tega melihat Dara yang ia rasa hingga saat ini belum sama sekali merasakan kebahagiaan. Ia mengorbankan masa muda untuk bekerja keras, berjuang untuk keluarganya. Sementara ia tak lagi bisa berbuat apa-apa. Hanya doa-doa baik yang ia langitkan setiap saat, berharap cucunya itu menemukan kebahagiaan sendiri di masa depan.

Ia kerap kali melihat anak-anak seumur Dara yang masih kuliah dan dimanjakan orangtuanya. Namun, Dara berbeda. Ia bahkan tak dikenali oleh ibunya sendiri.

Dara bangun dari duduknya, melangkah ingin keluar dari kamar nenek. Saat gadis itu berada di ambang pintu, ia berbalik karena kakek memanggilnya.

“Kenapa, Kek?”

Suryadi diam. Ia menunduk, lalu menatap sendu pada Dara yang tengah menanti ia bicara.

“Ibumu dari siang tak mau makan.”

Dara seketika menghela napas panjang. Tidak mau makan adalah keadaan paling berat yang harus ia hadapi di rumah bersama ibunya. Apalagi nenek sedang sakit, tak ada yang bisa membujuk ibunya untuk makan.

“Dari siang, ia Cuma coret-coret kertas aja,” ucap sang kakek lagi sembari menatap sedih pada Dara.

Dara kembali menghela napas lelah. Ia tak tahu harus bagaimana membujuk ibunya. Biasanya kalau nenek sehat, ia yang setiap hari memastikan Liana makan dengan tenang.

“Dara coba bujuk ya, Kek.”

“Kalau Liana mengamuk gimana?” tanya sang kakek ragu. Kembali Dara menatap kakeknya sendu. Saat ini ia punya pikiran yang sama dengan kakeknya, takut jika ibunya mengamuk, karena selain nenek, tak ada yang dibiarkan mendekat padanya.

“Dicoba dulu, Kek.” Dara tak ingin berputus asa. Padahal ini bukan kali pertama ia coba membujuk ibunya, mendekat atau diam-diam menyentuhnya. Selalu berakhir dengan teriakan.

Suryadi mengangguk, lalu ikut keluar bersama Dara dan menunggunya di depan kamar Liana. Menunggu Dara membawa sepiring nasi dari dapur.

Di depan kamar Liana, Dara dan kakeknya saling menatap. Lalu saling mengangguk mengisyaratkan Dara agar segera masuk dan berdoa semoga ibunya makan.

Liana mengalami gangguan jiwa karena luka masa lalu yang menghantuinya. Ia dile ceh kan oleh seseorang hingga mengandung seorang anak perempuan. Dulu ia pernah dipasung karena sering keluar rumah dan membuat keributan di luar. Anak-anak meneriakinya dan menyebutnya gi la. Liana berbicara sendiri, tertawa, dan melompat sana sini seperti anak kecil. Ia juga pernah keluar rumah malam hari tanpa sepengetahuan orangtunya, sebab itu Suryadi memilih untuk memasung karena takut kejadian lama akan terulang kembali. Liana masih terlihat cantik, masih cukup menggoda untuk orang-orang yang tak punya empati dan ingin mengulang kisah buruknya.

Suryadi dan Halimah sangat menyesali apa yang terjadi pada anak gadisnya. Mereka ikut terluka dan hampir sama tertekan dengan kondisi Liana.

Dara tak ingin penyakit lain menggeroti ibunya hanya karena makan tak teratur. Bisa jadi ibunya akan terkena asam lambung, maag, atau penyakit lainnya. Hal itu akan sulit diobati karena Liana tak seperti orang normal.

Dara membuka pintu dengan pelan. Terlihat Liana masih duduk di lantai dengan satu buku dan pensil di tangannya. Tatapannya menatap fokus pada buku dan coretan yang ia tuliskan entah apa. Coretan yang terlihat seperti hidupnya, berantakan, tak terbaca, tak ada maknanya. Dulu, Liana menulis dengan pulpen, tapi sekarang nenek mengganti dengan pensil. Nenek tak mau kesulitan membersihkan lengan dan kaki Liana saat dimandikan, karena wanita itu tak hanya mencoret buku-buku, tapi juga beberapa bagian dari tubuhnya. Lalu, tertawa melihat hasil coretan itu di tangannya.

Malam sudah larut, tapi Liana masih terjaga dengan aktivitasnya.

Dara berjongkok di depan ibunya seraya menyodorkan sepiring nasi ke hadapannya. Saat itu Liana baru menyadari kehadiran seseorang di kamarnya. Sedikit terkejut, karena bagi Liana seseorang di depannya itu seolah hadir tiba-tiba.

“Dara suapin ya, Bu.” Dara berkata hati-hati.

Seketika Liana menggeser posisi duduknya hingga menyentuh sudut tempat tidur. Ia menatap takut pada Dara dan melemparnya dengan pensil dan buku yang ada di hadapannya.

Liana tiba-tiba menangis dan mulai berteriak histeris.

“Pergi! Pergi dari sini!”

“Bu, ini Dara, anak ibu.” Dara mencoba mendekat untuk menenangkan. Namun, Liana malah menutup telinganya. Ia mencakar lengan Dara yang mencoba memegangnya. Liana melawan, ia memberontak seolah Dara adalah musuh baginya.

“Tinggalkan aku! Jangan sakiti aku!”

Kalimat-kalimat yang sering diucapkan Liana saat ada orang yang menyentuhnya. Ia selalu berteriak, dan tak bisa mengenali siapa yang menyentuhnya.

Melihat Dara yang sedang dicakar oleh ibunya, kakek masuk dan segera mendekati cucunya. Ia menarik Dara agar menjauh dari ibunya.

“Sudah, Nduk. Taruh saja makanannya di situ.” Kakek mengambil piring makanan di lantai dan ia letakkan di atas meja. Berharap Liana akan memakannya sendiri. Meskipun harapan itu tipis sekali.

“Kita keluar dulu, biarkan ibumu tenang.” Kakek berkata pada Dara.

Gadis itu mengangguk, ia menyeka sudut matanya dan keluar dari kamar ibunya. Bukan pertama kali ia tertolak oleh seseorang yang melahirkannya, tapi berulangkali. Namun, kesedihan itu tetap mengoyak hatinya seolah tak bisa kebal karena terbiasa. Setiap kali ia merasa tertolak, maka di situ hatinya berderak patah. Sebab itu, Dara tak bisa membiarkan orang lain merendahkannya dan tak akan pernah berada pada lingkungan orang-orang yang menolaknya. Ia sudah cukup sengsara dengan keadaan di rumahnya.

Kakek ikut mengusap air mata di pipi Dara. Ia bahkan ikut menangis melihat cucunya itu. Ia tahu, Dara begitu terluka dengan keadaan keluarganya. Namun, anak itu berpura-pura kuat.

Dara dan kakek duduk di depan kamar Liana, mendengar perempuan itu berteriak histeris. Lambat laun makin jarang terdengar teriakan, mulai terdengar isakan hingga suara itu hilang dan berganti dengan tatapan kosong. Dara dan kakeknya hanya ingin memastikan Liana tak lagi histeris dan tertidur dalam isaknya. Setelah itu, Dara menutup kamar ibunya dan kembali tidur di kamarnya sendiri.

Bab terkait

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   6. Undangan Bertamu

    Bag 6 . Seperti biasa saat senja menyapa, Dara akan kembali ke rumahnya. Ia akan pulang bersama Ayu karena gadis itu menawarkan akan mengantarkannya ke rumah. Hanya Ayu satu-satunya teman yang paling mengerti keadaan Dara. Gadis itu tak ikut menghakimi hidup Dara seperti yang orang lain lakukan. Saat Dara mengeluh tak ada uang, ia bersedia mengantar jemput agar temannya itu tak harus jalan kaki untuk pulang. Padahal rumah mereka berbeda arah. Bahkan Ayu sering menjadi tempat Dara meminjam uang, tanpa batas kapan harus mengembalikan. Ayu hanya merasa lebih beruntung dari Dara, jadi ia hanya ingin berbaik hati dengan gadis itu untuk rasa syukurnya. Saat Dara keluar dari cafe, ia melihat Rayyan sudah tercekat di depan pintu. Dara menatapnya dengan tatapan bertanya, melihat wajahnya kembali ia mengingat perlakuan ibu Rayyan waktu itu. Merendahkan harga dirinya dengan begitu ke ji. "Aku tunggu di motor, ya," ucap Ayu yang langsung meninggalkan Dara dan Rayyan untuk berbicara berdua. D

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   7. Jebakan

    Bag 7.Semua menatap curiga pada Dara karena cincin itu terjatuh dari dalam tasnya. Dara sendiri, wajahnya tampak pias karena ketakutan. Tak mungkin cincin itu ada dengan sendirinya di tas Dara.Yasmin mendekat dan menatap tak suka pada Dara, lalu ia berjongkok untuk mengambil cincin yang terpelanting tak jauh dari kaki Dara."Tolong jelasin kenapa ini ada di kamu?" tanya Yasmin penuh penekanan.Dara diam, ia tak mampu berkata. Wajahnya mendadak pucat disertai degup jantung yang bertalu. Sejenak ia menggeleng menatap Rayyan yang berdiri di sampingnya, tapi lelaki itu malah menatapnya meminta penjelasan."Begini ya kelakuan kamu yang sebenarnya. Datang ke rumah orang dan merasa punya kesempatan untuk mencuri." Yasmin mencerca semakin menjadi-jadi. Sementara yang lain hanya menatap Dara dan menunggu penjelasannya."Perempuan pencuri tak layak menjadi menantu di rumah ini! Ray terlalu berharga untuk bersanding dengan pencuri seperti kamu!" Yasmin melayangkan telunjui tepat di depan mata

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   8. Kita Tak Setara

    Bab 8 Setelah pertemuan malam itu, Rayyan tak berani menemui Dara. Ia malu pada gadis itu, juga malu pada diri sendiri karena sempat tersirat prasangka buruk untuk Dara. Gadis cantik itu juga tampak sangat menghindari Rayyan, karena tahu persis posisi mereka jauh berbeda. Jangankan untuk menikah dan hidup bersama, untuk menjalin hubungan pertemanan saja, Dara merasa memiliki sekat yang tak bisa ditembus. Rayyan merupakan seorang dokter spesialis penyakit dalam, anak dari pengusaha terkenal yang keluarganya juga memiliki rumah sakit swasta di Jakarta pusat, tempat Rayyan bekerja. Bagai langit dan bumi jika dibandingkan dengan Dara. "Kusut amat wajahnya, kenapa Ray?" tanya Sandra yang baru saja selesai memeriksa pasien yang baru saja melahirkan. Ia melewati ruang kerja Rayyan dan melihat temannya sedang melamun. Sandra langsung duduk di depan Rayyan, karena melihat wajah yang tampak tertekuk itu. Rayyan meletakkan kembali ponselnya. Wajah itu terlihat kusut karena beberapa kali ia

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   9. Kambuh

    Bab 9."Li, balikin ya. Itu punya anak Bu Asih, kasian besok dia sekolah."Seorang lelaki berusia empat puluh tujuh tahun itu membujuk. Sementara Liana yang dibujuk hanya tersenyum mengelus seragam SMA yang kini ada di tangannya. Herman, abang Liana duduk berdekatan dengan adik satu-satunya itu, ia ingin memberi pengertian bahwa seragam itu bukan miliknya. Herman ingin membangunkan kesadaran Liana, bahwa kini sudah berpuluh tahun berlalu, dan ia tak layak lagi mengenakan seragam SMA seperti dulu."Bu Asih, sabar dulu ya. Saya akan coba minta baik-baik." Herman berkata pada pemilik seragam itu.Suryadi dan Halimah ikut membujuk Liana, tapi mereka tak tahu caranya agar perempuan itu mengerti. Biasanya saat Halimah membujuk, wanita itu akan diam dan menurut, karena satu-satunya orang yang bisa ia kenali hanyalah Halimah, ibunya.Liana akan merasa aman jika Halimah berada di sampingnya, dan akan menjerit jika disentuh oleh lelaki termasuk ayah dan abangnya. Trauma yang ia alami telah me

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   10. Balas Dendam

    Bab 10.Malam terasa menggigil karena langit begitu mendung dan gelap. Angin malam juga memberi hawa menyejukkan bagi tubuh Dara yang tak mengenakan jaket. Gadis itu kembali melirik jam di tangan, hampir pukul sembilan malam dan belum ada satupun angkutan umum yang lewat. Ia bangun dari halte dan memandang ke arah jalanan, hanya mobil-mobil pribadi yang lewat, selebihnya sepi."Bawa motorku aja, Ra. Besok kalau aku udah sehat, aku hubungi, dan kamu jemput ke sini. Pakek aja nggak apa-apa," kata Ayu sambil tetap menahan sakit di bagian perutnya."Aku naik angkutan umum aja," ucap Dara menolak. Ia tak suka menggunakan barang milik orang lain, apalagi motor yang harganya mungkin tak bisa ia jangkau. Ia hanya tak ingin terbiasa memakai milik orang lain, juga khawatir tak bisa menjaganya dengan baik, karena malam di Jakarta terkadang menjadi surga bagi penjahat.Sore tadi, Dara harus mengantarkan Ayu ke rumahnya, karena gadis itu naik pitam dan pingsan di cafe saat sedang bekerja. Ayu mem

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   11. Plan A

    Bab 11.Dara membuka mata, ia dibawa oleh lelaki itu ke sebuah bar yang cukup terkenal di Jakarta. Gadis itu ditidurkan di sebuah ranjang, di kamar khusus bagi pelanggan yang biasanya menikmati kesenangan dunia. Menghisap madu dari para gadis yang menjajakan diri demi kebutuhan, entah uang atau memang kehausan.Dara melenguh karena baru sadar dari pingsan akibat pengaruh obat bius. Dengan hati-hati ia meraba pakaian dan merasakan perubahan tubuhnya yang ternyata masih utuh. Baju dan jilbabnya masih seperti semula, itu artinya lelaki itu belum melakukan apa-apa padanya."Hai, cantik!" sapa lelaki yang sejak tadi memperhatikannya. Ia sudah lama menunggu Dara bangun dari pingsannya.Lelaki itu bangun dari sofa yang ia duduki, laku mendekat pada Dara dengan tatapan buas yang menjijikkan. Lelaki berwajah tampan yang umurnya sekitar tiga puluh dua tahun itu naik ke ranjang.Debar di dada Dara makin mengencang. Ia ketakutan saat lelaki itu semakin tak berjarak dengannya. Lelaki yang tak dik

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   12. Lelaki Penolong

    Bab 12.Dara berhasil kabur dari tempat itu. Saat ia keluar beberapa orang melihatnya, mungkin merasa aneh dengan pakaiannya tak tak seksi seperti yang mereka kenakan. Juga aneh karena seharusnya semakin larut malam, maka gemerlap malam akan semakin indah di sana, tapi Dara malah keluar dari bar itu.Gadis itu tak peduli dengan tatapan beberapa orang itu, ia terus mengayunkan langkah dan menjauh. Sekilas Dara melihat area tempat itu. Terlalu jauh dengan rumah Dara, bahkan sangat jauh. Dara berjalan kaki untuk pulang ke rumah, meskipun ia terlalu lemah, dan tak tahu kapan akan tiba. Tak ada satupun angkutan umum yang lewat, persis seperti beberapa jam yang lalu saat ia menunggu di halte sebelum kejadian buruk itu menimpa dirinya. Ia mengeluarkan ponsel di saku celananya, ia coba untuk hidupkan dan sialnya ponsel itu mati karena kehabisan daya. Dara baru ingat, sejak tadi daya ponselnya memang tinggal sedikit. Saat akan pulang dari rumah Ayu, ia sempat memberitahu Omnya bahwa ia akan

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   13. Melawan Hati

    Bab 13."Kamu perlu ngucapin selamat pada Bu Yasmin, karena sudah berhasil membuatku trauma." Dengan lantang Dara berbicara, tapi sayangnya semakin ia banyak berbicara, tetesan air di matanya tak ingin berhenti mengalir, seperti hujan yang semakin deras.Rayyan menatap nanar pada Dara, mendengar apa yang baru saja terjadi padanya membuat lelaki itu ikut hancur. Ia tak menyangka mamanya sanggup melakukan itu semua hanya karena tak suka pada Dara. Hati Rayyan terasa panas membara karena kemarahan, sekaligus remuk terluka karena melihat Dara.Sejenak keduanya saling menatap dalam kesenduan di bola mata masing-masing. Kemudian Dara merebut kembali ponsel di tangan Rayyan setelah ia membaca semuanya.Dara beranjak pergi, ia kembali berjalan menuju jalan pulang ke rumahnya. Wajah itu terlihat sudah sangat pucat, karena terlalu lama di bawah air hujan. Terlalu lemah karena sejak pagi disibukkan dengan pekerjaan dan di belum sempat beristirahat, bahkan saat jam sudah menunjukkan pukul sebela

Bab terbaru

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   41. Selesai

    Bab 41“Apa kabar, Liana?” tanya Damar sesaat setelah ia duduk bersama mereka.Liana yang ditanya seperti itu malah diam. Perempuan itu diam cukup lama dengan wajah masih menatap cinta masa lalunya. Menatap lelaki itu dalam-dalam seolah sadar bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya.Lalu, meneteslah air mata di pipinya. Ia tak berkedip, seolah membiarkan air matanya mengalir begitu saja hingga berkumpul di ujung dagunya yang indah itu.Dara dan Rayyan saling menatap. Entahlah, satu sisi mereka merasa bersalah karena telah mempertemukan dua orang yang saling mencintai tapi tak bisa saling memiliki.Itu menyiksa!Namun, dibiarkan tetap jaga jarak dengan pertanyaan yang belum selesai di masa lalu, itu juga lebih menyiksa.Keduanya hanya berharap bahwa orangtua mereka bisa lebih bijaksana layaknya orang dewasa. Ia berharap mereka bisa move on dengan cintanya.Takdir. Ya, ini tentang takdir yang tak membiarkan mereka bersama.Ditatap seperti itu pun, Damar hanya bisa sekuat tenaga meredam

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   40. Selingkuh Hati

    Bab 40Mereka sedang memesan makanan, Liana ikut saja pada Dara terserah mau pesan apa, yang penting bisa dimakan untuk perbaikan gizinya.Lalu, suara Liana mengalihkan pandangan Dara dan Rayyan yang tengah sibuk memilih menu.“Mas Damar …?” lirih Liana sambil menatap lelaki yang berjalan ke arahnya.Damar tersenyum perih melihat cinta masa lalunya yang menatapnya dengan masih penuh cinta seperti waktu dulu. Masih tampak binar itu di matanya.Wajahnya masih sebersih dulu. Matanya, hidungnya. Hanya pipinya terlihat lebih kurus dari yang dulu. Ah, Damar bahkan masih bisa membayangkan indahnya rambut lurus Liana meski saat ini ia sudah memakai jilbab.Dara dan Rayyan juga tersenyum menyambut lelaki itu.“Silakan, duduk, Pa!” kata Rayyan.Selama ini Damar selalu bertanya tentang keadaan Liana pada Ray, karena tak ingin menemuinya secara langsung. Ia tak ingin membuat suasana lebih rumit akan kehadirannya.Namun, hatiny selalu ingin tahu kabarnya.“Gimana keadaan ibunya Dara?” tanyanya wak

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   39. Bertemu

    Bab 39.Rayyan dan Dara semakin sering bertemu karena pengobatan Liana. Seperti hari ini, mereka kembali lagi ke rumah sakit untuk membawa Liana berobat jalan.Dokter bilang agar Liana sebaiknya jangan putus obat dulu meskipun sudah terlihat tenang. Karena yang namanya penyakit bisa saja kambuh lagi kapan saja, seperti penyakit fisik lainnya.Antara merasa sedih atau senang karena Dara dan Rayyan sering bertemu. Saling melepas rindu dalam diam, tapi di lain kesempatan mereka juga saling bersiap-siap untuk berpisah.Rayyan seringkali mengirimkan pesan untuk Dara, hanya sekadar menanyakan kabar ibunya. Meskipun sebenarnya bukan hanya itu yang ingin ditanyakan. Namun, keduanya paham dan saling menjaga batasan. Batasan untuk semakin mencintai satu sama lain.Dara bahkan sering menolak saat Rayyan minta mengantar ke rumah sakit. Sadar diri, bahwa semakin hari ia semakin jatuh dalam rasa cinta dan pesona seorang Rayyan. Jatuh cinta lagi pada kebaikan dan ketulusan Ray.Sementara Rayyan, te

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   38. Objek Trauma

    Bab 38“Maunya kamu apa, Ray?” tanya Yasmin saat mereka hampir selesai sarapan pagi.Ray menautkan alis sejenak, terlihat bingung.“Maksudnya apa, Ma?” Rayyan balik bertanya.“Kamu apakan Sandra sampai dia nangis?” Rayyan tersenyum miris dan sinis. Yasmin yang melihat itu, merasa putranya sudah sama seperti Dara saja. Yasmin masih selalu terbayang tawa sumbang dan senyum sinis gadis itu.Sangat memuakkan baginya. Gadis miskin yang sombong!“Sandra ngadu ke mama?” tanya Rayyan.“Kebetulan mama ketemu dia lagi nangis,”“Berarti mama udah tau dong jawabannya.”Damar yang saat itu juga sedang berada di meja makan, menatap Rayyan agar tak membuat keributan dengan mamanya pagi-pagi seperti ini.Rayyan paham. Yang ia tak habis pikir adalah kenapa Sandra terkesan malah menjadi-jadi. Ini ulah mama, atau memang Sandra yang terlalu menginginkan pernikahan itu.Padahal terang-terangan Sandra tahu bahwa Ray tak bisa mencintainya.Itu bukan seperti Sandra yang dia kenal.“Aku mulai risih sama dia,

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   37. Cinta Lama

    Bab 37“Gimana kabar ibumu, Dara?” tanya Damar saat Dara mengajaknya bertemu di suatu tempat.Mereka duduk di dekat taman yang jauh dari pusat kota, agar tak tertangkap oleh mata-mata Yasmin.“Alhamdulillah, Pak. Jauh lebih baik,” jawab Dara.Damar mengangguk-anggukan kepala, bahagia mendengar kabar Liana. Mendengar namanya saja disebutkan, seolah kembali menggetarkan cinta lamanya.Namun, Damar berusaha untuk tetap pada komitmen yang telah dibangunnya bersama Yasmin. Ia bukan lagi anak muda yang masih mengedepankan ego. Ini tentang harga diri, janji dan tanggung jawab.Dara mengamati raut wajah lelaki paruh baya di depannya. Ia mengerti betapa cinta itu masih menyala dalam binar mata itu. Namun, kembali ke konsep semesta, bahwa adakalanya pertemuan bukan untuk penyatuan, tapi untuk sekadar berkenalan dengan rasa, jatuh cinta, lalu rindu, dan kemudian terpisahkan oleh banyak sebab.Dara jadi sedikit meringis mengingat perasaannya untuk Rayyan. Mungkin akan berakhir seperti itu juga.

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   36. New Normal

    Bab 36“Kondisi Liana makin membaik, tapi saya lihat dia masih suka nangis kadang-kadang, mungkin mengingat kejadian yang menimpanya di masa lalu,” kata Dokter saat Dara dan Rayyan menemuinya sore ini.“Kalau memang tidak memungkinkan untuk ditanyai tentang itu, jangan ditanya, jangan diungkit, karena itu bisa menyebabkan mentalnya down lagi.”“Apalagi bertanya tentang pelaku, sebaiknya jangan dulu, tunggu keadaannya benar-benar pilih,” tambah dokter paruh baya itu.Dara mengangguk mengerti. Memang kebenciannya untuk pelaku sangat memuncak sejak dulu. Ia ingin sekali ibunya membuka mulut tentang siapa pelakunya, dan Dara akan memberikan hukuman untuknya.Hanya Liana sebagai korban yang tahu siapa pelakunya, sementara orang lain, orang di desa mereka dulu, tidak ada yang tahu.Herman sudah mencari tahu itu, ia pernah mengumpulkan warga desa dan bertanya satu persatu. Juga mencari tahu dengan cara lain, takut jika warga ada yang berbohong.Namun, sepertinya mereka jujur, karena rata-rat

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   35. Sandra

    Bab 35Rayyan kembali pulang ke rumah orangtuanya atas saran sang papa. Ia juga tak mau jika mamanya makin curiga dengan apa yang ia lakukan di luar sana. Ray sadar bahwa selama ini tinggal di rumah sendiri, ia kerap diawasi oleh seseorang. Beruntung papanya sigap lebih jeli dari mama, hingga ia bisa mengelabui.“Pa, aku gak cinta sama Sandra. Ya, hubungan kami memang baik. Dia gadis yang baik, cerdas, dan attitudenya bagus. Kuakui! Tapi itu semua gak bisa memaksa harus cinta, kan, Pa?”Rayyan mengeluh pada papanya saat Yasmin bilang bahwa malam ini ia mengajak Sandra untuk makan malam di rumah. Ray tak tahu apa rencana mamanya itu.Padahal hubungan ia dan mama pun masih tampak dingin, tapi Yasmin malah mengundang Sandra makan malam seolah memang ada rencana lain.“Papa paham, Ray! Sebagai lelaki papa paham,” kata Damar.Rayyan sejenak menarik napas dalam. Cukup berat baginya memberi keyakinan pada mama bahwa ia tak bisa menerima perjodohan dengan Sandra.“Santai, Ray!” kata papanya.

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   34. Bertemu Keluarga

    ADARABab 34.Kondisi Liana semakin membaik, meskipun sesekali wanita itu masih tampak murung dan melamun, tapi setidaknya perkembangan mentalnya sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Lebih tenang.Liana ikut kegiatan olahraga, sebagai salah satu aktivitas terapi untuk pasien gangguan jiwa. Karena dengan olahraga, tubuh mereka tentu akan lebih sehat dan pikiran menjadi lebih baik.Liana juga diarahkan ikut kegiatan membuat kerajinan tangan, yang diarahkan oleh perawat di rumah sakit itu. Terapi ini dimaksudkan agar saat pasien jiwa kembali normal dan hidup sebagai manusia normal, setidaknya meminimalkan sematan mantan pasien gangguan jiwa pada mereka.Artinya jika mereka dulunya memang berbakat, mereka akan dikenal dengan bakatnya, bukan hanya sekadar sematan gangguan jiwanya.Ada banyak yang mengalami penyakit seperti Liana di sana. Berbagai macam penyebabnya, ada yang memang persis seperti kasus Liana, ada juga yang karena perpisahan orangtua, dan ada juga kasus ditinggalkan s

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   33. Ingin Mati

    ADARABab 33.Ingatan Liana perlahan mengingat-ingat tentang namanya sendiri. Si al nya hanya kenangan buruk yang bisa ia ingat dari nama Liana. Kepalanya terasa sakit, hingga berkali-kali ia memukul kepala dan menjambak rambutnya.Ia bahkan mengacak-acak barang di kamar saking kacaunya.Liana hamil.Liana gi la.Liana di p e r k o s a.Ingatan-ingatan yang membuat kepalanya terasa begitu berdentam, ingin sekali ia masuk dan mencabut semua pikiran buruk itu, tapi tak bisa ia lakukan. Liana belum bisa mengontrol dan menenangkan diri sendiri.Meskipun sedikit kualahan, tapi perawat dan dokter profesional itu tetap merawat dengan baik. Menenangkan dan memberinya obat-obatan. Bahkan memandikannya sehari sekali agar Liana tetap bersih dan wangi.Entah karena uang yang berperan, atau pada sumpah tugas, atau memang hati mereka yang baik. Liana mendapatkan dokter dan perawat yang sabar.Sore itu perwat kembali membuka pintu kamar Liana, ia tetap menyapa dengan menyebut nama itu, juga menamba

DMCA.com Protection Status