Part 150"Abang! Kenapa malah Abang tarik?""Hush, kenapa, kenapa? dari tadi brisik banget! gak tahu apa aku sudah kangen banget?"Dhea terperangah menatap wajah suaminya yang ada di bawahnya. Lelaki ini, memanglah ..."Abang berbaring seperti ini nanti lukanya sakit," bisik wanita itu."Luka itu tidak terlalu menyakitkan. Masih menyakitkan jauh dari kamu selama tiga hari ini."Bram sangat menyukai situasi seperti ini, terutama senyum istrinya yang mengembang setelah mendengar perkataannya, mata bulat wanita itu sangat jernih berbinar dengan perasaan penuh."Dasar gombal," tepis Dhea sambil mencubit pinggang istrinya."Kalau gombal mana mungkin aku bela-belain jauh-jauh datang ke sini.""Iya deh, percaya ..."Bram yang dari tadi sudah menahan hasratnya, tak lagi menunda untuk meraih wajah istrinya dan melumat bibir istrinya dengan lembut. Awalnya lembut, tetapi lama-lama ciuman itu menuntut dan intens hingga Dhea kehabisan napas baru dilepaskan.Suara lonceng kembali menggema dari ara
Part 151"Abang, Abang begitu hapal tempat ini."Dhea mendekati suaminya yang masih berdiri memegang pagar balkon, wanita itu terkejut tatkala melihat wajah suaminya sudah basah oleh air mata."Abang? Kenapa Abang menangis? Apa ada sesuatu?""Ah, tidak! Abang hanya teringat sesuatu. Ayo, kita salat dulu," jawab Bram sambil menyusut air matanya dengan ibu jarinya."Ayo kita salat magrib dulu. Waktu salat sangat mepet," ujar lelaki itu sambil mendekati Dhea "Ayo, kita ke kamarku. Kamarku ada di sebelah sana."Bram tidak menjawab ucapan istrinya, dia hanya mengikuti dari belakang. Namun langkah lelaki itu begitu berhati-hati, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu."Masuk, Bang. Di sana kamar mandinya, Abang bisa mengambil wudhu di sana. Aku akan mengambil wudhu di kamar sebelah saja.""Oh, ternyata seperti ini suasana di dalam kamar ini? Masih bernuansa pink," gumam Bram, mata lelaki itu menelisik ke semua ruangan."Apa?" tanya Dhea yang tidak jelas mendengar perkataan suaminya."Ah, ti
Part 152"Iya, Abang kenal kan sama pak Ibrahim?""Kenal, kalau menurut pandangan Abang, Pak Ibrahim itu orang yang sangat teliti. Dia pasti tidak mudah percaya sama orang, baru ketemu denganmu kok sudah menganggapnya sebagai anak?""Yah, mungkin dia orang yang begitu. Tapi sepertinya ada alasannya, dan alasannya itu putrinya yang sudah meninggal.""Apa maksudmu?""Sejak pertama ketemu sama Fathan, lelaki itu memperhatikan diriku dengan seksama, aku risih kan? Tetapi ketika dia bilang aku sangat mirip dengan adiknya yang sudah meninggal dunia, aku jadi luluh. Maaf aku tidak memberi tahu Abang dulu kalau keluarga mereka sudah mengangkat ku jadi anak. Seharusnya sebelum mengambil keputusan itu aku ijin dulu sama Abang, cuma ya, saat itu aku terdesak, jadi ya mengiyakan saja. Apalagi pak Ibrahim begitu sedih ketika bertemu denganku, aku gak tega melihatnya.""Ya, itu terserah dengan keputusanmu, Sayang. Yang membuatku penasaran, apa benar yang mereka katakan, jika kamu itu mirip putri me
Part 153Tin ... Tin ...Kedua suami istri ini terkejut mana kala sebuah mobil menepi dan membunyikan klakson. Kaca jendela mobil terbuka menampilkan seorang lelaki tampan di balik kemudi."Hei, Pak Bram? Anda mau ke mana?""Pak Fathan? Anda sendiri mau ke mana?""Saya sebenarnya mau berkunjung ke kediaman Dek Dhea, tapi sepertinya kalian akan pergi, ya?""Iya, kami akan ke lantai, biasa ... Berburu kuliner," jawab Dhea dengan riang tanpa menyadari raut wajah suaminya sudah lain tatkala Fathan memanggil dek Dhea."Kalau begitu naik, akan saya antar ke tempat kuliner yang enak.""Oh ya? Ayo, Bang ... Kita numpang sama bang Fathan saja," ujar Dhea yang langsung mengamit dan menyeret tangan suaminya.Bram tak bisa mengelak walau rasa jengkel masih menggelayuti perasaannya apalagi ketiga Dhea memanggil Fathan dengan panggilan Abang. Dhea menempati tempat duduk di belakang, sementara Bram memilih duduk di sebelah Fathan, agar tidak terlihat tidak sopan jika dibelakang semua rasanya Fathan
Part 154"Itu sebenarnya bukan karena aku, dulu Kamelia sering berkunjung ke sini semasa hidupnya. Abang sudah beritahu, kan? Kalau Kamelia katanya mirip denganku. Lagian ada menu favorit Kamelia yang juga sangat aku sukai di sini. Walaupun baru sekali makan, aku juga sangat suka.""Apa?""Nama makanannya Sop kerang.""Sop Kerang?!""Iya, Abang tahu makanan itu?"Bram bukannya menjawab pertanyaan Dhea, lelaki itu malah tersenyum tidak jelas, ketika Dhea mau protes, Fathan datang membawa tiga gelas teh tarik yang dibawanya dengan baki."Eh, juragan sudah alih profesi jadi pelayan?" canda Dhea "Buat adik kecil apa yang nggak, sih?" Kedua insan itu tertawa dengan kelakar masing-masing, di belakang Fathan sudah berdiri dua orang pelayan yang membawakan makanan laut beraneka macam."Wuah,banyak sekali menu makanan di sini?" sambut Bram dengan tatapan mata lapar."Lah, mana makanan favorite ku?" protes Dhea setelah tidak melihat ada makanan yang kini menjadi favoritnya."Sabar, Pakcik se
Part 155Part 155Terus, jika Lia sudah meninggal, siapa Adelia? Tangan Bram mengepal dengan erat. Dia jadi tidak sabaran untuk menyelidiki hal yang sebenarnya terjadi. Setelah makan, dia akan membujuk Fathan mengantarkan mereka ke makam Kamelia.Setelah sarapan yang sudah cukup kesiangan itu, ternyata Dhea sudah berinisiatif pada Fathan untuk mengunjungi makam Kamelia, Bram sedikit lega karena dia tidak perlu mengatakannya. Bagaimanapun, dia sungguh ingin menjaga perasaan istrinya, seandainya memang Kamelia adalah Lia yang sebenarnya, dia harus cukup mengikhlaskan kepergiannya. Mungkin ini bentuk kasih sayang Allah, disaat gadis cinta pertamanya kembali ke sisi-Nya, Allah memberikan istri yang katanya wajahnya mirip wanita itu.Jika benar Lia mirip dengan Dhea, ah ... alangkah cantiknya gadis itu. Suaranya yang ceria dan penuh tawa, dipadukan dengan wajah cantik dengan mata bulat Dhea, tentu akan sangat membuatnya hangat dan bahagia. Bram kembali mengusap wajahnya, sudah berapa kali
part 156"Kita mau ke mana dulu?" tanya Fathan ketika mereka dalam perjalanan setelah mengunjungi makam Kamelia."Terserah Kak Fathan saja," ujar Dhea dengan lesu. Wanita dari tadi hanya memandang bukit pemakaman, walaupun tempat itu kini tidak terlihat lagi, tetapi pandangannya masih mengarah ke sana."Pak Bram? kita mau ke mana?""Terserah anda saja, Pak Fathan.""Eh? kalian suami istri kompak sekali. kenapa kalian jadi lesu seperti ini setalah dari pemakaman, apa kalian lapar? kita cari restoran dulu, ya?""Terserah saja," jawab Dhea dan Bram kompak tanpa disengaja.Menyadari semua itu, Bram dan Dhea saling berpandangan, keduanya akhirnya tersenyum simpul."Apa kau lapar, Sayang?""Tidak begitu, aku justru ngantuk.""Kita makan dulu, baru kita ke pantai, snorkeling, berenang ... sudah itu baru cari hotel buat menginap," ujar Bram.Sebenarnya kalau dituruti Bram juga tidak bergairah, dia sedang dilanda kesedihan yang hanya dia sendiri yang tahu rasanya. Tetapi bagaimanapun istriny
Part 157Semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga, ternyata bukan hanya keluarga inti, tetapi para sepupu juga diundang ke sana. Bram yang datang terakhir berjalan mengambil tempat yang memang sudah disediakan oleh para pelayan di rumah ini. Arjuna yang datang duluan tersenyum sumringah melihat Dhea yang sudah lama tak terlihat."Dhea, duduk di sini," ujar Arjuna sambil menunjuk sofa yang masih kosong di sebelahnya. sebelum Dhea duduk di sebelah lelaki itu, Bram yang sangat tidak senang melihat kelakuan adiknya ini menyerobot duduk di sebelah Arjuna, membuat pemuda itu menampilkan raut cemberut kepadanya."Sayang, duduk di sini," ujar Bram sambil meraih tangan istrinya secara posesif."Dhea, bagaimana kabarmu? kenapa lama sekali di Batam?" tanya Arjuna."Disana langsung mengerjakan proyek, Kak. jadi cukup lama.""Aku dengar ada yang nggak sabar sampai menyusul ke sana," sindir Arjuna."Kamu kenapa? ya wajar lah namanya kangen sama istri sendiri," jawab Bram sambil menatap pemuda
Menjelang waktu yang direncanakan, para anggota organisasi Gir sudah berdatangan ke Indonesia memakai paspor turis, dengan penerbangan berbeda. mereka sudah memesan hotel yang sama dengan rekomendasi Adi melalui online. Sampai pukul satu delapan malam, semua sudah berdatangan. Adi sendiri menyewa aula diskotik untuk party umum yang pesertanya hanya diundang tamu-tamu hotel yang memiliki tiket masuk, dan mereka yang masuk hanya anggota Gir. Sehingga party ini tidak dicurigai sebagai pertemuan rahasia yang berpotensi membahayakan keamanan, karena party diadakan secara natural untuk menyambut turis asing. Adi tersenyum lega melihat orang-orang yang dulu menjadi rekan kerjanya, mereka berpelukan seperti layaknya teman sudah lama tidak bertemu. "Kami datang semua untuk mendukungmu, Di," ujar Michael dengan bahasa Inggris. Michael kini menjadi ketua organisasi, mantan tentara Amerika itu masih aktif di organisasi tersebut. "Aku juga membawa semua anggota baru, perkenalkan ...." Mich
Bram menghela napas berat, dibelainya rambut istrinya yang kusut karena lama hanya melakukan aktifitas berbaring. "Sayang, Abang akan secepatnya datang menjemputmu. Sekarang masih belum bisa, Abang hanya menjengukmu, kuatir dengan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bram dengan hati-hati. Dhea hanya diam menatap wajah suaminya dengan kecewa, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Apanya yang baik-baik saja? situasinya bahkan lebih kejam dari ketika dia dipenjara dulu. Rasa kangennya yang tidak tertahan pada putranya membuatnya sulit memejamkan matanya setiap malam. Perasaan ditinggalkan oleh suaminya mengikis rasa kepercayaannya sedikit demi sedikit, sudah seminggu lebih, tetapi apakah Bram tidak bisa mengatasi masalah di perusahan? apakah pria di depannya ini sengaja memilih kekuasaan dan hartanya daripada dia? Dhea menggeleng pelan untuk menghilangkan prasangkanya. "Percayalah pada Abang, doakan Abang agar cepat membawa Dhea dari tempat ini. Abang sangat merindukan Dhea, b
Dhea hanya bisa berbaring di tempat tidur yang cukup besar dan mewah, kasurnya empuk, kamarnya luas dengan kamar mandi yang juga cukup mewah. Tidak kalah dengan kondisi di rumah Bram dulu. Dia hanya bisa berbaring dan tidak banyak melakukan aktifitas sepanjang hari untuk menghemat tenaga. Dua butir telur rebus dan setengah liter air mineral yang dijatah kepadanya sekarang sungguh benar-benar tidak akan cukup untuk melakukan aktivitas yang lebih dari itu. Apalagi awal-awal dia hanya mengkonsumsi tiga butir telur, rasanya hampir tiga malam dia tidak bisa tidur karena kelaparan. Semakin ke sini, tubuhnya sudah terbiasa, tetapi dia juga harus menghemat energi. Sedang hari ini, dia hanya menerima jatah dua butir telur. Ini baru hari ke tujuh, tetapi rasanya sudah sangat menyiksa. Lebih tersiksa dari kondisinya di penjara dulu, padahal dulu dia sama sekali menempati kamar yang tidak layak sama sekali. Dulu dalam satu ruangan hanya ada satu buah kasur singel, yang dihuni oleh enam orang
Niko dengan serius memantau dua komputer sekaligus, rute pelacak yang ada pada Bram, serta navigasi robot kecilnya yang terus terbang di udara. Dalam dua puluh menit, robot itu sudah menyusul mobil yang membawa Bram ke arah barat daerah Banten."Cepat sekali dia menyusul," ujar Fikri i yang juga ikut memantau gerakan robot itu."Dia terbang, bukan jalan. dalam waktu satu menit sudah mencapai belasan kilometer," ujar Adi mengkomentari omongan Fikri, sementara Niko tetap serius menggerakkan kursor mouse untuk mengendalikan robot kecilnya."Kita keluarkan cengkeraman pada robot itu agar menempel di mobil itu, untuk menghemat baterai," ujar Niko."Emang cengkeramannya sekuat apa? tidak takut diterbangkan angin?" tanya Fikri yang antusias seperti mendapat mainan baru "Dia ditempatkan di belakang mobil agar bisa terlindungi angin. Cengkeramannya tidak kuat, hanya dilapisi lem seperti lem alteco.""Loh, kalau tidak bisa lepas bagaimana?" tanya Adi yang mengernyit heran, pasalnya lem itu ter
"Kau terlalu banyak mengeluh, harusnya kondisi istrimu bisa menjadi motivasi untukmu. Atau kuhadirkan juga anakmu yang masih bayi?" ancam Abimanyu. "Aku tidak akan tergerak kalau belum melihat secara langsung bagaimana kondisi istriku, juga tidak akan termotivasi kalau belum berbincang dengannya," ujar Bram dengan keras kepala. "aish! baiklah!" dengus Abimanyu akhirnya mengalah. "Sakti, Ijal ... Bawa dia bertemu istrinya, biar dia puas melihat keadaan istrinya. Ketika pergi ke sana pastikan tangan dan kakinya terikat biar tidak kabur, matanya juga ditutup biar tidak tahu kondisi jalan!" perintah Abimanyu yang tidak sabar mendengar rengekan Bram. Setelah mengatakan itu, Abimanyu kembali lagi ke ruang pribadinya, sementara Bram tersenyum. Ternyata hanya sebatas ini kemampuan Abimanyu dalam mendengarkan keluhannya, dia hanya mengikuti saja pengaturan lelaki itu ketika para pengawal itu langsung meraih tangannya untuk memasang borgol dan menutup matanya dengan kain hitam. Para pengawa
"Sakti?!" ujar Abimanyu yang melihat siapa yang mengetuk ruang pribadinya ini. "Selamat sore, Pak?" sapa Sakti yang melihat Abimanyu tengah bersantai duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. "Ada apa?" tanya lelaki itu masih fokus dengan ponselnya. "Pak Bram memaksa untuk bertemu dengan anda, Pak." Mendengar perkataan Sakti, Abimanyu berhenti menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, spontan lelaki itu menatap Sakti dengan tatapan garang. "Bukankah sudah kukatakan? kalau dia tidak boleh menemui ku kalau tugasnya dalam menstabilkan harga saham sudah berhasil, ini apa? belum ada kemajuan apa-apa," ujar Abimanyu dengan marah. "Justru itu yang akan dikatakan dan didiskusikan oleh pak Bram kepada anda, Pak." "Tidak ada negosiasi apalagi diskusi. Usir dia dari sini. Kenapa kau bawa dia ke sini tanpa bilang padaku dulu, Ha? kamu ini terlalu lancang, Sakti!" Abimanyu bertambah marah mendengarnya. "Situasi di perusahaan terlalu rumit, Pak. Bapak tidak bisa membuat hal
Pulang kerja, seperti hari kemarin Bram dikawal oleh beberapa orang dan disupiri oleh supir baru yang juga tidak Bram kenal. Apalagi selama beberapa hari ini mereka juga tidak berinteraksi, Bram juga malas untuk bertegur sapa dengan mereka. "Antarkan saya ke tempat Abimanyu!" perintah Bram. "Bukankah Pak Abimanyu mengatakan dengan jelas, Pak Bram boleh menemuinya jika pekerjaan pak Bram selesai. Ini belum ada apa-apanya jadi pak Bram tidak berhak bertemu pak Abimanyu," ujar supir itu dengan tegas. "Kamu itu hanya sekedar supir, jadi tidak perlu mendikte saya. Saya tidak akan menyelesaikan tugas dari Abimanyu. Terserah dia sekarang, saya juga sudah buntu! saya mana bisa bekerja sendiri, saya akan bilang sama dia untuk memberi saya tim." "Ingat, Pak. Bapak harus keluarkan semua potensi dan usaha. Karena taruhannya nyawa istri dan anak bapak." "Keluarkan potensi dan usaha apa? sementara saya tidak boleh menghubungi siapapun. Memangnya saya bisa menyulap dengan sendiri nilai sah
Mang Giman selalu membersihkan ruangan Bram pukul tujuh pagi sebelum semua karyawan datang ke kantor. Dia membersihkan ruangan Bram seperti biasa dan tidak mencurigakan, ketika dia sedang mengelap-elap meja dan merapikan dokumen diatas meja, dia segera meletakkan surat ber amplop putih itu di atas meja dekat kotak tissue. Lelaki itu menahan napas ketika melakukan itu semua, segera dia cepat-cepat keluar dan masuk toilet, di sana dia menghela napas sekuat-kuatnya, sangat ketakutan karena dia merasa gerak-geriknya dipantau dari jarak jauh oleh orang yang tidak diketahui siapa. Sungguh misterius dan menakutkan untuk orang awam seperti dia. Jam menunjukan pukul delapan pagi, semua karyawan sudah berdatangan dan sudah masuk ke ruangan kerja masing-masing. Bram sendiri datang sekitar jam setengah sembilan pagi. Ketika masuk ruangan, dia terus berkutat pada dokumen, sungguh tidak ada pegawai atau orang suruhan yang kompeten yang dia percaya sekarang. "Pak Bram, ini sudah seminggu, tetapi
Sudah tiga hari Bram bekerja mengurus perusahannya, tetapi tidak ada perubahan sama sekali pada peningkatan nilai saham. Abimanyu sendiri mengatakan jika semua pegawai dan kolega Bram sudah dimutasi bahkan sudah dipecat dari perusahaan. Bram sendiri yang terpaksa menandatangani surat pemecatan mereka, pasalnya Abimanyu mengancam tidak akan memberikan makanan apapun pada Dhea jika dia tidak mengikuti semua perintah lelaki itu. Bram memang masuk ke kantor tetapi tetap saja rasanya seperti dipenjara. Dia tidak bisa mengontak siapapun dan meminta bantuan siapapun. Semua pekerja yang ada di kantor ini diduduki oleh orang-orang baru atau orang lama memang sudah bersekongkol dengan Abimanyu. Bram duduk dengan frustasi dengan semua kondisi ini, bahkan Adi orang kanannya sekarang tidak tahu di mana. Abimanyu memberi batas sampai tiga Minggu untuk menstabilkan nilai saham dan melakukan peralihan pemilik perusahaan dalam waktu tiga bulan. Abimanyu juga tidak bisa terburu-buru agar apa yang t