"Ibu ... tolong bantu aku menyampaikan pada Kakek kalau aku bersedia kembali untuk perjodohan itu," ujarku."Benarkah?" Ibuku terdengar senang, tetapi kemudian dia merasa ragu. Dia melanjutkan, "Tunggu dulu, bagaimana dengan pacarmu yang sudah berhubungan bertahun-tahun denganmu itu? Kami memang ingin kamu mendapatkan pasangan yang setara, tapi kalau ....""Sudah tidak ada lagi. Tolong aturkan saja pernikahannya," balasku.Ibuku tidak langsung menanyakan alasan di baliknya. Dia hanya berkata, "Kamu pikirkan lagi dalam dua hari ini. Memang benar, kakekmu sudah memilihkan calon itu dengan sangat hati-hati. Sekarang, pria itu juga sedang mengelola perusahaan investasi keluarga mereka. Tapi ini masalah pernikahan, Ibu tetap berharap agar kamu nggak bertindak gegabah.""Ibu, aku nggak bertindak gegabah. Aku sudah memikirkannya dengan matang," kataku.Kemarin saat berbicara dengan adik laki-lakiku di telepon, dia tanpa sengaja mengatakan semuanya. Aku mengetahui bahwa rantai keuangan keluarg
Sesampainya di rumah, aku duduk termenung di sofa untuk waktu yang lama.Tanda-tanda keretakan hubunganku dengan Felix sebenarnya sudah muncul sejak bulan lalu.Awalnya aku benar-benar tidak mengerti, bagaimana mungkin cinta bisa berubah secepat itu?Setiap kali aku mencurigai hubungan Felix dengan Yoana, dia akan selalu berkata, "Kamu terlalu banyak berpikir. Aku hanya menganggap dia sebagai adikku, jadi aku lebih perhatian padanya."Awalnya, aku sungguh memercayainya.Karena kebaikan Felix padaku tidak mungkin palsu. Aku juga sangat yakin kalau dia mencintaiku.Sampai suatu hari saat menghadiri pesta bersama temannya, Felix mabuk berat. Aku pun datang menjemputnya.Dari mulut temannya yang juga mabuk, aku tidak sengaja mendengar kebenarannya."Felix dan Yoana ... mereka tumbuh besar bersama. Sebelum dia mengejarmu, dia pernah menyatakan cinta pada Yoana terlebih dulu, tapi Yoana menolaknya.""Mana bisa hubungan sedekat itu dilupakan dengan mudah?""Alasan Felix mengejarmu itu ... kar
Sebelum melangkah masuk ke kantor Felix, aku sempat ragu sejenak.Bukan karena bimbang atau tidak rela.Namun, ini karena aku belum memikirkan bagaimana caranya agar dia menandatangani dokumen ini tanpa banyak tanya.Setelah sistem kepegawaian perusahaan dibenahi, aku pun harus menandatangani ulang kontrak kerja.Selain itu, posisiku sebagai direktur desain cukup sensitif. Bisnis keluargaku pun ada kaitannya dengan industri ini. Jika dokumen pengunduran diri tidak diurus dengan benar, ini bisa jadi merepotkan saat aku kembali ke Kota Bana nanti.Aku membuka pintu, lalu melangkah masuk. Sebelum sempat mengucapkan sepatah kata pun, aku melihat Yoana sedang duduk di seberang Felix.Pantas saja meja kerja di dekat pintu kosong.Rupanya sudah dipindahkan ke sini.Yoana yang pertama melihatku. Dia menepuk kepala Felix, lalu berkata dengan suara manja, "Felix!"Suara Felix terdengar lembut penuh kasih sayang, "Sudah, jangan mengganggu dulu. Aku akan menyelesaikan perjanjian ini dulu.""Aku ng
Felix mengingkari janjinya.Dia tidak pulang.Selama beberapa hari berturut-turut, dia bahkan tidak muncul sekali pun.Aku baru tahu bahwa Felix sedang melakukan perjalanan bisnis lagi ketika menelepon Liana.Kali ini, dia bersama Yoana lagi.Namun, ini justru memberiku lebih banyak waktu untuk membereskan segalanya.Di kalender, hanya tersisa 7 hari lagi.Hari itu, saat aku sedang mengemas barang-barang yang akan aku bawa ke Kota Bana, Liana tiba-tiba menelepon."Silvia, apa kamu salah menulis alamat untuk pengiriman paket?""Apa?""Itu adalah gaun pengantinmu dan Felix, dikirim ke kantor atas namamu. Si Felix-mu ini bahkan menghabiskan banyak uang untuk gaun pengantin yang dibuat khusus. Gaun pengantin buatan AND ini paling nggak harganya mencapai lebih dari sepuluh digit. Dia pasti sudah menghabiskan semua tabungannya. Apa dia nggak memikirkan kehidupan kalian setelah menikah?" ujar Liana.Aku buru-buru ke kantor. Begitu membuka paketnya, aku juga tertegun.Ukurannya memang pas deng
[Silvia, seberapa pun kamu ingin menikah, kamu nggak bisa memaksa orang menikah, 'kan?][Apa kamu pikir dengan membeli satu gaun pengantin bisa membuat Felix ingin menikahimu?][Dari dulu dia sudah berjanji hanya akan menikah denganku. Kamu jangan bermimpi.]Dalam perjalanan, aku menatap pesan WhatasApp dari Yoana dengan rasa lelah yang menumpuk.Aku menyetir keliling Kota Jawan selama berjam-jam, sampai lewat tengah malam. Angin yang dingin menusuk ke tulang. Baru setelah benar-benar menggigil, aku pulang ke rumah.Yang mengejutkan, lampu rumah menyala terang benderang begitu aku membuka pintu.Felix yang duduk di sofa langsung berdiri menyambutku. "Kenapa kamu baru kembali malam sekali?""Aku pergi jalan-jalan," jawabku.Aku akan segera pergi, jadi aku ingin menatap kota tempatku hidup selama bertahun-tahun ini sekali lagi untuk sedikit lebih lama.Felix mengangguk, lalu hendak memelukku. Aku tanpa sadar mundur selangkah.Kening Felix tampak berkerut halus. "Apa kamu masih marah?""T
Felix masuk sambil membawa ponselnya, langsung bertanya dengan nada menekan.Aku melirik sekilas. Memang benar itu adalah iklan yang aku unggah.Harga yang aku tawarkan sangat rendah. Hari itu juga, jamnya langsung terjual.Aku tersenyum, lalu mengarang cerita, "Itu bukan milikku. Bukannya Liana juga membeli sepasang jam tangan dengan suaminya? Sekarang dia ingin menggantinya dengan model yang baru, jadi dia memintaku membantu menjualkannya.""Begitu, ya ...."Felix tampaknya hanya setengah memercayaiku, tetapi pandangannya mulai melunak. "Silvia, akhir-akhir ini aku memang terlalu sibuk. Mungkin aku kurang perhatian pada perasaanmu. Kalau ada yang membuatmu merasa nggak senang, kamu harus mengatakannya padaku. Jangan dipendam, oke?" ujar pria itu.Aku menundukkan kepala sambil membalas, "Baiklah.""Setelah ibuku meninggal karena sakit tahun lalu, aku hanya memilikimu."Felix memelukku seperti harta karun yang berharga. Nada suaranya seperti penuh janji, tetapi juga terselip rasa bersa
Liana menghela napas, "Dia benar-benar anak konglomerat yang lahir dengan sendok emas. Kita saja harus mencari Perusahaan Investasi Rowan untuk masuk pasar saham. Tapi aku dengar, Perusahaan Investasi Rowan hanya diberikan pada Steven untuk latihan oleh Keluarga Quinn."Kota Bana.Keluarga Quinn, Steven Quinn, perusahaan investasi.Semuanya cocok.Ketika Liana menyadari aku tidak merespons, dia bertanya, "Silvia, apa kamu mendengarkanku?""Ya, aku dengar."Aku mengerutkan bibir sambil berkata, "Aku akan menyampaikan apa yang kamu katakan pada Felix."Liana akhirnya merasa lega. "Baguslah. Oh ya, apa kamu sudah menentukan tanggal pernikahan? Undanganku harus yang versi cetak, jangan hanya menggunakan undangan elektronik secara asal-asalan!"Aku tersenyum sembari membalas, "Tanggalnya minggu depan juga. Untuk masalah undangan, kamu tenang saja."Ini adalah keluarga sekelas Keluarga Quinn.Undangan untuk tamu tentu saja versi cetak semua.Beberapa hari lalu, saat ibuku menelepon menanyaka
Saat Felix menerima pesan itu, dia baru saja menidurkan gadis yang tumbuh bersamanya sejak kecil.Fajar mulai menyingsing, langit di ufuk timur mulai tampak keputihan.Begitu mendengar notifikasi dari ponselnya, reaksi pertamanya adalah mengernyit khawatir, takut akan membangunkan Yoana.Namun, setelah melihat nama pengirim pesan, Felix tetap mengambil ponsel itu dengan sangat hati-hati.[Felix, kita putus saja.]Kerutan di dahi Felix tampak makin dalam. Dia mengangkat tangan, hendak memijat pangkal hidungnya, tetapi tangannya digenggam erat oleh Yoana.Dalam tidurnya, Yoana masih bergumam, "Felix …."…Ekspresi tidak sabar di wajah Felix perlahan memudar, digantikan dengan rasa sayang yang sudah terbiasa dia berikan.Dia menahan diri, menepuk lembut punggung tangan Yoana, lalu berkata dengan suara pelan, "Aku akan pergi ke ruang tamu sebentar untuk menjawab panggilan kerja. Kamu bisa tidur dengan tenang."Setelah memastikan Yoana kembali tertidur dengan tenang, Felix perlahan menarik
Aku langsung menangkap bagian pentingnya. "Kapan acara reuni kampus kalian?""Awal bulan ini. Aku rasa tanggal 6."Aku terdiam.Saat kakekku mengusulkan perjodohanku dengan putra Keluarga Quinn ....Sepertinya itu di tanggal 8.Waktunya terlalu kebetulan.Ketika melihatku melamun, Sharon mengguncang lenganku, lalu bertanya, "Kenapa? Apa yang sedang kamu pikirkan?""Sharon, maksudmu ...."Aku hampir tidak bisa memercayainya. "Steven sudah lama menyukaiku, jadi dia sering menanyakan tentang kabarku padamu?""Kalau nggak? Apa dia sudah gila?" balas Sharon.Aku terdiam lagi.Sepanjang hari, jantungku berdebar kencang.Aku teringat beberapa hari lalu di mobil, saat Steven dengan tenang mengakui kalau dia punya orang yang dia sukai.Emosi di dalam hatiku menjadi makin campur aduk.Kaget, bingung, serta tidak yakin. Namun, ada juga perasaan ... lega.Aku merasa lega bahwa calon suamiku ternyata sangat menyukaiku.Sampai tengah malam, aku masih terbaring di tempat tidur, merasa gelisah hingga
Jika orang lain, mungkin mereka akan terus menjelekkan Silvia.Namun, Yoana tidak akan melakukannya.Dia terlalu mengenal Felix.Dia hanya ingin terus mengingatkan Felix berulang kali, membuat nama "Silvia" menjadi duri yang makin menusuk ke dalam hatinya.Agar Felix hidup dalam penyesalan seumur hidupnya.Hanya dengan begitu, Felix tidak akan lagi ....Memiliki niat untuk berpindah dari satu wanita ke wanita lain.Jadi, Yoana akhirnya bisa mendapatkan semua yang dia inginkan.Dua hari sebelum pernikahan Silvia, Liana mengajukan cuti, langsung terbang ke Kota Bana.Cuti itu disetujui sendiri oleh Felix.Pria itu menatap surat izin cuti Liana cukup lama.[Menghadiri pernikahan sahabat di luar kota.]Padahal ....Surat cuti itu seharusnya digunakan untuk menghadiri pernikahan Felix dengan Silvia.Namun, sekarang ....Wanita yang telah bersamanya selama enam tahun itu, akan berdiri di samping pria lain besok.Felix menopang tubuhnya dengan bantuan meja, berjalan pelan menuju kantor depart
Yoana tidak bisa memercayai apa yang didengarnya.Yoana berkata, "Dia akan menikah dengan orang lain, tapi kamu masih akan memberinya hadiah semahal ini? Sekarang harga pasaran rumah itu ....""Dia pantas mendapatkannya."Felix hanya mengucapkan tiga kata itu, lalu berjalan keluar.Yoana mengejarnya. "Kamu mau pergi ke mana?""Aku ada janji. Kamu pulang sendiri saja," balas Felix.Yoana terdiam.Dia ditinggalkan begitu saja oleh Felix.Karena tubuhnya masih terasa sakit, Yoana tidak bisa mengejarnya.Akhirnya, dia hanya bisa pulang naik taksi sendiri.Namun, Yoana tidak sebaik Silvia, yang bisa bersabar dan diam. Sebelum jam menunjukkan pukul sembilan, dia sudah menelepon Felix berkali-kali.Felix tidak menjawab.Yoana terus menelepon.Terus mengirim pesan di WhatsApp.Silvia memang mudah dibodohi, tetapi Yoana tidak.Jika pria dibiarkan lepas begitu saja, siapa yang tahu dia akan tidur dengan wanita yang mana.Yoana benar-benar tidak mengerti, apa yang sudah dilakukan Silvia sampai bi
Felix kembali ke Kota Jawan malam itu juga.Hampir seperti melarikan diri.Setiap kata dalam tangkapan layar itu membuatnya tidak bisa mengangkat kepala di depan Silvia.Begitu turun dari pesawat, dia langsung menuju rumah Yoana!Yoana yang baru saja bangun karena suara ribut, melangkah keluar dari kamarnya dengan mata masih mengantuk. Ketika melihat Felix, dia langsung berseri-seri kegirangan.Felix akhirnya memilih dirinya, bukan Silvia.Dia langsung ingin memeluk Felix, tetapi malah dicekik, lalu didorong ke sofa!Rasa sesak yang hampir mematikan langsung membuat Yoana benar-benar sadar.Dia menatap Felix dengan panik, berusaha keras melepaskan diri. "Felix, apa kamu sudah gila? Apa kamu ingin membunuhku?""Siapa yang mengizinkanmu mengirimkan tangkapan layar itu ke Silvia?"Felix menggeram dengan penuh amarah. Tangannya tidak mengendur sama sekali ketika dia menatap Yoana dengan mata yang nyaris meledak. "Sekarang dia salah paham dengan hubungan kita. Apa kamu puas?""Nggak, aku ng
Setiap kali Felix melihat satu tangkapan layar, warna merah di wajahnya makin memudar.Setiap tangkapan layar itu, seperti tamparan keras yang tanpa ampun menghantam wajahnya.Dia tidak bisa berkata-kata.Matanya memerah tak wajar.Namun, aku tidak merasakan emosi apa pun. Aku mengulurkan tangan padanya tanpa ekspresi, lalu berkata, "Apa kamu membawa liontinnya? Liana bilang kalau kamu nggak mau memberikannya padanya."Kemudian, aku langsung memotong jalan mundurnya, "Kalau nggak membawanya, kamu kirimkan dengan ekspedisi dari Kota Jawan juga nggak apa-apa.""Silvia ...."Suara Felix terdengar serak, sementara dia menatapku seolah memohon, lalu berujar, "Apa kamu nggak bisa memberiku satu kesempatan lagi? Satu aja.""Felix."Aku berkedip pelan, lalu melanjutkan, "Hanya ada satu kesempatan di antara manusia."Hanya ada satu kesempatan untuk dipercaya sepenuhnya.Begitu kepercayaan itu hancur, meski disatukan kembali, yang tersisa hanya jarak serta kecurigaan.Makin lama, mereka akan mak
"Terserah kamu."Begitu menutup telepon, aku tiba-tiba melihat Steven menyodorkan manisan buah padaku.Ini adalah camilan favoritku waktu SMP.Setiap pulang sekolah, aku selalu membeli satu, memakannya dengan senang hati dalam perjalanan pulang.Selama bertahun-tahun ini, aku berusaha keras menjadi orang dewasa. Hal-hal kekanak-kanakan seperti ini sudah tidak pernah aku beli lagi.Selain itu, tidak pernah ada orang yang membelikannya untukku.Setelah mengucapkan terima kasih, sebelum sempat menggigit manisan buah, aku mendengar Steven mengingatkan, "Manisan ini asam, sementara kamu punya masalah lambung. Makan sedikit saja, itu akan cukup untuk membantu pencernaan."Aku tertegun sesaat, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana kamu bisa tahu kalau lambungku bermasalah?"Bahkan ibuku baru mengetahuinya kemarin.Steven menjawab dengan acuh tak acuh, "Obat yang kamu minum itu semuanya berisi bahan-bahan untuk menyehatkan lambung."...Aku sedikit terkejut.Saat makan malam tadi, dia terlihat
Beberapa hari setelah pulang ke rumah, ibuku hampir tidak pernah beranjak dari sisiku selain saat tidur.Dia menemaniku memastikan setiap detail pernikahan, tak peduli sekecil apa pun itu.Menurut ibuku, pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup, jadi harus benar-benar sesuai dengan keinginanku.Hari itu, pasangan suami istri dari Keluarga Quinn, bersama dengan Steven, datang berkunjung ke rumah.Mereka membawa banyak hadiah mewah.Cecil menyelipkan sepasang gelang hijau ke pergelangan tanganku sambil tersenyum, lalu berkata, "Sekarang, aku hanya berharap kalian segera menikah, supaya kamu bisa membantuku mengurus Steven.""Anak ini makin lama makin nggak memiliki sentuhan manusia sama sekali."Ketika mendengar ini, wajahku mulai memanas. Tanpa sadar aku melirik ke arah Steven.Seperti yang sudah aku duga, dia masih menunjukkan ekspresi acuh tak acuh seperti biasa.Aku menggenggam telapak tanganku, lalu berkata dengan sedikit malu, "Bibi Cecil, Pak Steven ...."Baru saja aku mengata
Felix bergegas melangkah masuk ke dalam rumah.Namun, bukannya merasa lega, hati Felix malah makin tidak tenang.Rumah terasa jauh lebih kosong dari biasanya.Terlalu bersih, seperti rumah yang sedang menunggu pemilik barunya.Tak ada sedikit pun jejak kehidupan.Dinding foto yang dulunya paling disukai oleh Silvia, kini tidak tersisa satu foto pun yang berhubungan dengannya.Jantungnya seperti tercabik, seakan ada bagian besar yang dikosongkan secara paksa.Dengan langkah ragu, Felix berjalan ke kamar Silvia. Ruangan itu lebih kosong lagi dari ruang tamu.Bahkan sehelai rambut pun tidak ada.Dengan sisa harapan terakhir, dia membuka lemari pakaian, juga semua laci di kamar dan kamar mandi ....Pada saat itu, Felix tiba-tiba tersadar. Dia telah salah paham terhadap Silvia.Silvia adalah perempuan yang pengertian.Begitu pengertian, bahkan saat pergi pun dia memastikan tidak meninggalkan sedikit pun jejak.Felix berjalan keluar kamar dengan panik. Saat melewati ruang makan, dia akhirnya
Keesokan harinya kebetulan adalah akhir pekan.Begitu bangun tidur, Liana langsung menelepon Felix.Felix yang sudah beberapa hari dituntut urusan pekerjaan olehnya, terdengar agak kesal, "Ini akhir pekan. Meskipun ada dokumen yang harus ditandatangani, apa nggak bisa menunggu sampai hari Senin?"Liana langsung bicara ke intinya, "Kamu ada di mana sekarang?"Telepon di seberang sempat hening beberapa saat.Liana tak bisa menahan diri untuk berujar, "Masih mengurus Yoana, ya? Apa hubunganmu dengan Silvia yang sudah bertahun-tahun itu benar-benar nggak berarti apa-apa?""Liana, kamu adalah orang yang cukup dewasa, tapi kenapa sekarang kamu jadi kekanak-kanakan seperti Silvia juga?"Felix melanjutkan, "Hubunganku dengan Silvia baik-baik saja, kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini."Ketika mendengar itu, Liana tertawa sinis. "Hubungan kalian baik? Apa kamu yakin? Apa kamu tahu sekarang dia ada di mana?"Nada suara Liana membawa amarah, merasakan ketidakadilan untuk Silvia.Selama bertah