Namun realitanya tidak sesuai ekspektasi, tatkala sesuatu yang memancar bukan cairan kental melainkan air seni berbau pesing.
Alya buru-buru menjauhkan dirinya dengan rasa jijik. Dia menyesal karena telah menganggap Andrew akan memanjakan dirinya, tapi justru sebaliknya. Sekali lagi, pria itu berhasil melecehkan dirinya.
“Hahaha… rasakan itu jalang!” Andrew tertawa puas melihat Alya mendelik penuh rasa jengkel. Dia langsung meraih shower yang sempat terjatuh untuk membersihkan kemaluannya sendiri.
“Bagaimana kamu suka kan? aku kencingin?” ucapnya sambil berdiri tegak. Sekilas, tubuh perkasa Andrew terlihat bersih sekali. Bulu-bulu yang hilang tidak mengurangi keseksian bodi pejantan itu.
Sedangkan Alya hanya terpekur melihat Andrew menertawakannya. Gemuruh di dadanya bergolak. Tetapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia kembali teringat dengan kata-kata Mawar supaya lebih memahami Andrew. Tapi, haruskah dia diterima diperlak
Setelah memastikan Andrew pergi, Alya segera keluar dari kamar mandi. Beringsut ke kamarnya untuk membersihkan diri.Namun saat akan membuka pintu, tiba-tiba Ratih datang menghampirinya.“Nyonya, boleh minta bantuannya enggak?”Alya mengalihkan seluruh perhatiannya ke Ratih yang terlihat tidak enak hati,“Boleh Bik, Emang mau minta bantuan apa?”“Tolong jagain Nyonya, soalnya kami kekurangan orang untuk membereskan rumah Nyonya.”Senyum terbit di pipi Alya,”Dengan senang hati Bik, tapi tunggu sebentar ya. aku mau mandi dulu.”“Makasih ya Nyonya.”“Aduh, berapa kali saya bilang jangan panggil saya Nyonya. Status kita di sini sama,” ujar Alya yang merasa tidak nyaman dipanggil dengan panggilan yang tidak sepantasnya, sekalipun dia adalah istri sah dari Andrew, tetap saja dia diperlakukan layaknya babu.“Enggak apa-apa Nyonya. Nyonya c
Alya membenamkan wajahnya di bantal saat teringat beberapa saat yang lalu ketika tangan hangat Benny menjabat tangannya. Sosok pria jantan tapi begitu menghargai wanita. Sikap lembutnya membuat Alya berdebar-debar.Dari perkenalan tadi, dia tahu kalau Benny adalah arsitek yang ditugaskan untuk menangani proyek apartemen baru di daerah Bintaro. Alasannya menginap di sini karena domisilinya di luar kota, sehingga Andrew menawarkannya untuk menginap di Mansion, sekaligus mereka bisa leluasa membahas tentang perencanaan proyek maupun design.Alya menggeleng-gelengkan kepala saat di benaknya terbersit wajah Benny. Bisa dibilang dia adalah perpaduan sempurna antara gagahnya Andrew dengan kelembutan Bernando. Pria yang menurutnya sangat ideal.“Tidak, aku tidak boleh terbayang dengan pria itu. Aku kan sudah bersuami. Harusnya aku menjaga kesetiaam hanya untuk suamiku.” Alya meneguhkan hatinya sendiri. Meskipun sangat mustahil kalau pria seberingas And
Kaki jenjang Alya melangkah masuk ke dalam ruang kerja itu. Begitu sudah sangat dekat, terlihat Andrew yang semula berkutat dengan laptopnya, menyandarkan tubuh besarnya di kursi putar, dengan kepala mendongak ke Alya, seakan bersiap menyambut sentuhan Alya, padahal kenyatannya tidak seperti itu. Sekilas Alya melirik ke arah kursi kosong di seberang Andrew. Kemana Benny? Batinnya bertanya-tanya. Ah, kenapa Alya bisa kecarian dengan sosok pria itu? “Tolong, buatkan kopi hitam tanpa gula untuk saya, saya mau begadang malam ini,” perintah Andrew dengan suara lembut. Padahal jantungnya berdebar-debar sedari tadi karena berpiki Andrew memerintah dengan membentak. ‘Ternyata suara bassnya kalau lembut begini terdengar seksi,’ refleks dia membatin. Duh, kenapa pria ini begitu memusingkan hatinya. Terkadang dia bisa membuat Alya benci setengah mati, tapi di momen tertentu tanpa pria itu sadari, Alya terbawa perasaan setengah mati. Terlebih saat dia melih
“Apa-apaan sih kamu! Lepaskan!” Alya sengaja meninggikan suaranya, dia yakin kalau para pelayan belum tidur akan mendengar suaranya.Tepat dugaannya, Benny langsung melepaskannya. Sekilas Alya menoleh ke belakang, melihat pria itu yang tengah mencecap kopinya kembali. Alya mengumpat sejenak kemudian buru-buru melangkah menuju lantai dua sebelum pria ini berbuat macam-macam lagi.“Kenapa lama sekali bikin kopinya hah!” bentak Andrew begitu Alya sudah ada di dekatnya. Rasanya Alya mau menangis saja. Seharusnya, dia mengadu dengan Andrew. Meminta perlindunganya sebagai suami, tapi itu adalah hal yang mustahil. Bukannya melindungi justru mungkin saja pria itu hanya akan menertawakan bahkan lebih parah mencacinya.Akhirnya setelah meletakan kopi, dia pun langsung melesat menuju kamarnya. Air matanya tumpah ruah di sana. Untuk kesekian kalinya dia menyesali dirinya yang tidak bisa mempertahankan martabatnya. Dia sangat membenci kecantikannya ya
Andrew duduk resah di ruang kerjanya. Sedari tadi, Benny lebih banyak menghilang padahal mereka akan membahas tentang perencanaan anggaran untuk pengadaan material dan desain dari apartemen. Mengingat deadline sebentar lagi. “Sial! Kenapa Bernando memilih arsitek yang ogah-ogahan sih.” Bernando menjadi tempat pelampiasan kekesalannnya karena dialah yang menunjuk Benny untuk mega proyek apartemen yang di bawah naungan Schimmer group. Memang ini adalah proyek krusial baginya, yang akan menunjukan betapa prestise perusahaan Schimmer, terutama di hadapan musuh bebuyutannya Manto. Itulah yang menjadikan alasan kenapa dia wajib turun tangan secara langsung dari awal pembangunannya dan pelaksanaan sampai proyek itu berhasil. Andrew bangkit dari tempat kerjanya menuju kamar Benny. Pria itu bilang kalau akan mengambil sesuatu di dalam kamar, tapi tidak kembali sampai lima belas menit kemudian. Andrew tidak akan segan untuk menggasaknya habis-habisan kalau sampai pria it
“Makasih Mama sudah mau mendengarkan keluh kesahku,” ucap Alya sambil mendekatkan genggaman tangannya terhadap Ann ke pipinya. Dia tersenyum lega karena bisa meluahkan isi hatinya sekalipun Ann sedang tertidur lelap.Malam yang sudah larut membuat Alya tidak bisa menahan kantuknya. Terbukti dia menguap beberapa kali dan batu besar yang seakan menggelayuti matanya. Namun, dia merasa was-was dengan kedatangan Benny.Akhirnya, Alya yang sedang duduk di samping Ann pun merebahkan kepalanya di atas lipatan tangannya. Antara kantuk dan waspada membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang, sampai dalam keadaan setengah sadar, ekor matanya menangkap sosok bertubuh bongsor yang melangkah mengitari ranjang itu.Tubuh Alya tidak bisa bergerak, apalagi bersuara. Dia sekarang terjebak sleep paralyzed. Sedangkan rasa ketakutanya merajai karena keberadaan pria bertubuh besar itu.Andrew? Atau Benny?Dalam nuansa kamar yang remang-remang, pencahayaan hany
“Ya Ampun, Nyonya sampai ketiduran di sini?” ucap Ratih yang tiba-tiba menerobos ke kamar itu. Dia membawa sebuah baskom berisi air hangat lengkap kain dan handuk. Lantas meletakannya di atas nakas.Alya menoleh, menampilkan wajah kuyunya yang masih tetap cantik,”Iya Bik,”“Sini, biar Bibik gantikan.”“Ngapain sih Bik. Sudah enggak usah. Lagian kerjaann Bibik banyak kan?” elak Alya. Ratih belum tahu saja kalau Alya mempunyai watak yang keras kepala. Keinginannya tidak bisa diganggu gugat.Si kepala pelayan itu mengalah, lantas pergi dari kamar itu. Di saat yang bersamaan, Ann membuka matanya.“Nyonya Besar sudah bangun ya,” sapa Alya yang hampir terlepas memanggilnya Mama. Terlihat wanita renta itu membalasnya dengan kedipan mata yang terlihat berbinar, sepertinya dia bahagia ketika membuka mata pertama kali, ada Alya.“Sebentar Nyonya, saya lepas popoknya dulu ya,” imbu
‘Andrew mengucapkan terima kasih?’ Alya menyandarkan tubuhnya di dinding setelah keluar dari kamar Ann. Masih belum mempercayai kalau pria buas itu berucap sesuatu yang mustahil dikatakannya kepada Alya. Tetapi memang itu kenyataannya, apa mungkin pria itu sudah mau membuka hatinya? Alya memegang dadanya sambil melihat ke awang-awang. Mengulum senyum penuh arti. Pikirannya dipenuhi pengandaian indah tentang Andrew. Pria berperawakan jantan bak pangeran yang mulai menganggapnya sebagai permaisuri. Namun buru-buru, Alya menghapus fantasi konyolnya itu. Kembali ke kenyataan sebenernya bahwa dia hanyalah pelayan. Dan pria sesempurna Andrew tidak akan mungkin mau menerima wanita yang pernah ditiduri oleh Manto musuh bebuyutannnya. Sampai kapanpun, Alya akan tetap hina di mata Andrew. ‘Mungkin dia mengucapkan terima kasih karena aku telah merawat ibunya, tidak lebih,’ gumam Alya yang berusaha sadar diri. Wajahnya tidak seceria sebelumnya. Dia pun beri
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te