Kira-kira jam dua belas siang Austin menelpon Ainsley. Sebenarnya Ainsley bosan mengangkatnya. Tapi ia tidak mau membuat pria itu marah dan membatalkan janjinya semalam. Dia yang rugi nantinya.Austin mengajak Ainsley makan siang bersama. Awalnya gadis itu mau mencari alasan untuk menolak. Namun sekali lagi, gadis itu tidak mau membuat Austin marah. Ia memilih menurut saja.Akhirnya disinilah mereka sekarang, di sebuah restoran mahal yang berada tak jauh dari kantor Austin.Mereka tidak hanya berdua. Ada perempuan lain yang dulu memperkenalkan dirinya sebagai sekretaris Austin, juga seorang wanita yang lebih tua beberapa tahun darinya. Tentu saja ia tidak kenal wanita itu."Kakak ini pacarmu?" tanya Ainsley dengan tiba-tiba. Narrel langsung terbatuk-batuk mendengar pertanyaan itu. Sedang gadis yang duduk di sebelahnya tetap mempertahankan wajah datarnya. Meski dalam hati ia merasa malu.Iren memang selalu begitu. Kalau ada pembicaraan tentang dirinya yang membuatnya malu, ia akan teta
Ainsley bangun pagi-pagi. Ia mandi dan bersiap-siap. Hari ini ia berencana ke rumahnya dulu sebelum ke kampus.Pandangan Ainsley jatuh ke Austin yang masih terlelap. Sepertinya pria itu kelelahan. Biasanya Austin yang bangun duluan dan jam delapan sudah berangkat kantor. Tapi hari ini tidak.Awalnya Ainsley mengangkat bahu tidak peduli. Tapi ketika melirik jam tangan, ia jadi merasa bimbang. Hampir jam delapan. Haruskah ia membangunkan Austin? Tapi pria itu adalah bos perusahaan. Terserah dia mau datang jam berapa, menurut Ainsley."Ah, bangunkan saja." decak Ainsley mengambil keputusan. Ia melangkahkan kakinya ke sofa yang di tiduri Austin.Ainsley lalu mengulurkan tangannya menggoyang-goyangkan badan Austin."Austin, Austin bangun. Sekarang sudah jam delapan. Memangnya kau tidak masuk kantor?"cukup lama Ainsley menggoyang-goyangkan badan Austin sampai pria itu terbangun.Austin mengucek-ngucek matanya. Masih belum sadar betul. Ainsley yang melihat langsung menyimpulkan lagi kalau p
Ainsley memutuskan langsung pulang ke rumah Austin selesai pelajaran terakhirnya di kampus. Sebenarnya para sahabatnya mengajaknya ke tempat karaoke tapi dia terlalu capek hari ini. Ia ingin tidur cepat supaya bangun pagi besok tubuhnya bisa lebih fresh.Masih ada beberapa pembantu yang tengah membersihkan halaman rumah ketika Ainsley sampai. Mereka menunduk hormat ke Ainsley. Gadis itu sendiri merasa agak kaku karena selama ini tidak pernah ada yang hormat padanya seperti itu. Ia belum terbiasa namun berusaha menyambut mereka dengan hangat.Ketika masuk ke dalam rumah, dua pembantu wanita yang biasanya menyiapkan sarapan dan makan malam mereka sedang sibuk di dapur.Ainsley memang belum melihat mereka karena ia belum mencapai dapur, namun bunyi-bunyi yang di dengarnya yang berasal dari dapur itu cukup untuk membuktikan keberadaan mereka."Nyonya muda sudah pulang?" Langkah Ainsley terhenti. Ia menoleh saat mendengar seorang pelayan yang lebih tua menyebutnya dengan panggilan lain. N
Entah kenapa Ainsley merasa kesal pada pramugari itu. Ia merasa pramugari itu tidak menganggap keberadaannya sama sekali. Dasar tidak sopan. Memangnya perempuan ini tidak malu apa menggoda suami orang dengan terang-terangan di depan istrinya.Austin sebenarnya ingin membalas perkataan pramugari itu, namun Ainsley yang lebih dulu bicara."Hei , siapa namamu? aku lihat kau tidak cocok bekerja sebagai pramugari. Kau lebih cocok menjadi wanita penghibur di sebuah club malam!" tukas Ainsley dengan wajah merendahkan. Ia sudah kesal dan sekarang malah di buat makin kesal oleh perempuan yang berstatus pramugari itu.Austin memilih diam. Ia tampaknya menikmati tontonan didepannya itu.Pramugari itu ternganga seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan Ainsley. Ia ingin membalas perempuan sialan yang menghinanya itu namun tidak bisa. Perempuan itu sedang bersama dengan lelaki yang di godanya tadi. Dan lelaki itu tampak seperti orang penting. Sekali lihat, pramugari itu bisa menyimpulkan kalau
Ketika Ainsley mau pergi mandi, ia menyadari sesuatu. Baju gantinya tidak ada. Apa Austin tidak menyiapkan beberapa helai baju untuk dia pakai?Ainsley mencari-cari ke seluruh kamar, mungkin saja ada koper yang berisi bajunya namun nihil. Ainsley mengerang kesal. Austin tidak membawa apapun barangnya saat mereka berangkat? Rumah ini memang rumahnya dan ia pasti punya banyak pakaian ganti di rumah ini. Tapi Ainsley? Mau pakai apa coba?Sialan. Austin pasti sengaja. Gadis itu menggeram kesal."Austin, kau bawa pakaian ku?" tanya Ainsley. Mungkin saja Austin memang membawa pakaian gantinya tapi ia yang tidak lihat. "Tidak," jawab Austin santai."Apa? Lalu aku pakai baju apa?" tanya Ainsley jengkel. "Tenang, aku sudah menyuruh seseorang untuk membelikanmu baju.""Gampang sekali tinggal beli." sindir Ainsley. Dasar orang kaya."Sekarang mana bajunya? Aku mau mandi." kata Ainsley lagi."Belum diantarkan. Sudah, mandi saja dulu, nanti aku ambilkan." ucap Austin. Mau tak mau Ainsley setuj
Paginya Ainsley terbangun. Ia duduk sambil menguap. Matanya memandang sekeliling ruangan kamar.Kemana dia? batin Ainsley.Ia mencari-cari keberadaan Austin.Apa pria itu tidak balik saat keluar semalam? Dia tidur di mana? Di kamar lain?Ainsley terus bertanya-tanya dalam hati. Matanya berpindah ke nakas dan melihat sebuah catatan kecil di atas sana bersama sebuah kartu. Kartu kredit? Ainsley lalu mengambil memo kecil itu dan mulai membaca."Aku ada pekerjaan mendadak di kantor cabang, mungkin belum bisa pulang sampai pagi. Kalau kau ingin jalan-jalan, minta sopir mengantarmu. Pakai saja kartu ku untuk belanja apapun yang kau mau."Ainsley kembali meletakkan memo yang ia baca tadi ke atas nakas dan mengambil kartu kredit milik Austin. Ia menatap lama kartu itu lalu menarik nafas panjang.Entah kenapa Ainsley malah lebih suka Austin ada di sini, bersamanya. Dia sekarang berada di negara asing dan hanya Austin satu-satunya yang ia kenal. Dirinya memang bisa berbahasa Inggris jadi tidak
Setelah Diana pergi, Ainsley mulai merasa jenuh. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi keluar.Di luar, ia melihat sebuah sedan hitam terparkir di driveway. Seorang laki-laki berpakaian rapi sedang duduk di depan garasi.Ia langsung berdiri setelah menyadari kehadiran Ainsley."Mau pergi, nona?" tanyanya."Iya," jawab Ainsley. Laki-laki itu berjalan mendahului Ainsley dan langsung membukakan pintu mobil untuknya. Sepertinya ia sopir yang di maksud Austin.Setelah Ainsley duduk dan ia menutup pintu belakang mobil, sopir itu duduk di belakang kemudi. Umurnya terlihat cukup muda di pertengahan dua puluhan. Wajahnya sangat bule, membuat perbedaan antara Ainsley yang sangat Asia itu dan sih bule terlihat jelas."Anda mau ke mana, Miss Hugo?" tanya sopir itu."Ke pantai saja," jawab Ainsley.Sopir itu menurut. Ainsley menatap keluar jendela. Daerah rumah Austin berada bukan di daerah ramai, tapi sepertinya termasuk kawasan elit. Lihat saja bangunan rumahnya yang terkesan sangat mewah itu.Sepa
"Aku malas ikut makan malam dengan orang yang tidak ku kenal." ujar Ainsley secara tidak langsung menolak dengan halus. Ia merasa jengkel dengan Austin. Kalau tahu diri sendiri super sibuk begitu, kenapa malah membawanya liburan segala. Jadi percuma kan mereka datang ke negara ini."Kau harus ikut, ini perintah." balas Austin dengan nada dingin.Ainsley menatap pria itu bingung. Kenapa Austin tiba-tiba dingin? Apa ia tidak senang dengan perkataan Ainsley tadi? Kan dia berhak memilih. Lagipula mereka pasti akan berbicara tentang pekerjaan. Tidak ada gunanya dia ikut kan."Tapi," gumam Ainsley. Ia merasa ngeri juga dengan perubahan Austin.Bola mata Ainsley membesar ketika tangannya tiba-tiba di tarik oleh Austin."Ayo pulang dan bersiap." kata Austin membuat Ainsley melotot menatapnya."Tapi aku belum bilang ia Austin,""Sudah kubilang ini perintahkan? Kau harus patuh pada suamimu Ainsley."Ainsley memutar bola matanya malas. Dasar pria sinting. Lebih bodohnya lagi ia tidak bisa memban
"Dia kenapa?"Narrel berjalan cepat pada Austin yang masuk ke dalam Villa dengan menggendong Ainsley. Pria itu menatap penampilan keduanya yang basah dan kotor dengan lumpur."Jatuh di air," sahut Austin terus melanjutkan langkah menuju kamar. Narrel hanya termangu melihat mereka sampai keduanya menghilang dari hadapannya.Ada-ada saja. Pikir Narrel. Apa yang mereka lakukan sampai jatuh ke dalam air. Jangan bilang kalau mereka berdebat lagi. Lelaki itu menggeleng tidak habis pikir."Tuan Austin dan istrinya kenapa?"pandangan Narrel berpindah pada Iren yang sudah berdiri di belakangnya. Entah muncul darimana. Bukannya wanita itu tadi ada di taman belakang, lagi sibuk menyiapkan perayaan ulang tahun kecil-kecilan untuk pacarnya bersama yang lain."Jatuh di air katanya," sahut Narrel."Persiapan buat nanti malam sudah selesai?" tanya pria itu. Iren menggeleng."Hampir," jawabnya."Anda istirahat dulu saja, tua
Entah sudah berapa lama mereka di atas perahu. Ainsley mulai merasa panas tak karuan. Ia mengelap kening dengan saputangan milik Austin. "Aku bisa mendayung ke tepi sungai yang teduh. Kau mau?" tawar Austin. Ainsley mengangguk. Ia memang merasa kepanasan karena berada langsung di bawah matahari. Angin yang bertiup tadi mulai berkurang jadi tidak mampu menghadang matahari terik untuknya. "Apa yang kau suka ketika naik perahu?" tanya Austin sambil mengangkat dayung dari air dan membiarkan mereka meluncur ke bawah bayang-bayang teduh. "Aku tak tahu, hanya suka saja." sahut Ainsley mengangkat bahu. Tangannya menelusuri permukaan air dan melirik Austin lagi. "Kau tidak kepanasan dengan setelanmu itu?" tanyanya. Austin melirik sebentar penampilannya yang memakai kemeja panjang biru dan menatap Ainsley. "Bukannya kau yang menyiapkan pakaian ini untukku?" katanya dengan senyum menggoda.
Narrel mengetuk pintu kamar Austin dan Ainsley. Ia tidak tahu keduanya sedang berbuat apa didalam sana. Kalau pun mereka sedang melakukan sesuatu yang berbau-bau dewasa Narrel akan tetap mengetuk. Meski ia tidak yakin mereka sedang melakukan apa yang dia pikirkan itu di siang hari begini.Ketika pintu terbuka, yang pertama kali dilihat Narrel adalah Ainsley. Ia menatap kedalam kamar tapi tidak melihat Austin."Kemana Austin?" tanyanya."Lagi mandi." jawab Ainsley."Kau perlu sesuatu?" gadis itu balik bertanya. Narrel tersenyum tipis."Aku hanya ingin bilang kalau kalian bersedia aku ingin mengajak kalian naik perahu." ucap pria itu.Ainsley tampak tertarik. Sudah lama dia tidak naik perahu."Baiklah. Aku akan bilang ke Austin nanti." katanya kemudian. Setelah itu Narrel berbalik pergi dan Ainsley kembali mengunci pintu."Siapa?"Ainsley berbalik menatap Austin yang kini berdiri hanya dengan handuk yang
Ainsley turun dari mobil. Mereka sudah sampai. Perjalanan yang mereka tempuh dari Jakarta sampai Bogor kira-kira dua jam setengah. Hanya Austin dan Ainsley berdua dalam mobil. Austin yang menyetir pastinya.Austin sengaja menyetir sendiri hari ini karena seperti yang di katakan oleh Narrel kemarin kalau kemungkinan mereka akan menginap. Pria itu tidak mau merepotkan sopirnya. Ia juga ingin berdua saja di mobil dengan Ainsley.Ketika mereka sampai di Vila, Narrel, Iren dan yang lain belum terlihat sama sekali. Kelihatannya mereka memang belum ada. Meski begitu, penjaga Vila sudah mengenal Austin jadi mudah saja bagi keduanya masuk ke dalam.Ainsley memandang ke sekeliling. Vila itu berada di tempat yang cukup terpencil dekat hutan. Berada di sini suasananya beneran terasa super sunyi.Ainsley pernah datang ke tempat seperti ini sebelumnya tapi tidak semewah tempat milik Narrel ini. Hanya suasananya yang mirip. Kalau malam hari kalau hanya sendirian, yang akan menemanimu hanyalah suara
Setelah selesai makan siang bersama dan berbincang-bincang sambil membicarakan bisnis, Austin kembali ke kantor.Pria itu masuk ke ruang kerjanya dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia merasa sangat lelah. Bagaimana tidak lelah, habis rapat di kantor, ia makan dengan kakek Fu, menemani lelaki tua itu ngobrol. Belum lagi pria itu tambah bad mood karena melihat istrinya makan siang dengan pria lain selain dirinya."Kenapa lagi denganmu?"Suara itu sontak membuat Austin yang hampir ketiduran membuka matanya. Narrel sudah duduk di depannya. Austin menatap sekretarisnya itu yg tanpa bersemangat."Kau tahu, menyukai wanita hanya akan membuatmu merasa lelah." ucap Narrel lagi seolah tahu apa yang ada di pikiran Austin.Ia memang mengakui Ainsley yang bisa membuat sahabatnya itu menyukainya tanpa usaha keras seperti yang di lakukan wanita-wanita yang lain. Tapi kalau ia jadi Austin, ia tidak akan bersikeras mendapatkan gadis itu. Apalagi menikahinya. Belum tentu juga kan Ainsley gadis yang bai
Mereka masuk ke restoran kecil yang sudah sering mereka datangi dulu, waktu keduanya masih sering bersama. Sebelum Alfa bertunangan.Mereka baru saja duduk di meja kosong ketika Ainsley mendengar ponselnya berbunyi. Ia menataplayar ponselnya. Austin yang menelpon. Kenapa pria itu menelpon?"Halo?""Kau di mana?""Tempat makan.""Dengan siapa?"Dalam kebingungan Ainsley menatap ponselnya, lalu menempelkannyakembali di telinga. Kenapa denganLaki-laki itu? Nada suaranya terdengar dingin tidak seperti tadi pagi. Dasar labil."Teman," jawab Ainsley berusaha menetralkan intonasinya. Ia tidak mau Alfa melihatnya berdebat dengan sih penelpon yang adalah suaminya sendiri itu.di ujung sana Austin mendengus kesal."Ada ada menelponku?" tanya Ainsley lagi. Sepi sebentar, lalu suara itu berkata dengan nada datar,"Hanya ingin bertanya saja," setelah berkata begitu telpon langsung terputus. Austin menutupnya sepihak. Tanpa pamit dan bilang-bilang dulu. Ainsley yang kesal sontak mematikan ponse
Austin menuju dapur karena mendengar suara-suara ribut seperti ada yang memasak. Pelayan rumahnya biasanya datang jam tujuh untuk menyiapkan sarapan.Sekarang belum jam tujuh. Austin yakin sekali itu pasti Ainsley. Apa yang di lakukan gadis itu?"Kau bisa masak?"suara Austin yang berat membuat Ainsley hampir melompat. Ia kaget bukan main. Gadis itu menatap Austin yang tengah berdiri di ambang pintu masuk dapur dengan kesal. Ingin sekali ia melempar sendok sop di tangannya ke arah Austin yang sekarang malah menertawainya. Menyebalkan sekali."Kau membuatku kaget, tuan Austin." ucapnya ketus dengan kesal.Austin tertawa. Ia melanjutkan langkahnya ke dekat Ainsley berada."Aku tidak tahu kalau kau bisa masak," ucap pria itu. Matanya melirik ke panci kaldu di atas kompor.Sepertinya istrinya itu memasak sop. Sebuah senyuman tipis terpampang di wajah Austin. Apa Ainsley memasak untuknya? Kan dia semalam mabuk berat.Dulu sebelum menikah dengan Ainsley, ketika ia mabuk berat Narrel akan me
Ainsley kembali ke kamar usai mengantar Narrel di depan. Rumah ini tidak ada pembantu kalau sudah malam begini. Mereka sudah pulang dan akan kembali di jam kerja besok. Hanya ada dua satpam yang berjaga di gerbang depan.Berbeda dengan rumah Austin di Hawaii yang memiliki banyak pelayannya. Mungkin karena rumah itu jarang di tinggali, hanya sesekali kalau Austin datang ke sana dengan urusan pekerjaan.Ainsley sendiri mau tak mau harus mengantar Narrel sampai depan karena ia juga harus mengunci pintu.Setelah semua pintu terkunci ia kembali ke kamar. Mengunci kamar itu juga dan melangkah ke dekat kasur. Menatap pria yang tidur di sana. Bau alkohol yang cukup kuat itu mengganggu Indra penciuman Ainsley. Ia menutup hidungnya sambil terus menatap Austin.Cukup lama Ainsley memandangi wajah Austin. Satu kata yang ada dalam benaknya, tampan. Sudah berkali-kali ia melihat Austin dari jarak dekat, tapi ia tetap mengagumi ketampanan pria itu. Entah apa yang di makannya hingga kulitnya sangat b
Saat Narrel menawarkan minum pada Austin, pria itu tidak bilang apa-apa, hanya menunduk lesuh.Narrel menghela nafas. Dengan kondisi Austin sekarang ini, ia yakin pria itu butuh minum. Tanpa bertanya lagi Narrel membawa Austin di sebuah bar tak jauh dari kantor mereka.Austin minum banyak. Ia menghabiskan hampir enam botol red wine. Narrel sampai garuk-garuk kepala melihatnya. Ia sendiri tidak berencana untuk minum. Ia takut mabuk. Bagaimana caranya mengantar Austin coba kalau mereka sama-sama mabuk."Kau tahu, baru kali ini aku merasa frustasi karena seorang wanita," racau Austin dengan gaya mabuknya. Pria itu jarang mabuk, jadi Narrel merasa lucu.Ia tiba-tiba terpikir sebuah ide. Pria itu lalu merogoh ponsel di saku Austin, mencari kontak Ainsley kemudian menelpon gadis itu. Membiarkan Ainsley mendengar semua perkataan Austin. Ketika setelah menelpon, Narrel menarik Austin turun dari meja bar dan membawanya ke ruang kedap suara biar suaranya bisa kedengaran di telpon.Di seberang