Part 119"Kalian akan menginap di sini, kan? Inah sudah membersihkan kamarmu, menginaplah sampai resepsi pernikahan kalian selesai," ujar Hanggono. Sejak Bram berusia dua puluh lima tahun, lelaki itu tidak mau lagi tinggal bersama kakeknya, alasannya jarak rumah kakeknya dan kantor barunya sangat jauh, dia hany akan mengunjungi kakek dan neneknya di akhir pekan atau kadang sampai sebulan sekali."Baiklah, Kek. Tapi dalam dua hari ini, Dhea Adan aku akan mengunjungi ibunya, besok ibunya akan kemoterapi.""Ya, Asal kalian pulang ke sini. Ibunya sakit apa? Sekalian saja keluarganya diundang, biar Pak Maman yang menemui keluarganya.""Ibunya sakit kanker, sedang dirawat di rumah sakit Dharmais. Dhea anak yatim sejak delapan tahun yang lalu, saat itu dia mengalami kecelakaan yang menyebabkan ayah dan kedua adiknya meninggal dunia, sekarang wanita itu hanya memiliki seorang ibu yang juga tengah sakit."Sore itu Bram berbincang santai di gazebo belakang rumah kakeknya, sambil menikmati semi
Part 120Dhea yang memiliki reflek bagus, segera melawan lelaki yang meraih lehernya dan menodong dengan sebilah pisau, kontan saja dia mengarahkan tendangan kerasnya ke arah selangkangan lawan, sehingga lelaki itu terjatuh dan pisau ditangannya terpental dengan suara kesakitan yang tak terkira. Lelaki itu berguling memegangi asetnya yang mungkin kini bengkak parah."Jangan bergerak. Bergerak se inci saja, nyawa perempuan ini melayang!" ancam pria tinggi besar yang kini sedang menodongkan pistol ke arah Sania.Kalau Dhea sendiri yang menghadapi mereka, Dhea tidak gentar untuk bertarung. Tetapi ini melibatkan Sania, gadis itu juga tampak begitu ketakutan di dalam cengkeraman lelaki itu. Dhea tidak berdaya melihat Sania yang berwajah cemas dan takut itu."Bawa perempuan itu ke mobil itu, yang satunya ke sana. Ikat dia dengan kuat," perintah lelaki yang menodongkan Sania pistol, tangan satunya meraih tas sandang gadis itu.Dia orang lelaki langsung meraih tubuh Sania, salah satu diantar
Part 121Alangkah terkejutnya Bram ketika melihat tas Dhea dan Sania ada di dalam sana, tas Dhea berpendar-pendar cahaya sepertinya itu ponsel, ketika Bram menelpon Sania juga, sepertinya ponsel kedua wanita yang dia sayangi ada di sana."Aish, shiit!" umpat lelaki itu."Kenapa ponsel mereka berdua terkurung di dalam mobil? Apa itu sebabnya mereka tidak mengangkat telponku?"Bram segera menghubungi Amar Ghani, manajer mall ini. Karena sebenarnya mall ini adalah bagian dari perusahaan HG Aditama grup, milik kakeknya Hanggono Aditama."Amar, aku diparkiran mall! Cepat kamu ke sini!" perintah Bram to the point."Pak Bram? Iya, pak. Saya segera ke sana!" Belum sampai sepuluh menit, Amar, seorang pria berusia empat puluh tahunan datang menemui Bram, lelaki ini sendiri heran, kenapa cucu pemilik perusahaan datang bahkan ingin menemuinya diparkiran."Pak Bram? Kenapa bapak di sini! Mari, Pak. Silahkan kita bertemu di ruangan saya," ujar lelaki itu dengan sopan."Amar, aku tidak mau menemui
Part 122 Dhea terbangun saat mobil mengerem dengan kuat, kepalanya bahkan terantuk kursi di depannya. Kedua matanya yang tertutup sangat sulit mengenali lingkungan sekitar, ini masih siang atau sudah malam? "Kenapa berhenti di sini, Bang?" tanya salah seorang. "Aku akan membeli ponsel. Jay, Ragat, kau tinggal di sini, jagain gadis ini. Aku sama Arlan akan turun sebentar," perintah lelaki yang dipanggil bang. "Oke, Bang." Setelah kepergian dua orang itu, suasana kembali hening, dua orang yang berjaga sama sekali tidak bercakap-cakap. Sekitar lima belas menit kemudian, kedua orang itu telah kembali. "Ini, ambil ponsel ini satu-satu buat kalian, sudah ku isi kartu SIM-nya." "Oh, baik Bang. Ini HP mahal, Bang. Harganya lima jutaan ini," seru salah satu dari mereka. "Iya, ambillah. Aku sudah bilang, jika melakukan aksi apapun jangan membawa ponsel atau alat komunikasi apapun, kita bisa dilacak. Zaman sekarang sudah canggih, makanya kita letakkan saja ponsel kita di rumah." "Iya
Part 123Kediaman tuan Hanggono Aditama jelas gempar ketika menerima telpon dari Bram jika Sania dan Dhea diculik. Nyonya Hartina bahkan sampai lemas memikirkan cucu dan cucu menantunya itu, mereka wanita yang masih muda dan sangat cantik, bagaimana jika mereka berdua menjadi korban kejahatan dan diperkosa. Wanita tua itu menangis tidak berhenti, tiba-tiba darah tingginya kambuh dan harus dilarikan ke rumah sakit, sementara tuan Hanggono juga kesehatannya drop.Anggara sebagai anak satu-satunya itu disibukkan mengurus kedua orang tuanya, dibantu oleh semua pelayan di rumah keluarga ayahnya itu. Sementara Nirmala juga pura-pura ikut sibuk dan bersimpati terhadap musibah yang dialami oleh keluarga suaminya."Bram, apa yang terjadi? Kenapa Sania dan Dhea bisa diculik?" tanya Anggara melalui telpon pada putra sulungnya.Bram menjelaskan kronologis kenapa dia mengetahui Dhea dan Sania diculik pada ayahnya, jelas saja Anggara cemas, Sania adalah putrinya satu-satunya, dia selalu memanjaka
Part 124 "Pak, saya baru dapat kabar, kalau anggota kita yang di pelabuhan merak melihat ciri-ciri mobil yang sedang kita cari masuk ke kapal Ferry menuju Bakauheni." "Oh ya? Alhamdulillah!" Walaupun tidak sabar untuk segera menuju pelabuhan, namun Bram masih menyempatkan salat ashar berjamaah, setelah itu para pria itu langsung meluncur menuju pelabuhan. "Apa kau sudah menginstruksikan agar mobil itu ditahan agar tidak bisa masuk ke kapal?" tanya Bram. "Sudah terlambat, Pak. Mobil itu sudah masuk kapal sekarang, tetapi kami akan menahan di Bakauheni." "Bagus, ayo cepat kita ke sana, semoga ada kapal berikutnya." "Kapal berikutnya akan berlayar tiga jam lagi, Pak." "Kalau gitu kita sewa kapal yacht saja." "Siap, Pak. Saya telpon dulu penyedia jasanya." ***** "Bang Marco?" "Mobilmu sudah naik kapal?" "Sudah, Bang." "Anak dan istrimu ke mana?" "Mereka sedang di geladak utama." "Baik. Jay, Ragat, segera kau pindahkan perempuan itu ke mobil Ramdani. Arlan, kau copot plat p
Part 125 Malam ini Bram terpaksa menginap di hotel Novotel Bandar Lampung, sambil menunggu informasi selanjutnya. Hari sudah pukul setengah delapan malam ketika dia selesai mengunjungi Niko, anak itu berada di kota Palembang saat ini. Bram meminta Niko cukup standby di markasnya, untuk melacak keberadaan istri dan adiknya jika sudah mendapatkan informasi terbaru. "Pak Bram?" panggil Adi ketika memasuki kamar hotel, lelaki itu memiliki kartu kamar Bram sehingga bebas keluar masuk. "Ya," jawab Bram yang tengah membaringkan tubuhnya yang terasa penat. "Pak, ada informasi penting." "Katakan!" ujar Bram tidak sabaran, tubuhnya yang tadi berbaring kini langsung berdiri dan duduk di sofa yang berada di kamar itu. "Ini cctv gerbang masuk ke pelabuhan merak dan gerbang keluar dari Bakauheuni." Adi menyerahkan rekaman cctv yang masih berada di ponselnya. "Ya, apa ini? Apa yang kalian temukan?" tanya Bram penasaran karena belum memahami isi rekaman yang hanya terdiri dari keluar masuk m
Part 126 Sepanjang jalan Bram merenung memikirkan nasib yang kini tengah menimpanya. "Kira-kira siapa yang mencoba menggangguku kali ini," tanya Bram sebenarnya ditujukan pada dirinya sendiri, tetapi karena Adi berada di sampingnya, tentu lelaki itu menanggapi. "Sudah pasti musuh anda, Pak?" "Tapi siapa? Apa Frans? Dia dulu mengancam akan menghancurkan kebahagiaanku." "Bisa jadi dia, bisa jadi juga yang lain, banyak orang yang iri dengan kedudukan anda." "Iya, tapi siapa? Apa Nirmala, Ajisaka? Om Sayuti? Hanafi?" "Ya, orang-orang yang anda sebut itu, termasuk orang yang iri terhadap capaian anda." "Apa Arjuna? Lingga?" "Kalau Lingga tidak mungkin, Pak. Lelaki itu sangat mencintai nona Sania, dia juga berteman dengan Bu Dhea." "Huh, mencintai tapi malah menenggelamkan ke laut, sungguh tidak masuk akal," dengus Bram. "Apalagi, Pak Arjuna, dia sepertinya tidak berani melakukan itu, secara saya lihat dia juga suka sama Bu Dhea." "Adi, Adi! Hati orang siapa yang tahu? Siapa ta
Menjelang waktu yang direncanakan, para anggota organisasi Gir sudah berdatangan ke Indonesia memakai paspor turis, dengan penerbangan berbeda. mereka sudah memesan hotel yang sama dengan rekomendasi Adi melalui online. Sampai pukul satu delapan malam, semua sudah berdatangan. Adi sendiri menyewa aula diskotik untuk party umum yang pesertanya hanya diundang tamu-tamu hotel yang memiliki tiket masuk, dan mereka yang masuk hanya anggota Gir. Sehingga party ini tidak dicurigai sebagai pertemuan rahasia yang berpotensi membahayakan keamanan, karena party diadakan secara natural untuk menyambut turis asing. Adi tersenyum lega melihat orang-orang yang dulu menjadi rekan kerjanya, mereka berpelukan seperti layaknya teman sudah lama tidak bertemu. "Kami datang semua untuk mendukungmu, Di," ujar Michael dengan bahasa Inggris. Michael kini menjadi ketua organisasi, mantan tentara Amerika itu masih aktif di organisasi tersebut. "Aku juga membawa semua anggota baru, perkenalkan ...." Mich
Bram menghela napas berat, dibelainya rambut istrinya yang kusut karena lama hanya melakukan aktifitas berbaring. "Sayang, Abang akan secepatnya datang menjemputmu. Sekarang masih belum bisa, Abang hanya menjengukmu, kuatir dengan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bram dengan hati-hati. Dhea hanya diam menatap wajah suaminya dengan kecewa, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Apanya yang baik-baik saja? situasinya bahkan lebih kejam dari ketika dia dipenjara dulu. Rasa kangennya yang tidak tertahan pada putranya membuatnya sulit memejamkan matanya setiap malam. Perasaan ditinggalkan oleh suaminya mengikis rasa kepercayaannya sedikit demi sedikit, sudah seminggu lebih, tetapi apakah Bram tidak bisa mengatasi masalah di perusahan? apakah pria di depannya ini sengaja memilih kekuasaan dan hartanya daripada dia? Dhea menggeleng pelan untuk menghilangkan prasangkanya. "Percayalah pada Abang, doakan Abang agar cepat membawa Dhea dari tempat ini. Abang sangat merindukan Dhea, b
Dhea hanya bisa berbaring di tempat tidur yang cukup besar dan mewah, kasurnya empuk, kamarnya luas dengan kamar mandi yang juga cukup mewah. Tidak kalah dengan kondisi di rumah Bram dulu. Dia hanya bisa berbaring dan tidak banyak melakukan aktifitas sepanjang hari untuk menghemat tenaga. Dua butir telur rebus dan setengah liter air mineral yang dijatah kepadanya sekarang sungguh benar-benar tidak akan cukup untuk melakukan aktivitas yang lebih dari itu. Apalagi awal-awal dia hanya mengkonsumsi tiga butir telur, rasanya hampir tiga malam dia tidak bisa tidur karena kelaparan. Semakin ke sini, tubuhnya sudah terbiasa, tetapi dia juga harus menghemat energi. Sedang hari ini, dia hanya menerima jatah dua butir telur. Ini baru hari ke tujuh, tetapi rasanya sudah sangat menyiksa. Lebih tersiksa dari kondisinya di penjara dulu, padahal dulu dia sama sekali menempati kamar yang tidak layak sama sekali. Dulu dalam satu ruangan hanya ada satu buah kasur singel, yang dihuni oleh enam orang
Niko dengan serius memantau dua komputer sekaligus, rute pelacak yang ada pada Bram, serta navigasi robot kecilnya yang terus terbang di udara. Dalam dua puluh menit, robot itu sudah menyusul mobil yang membawa Bram ke arah barat daerah Banten."Cepat sekali dia menyusul," ujar Fikri i yang juga ikut memantau gerakan robot itu."Dia terbang, bukan jalan. dalam waktu satu menit sudah mencapai belasan kilometer," ujar Adi mengkomentari omongan Fikri, sementara Niko tetap serius menggerakkan kursor mouse untuk mengendalikan robot kecilnya."Kita keluarkan cengkeraman pada robot itu agar menempel di mobil itu, untuk menghemat baterai," ujar Niko."Emang cengkeramannya sekuat apa? tidak takut diterbangkan angin?" tanya Fikri yang antusias seperti mendapat mainan baru "Dia ditempatkan di belakang mobil agar bisa terlindungi angin. Cengkeramannya tidak kuat, hanya dilapisi lem seperti lem alteco.""Loh, kalau tidak bisa lepas bagaimana?" tanya Adi yang mengernyit heran, pasalnya lem itu ter
"Kau terlalu banyak mengeluh, harusnya kondisi istrimu bisa menjadi motivasi untukmu. Atau kuhadirkan juga anakmu yang masih bayi?" ancam Abimanyu. "Aku tidak akan tergerak kalau belum melihat secara langsung bagaimana kondisi istriku, juga tidak akan termotivasi kalau belum berbincang dengannya," ujar Bram dengan keras kepala. "aish! baiklah!" dengus Abimanyu akhirnya mengalah. "Sakti, Ijal ... Bawa dia bertemu istrinya, biar dia puas melihat keadaan istrinya. Ketika pergi ke sana pastikan tangan dan kakinya terikat biar tidak kabur, matanya juga ditutup biar tidak tahu kondisi jalan!" perintah Abimanyu yang tidak sabar mendengar rengekan Bram. Setelah mengatakan itu, Abimanyu kembali lagi ke ruang pribadinya, sementara Bram tersenyum. Ternyata hanya sebatas ini kemampuan Abimanyu dalam mendengarkan keluhannya, dia hanya mengikuti saja pengaturan lelaki itu ketika para pengawal itu langsung meraih tangannya untuk memasang borgol dan menutup matanya dengan kain hitam. Para pengawa
"Sakti?!" ujar Abimanyu yang melihat siapa yang mengetuk ruang pribadinya ini. "Selamat sore, Pak?" sapa Sakti yang melihat Abimanyu tengah bersantai duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. "Ada apa?" tanya lelaki itu masih fokus dengan ponselnya. "Pak Bram memaksa untuk bertemu dengan anda, Pak." Mendengar perkataan Sakti, Abimanyu berhenti menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, spontan lelaki itu menatap Sakti dengan tatapan garang. "Bukankah sudah kukatakan? kalau dia tidak boleh menemui ku kalau tugasnya dalam menstabilkan harga saham sudah berhasil, ini apa? belum ada kemajuan apa-apa," ujar Abimanyu dengan marah. "Justru itu yang akan dikatakan dan didiskusikan oleh pak Bram kepada anda, Pak." "Tidak ada negosiasi apalagi diskusi. Usir dia dari sini. Kenapa kau bawa dia ke sini tanpa bilang padaku dulu, Ha? kamu ini terlalu lancang, Sakti!" Abimanyu bertambah marah mendengarnya. "Situasi di perusahaan terlalu rumit, Pak. Bapak tidak bisa membuat hal
Pulang kerja, seperti hari kemarin Bram dikawal oleh beberapa orang dan disupiri oleh supir baru yang juga tidak Bram kenal. Apalagi selama beberapa hari ini mereka juga tidak berinteraksi, Bram juga malas untuk bertegur sapa dengan mereka. "Antarkan saya ke tempat Abimanyu!" perintah Bram. "Bukankah Pak Abimanyu mengatakan dengan jelas, Pak Bram boleh menemuinya jika pekerjaan pak Bram selesai. Ini belum ada apa-apanya jadi pak Bram tidak berhak bertemu pak Abimanyu," ujar supir itu dengan tegas. "Kamu itu hanya sekedar supir, jadi tidak perlu mendikte saya. Saya tidak akan menyelesaikan tugas dari Abimanyu. Terserah dia sekarang, saya juga sudah buntu! saya mana bisa bekerja sendiri, saya akan bilang sama dia untuk memberi saya tim." "Ingat, Pak. Bapak harus keluarkan semua potensi dan usaha. Karena taruhannya nyawa istri dan anak bapak." "Keluarkan potensi dan usaha apa? sementara saya tidak boleh menghubungi siapapun. Memangnya saya bisa menyulap dengan sendiri nilai sah
Mang Giman selalu membersihkan ruangan Bram pukul tujuh pagi sebelum semua karyawan datang ke kantor. Dia membersihkan ruangan Bram seperti biasa dan tidak mencurigakan, ketika dia sedang mengelap-elap meja dan merapikan dokumen diatas meja, dia segera meletakkan surat ber amplop putih itu di atas meja dekat kotak tissue. Lelaki itu menahan napas ketika melakukan itu semua, segera dia cepat-cepat keluar dan masuk toilet, di sana dia menghela napas sekuat-kuatnya, sangat ketakutan karena dia merasa gerak-geriknya dipantau dari jarak jauh oleh orang yang tidak diketahui siapa. Sungguh misterius dan menakutkan untuk orang awam seperti dia. Jam menunjukan pukul delapan pagi, semua karyawan sudah berdatangan dan sudah masuk ke ruangan kerja masing-masing. Bram sendiri datang sekitar jam setengah sembilan pagi. Ketika masuk ruangan, dia terus berkutat pada dokumen, sungguh tidak ada pegawai atau orang suruhan yang kompeten yang dia percaya sekarang. "Pak Bram, ini sudah seminggu, tetapi
Sudah tiga hari Bram bekerja mengurus perusahannya, tetapi tidak ada perubahan sama sekali pada peningkatan nilai saham. Abimanyu sendiri mengatakan jika semua pegawai dan kolega Bram sudah dimutasi bahkan sudah dipecat dari perusahaan. Bram sendiri yang terpaksa menandatangani surat pemecatan mereka, pasalnya Abimanyu mengancam tidak akan memberikan makanan apapun pada Dhea jika dia tidak mengikuti semua perintah lelaki itu. Bram memang masuk ke kantor tetapi tetap saja rasanya seperti dipenjara. Dia tidak bisa mengontak siapapun dan meminta bantuan siapapun. Semua pekerja yang ada di kantor ini diduduki oleh orang-orang baru atau orang lama memang sudah bersekongkol dengan Abimanyu. Bram duduk dengan frustasi dengan semua kondisi ini, bahkan Adi orang kanannya sekarang tidak tahu di mana. Abimanyu memberi batas sampai tiga Minggu untuk menstabilkan nilai saham dan melakukan peralihan pemilik perusahaan dalam waktu tiga bulan. Abimanyu juga tidak bisa terburu-buru agar apa yang t