Beranda / CEO / Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan / Bab 23 - Kebersamaan yang Sempat Hilang

Share

Bab 23 - Kebersamaan yang Sempat Hilang

Penulis: Shireishou
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mysha mengempaskan dirinya ke punggung kursi dengan lelah. Dia membuka kacamata dan memijat puncak hidung untuk meredakan rasa berdenyut pada kepala. Setelah urusan pemakaman Axel selesai, pekerjaan menerjangnya bagai ombak. Berbagai dokumen harus diperiksa dan ditandatangani sementara jadwal pertemuan dengan klien yang tertunda karena dia harus merawat Axel menyita habis waktunya. Kabar baiknya, hal itu bisa menggeser semua perasaan melankolis Mysha ke ujung pikiran.

Walau kepergian Axel masih menyisakan duka, Mysha belum pernah merasa sebebas ini. Beban seakan terlepas dari pundaknya. Masa lalu kini tak lagi mengikat kakinya. Fokusnya berkali lipat, dia bisa melakukan pekerjaan dengan baik dan kelegaan memenuhi hatinya.

Bulan pertama di tahun baru, Mysha harus bekerja dua kali lipat lebih keras dibandingkan karyawan lain yang masih berada dalam suasana liburan. Dia sudah melakukan penerbangan ke Asia dan Eropa untuk meninjau proyek pembangunan. Tadi subuh dia baru ke

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 24 - Akhir

    Mysha masih mengulang kalimat yang baru didengarnya lamat-lamat. Apa benar pria yang selama ini tak pernah mengungkapkan perasaannya itu melamarnya?Melihat Mysha tak bereaksi apa-apa, William kembali mengulang pertanyaannya dengan was-was. "Mysh, will you marry me?"Kali ini Mysha yakin ia tak salah dengar. William akhirnya mengemukakan seluruh isi hatinya.Hampir dua tahun sejak Axel meninggalkannya tanpa alasan. Lalu William hadir menemaninya melalui semua kepedihan. Tanpa paksaan. Tanpa tekanan apa pun.Namun, apakah ia siap untuk menerima lamaran itu? Apa hatinya benar-benar sudah menjadi milik William seutuhnya?"Aku takut," bisiknya lemah.William terdiam. Tangannya kembali turun ke bawah menunggu Mysha melanjutkan kalimatnya."Aku takut aku hanya menjadikanmu pelarianku terhadap Axel. Aku takut akan menyakitimu." Mysha menggigit bibir bawahnya penuh kekhawatiran.Alih-alih kecewa, William justru mengangsurkan tangan kan

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   EPILOG

    Meski sebulan sudah berlalu, William masih tak percaya kini Mysha menjadi istrinya. Mata teduh sewarna emerald itu terus memandangi wajah istrinya yang masih terlelap dalam tidur. Setiap bangun di pagi hari ia tak pernah jemu menatap kecantikan alami satu-satunya wanita yang dicintainya."Thanks God for giving me this beautiful angel," ujar William dengan tulus.Ia merasa benar-benar beruntung karena bisa memiliki Mysha seutuhnya. Usai penantian panjang yang berliku, akhirnya ia memetik hasil perjuangannya.Masih jelas dalam ingatan William saat-saat bahagia mereka ketika berbulan madu ke Wellington, Sidney, dan Bali. Mandi cahaya matahari sepanjang hari, seduhan kopi ternikmat, serta pantai-pantai terindah. Masa-masa indah berdua bersama Mysha sepanjang hari. Saling bercumbu dan bermanja. Hanya berdua, tanpa gangguan segala urusan pekerjaan."Good morning, Sweetheart!" sapa William ketika Mysha mulai membuka mata. Suaranya begitu tenang, tapi menyiratkan

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bonus - HONEYMOON

    Usai pesta pernikahan mewah digelar, rupanya kejutan demi kejutan masih diterima oleh Mysha. William yang dari luar tampak datar seperti papan presentasi itu, ternyata menyimpan sisi romantis yang membuat Mysha merasa begitu beruntung karena memilihnya. Setelah mengajaknya pulang ke sebuah hotel berbintang di pusat kota New York untuk merayakan malam pertama mereka, kini William menghadiahkan Mysha sebuah tiket bulan madu selama dua minggu penuh."Will? Apa ini tidak berlebihan? Apa kau yakin akan meninggalkan CLD selama itu?" Mata Mysha membeliak usai membaca surat dari biro perjalanan yang diberikan suaminya barusan."Apa kau tidak mau? Aku bisa saja membatalkannya jika kau keberatan," jawab William datar. Tak tersirat nada tersinggung sedikit pun di sana."No, no. Bukan i

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bonus - Love Beyond

    Mata emas Mysha memandang ke arah jalanan, di mana pepohonan yang ditanam rapi berlarian seiring dengan cepatnya mobil sedan hitam itu melaju. Pemandangan berubah cepat dari perkotaan dengan gedung pencakar langit menjadi kawasan sub urban yang asri dengan rumah-rumah berhalaman luas.“Mysha,” panggil pria bersuara bariton di samping wanita itu ketika mobil berhenti di lampu lalu lintas. Tangannya yang kukuh menggenggam jemari Mysha yang terpangku di atas paha.Sentuhan itu membuyarkan lamunan Mysha, membuatnya menoleh dan menyunggingkan senyum pada William. Wajah pria itu tetap datar tapi Mysha dapat melihat ekspresi khawatir di mata hijaunya. Ada waktu-waktu yang harus ditebus sejak perpisahan mereka di masa kanak-kanak, tapi Mysha mulai menyadari bahwa di balik wajah dingin William, mata hijau milik pria itu lebih juju

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bonus - My Possessive Husband

    Tidak banyak yang bisa Mysha lakukan hari itu. William entah kenapa begitu posesif sejak pagi. Wajah dinginnya terkesan lebih garang dan menyeramkan. Wanita itu berusaha membujuk dan mengajaknya bicara hal yang santai, tapi William seolah mengabaikan apa pun usahanya.Sejak bangun tidur, muka William ditekuk masam. Sesuatu yang jarang Mysha lihat bertanggar di wajah suaminya itu. Biasanya, William hanya tersenyum tipis, atau kebanyakan berwajah datar seperti papan setrikaan.Namun, kali ini Mysha bisa merasakan ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang mengusik suaminya.Mysha masih termenung di sofa yang terletak tak jauh dari kamar mandi menunggu William keluar dari sana dan menyuguhkan secangkir kopi. Mysha kerap menyerahkan secangkir kopi tepat di depan kamar mandi agar Will bisa menghidu aroma pekat yang disukainya

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bonus - The Pregnancy

    Mata Mysha berkaca-kaca saat melihat garis dua terpampang nyata di hadapannya. Tidak salah lagi! Dirinya kini telah mengandung. Akhirnya setelah menunggu selama enam bulan dan sempat membuat Will panik luar biasa, Tuhan pun memberikan kepercayaan padanya. Sebenarnya, bisa dikatakan, dirinya memang sudah tidak enak badan beberapa hari terakhir. Hanya saja, karena load kerja di kantor sedang banyak, Mysha bahkan tidak berpikir kalau dirinya hamil. Mungkin hanya kelelahan. Itu yang terlintas di kepala.Hati wanita itu berbunga-bunga kala memandang hasil testpack-nya yang kini terasa penuh keajaiban. Mysha menarik napas. Rasanya ingin mengerjai Will yang kini terdengar mondar-mandir di luar kamar mandi. Namun, Mysha tidak tega. Suaminya sampai stres dalam diam.Will memang bukan orang yang terbuka dan mudah untuk membagi masalahnya kepada orang lain bah

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bonus - Celebrate the Future

    Will mengetuk-ngetukkan jari dengan tidak sabar di meja kerjanya. Wajahnya yang dingin tampak lebih kaku dari biasanya membuat para bawahannya enggan mengganggu sang direktur. Akibatnya, sekretarisnya yang malang harus menjadi perpanjangan tangan dari manajer lain untuk menyerahkan laporan dan pekerjaan yang menumpuk.William memang bukan pria dengan banyak kata-kata tapi hari itu Will benar-benar hanya menjawab dengan tiga pilihan. “Ya”, “tidak”, atau “hmm”, membuat sekretarisnya pusing tujuh keliling menebak-nebak maksud pucuk pimpinan tertinggi perusahaan itu. Selama bertahun-tahun bekerja, hari itu adalah salah satu saat di mana pria malang itu berharap jam pulang kantor segera tiba.Ternyata bukan hanya sang sekretaris yang berharap demikian. Mata hijau Will juga berulang kali melirik ja

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bonus - Being a Parent

    William dan Mysha mempersiapkan sendiri semua keperluan calon anak pertama mereka. Mulai dari membeli baju-baju bayi, gendongan, stroller, boks bayi. Termasuk juga mendekorasi kamarnya. Meskipun sudah diketahui calon anak mereka laki-laki, William dan Mysha tetap memilih hiasan berwarna netral.Sejak Mysha hamil, William benar-benar menjadi suami siaga. Dalam urusan pekerjaan, William membatasi jam kerja istrinya dengan ketat. Tidak ada lagi jam lembur atau pekerjaan ke luar kota. Semua dilimpahkan kepada stafnya, bahkan beberapa yang amat penting langsung William sendiri yang handle.Memasuki usia kandungan Mysha ke-delapan bulan, William mengharuskan istrinya mengambil cuti. Mysha yang tak biasa berdiam diri akhirnya mencari kesibukan dengan mengikuti berbagai kelas parenting, kelas ASI, hingga kelas hypnobirthing, senam hamil dan

Bab terbaru

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   EPILOG

    "Siapa lagi, pria yang menyatakan cinta padamu?""Astaga, maksudmu Lee Ji Wook!" seru Aria sambil menutup mulutnya yang membuka lebar. "Dia sudah tidak di sini saat pesta prom. Ji Wook mengambil kuliah di Munich. Sekarang dia bahkan sudah sibuk kursus pra kuliah untuk belajar bahasa Jerman. Hanya sekali seminggu dia berkirim kabar."Keheningan sesaat menggantung di antara mereka. Aria mengerutkan kening, melepaskan pandangan penuh selidik ke arah Axel."Mengapa kau bertanya seperti itu? Jangan-jangan kau yang diam-diam masih berhubungan dengan Sophia," cetus Aria curiga.Axel terkesiap, matanya membulat menatap tajam ke dalam mata Aria."Sejak dulu aku justru selalu menghindari ular betina macam Sophia. Dan sejak kejadian di depan laboratorium waktu itu ia sudah tidak berani lagi menampakkan diri di depan kita. Aku bahkan sudah lupa padanya sampai kau menyebut namanya tadi."Aria tertawa keras. "Aku hanya bercanda. Aku suka wajahmu yang kage

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 42 - Akhir

    Suasana bandara internasional JFK nyaris tak pernah sepi. Bendera Amerika tergantung menjuntai di rangka langit-langit atap bandara, jajaran restoran dan toko oleh-oleh ramai dipadati pengunjung. Papan reklame diletakkan di antara meja-meja petugas bandara yang sibuk melayani calon penumpang, monitor melingkar silih berganti menampilkan informasi kedatangan dan keberangkatan.Di tengah hiruk pikuk kesibukan bandara terbesar di New York City itu, dua insan yang tengah menapaki impian mereka tampak canggung berdiri di depan gate.Pemuda tampan bernetra emerald itu menatap intens gadis manis berpakaian gaya Ulzzang yang ia belikan di Westfield World Trade Center setahun yang lalu."Axel, apa kau yakin akan kuliah di San Francisco? Bagaimana jika Grandma merindukanmu? Di New York saja banyak universitas bagus, tak usahlah pergi jauh." Suara Thea memutus perhatian Axel. Ia masih berusaha membujuk cucu kesayangannya agar berubah pikiran."Grandma, please jangan

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 41 - Janji untuk Ditepat

    Suara kenop pintu yang diputar mengejutkan Aria. Cepat-cepat ia berpaling dari wajah tampan yang melenakan di hadapannya. Tepat ketika seorang pria paruh baya melangkah masuk. Sang ayah memandangi sepasang anak muda di hadapannya dalam diam selama beberapa detik sebelum akhirnya dia sadar apa yang mungkin baru terjadi."Hey, man! What are you doing?" seru pria itu mendapati tamu laki-laki di apartemennya begitu dekat dengan putrinya."Papa ...," ucap Aria lirih sambil memandang wajah ayahnya yang tampak marah sekaligus khawatir.Axel gelagapan mendengar makian dari pria paruh baya yang ternyata adalah orang tua Aria. Pemuda itu tidak menyangka akan bertemu ayah Aria dengan cara seperti ini. Ia khawatir lelaki sepantaran Dad itu salah paham terhadapnya."I- I did nothing, Sir. Saya hanya mengantar Aria pulang," jawab Axel gugup. Belum pernah ia merasa segugup ini menghadapi seseorang, lebih dari ketika dia menghadapi ayahnya sendiri. Mungkin ka

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 40 - Kisah

    "Aria, ada hal yang ingin aku bicarakan ...."Netra sewarna zamrud itu terlihat menyimpan bayang duka yang menggantung pekat. Aria bisa merasakan jemari kukuh itu mengeratkan genggaman. Jantungnya berdentam tak keruan.Sejak mereka bersama, Axel melancarkan aneka macam pujian yang membuatnya tak berkutik. Gadis itu bahkan tak tahu harus berekspresi apa menerima semua kalimat yang sepertinya tak mungkin layak diterima itu.Pada akhirnya, di sinilah keduanya. Mereka berada dalam satu ruangan di sebuah apartemen dua kamar yang tak terlalu luas. Sofa empuk yang mereka duduki mungkin tak sebanding dengan yang biasa Axel miliki. Lemari buku mungkin menebarkan aroma khas yang buat sebagian orang adalah candu, tapi buat yang lain terasa seperti debu.Sebersit rasa khawatir Axel akan merasa tak nyaman di apartemennya. Namun, pemuda itu tampak tak peduli. Sedikitnya Aria merasa lega.Air minum yang disediakannya sudah tandas. Aria ingin mengambil air dingin

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 39 - Kepercayaan yang Dibangun

    Pertanyaan dari Axel membuat Aria terdiam. Dia memandang pemuda di hadapannya dalam kesunyian, sementara Axel membiarkan keadaan itu berlangsung. Dia ingin tahu tentang Aria. Gadis misterius yang sudah mencuri hatinya sejak awal berjumpa dan tidak pernah gagal untuk membuatnya kagum. Aria sendiri bingung mau bercerita atau tidak. Rasanya sudah lama sekali sejak dia menyebut kata "mama" dengan bibirnya dan mengingat tentang seorang wanita yang melahirkannya."Mamaku ...." Aria menggantung kata-kata di udara dan menelan ludah sebelum melanjutkan, "Dia bercerai dengan Papaku."Ada sesuatu yang berat jatuh dalam benak Axel. Mata hijaunya melembut memandang Aria yang berusaha menata perasaannya. Gadis itu menarik napas dan mengerjapkan matanya beberapa kali."Sudah empat bulan berlalu sejak putusan hakim." Aria memandangi foto wanita di tangan sambil membelai pigura yang berjajar. "Itulah mengapa Papa kembali ke negara asalnya."Axel mendengarkan itu sambil me

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 38 - Canapes Semanis Wajahmu

    Aria berusaha mengalihkan pikiran dengan memandang sekeliling. Ia memutuskan untuk menemani pria ini saja sekarang. Mungkin nanti jika ada kesempatan, ia akan bertanya.Restoran yang mereka masuki didominasi warna hitam dan putih. Tempatnya cukup ramai, tetapi masih terbilang nyaman bagi pelanggan yang menginginkan privasi. Deretan kue-kue cantik terpajang di etalase, menggugah selera makan siapa pun yang melihat."Kau mau makan apa?" tanya Axel sembari memperhatikan Aria yang sibuk memandang daftar menu yang terpampang di dinding.Aria bergeming. Matanya masih menatap jajaran menu dan harga yang tercantum di sampingnya. Harga yang bisa menyebabkan kantongnya menipis seketika. Axel sudah terlalu baik membelikannya baju mahal, ia tidak mau dianggap sebagai perempuan yang suka memanfaatkan pria kaya seperti kata Sophia kemarin.Mereka sudah mengantre di depan konter dan hampir tiba di kasir untuk memesan. Axel bertanya sekali lagi. Ia menggamit lengan Aria,

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 37 - Kerinduan yang Tak Terbantahkan

    Di kelas, Aria memandangi bangku kosong di dekatnya. Axel masih tak kunjung tiba. Ke mana dia? Apa pemuda itu bolos lagi hari ini?? Ataukah memang sengaja menghindari keramaian setelah kasus kemarin?Entah mengapa Aria sama sekali tak bisa berkonsentrasi terhadap pelajaran yang kini diterangkan kepadanya. Pikirannya mengembara ke berbagai penjuru.Ah, tidak. Tepatnya, pikiran Aria terpusat pada Axel. Apa gosip yang beredar juga mengganggunya? Kenapa pemuda itu berusaha menjelaskan bahwa Sophia tak punya hubungan apa-apa dengannya? Apakah jangan-jangan....Aria tak berani berpikir terlalu jauh.Namun, mengingat pemuda dengan wajah tanpa ekspresi dan sesekali terlihat posesif itu membuat jantung Aria kembali berdentam. Gadis itu bisa merasakan wajahnya menghangat.Bahkan ketika bel tanda berakhirnya sekolah berbunyi, Axel tetap tak terlihat batang hidungnya. Dengan perasaan was-was, Aria melongok ponselnya. Tak ada pesan dari Axel sama sekali. Justru

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 36 - Pertengkaran Keluarga

    "Aku tidak mau, Uncle Mike." Axel tetap pada pendiriannya, matanya memandang ke arah layar televisi di ruang tunggu kantor polisi."Ayahmu cepat atau lambat akan tahu. Jauh lebih baik bila dia tahu itu dari mulutmu." Pria berkacamata itu berusaha bernegosiasi. Mata cokelatnya memandang pemuda yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri. "Aku akan menemanimu."Axel masih ragu, tapi dia tidak bisa berbuat banyak bila pamannya meminta. Efek Michael nyaris sama dengan efek Thea dalam hidupnya. Michael yang hangat dan tidak segan untuk membantu sudah menjadi sahabat di kala orang tuanya terasa jauh. Hanya saja, akhir-akhir ini pamannya itu lebih sering berada di luar negeri untuk pekerjaan. Untung saat ini dia dapat membantu Axel. Pemuda itu berpikir cepat, dengan adanya Michael, dia memiliki sekutu. Ini adalah kesempatan terbaik untuk mengaku pada William.Dengan satu anggukan kepala, Axel setuju diantar Michael pulang. Pemuda itu digiring Michael keluar dari kantor

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 35 - Kemarahan Sang Ayah

    "Jam segini kau baru akan berangkat sekolah?" William mendongakkan dagu menunjuk ke arah jam di dinding.Pukul 07.45 waktu yang ditunjukkan oleh jam tersebut. Sedangkan dari rumah ke sekolah memerlukan waktu lebih dari empat puluh menit.Axel menghentikan langkah sejenak, menoleh singkat ke arah William yang sedang memegang sebuah majalah bisnis."Yang penting aku sekolah, Dad" jawabnya tak acuh."That's not enough, Son. Kau harus disiplin dan buat prestasi, baru bisa bersaing," ujar William gusar sembari menatap tajam ke arah putranya.Dia sudah banyak mendengar laporan kurang menyenangkan tentang Axel dari pihak sekolah, tetapi laki-laki yang bernetra senada dengan anaknya itu, tahu sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu.Axel mendengkus, menekan kuat-kuat emosinya. Bukan hal yang mudah menjaga emosi di hadapan Dad yang tanpa ekspresi. Ingin rasanya ia berteriak, ke mana dulu Dad ketika sederet prestasi diraihnya?

DMCA.com Protection Status