“Sialan! kemana Benny!” geram Andrew yang sudah sampai ke lokasi proyek. Tetapi orang yang dia percaya malah tidak ada di tempat.
Owner perusahaan property terbesar di kota itu terlihat gusar. Bukan sekali dua kali Benny menghilang seperti ini. Yang pertama, mungkin dia masih terima karena alasan tidak enak badan. Tetapi yang ini, tanpa memberitahunya sama sekali dan tidak jelas kemana perginya, Benny meninggalkan proyek yang jelas-jelas sangat membutuhkan peranannya.
Kalau bukan karena segala perencanaan yang sudah matang bersama dengan Benny, pastilah Andrew sudah mendepaknya jauh-jauh. Andrew sangat anti terhadap mereka yang kurang professional. Namun, dia tidak bisa berbuat banyak karena, Bisa dikatakan Benny adalah jantung dari proyek itu. seluk beluk dari semuanya dipegang olehnya.
Argh!
Andrew mengacak-acak rambutnya sendiri. Dengan gusar, dia merogoh ponsel yang ada di sakunya untuk menelfon Bernando.
“Suruh salah satu bod
Menjelang sore, Alya terlihat kecapekan sampai terduduk sedikit menjauh dari pantai. Benny hanya terkekeh.“Gimana sudah puas mainnya?”“Iya, Ben. Capek banget aku,” sahut Alya dengan nafas ngos-ngosan. Pria itu terlihat mendekat ke arahnya. Kemudian tanpa meminta izin terlebih dahulu, tubuh rampingnya langsung dibopong oleh Benny.“Ih, Benny nakal!” pekik Alya manja. Sedangkan, Benny hanya tersenyum sambil membawa Alya menuju kursi panjang di bawah pohon cemara.Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat bongkahan karang yang meninggi tidak jauh dari sana.Alya mengikuti arah mata Benny, kemudian memandang Benny lekat-lekat seakan penasaran dengan apa yang dipikirkan Benny.“Kayak tempat itu asik tuh, enggak terlihat dari mana-mana,” ujarnya sambil memancarkan wajah yang tidak biasa. Mata Alya membola begitu menangkap maksud dari Benny.“Ih, aku enggak mau gituan di t
Benny tercenung saat melihat Alya yang sedang berlarian ke arahnya. Dia berhenti menggocek bola. Menguasai bola dengan menginjak atasnya. Bertolak pinggang dengan tubuh machonya yang dipenuhi keringat.Alya berhenti cukup jauh dari tempatnya berada. Sepertinya wanita itu canggung untuk masuk ke area di mana para pria sedang bermain bola.Benny yang tanggap langsung menendang bolanya kepada salah seorang di antara mereka dan langsung undur diri. Padahal, sebenernya dia masih ingin bermain bola lebih lama, tapi tidak memungkinkan karena melihat kondisi Alya yang sangat ketakutan. Entah karena apa.“Alya, kamu kenapa?” tanya Benny yang sudah mendekat. Tanpa diduga, Alya langsung menubruk tubuh kekar berkeringat itu dengan sangat erat.“Benny, ada yang memata-matai kita. Aku takut,” adu Alya tanpa memperdulikan aroma jantan dari pria itu yang cukup menyengat sebenernya. Tapi entah kenapa, terasa enak menguar di indra penciu
“Atas nama Benny, kamar deluxe room, ocean view ya, Pak. Boleh dibantu untuk Kartu identitasnya, Pak?” ucap Resepsionis dengan bahasa yang sopan, tapi gelagat tubuhnya yang seakan mencari perhatian Benny, membuat Alya muak.“Ini, Mbak.” Benny mengulurkan ktpnya. Terlihat cara resepsionis itu menerimanya sangat tidak biasa. Mengigit bibir sambil memandang Benny dengan tatapan penuh arti. Astaga, kenapa cewek ini semakin agresif saja.“Benny Lawata? Bapak keturunan Ambon? Sama dong dengan aktor favorite saya, Mario lawalata. Ternyata pria Ambon gagahnya enggak ada obat ya,” serunya penuh kekaguman dan sok akrab juga membuat Alya mendelik jengah.Benny hanya terkekeh, tapi dia buru-buru menjaga sikap karena melihat Alya yang sepertinya kurang suka dengan tingkah resepsionis itu. Meskipun sebenernya, dia ingin menanggapinya lebih jauh, supaya dia tahu sejauh mana Alya bisa bertahan dari rasa cemburunya.“Makasih ya, M
“Iya, Tuan,” sahut suara lembut nan manja di seberang sana. Fatimah sengaja menurunkan nada bicaranya kalau berbicara dengan Andrew.“Mama saya baik-baik saja kan?”Sekilas Fatimah melirik sinis ke arah Ann yang kacau. Mulutnya terlihat belepotan makanan.“Baik-baik saja kok, Tuan. Ini saja aku sedang menyuapinya,” tukas Fatimah santai, pintar beracting setelah apa yang dia lakukan terhadap Ann. Ann terlihat mendelik sambil mengeram.“Ok kalau begitu, kalau ada apa-apa dengan Mama saya, segera hubungi saya,” titah Andrew sebelum menutup telfon secara sepihak.“Iya, Andrew-ku Sayang. Muah,” ucap Fatimah yang bertingkah seolah Andrew adalah kekasihnya. Gadis itu percaya diri sekali kalau Andrew akan menjadi miliknya. Pemerkosaan yang seharusnya membuat Fatimah trauma justru menimbulkan sebuah rasa yang perlahan berubah menjadi obsesi gila. Kejantanan Andrew yang tiada tandingannya ingin dia
‘Let’s have dinner, Honey.’Ajakan lembut Benny menyentil gendang telinga Alya. Alya yang terbaring dengan posisi miring itu tidak menghiraukan Benny sama sekali. Dia masih kesal.Benny menghela nafas. Sudah sedari sore, Alya tidak mau berbicara dengannya gara-gara para staff hotel yang mencari perhatiannya. Alya lebih banyak cemberut dan diam, Bahkan saat Benny mengantarkannya ke swalayan untuk membeli semua perlengkapan Alya tadi. Membuat Benny gelisah, tapi di sisi lain, dia tidak bisa menyalahkan para staff hotel itu.“Ya sudah, aku tunggu di bawah ya?” ucap Benny sambil mengelus pelan pundak Alya. Sebuah beban di samping ranjang Alya hilang begitu Tubuh besar Benny beranjak dari ranjang. Alya masih merasa kalau Benny memperhatikannya sesaat sebelum pria itu benar-benar keluar dari kamar itu.Sekarang, Alya bisa bergerak lepas. Bagaimana sedari tadi dia menahan diri untuk tidak bergerak dan hemat bernafas. Sebenernya dia
“Mereka pasangan yang serasi ya.” Si GM memandang acara itu dari lantai dua di mana lounge berada. Dia yang ikut andil dalam acara kejutan lamaran itu, tentu sangat senang dengan kebahagiaan Benny, koleganya bersama sang kekasih.Andrew yang menatap nanar ke bawah seketika beralih ke si GM.“Serasi kamu bilang? Mereka sama-sama sampah! Tidak berguna!” gertak Andrew yang sedikit mabok. Dia sebenernya cukup terkejut kalau acara lamaran itu ternyata adalah Benny yang melamar Alya, budak yang dia bebaskan!“Tuan, mau kemana?” tanya si GM saat melihat pria indo bertubuh kekar itu bangkit dari tempat duduknya. Jalannya sedikit terhuyung karena mabuk.“Saya mau melabrak mereka.”“Melabrak? Tuan kenal dengan mereka?”Seketika Andrew terdiam. Wanita di hadapannya ini sama sekali tidak tahu menahu mengenai hubungannya dengan Benny dan Alya. Tentu akan menjadi Awkward momen kalau seandainya, A
“Benny, apa yang kamu lakukan? Andrew ada di depan?” bisik Alya sambil mendorong kepala Benny, tapi sebaliknya Benny semakin mengukungnya dalam dekapan tubuh berototnya. Serangannya juga terlihat buas sekali.“Enggak apa-apa Alya, sekali-kali kita berikan pelajaran kepada si angkuh itu karena dulu pernah menyia-yiakanmu,” sahut Benny tergesa karena mulutnya yang sudah sampai ke ujung bulatan indah Alya yang mencuat. Seketika, Benny langsung melahapnya sembari mengigitnya kecil-kecil.Di sela mendesahnya, Alya termenung dengan apa yang dikatakan oleh Benny. Benar juga, sekali-kali Andrew harus diberi pelajaran. Lagipula, Alya ingin tahu bagaimana reaksi Andrew kalau tahu mantan ‘budak’nya ternyata jatuh ke pelukan pria lain yang lebih tahu bagaimana cara memperlakukan wanita.“Iya, Benny. terus!” desah Alya yang sengaja dikeraskan supaya Andrew mendengarnya dan memang di luar sana, terdengar Andrew yang mengumpat ke
Andrew terkesima saat melihat Benny yang terlihat menghujam Alya dari belakang. Awkward moment! Alya terlihat memalingkan wajahnya, sedangkan Benny masih tanpa berdosa melakukan gerakannya.“Iya, ada apa Tuan Andrew?”Andrew yang semula mau marah mengurungkan niatnya. Lidahnya mendadak kelu saat melihat pemandangan luar biasa di hadapannya. Bagaimana dengan santainya Benny melakukan itu tepat di hadapannya, seakan berniat pamer.“Oh, jadi ini alasan kenapa kamu suka menghilang di proyek? Ternyata demi wanita kampungan ini,” ucap Andrew yang berusaha tetap stay cool. Benny yang mendengarnya hampir tertawa.“Wanita kampungan? Justru aku tidak habis pikir sama Tuan karena telah menyia-yiakan wanita secantik Alya. Lihatlah Alya begitu pandai menyervice diriku sebagai calon suaminya,” sahut Benny sambil meremas pantat Alya, membuat pergerakan wanita itu semakin binal saja.Wajah Andrew serasa disiram air panas.
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te