Beberapa jam sebelumnya.“Fabian aku berhasil mendapat tiket pesawat ke Zurich. Pagi ini aku berangkat!” Ekspresi Rosalyn sangat antusias ketika menunjukkan boarding pass.“Kamu mau pergi sendirian?!” Fabian memelotot, sebab tindakan Rosalyn sangat gegabah.“Ya! Aku tidak bisa menunggu lama. Aku sudah menitipkan Brahma pada Bibi Feli.” Senyum manis terukir jelas pada bibir merah.Setelah itu, Rosalyn pergi sendirian. Setibanya di Bandara Internasional Zurich, ia menyewa mobil. Dalam perjalanan menuju Vila Caldwell, sepasang netra hazel melihat iklan pada Videotron. Di sana, Dewa sedang menyampaikan sambutan ditemani oleh Vinsensia dan seorang gadis kecil yang terlihat kepalanya saja.Hati wanita itu menjerit tatkala Vinsensia tersenyum lebar sambil menggendong putrinya. Seketika Rosalyn menambah kecepatan laju mobil. Di saat bersamaan sebuah bus sekolah melintas, agar tidak terjadi kecelakaan beruntun ia membanting setir hingga kendaraannya menabrak pembatas jalan.**“Temukan putriku
“Iya aku marah!” seru orang itu.Seketika Dewa tergelak lalu merangkum pipi sosok itu. Ia merunduk, hendak melabuhkan kecupan pada bibir ranum yang dirindukan. Namun, mendadak pria itu menggelengkan kepala karena merasa … ini sebuah halusinasi belaka.“Apa kamu bangkit dari kuburan untuk menghukumku?” Dewa menatap sendu paras ayu yang berhasil mengaduk-aduk perasaannya. Ia kembali meracau, “Perempuan egois! Aku membesarkan Arimbi sendirian. Rosalyn, sekarang anak kita hilang!”Sedangkan Rosalyn enggan membalas kata-kata suaminya. Sorot mata hazelnya memandang dingin ekspresi mendung Dewa. Ia juga tak berminat memberitahu keberadaan Arimbi. Sebab salah Dewa memercayakan putrinya pada wanita asing!“Kenapa kamu diam saja, Rosalyn?!” sentak Dewa hingga suaranya mengalahkan music kelab.Rosalyn memang tidak mengucap sepatah kata, tetapi ia memapah Dewa keluar dari tempat ini. Ia memasukan Dewa ke dalam mobil lalu membawanya ke suatu tempat.Sekarang, keduanya berada di salah satu hotel bin
“Bagaimana kondisinya? Apa tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakitnya?” tanya Rosalyn pada seorang dokter.Setelah mendapatkan tanda tangan Dewa, ia bergegas mengunjungi salah satu pusat medis di kota ini. Rosalyn prihatin sebab putrinya mengidap penyakit mematikan. Ia mengutuk diri sebab selama mengandung selama tujuh bulan badannya kurang sehat.“Ini salahku,” gumam Rosalyn sambil menundukkan kepala. Ia tidak sanggup menatap wajah polos Arimbi yang tampak pucat.“Obatnya ada, tapi … pasien sudah dianjurkan menjalani transplantasi sel punca. Hanya saja Tuan Caldwell belum menemukan donor yang cocok.” Dokter memberikan sejumlah data berisi nama calon pendonor.Namun wanita itu tak sanggup membacanya. Ia mengalihkan berkas ke tangan Fabian, lalu duduk di tepi ranjang. Manik hazel Rosalyn menatap nanar putrinya. Setelah menjalani kemoterapi, anak kecil itu terlelap di atas ranjang pasien.“Aku pasti membantumu Rosalyn!” Fabian berdiri di belakang punggung wanita itu lantas menepuk pe
“Fabian?!” Dewa berteriak dan mengusik ketenteraman kediaman Arnold.Bahkan pria itu masuk secara paksa dan memukuli beberapa penjaga mansion. Dewa kehilangan kendali paska mengetahui kebenaran tentang Rosalyn. Kini, ia berdiri di tengah ruangan luas.“Keluar kamu, Fabian! Jangan sembunyi lagi!” Iris kelabu Dewa bergerak-gerak mencari sosok yang diduga memiliki keterlibatan atas peristiwa lima tahun lalu.Tak lama, Fabian berjalan mendekat ke lantai satu. Seketika Dewa menghampiri pria itu lalu memukul telak rahang Fabian hingga limbung di tengah tangga.“Katakan di mana istri dan anakku?!”Gelak tawa terdengar menggema di mansion. Meskipun wajah serta persendiannya terasa sakit, Fabian berupaya berdiri dan memandang sinis kepada Dewa.“Istri? Anak? Sekarang kamu mengakui mereka?” Nada bicara Fabian sudah jelas menyiratkan sesuatu.“Beraninya kamu merekayasa kematian istriku!” hardik Dewa.Paska membayar mahal beberapa detektif swasta untuk menyelidiki Arimbi, ternyata Dewa mendapat fa
“Kesempatan?” Rosalyn ingin tertawa puas tetapi tidak. Sebab ia masih memiliki setitik rasa kasihan agar tidak merendahkan martabat suaminya.Dewa mengangguk satu kali dan iris kelabunya berbinar menanti jawaban. “Ya, satu kali lagi … demi anak kita.”“Tidak!” tolak Rosalyn kemudian berlalu dari hadapan sang suami.Lagi, dengan gerakan cepat Dewa merengkuh tubuh ramping dan membawanya ke dalam pelukan. Ia menyalurkan kerinduan yang menyesakkan. Bahkan pria itu hendak menyatukan bibir mereka, sayangnya Rosalyn tidak selemah dulu. Wanita itu mampu meloloskan diri dari eratnya pelukan ini.Sesaat Dewa mengernyit, sebab Rosalyn jauh berbeda.“Kesempatanmu sudah habis! Aku sudah pernah memberikannya tapi … kamu sia-siakan.” Rosalyn menjeda ucapannya lantas menghirup rakus oksigen hingga dadanya membusung.“Terakhir! Rosalyn … Arimbi sakit, dia … membutuhkan kita,” kata Dewa terdengar menyakitkan di telinga Rosalyn.Diam dan hening. Keduanya terbelenggu dalam suasana memilukan. Baik Rosalyn
“Mama di mana?”“Mama lagi sibuk, Pa.” Arimbi tergelak sambil menutup sebagian mulutnya.“Papa boleh lihat Mama?”Lagi, Arimbi tersenyum malu ketika Dewa mengkerling sebelah mata di layar pipih. Pria itu harus puas melihat kondisi putrinya melalui panggilan video. Bahkan Rosalyn tidak menggunakan nomor teleponnya.Sekarang Arimbi mengubah sudut pandang kamera sehingga menghadap tepat pada Rosalyn yang duduk di samping jendela. Wanita itu melepas mantel ungu mudanya, sehingga gaun hitam sangat kontras dengan warna kulit seputih susu“Mama cantik ya Pa. Mirip Arimbi,” bisik Arimbi, bibir mungilnya mendekati telepon genggam.Rosalyn sedang membaca laporan perusahaan alat rumah tangga serta properti miliknya. Saking fokusnya, ia tidak tahu Dewa sedang menikmati wajahnya dari balik kamera.Tidak lama kemudian, seorang pria masuk ke dalam kamar rawat. Orang itu membawa beberapa bungkus makanan serta bunga mawar merah.Bola mata Dewa nyaris melompat ke luar kala melihat pria lain memberikan
“Siapa yang kamu maksud?!” teriak Vinsensia dari dalam lobi.Sedangkan Dewa tak mengindahkan pertanyaan gadis itu. Ia memilih masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan sedang. Dewa mencari bantuan untuk mendapatkan kembali istri dan anaknya.“Dewa?!” histeris Vinsensia mengundang atensi dari para pegawai serta salah satu wartawan yang baru saja mewawancarai direktur operasional.Orang itu mengambil gambar Vinsensia yang berdiri di tengah lobi. Segelintir orang mengetahui bahwa gadis itu adalah mantan kekasih Antakadewa Caldwell. Bahkan belakangan ini beredar isu jika Presdir Cwell Grup akan menikahi Vinsensia.Hanya saja, melihat sikap Dewa barusan membuat beberapa orang berempati pada Vinsensia.Seketika Vinsensia tersedu-sedu lalu menunduk dalam seolah-olah korban yang dicampakkan. Gadis itu berjalan lesu menuju mobilnya—menghindari wartawan. Setelah aman, Vinsensia tersenyum merekah lantas menghubungi seseorang.“Kevin, aku butuh bantuan! Tunggu aku di apartemen!”Usai menga
“Anak itu … warna rambutnya ….” Dewa menggerak-gerakan kepala berusaha melihat dengan jelas wajah di balik tubuh orang dewasa. “Apa itu cucunya Nyonya Arnold?” gumam Dewa.Ia memangkas jarak mendekati terminal kedatangan. Seketika langkah kaki Dewa terhenti karena melihat Fabian mendekati kedua orang di sana. Sekarang jarak pandangn Dewa terhalang oleh tubuh tegap pria itu.Alhasil, Dewa hanya memandangi kedekatan antara Fabian bersama seorang anak kecil yang terlihat puncak rambutnya saja. Kedua tangan mungil nan lembut merangkul leher dan mengecup pipi Fabian. Seketika perasaan Dewa bergejolak. Ia keheranan mengapa bisa dadanya berubah panas?Nahas konsentrasi Dewa terbelah kala Pandu berlari ke arahnya. Napas asisten itu terputus-putus dan keningnya dibanjiri keringat sebesar biji jagung.“Pak saya ada informasi!”Dewa tak mengalihkan tatapan dari kepala anak kecil itu. Ia bertanya dengan tegas, “Kamu berhasil menemukan Rosalyn dan Arimbi?”“Bukan Pak! Tapi sejumlah media online ram