Part 98Setalah makan siang itu, Bram langsung menggandeng Dhea menuju lantai tiga hotel bintang empat tersebut. Dhea hanya pasrah saja, melihat mata Bram yang berbinar dan wajahnya yang berseri-seri itu membuatnya tidak tega mematahkan hati lelaki itu."Siap-siap, Sayang. Hari ini kamu harus menerima hukuman dariku," bisik lelaki itu di telinga Dhea."Hukuman? Memang aku salah apa?" tanya Dhea dengan perasaan sedikit takut."Masih juga bertanya? Kamu itu selalu tidak menurut apa yang suamimu katakan, sudah kubilang jangan mengacuhkan panggilan teleponku, tetapi apa yang kau lakukan? Kau selalu saja mengabaikan perkataan Abang," ujar Bram dengan geram.Lelaki itu sudah menjelajahi leher mulut Dhea, sehingga wanita itu terpaksa memiringkan kepalanya."Kita akan main sampai puas," ujar Bram sambil mendorong tubuh Dhea ke atas kasur, membuat wanita itu memekik karena terkejut dengan gerakan tiba-tiba suaminya tersebut.Suara pekikan Dhea justru membuat libido Bram semakin membara, tanpa
Part 99Aish, sial! Semua mata itu kini tertuju pada Dhea, mata liar mereka bahkan memandang Dhea seperti santapan lezat yang siap dilahap. "Wow, mimpi apa kita? Ada bidadari datang tanpa diundang," ujar salah satu dari mereka.Dhea menghitung dalam hati jumlah mereka, ada empat orang yang memegang sebilah kayu dan dua orang tangan kosong. Mereka lelaki dewasa dengan wajah seringai mengerikan, tetapi bukan Dhea namanya kalau takut dengan mereka ini, lawan yang lebih tangguh bahkan sudah pernah dia ladeni."Lepaskan orang itu," ujar Dhea menunjuk lelaki yang kini terjatuh dengan wajah menghadap tanah."Apapun permintaanmu, Cantik. Asalkan kamu juga mengikuti kemauan kami," ujar salah seorang dari mereka yang terlihat seperti pemimpinnya.Semua orang tertawa senang mendengar perkataan ketua mereka, salah satu dari mereka bahkan menjilat bibirnya dengan tatapan mesum."Abang mau gaya apa? Ayo maju satu-satu," ujar Dhea dengan tatapan membunuh.Seorang diantara mereka tertawa senang, bah
Part 100Pagi itu Dhea bangun dengan malas, setalah salat subuh, dia tidur kembali. Wanita itu beralasan bahwa dia sangat capek kemarin, tentu saja capek, setelah bertempur dengan suaminya di atas ranjang malamnya dia juga bertempur dalam arti yang sesungguhnya dengan para preman.Bram juga tidak masalah dengan itu, justru lelaki itu tidak menginginkan istrinya sakit karena kecapekan, ketika istrinya tidur, Bram melanjutkan pekerjaan memeriksa detail kontrak yang dikirim Fikri lewat email untuk kerjasama dengan perusahaan Wicaksono.Setelah jam tujuh pagi, Dhea belum juga bangun, Bram harus pergi cepat karena ada pertemuan lanjutan dengan pihak Wicaksono sebelum pria itu terbang kembali ke Batam siang ini. Bram hanya memesan sarapan lewat delivery order, selama menikah, baru kali ini lelaki itu sarapan sendiri, ketika melihat Dhea tertidur dengan pulas, dia juga tidak tega membangunkannya.[Sayang, Abang berangkat ke kantor dulu, di meja makan sudah tersedia sarapan. Bangun tidur lek
Part 101Ketika Dhea memasuki ruang kerjanya, semua teman-temannya menoleh ke arahnya, otomatis kekepoan juga melanda mereka, tanpa di komando, mereka segera mengerubungi Dhea."Dhea? Loh, kamu kenapa datang ke ruangan ini?" tanya Gracia "Loh, memangnya kenapa, Bu? Bukankah ruangan kerja saya di sini?" tanay dhea tidak mengerti."Memangnya kamu sudah selesai membantu pekerjaan Pak Bos, Dhe?" tanya Nilam."Ya, bis dibilang sudah bisa dibilang belum, aku belum menemukan kejanggalan dari laporan itu," jawab Dhea dengan sedikit bingung."Kalau gitu, kamu cepetan ke ruangan Bos lagi, bantuin dia," desak Nilam."Apaan sih, Mbak. Aku gak dipanggil sama Bos, kok?" "Lah, kamu dari mana jam segini baru datang?" tanya Gracia dengan nada tidak senang."Em, anu ... Itu, saya baru menemui Pak Burliyan," jawab Dhea sekenanya, dia tidak mungkin mengatakan baru saja datang dari rumah, bisa digoreng habis-habisan dia, jam sembilan baru datang.TringTiba-tiba notifikasi pesan. Berbunyi dari ponselny
Part 102"Apa? Kau tahu apa yang ku maksud, kan? Aku membutuhkan Dhea karena ada berkas penting yang harus aku teliti, hanya Dhea yang bisa meneliti seperti itu," ujar Bram masih sedikit sabar."Kalau cuma meneliti berkas, aku juga bisa, Mas. Serahkan saja padaku," jawab Lia dengan keras kepala."Aku tidak membutuhkanmu sama sekali! Sekarang cepat kau panggil Dhea ke sini! Aku tunggu lima menit!" bentak Bram tegas.Adelia hanya terbengong mendengar bentakan sengit Bram, selama bergaul dengan lelaki ini, belum pernah Adelia mendapat perlakuan dan kata-kata kasar dari lelaki ini, Bram memang sering membentak orang, tetapi tidak pernah membentaknya sekalipun. Dan sekarang, demi wanita jalang itu, lelaki ini sudah berubah, dia sudah berani membentaknya."Kenapa bengong! Cepat sana panggil Dhea!" perintah Bram masih meninggikan intonasi suaranya.Adelia yang tersadar, tidak berpikir dua kali langsung berjalan ke arah lift."Langsung jemput ke ruangannya, jangan kau panggil dia pakai telp
Part 103Tiba di lantai lima, ternyata Bram sudah menunggu di luar ruangannya. Lelaki itu tampak tidak senang ketika melihat Adelia jalan sendirian menuju ke arahnya, langsung saja dia mencecar pertanyaan."Kenapa datang sendiri, mana Dhea?""Mas, dia sudah kusuruh menghadapmu dengan bicara baik-baik, tapi dia nyolot. Bahkan dia membentak dan menghinaku, bahkan dia menantang katanya kalau memang mas Bram butuh dengannya ya datang saja sendiri kenapa nyuruh-nyuruh orang lain," jawab Adelia dengan wajah penuh penyesalan, dia memposisikan sebagai korban di sini."Aish, begitu saja tidak becus kamu. Kamu kan sudah mengusirnya? Apa sudah meminta maaf kamu? Belum kan?"Adelia tercekat dengan perkataan Bram, bukannya bersimpati lelaki itu malah semakin menyalahkannya. Melihat Adelia yang tersentak seperti itu Bram sudah menduga bahwa perempuan itu tidak meminta maaf sama sekali, jadi lelaki itu segera meninggalkan sekretarisnya yang masih terbengong itu dengan langkah cepat menuju ke ruangan
Part 104Ruang aula di kantor ini bisa menampung dua ratus lima puluh orang, sedang jumlah pekerja di kantor ini ada seratus orang, tetapi ketika Dhea dan Bram memasuki aula, seluruh kursi di aula sudah penuh, bahkan beberapa tidak mendapatkan kursi dan duduk di kursi cadangan yang disediakan oleh panitia.Rupanya bukan hanya pekerja kantor Manunggal Wijaya saja yang hadir, tetapi pekerja lapangan yang ada di proyek-proyek juga hadir, kebanyakan mereka dari level pengawas hingga pimpinan proyek. Dengan banyaknya proyek yang tengah Manunggal kerjakan, terutama di provinsi ini, tentu pekerja lapangan mereka juga semakin banyak.Rupanya hanya orang kantor yang mendapatkan informasi pertemuan ini terakhir, sedangkan orang proyek sudah diberitahu jauh-jauh hari sehingga mereka bisa menyempatkan diri untuk datang.Ketika Bram datang bersama Arjuna, Fikri, Adi, Burliyan, Mario dan Adelia semua orang berdiri menyambut mereka dengan hormat. Semua orang kantor sudah tahu personil yang tengah be
Part 105 Suasana heboh itu membuat divisi keuangan menjadi pusat perhatian, apa yang dikatakan Nilam membuat semua orang keuangan sontak terkaget, mereka bahkan berteriak histeris menatap ke arah Bram dan Dhea bergantian. Dhea yang tahu teman-temannya tengah memperhatikannya, berpura-pura sibuk dengan membuka-buka dan mengetik di tab yang biasa Bram bawa. Hal itu justru membuat kecemburuan Adelia semakin kentara, untung saja Adelia duduk di ujung dan Dhea di ujung satunya ditengah mereka duduk dengan khusuk Mario, Burliyan dan Adi. "Baiklah, untuk formasi jabatan selanjutnya ...," ujar Bram memulai lagi ucapannya setelah terjeda beberapa saat. "Ada dua jabatan manajer yang sedang kosong sekarang. Manajer perencanaan dan manajer pengembangan. Untuk itu, saya akan langsung menunjuk yang menduduki kursi manajer tersebut. Pertama manajer perencanaan akan saya serahkan pada saudara Aryan Wicaksono, ST." Tepuk tangan menggema di seluruh penjuru aula, Aryan yang terkejut namanya dis
Menjelang waktu yang direncanakan, para anggota organisasi Gir sudah berdatangan ke Indonesia memakai paspor turis, dengan penerbangan berbeda. mereka sudah memesan hotel yang sama dengan rekomendasi Adi melalui online. Sampai pukul satu delapan malam, semua sudah berdatangan. Adi sendiri menyewa aula diskotik untuk party umum yang pesertanya hanya diundang tamu-tamu hotel yang memiliki tiket masuk, dan mereka yang masuk hanya anggota Gir. Sehingga party ini tidak dicurigai sebagai pertemuan rahasia yang berpotensi membahayakan keamanan, karena party diadakan secara natural untuk menyambut turis asing. Adi tersenyum lega melihat orang-orang yang dulu menjadi rekan kerjanya, mereka berpelukan seperti layaknya teman sudah lama tidak bertemu. "Kami datang semua untuk mendukungmu, Di," ujar Michael dengan bahasa Inggris. Michael kini menjadi ketua organisasi, mantan tentara Amerika itu masih aktif di organisasi tersebut. "Aku juga membawa semua anggota baru, perkenalkan ...." Mich
Bram menghela napas berat, dibelainya rambut istrinya yang kusut karena lama hanya melakukan aktifitas berbaring. "Sayang, Abang akan secepatnya datang menjemputmu. Sekarang masih belum bisa, Abang hanya menjengukmu, kuatir dengan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bram dengan hati-hati. Dhea hanya diam menatap wajah suaminya dengan kecewa, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Apanya yang baik-baik saja? situasinya bahkan lebih kejam dari ketika dia dipenjara dulu. Rasa kangennya yang tidak tertahan pada putranya membuatnya sulit memejamkan matanya setiap malam. Perasaan ditinggalkan oleh suaminya mengikis rasa kepercayaannya sedikit demi sedikit, sudah seminggu lebih, tetapi apakah Bram tidak bisa mengatasi masalah di perusahan? apakah pria di depannya ini sengaja memilih kekuasaan dan hartanya daripada dia? Dhea menggeleng pelan untuk menghilangkan prasangkanya. "Percayalah pada Abang, doakan Abang agar cepat membawa Dhea dari tempat ini. Abang sangat merindukan Dhea, b
Dhea hanya bisa berbaring di tempat tidur yang cukup besar dan mewah, kasurnya empuk, kamarnya luas dengan kamar mandi yang juga cukup mewah. Tidak kalah dengan kondisi di rumah Bram dulu. Dia hanya bisa berbaring dan tidak banyak melakukan aktifitas sepanjang hari untuk menghemat tenaga. Dua butir telur rebus dan setengah liter air mineral yang dijatah kepadanya sekarang sungguh benar-benar tidak akan cukup untuk melakukan aktivitas yang lebih dari itu. Apalagi awal-awal dia hanya mengkonsumsi tiga butir telur, rasanya hampir tiga malam dia tidak bisa tidur karena kelaparan. Semakin ke sini, tubuhnya sudah terbiasa, tetapi dia juga harus menghemat energi. Sedang hari ini, dia hanya menerima jatah dua butir telur. Ini baru hari ke tujuh, tetapi rasanya sudah sangat menyiksa. Lebih tersiksa dari kondisinya di penjara dulu, padahal dulu dia sama sekali menempati kamar yang tidak layak sama sekali. Dulu dalam satu ruangan hanya ada satu buah kasur singel, yang dihuni oleh enam orang
Niko dengan serius memantau dua komputer sekaligus, rute pelacak yang ada pada Bram, serta navigasi robot kecilnya yang terus terbang di udara. Dalam dua puluh menit, robot itu sudah menyusul mobil yang membawa Bram ke arah barat daerah Banten."Cepat sekali dia menyusul," ujar Fikri i yang juga ikut memantau gerakan robot itu."Dia terbang, bukan jalan. dalam waktu satu menit sudah mencapai belasan kilometer," ujar Adi mengkomentari omongan Fikri, sementara Niko tetap serius menggerakkan kursor mouse untuk mengendalikan robot kecilnya."Kita keluarkan cengkeraman pada robot itu agar menempel di mobil itu, untuk menghemat baterai," ujar Niko."Emang cengkeramannya sekuat apa? tidak takut diterbangkan angin?" tanya Fikri yang antusias seperti mendapat mainan baru "Dia ditempatkan di belakang mobil agar bisa terlindungi angin. Cengkeramannya tidak kuat, hanya dilapisi lem seperti lem alteco.""Loh, kalau tidak bisa lepas bagaimana?" tanya Adi yang mengernyit heran, pasalnya lem itu ter
"Kau terlalu banyak mengeluh, harusnya kondisi istrimu bisa menjadi motivasi untukmu. Atau kuhadirkan juga anakmu yang masih bayi?" ancam Abimanyu. "Aku tidak akan tergerak kalau belum melihat secara langsung bagaimana kondisi istriku, juga tidak akan termotivasi kalau belum berbincang dengannya," ujar Bram dengan keras kepala. "aish! baiklah!" dengus Abimanyu akhirnya mengalah. "Sakti, Ijal ... Bawa dia bertemu istrinya, biar dia puas melihat keadaan istrinya. Ketika pergi ke sana pastikan tangan dan kakinya terikat biar tidak kabur, matanya juga ditutup biar tidak tahu kondisi jalan!" perintah Abimanyu yang tidak sabar mendengar rengekan Bram. Setelah mengatakan itu, Abimanyu kembali lagi ke ruang pribadinya, sementara Bram tersenyum. Ternyata hanya sebatas ini kemampuan Abimanyu dalam mendengarkan keluhannya, dia hanya mengikuti saja pengaturan lelaki itu ketika para pengawal itu langsung meraih tangannya untuk memasang borgol dan menutup matanya dengan kain hitam. Para pengawa
"Sakti?!" ujar Abimanyu yang melihat siapa yang mengetuk ruang pribadinya ini. "Selamat sore, Pak?" sapa Sakti yang melihat Abimanyu tengah bersantai duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. "Ada apa?" tanya lelaki itu masih fokus dengan ponselnya. "Pak Bram memaksa untuk bertemu dengan anda, Pak." Mendengar perkataan Sakti, Abimanyu berhenti menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, spontan lelaki itu menatap Sakti dengan tatapan garang. "Bukankah sudah kukatakan? kalau dia tidak boleh menemui ku kalau tugasnya dalam menstabilkan harga saham sudah berhasil, ini apa? belum ada kemajuan apa-apa," ujar Abimanyu dengan marah. "Justru itu yang akan dikatakan dan didiskusikan oleh pak Bram kepada anda, Pak." "Tidak ada negosiasi apalagi diskusi. Usir dia dari sini. Kenapa kau bawa dia ke sini tanpa bilang padaku dulu, Ha? kamu ini terlalu lancang, Sakti!" Abimanyu bertambah marah mendengarnya. "Situasi di perusahaan terlalu rumit, Pak. Bapak tidak bisa membuat hal
Pulang kerja, seperti hari kemarin Bram dikawal oleh beberapa orang dan disupiri oleh supir baru yang juga tidak Bram kenal. Apalagi selama beberapa hari ini mereka juga tidak berinteraksi, Bram juga malas untuk bertegur sapa dengan mereka. "Antarkan saya ke tempat Abimanyu!" perintah Bram. "Bukankah Pak Abimanyu mengatakan dengan jelas, Pak Bram boleh menemuinya jika pekerjaan pak Bram selesai. Ini belum ada apa-apanya jadi pak Bram tidak berhak bertemu pak Abimanyu," ujar supir itu dengan tegas. "Kamu itu hanya sekedar supir, jadi tidak perlu mendikte saya. Saya tidak akan menyelesaikan tugas dari Abimanyu. Terserah dia sekarang, saya juga sudah buntu! saya mana bisa bekerja sendiri, saya akan bilang sama dia untuk memberi saya tim." "Ingat, Pak. Bapak harus keluarkan semua potensi dan usaha. Karena taruhannya nyawa istri dan anak bapak." "Keluarkan potensi dan usaha apa? sementara saya tidak boleh menghubungi siapapun. Memangnya saya bisa menyulap dengan sendiri nilai sah
Mang Giman selalu membersihkan ruangan Bram pukul tujuh pagi sebelum semua karyawan datang ke kantor. Dia membersihkan ruangan Bram seperti biasa dan tidak mencurigakan, ketika dia sedang mengelap-elap meja dan merapikan dokumen diatas meja, dia segera meletakkan surat ber amplop putih itu di atas meja dekat kotak tissue. Lelaki itu menahan napas ketika melakukan itu semua, segera dia cepat-cepat keluar dan masuk toilet, di sana dia menghela napas sekuat-kuatnya, sangat ketakutan karena dia merasa gerak-geriknya dipantau dari jarak jauh oleh orang yang tidak diketahui siapa. Sungguh misterius dan menakutkan untuk orang awam seperti dia. Jam menunjukan pukul delapan pagi, semua karyawan sudah berdatangan dan sudah masuk ke ruangan kerja masing-masing. Bram sendiri datang sekitar jam setengah sembilan pagi. Ketika masuk ruangan, dia terus berkutat pada dokumen, sungguh tidak ada pegawai atau orang suruhan yang kompeten yang dia percaya sekarang. "Pak Bram, ini sudah seminggu, tetapi
Sudah tiga hari Bram bekerja mengurus perusahannya, tetapi tidak ada perubahan sama sekali pada peningkatan nilai saham. Abimanyu sendiri mengatakan jika semua pegawai dan kolega Bram sudah dimutasi bahkan sudah dipecat dari perusahaan. Bram sendiri yang terpaksa menandatangani surat pemecatan mereka, pasalnya Abimanyu mengancam tidak akan memberikan makanan apapun pada Dhea jika dia tidak mengikuti semua perintah lelaki itu. Bram memang masuk ke kantor tetapi tetap saja rasanya seperti dipenjara. Dia tidak bisa mengontak siapapun dan meminta bantuan siapapun. Semua pekerja yang ada di kantor ini diduduki oleh orang-orang baru atau orang lama memang sudah bersekongkol dengan Abimanyu. Bram duduk dengan frustasi dengan semua kondisi ini, bahkan Adi orang kanannya sekarang tidak tahu di mana. Abimanyu memberi batas sampai tiga Minggu untuk menstabilkan nilai saham dan melakukan peralihan pemilik perusahaan dalam waktu tiga bulan. Abimanyu juga tidak bisa terburu-buru agar apa yang t