14 Desember 2020
Nera tersenyum melihat rencana ini, meskipun mengancam nyawanya sendiri. Raga tidak sebodoh itu, atau mungkin dia memang bodoh, namun Ranggono masih mampu berpikir waras. Tidak mungkin Raga dibiarkan pergi menemui Nera yang dahulu pesaingnya, walaupun kini berstatus kekasih. Ranggono membalik keadaan menjadi mengancam. Sekarang pilihannya adalah tembak atau tahan. Bunuh atau lepaskan Nera.
Nera benar-benar terkepung. Dia melihat sekelilingnya, semua pasukannya sudah tergeletak tak berdaya. Tidak ada jalan keluar selain menyerah. "Sial, rupanya aku dijebak." Nera berkata dengan nada sedikit mengejek. Nyawanya berada di ujung tanduk, satu tembakan saja bisa membuatnya melayang. Mobil-mobil pasukan Ranggono mulai berdatangan, dan Nera tahu bahwa jika ia tidak menyerah, nyawanya tidak akan selamat.
"Aduh Tuan Putri, sayang sekali bahwa Om-om yang jaga telah meninggal. Kasian sekali," kata Ranggono dengan tertawa jahat. Dia sangat menyayangkan bahwa Nera terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Tanpa membawa banyak pasukan, dia menyerang Raga seolah Ranggono tidak pernah hidup di dunia ini. Bagaimanapun, Ranggono adalah kakak Raga yang memiliki tugas untuk melindungi dan menjaga komunitas agar tetap sejahtera dan tidak jatuh ke tangan musuh.
Nera berdiri di hadapan dua pilihan yang menakutkan: tembak atau mati. Dia berusaha membalik badannya, namun tepat saat itu, pistol yang menodongnya masih penuh terisi melepaskan tembakan yang mengenai pundak kirinya. Tubuhnya lemas dan terjatuh, dan dia telah menerima dua peluru yang masuk ke dalam tubuhnya.
Mobil yang baru saja datang langsung dimasuki oleh Ranggono. Para pasukan lainnya membawa Raga masuk ke dalam mobil yang lainnya. Mereka menggunakan teknik penghindaran polisi dengan berpencar. Ranggono sadar bahwa kehadirannya dan suara tembakan itu pasti akan menarik perhatian walaupun jalanan masih tidak terlalu ramai.
Mobil Xpander yang gagah ini mulai membuktikan dirinya. Melesat kencang tanpa mematuhi aturan lalu lintas, Raga masih belum sadarkan diri. Setelah beberapa kilometer, ada sebuah rumah besar yang dijaga ketat oleh pasukan-pasukan Raga. Sang pemilik komunitas ternama ini sangat pandai dalam kamuflase. Berdiri dengan gagah di tengah kerumunan masyarakat, namun tidak menimbulkan kecurigaan. Tentunya polisi setempat sudah diberikan suap agar tidak menghalangi aksi yang dilakukan Raga.
Ranggono berjalan menuju ruang keamanan. “Larang semua pasukan yang berniat masuk ke area rumah. Perintahkan mereka untuk tetap berada pada titik persembunyian masing-masing. Jangan ada yang menuju ke arah rumah.” ujarnya dengan bergegas. Ranggono menutup seluruh akses keluar masuk pada tempat ini, khawatir ada yang memanfaatkan momen ini untuk melakukan penyerangan karena Raga sedang dalam kondisi kritis.
Dokter pribadi yang milik Raga kemudian langsung menjemputnya dan membawanya ke ruangan khusus dirinya biasa merawat para pasukan. Dokter secara sigap membantu mengeluarkan Raga dari mobil dan memulai penanganan intens. Luka tusuknya membuahkan darah selama perjalanan, membasahi dalam mobil dengan bau darah segar yang tidak sedap.
"Untuk saat ini, sampai waktu yang belum ditentukan, saya akan memimpin komunitas ini. Sampai Raga siap kembali, saya akan terus menjadi pemimpin komunitas ini." Ranggono mengumumkan melalui saluran yang menyebar ke seluruh sudut ruangan. Memberitahukan kepada pasukan-pasukannya.
Ranggono menghembuskan napas panjang, tanda kelelahan yang ia rasakan. Dia tak bisa berhenti berpikir tentang adiknya yang sedang berada di ambang kematian, berjuang untuk bertahan hidup karena kekurangan darah. Dia merasa sedikit bersalah karena telah memperbolehkan Raga untuk menjadikan Nera sebagai kekasihnya. Walaupun sebenarnya ia selalu merasa ragu. Ragu-ragu itu pun terjawab saat ini.
Ranggono merencanakan untuk membalas dendam kepada komunitas Nera sebagai balasan atas yang terjadi kepada Raga. Hak komunitas Raga berada di tangan Ranggono, dan seluruh pasukannya menuruti semua perintah yang diberikan. Tentunya, Ranggono memanfaatkan kesempatan ini dengan sangat baik untuk membalas dendam dan menegakkan keadilan bagi komunitas Raga.
14 Desember 2020 Interpol Kevin Klause mendapatkan laporan bahwa ada keributan di tepi kota. Keributan itu dilaporkan oleh salah satu saksi mata yang melihat kejadian itu. Kevin kemuadian bergegas untuk menuju ke TKP. Mobil polisi itu mengeluarkan sirene untuk menyatakan keadaan darurat agar seluruh kendaraan membuka jalan. Kevin mulai menancapkan gasnya dengan kencang. Inilah yang dimaksudkan dengan bakat racing seorang Interpol. Luar biasa kencang. Polisi luar negeri bersama jalanan rusak di Indonesia.Kevin bergegas keluar dari mobilnya melihat ada empat orang tergeletak di jalanan. “Kosongkan seluruh akses ke jalan ini!!” Kevin memerintahkan beberapa pasukannya untuk menutup jalan. “Telepon ambulan segera!!” Nadanya sangat keras karena kondisi yang tidak kondusif di TKP. Para pasukan lalu-lalang membersihkan TKP. Para penyidik mulai mengidentifikasi segala bukti yang ada untuk dijadikan alat penyidikan.Kevin mengamati sekitar untuk menduga siapa yang berbuat onar. Kanan dan kiri
20 Desember 2020Dokter keluar ruangan dengan diikuti asistennya. Abiwangsa masih duduk menantikan kabar terbaru dari Dokter. “Nera sudah sedikit membaik. Baru saja dia sadarkan diri.” Kali ini kabar baik membuat Abiwangsa tersenyum. Kekejaman dan pembunuh berdarah dingin hanya julukan untuk semua pesaingnya, namun untuk si anak gadisnya dia hanya bapak-bapak yang tidak berdaya apa-apa. “Terimakasih.” Abiwangsa segera masuk dengan tergesa-gesa.Pintu ruangan tebuka dan sedang terbaring Nera dengan beberapa bagian tubuhnya yang dibalut perban. Operasi yang dialaminya sangat berat. Tembakan itu mengenainya dengan jarak yang lumayan dekat. Nyawanya bisa saja tidak tertolong, bahkan peluang kematian Nera jauh lebih besar daripada Raga.“Gimana udah enakan?” Abiwangsa menanyakan Nera dengan nada yang khawatir. Nera hanya tersenyum kecil melihat raut wajah khawatir ayahnya. “Sejak kapan ayah mengkhawatirkanku? Pasti takut aku mati ya.”. Bersama dengan itu Nera berusaha untuk bangun dari tem
25 Desember 2020Kevin berkeliling menikmati suasana natal dan tahun baru. Orang-orang banyak yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Banyak juga hiasan natal disegala penjuru. “Sepertinya masih sama. Pembangunan gereja di sini masih sangat minim.” Kevin berkeluh dalam hati. Walaupun dirinya bukanlah umat yang patuh, tapi melihat agamanya sering jadi bahan permasalahan di negeri ini, tentunya Kevin turut bersedih. Berharap negeri adil kepada seluruh agama seperti janji dan sumpahnya pada Pancasila dan undang-undang.Masih melanjutkan perjalanannya dengan kecepatan yang rendah, mobil kesayangannya saat ini hanya berada di kecepatan 40 kilometer per jam. Disela kenikmatannya, Kevin melihat ada tiga mobil hitam yang sudah terparkir di kanan jalan. Tepatnya berada di sela-sela dua Gedung yang berdiri hampir sejajar. Bagian depan hanya terlihat cukup untuk dua mobil saja, namun bagian belakangnya mungkin muat untuk banyak mobil. “Gedung apa ini?” Kevin bergumam dalam hati. “Rasanya b
25 Desember 2020Abiwangsa menyiapkan pasukan untuk menyerang Ranggono dikediamannya. Sayangnya bukan hanya Raga yang memiliki bantuan polisi, Nera juga sudah menyuap polisi untuk tidak ikut campur masalah ini. Itulah mengapa laporan dari Kevin diabaikan begitu saja. Polisi daerah setempat tidak terlalu perduli pada laporan kosong itu. Mereka masih bersantai saja di kantor dan akan mulai bergerak sesuai kesepalatan dengan Abiwangsa.“Seluruh pasukan sudah bersiap?” Abiwangsa mengomandoi sendiri jalannya penyerangan ini.Ouh iya. Misi natal ini adalah misi yang luar biasa besarnya. Perencanaan balas dendam hanya dengan persiapan lima hari. Nera meminta Abiwangsa untuk turun langsung dengan menjadi pemimpin penyerangan. Abiwangsa tentu senang harus terlibat langsung. Semenjak kehadiran Nera dalam hidupnya, Abiwangsa tidak pernah lagi merasakan panasnya medan pertempuran. Si pembunuh berdarah dingin itu sepertinya sedang merindukan masa lalunya.“Pak semuanya siap.” Ajudan pribadinya itu
28 Desember 2020Tubuhnya kini memar sebagian. Mukanya sudah tidak beraturan lebam akibat pukulan dari para penjaga penjara. Jika satu lawan satu mungkin saja mereka sudah habis. Sayangnya tangan dan kaki diikat disebuah penyangga. Abiwangsa kemudian dihajar habis-habisan. Mereka semua tertawa, sedangkan Abiwangsa dalam hatinya penuh amarah luar biasa. Mungkin jika dia lepas nyawa para manusia-manusia itu sudah melayang entah kemana.Saat ini Abiwangsa hanya menikmati pandangan matanya yang sudah mulai membaik. Hidungnya masih terus mengeluarkan darah. Sedangkan lidahnya terus merasakan asin darah. Sungguh penyiksaan yang luar biasa. Rencana Abiwangsa untuk menyerang itu membuahkan sebuah kegagalan. Kegagalan besar. Persiapan lima hari ternyata tidak bisa membuat Ranggono hancur. Kehebatannya perlu diakui.Dari tangga turun Ranggono dengan membawa secangkir teh. Uapnya terlihat, sepertinya itu masih hangat. Atau saja baru dituangkan. Langkahnya semakin mendekat ke sel Abiwangsa. Tatap
26 Desember 2020Nera menyadari bahwa tindakan yang diperintahkannya berisiko sangat tinggi. Bisa saja itu membuat Abiwangsa tertangkap. Terlebih lagi sampai detik ini belum ada kabar dari ayahnya itu. Mungkin Ayahnya memerlukan waktu sedikit lebih lama. Atau juga barangkali ayahnya sedang menikmati kemenangannya.“Hei.” Nera memanggil dua ajudan yang ada di depannya itu. Mereka kemudian menanggapi panggilan dari Nera dan segera untuk menghadapnya.“Apakah sudah ada kabar?” Nera kemudian lanjut bertanya kepada ajudannya itu.“Belum tuan putri. Dari pasukan lain belum memberikan kabar juga.” Ajudan itu seperti khawatir dengan bosnya.“Jika sudah berganti hari cepat hubungi markas polisi daerah. Tanyakan mengenai kejadian di sana.”“Baik Tuan putri.” Ajudan itu kembali ke tempatnya.Nera memejamkan mata. Berpikir tentang apa langkah selanjutnya. Tubuhnya yang belum stabil membuatnya tiak bisa banyak bertindak. Dia hanya bisa mengatur semua kegiantannya melalui kasur ini. Melalui peranta
2 Januari 2021Abiwangsa terduduk di penjara bawah tanah, menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tahu bahwa Ranggono telah menyiksanya dengan kejam. Tiba-tiba, pintu penjara terbuka dan Nera berdiri di sana."Ayah, aku datang untuk menyelamatkanmu," kata Nera dengan nada yang tegas.Abiwangsa terkejut. Dia percaya bahwa Nera akan datang untuk menyelamatkannya. "Tapi bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini?" tanyanya."Aku mendengar tentang apa yang terjadi dari polisi kepada pasukanmu," jawab Nera. "Aku tidak bisa membiarkanmu terus menderita."Abiwangsa tersenyum. Dia merasa sangat beruntung memiliki anak seperti Nera. "Terima kasih," katanya dengan suara tegas.Nera mengangguk dan menyuruh Abiwangsa untuk mengikutinya. Mereka berdua bergegas menuju markas Ranggono. Saat mereka tiba di sana, Abiwangsa merasa sangat marah. Dia bertekad untuk membalaskan dendamnya.Nera melihat ke arah Abiwangsa dan tersenyum. "Siap," katanya dengan nada yakin. "Kita pasti bisa melewati ini."Abiwang
14 Desember 2020 Raga tergeletak di tanah saat sebuah pisau menembus perutnya. Sayatan pisau merobek pipinya hingga bercucuran darah. Perbuatan itu tidak lain adalah ulah dari Nera. Pertemuan ini hanya alibinya saja untuk menghancurkan Raga. Setelah sebuah pisau menghunusnya, kali ini Raga tergeletak tak berdaya. “Aku kira tidak mungkin bagimu untuk berkhianat!” Raga berusaha mengucapkan dengan jelas walau rasa sakit yang dirasakannya. “Namun ternyata kamu memang bedebah.” Kali ini Raga benar-benar marah sekali. Hanya saja tidak banyak energi yang dimilikinya untuk memberontak Nera. Pagi tadi Nera mengajak Raga untuk bertemu karena baru saja pulang dari luar negeri. Raga tentunya mempercayai Nera dengan senang hati, hingga tiba saat dimana Nera ternyata berkhianat. Belum terucap sepatah kata dari bibir Raga, pelukan rindu itu ternyata berujung petaka. Dimanfaatkan dengan baik oleh Nera yang sudah menyiapkan sebuah pisau. “Bajingan sepertimu tidak mungkin aku kalahkan dengan cara
2 Januari 2021Abiwangsa terduduk di penjara bawah tanah, menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tahu bahwa Ranggono telah menyiksanya dengan kejam. Tiba-tiba, pintu penjara terbuka dan Nera berdiri di sana."Ayah, aku datang untuk menyelamatkanmu," kata Nera dengan nada yang tegas.Abiwangsa terkejut. Dia percaya bahwa Nera akan datang untuk menyelamatkannya. "Tapi bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini?" tanyanya."Aku mendengar tentang apa yang terjadi dari polisi kepada pasukanmu," jawab Nera. "Aku tidak bisa membiarkanmu terus menderita."Abiwangsa tersenyum. Dia merasa sangat beruntung memiliki anak seperti Nera. "Terima kasih," katanya dengan suara tegas.Nera mengangguk dan menyuruh Abiwangsa untuk mengikutinya. Mereka berdua bergegas menuju markas Ranggono. Saat mereka tiba di sana, Abiwangsa merasa sangat marah. Dia bertekad untuk membalaskan dendamnya.Nera melihat ke arah Abiwangsa dan tersenyum. "Siap," katanya dengan nada yakin. "Kita pasti bisa melewati ini."Abiwang
26 Desember 2020Nera menyadari bahwa tindakan yang diperintahkannya berisiko sangat tinggi. Bisa saja itu membuat Abiwangsa tertangkap. Terlebih lagi sampai detik ini belum ada kabar dari ayahnya itu. Mungkin Ayahnya memerlukan waktu sedikit lebih lama. Atau juga barangkali ayahnya sedang menikmati kemenangannya.“Hei.” Nera memanggil dua ajudan yang ada di depannya itu. Mereka kemudian menanggapi panggilan dari Nera dan segera untuk menghadapnya.“Apakah sudah ada kabar?” Nera kemudian lanjut bertanya kepada ajudannya itu.“Belum tuan putri. Dari pasukan lain belum memberikan kabar juga.” Ajudan itu seperti khawatir dengan bosnya.“Jika sudah berganti hari cepat hubungi markas polisi daerah. Tanyakan mengenai kejadian di sana.”“Baik Tuan putri.” Ajudan itu kembali ke tempatnya.Nera memejamkan mata. Berpikir tentang apa langkah selanjutnya. Tubuhnya yang belum stabil membuatnya tiak bisa banyak bertindak. Dia hanya bisa mengatur semua kegiantannya melalui kasur ini. Melalui peranta
28 Desember 2020Tubuhnya kini memar sebagian. Mukanya sudah tidak beraturan lebam akibat pukulan dari para penjaga penjara. Jika satu lawan satu mungkin saja mereka sudah habis. Sayangnya tangan dan kaki diikat disebuah penyangga. Abiwangsa kemudian dihajar habis-habisan. Mereka semua tertawa, sedangkan Abiwangsa dalam hatinya penuh amarah luar biasa. Mungkin jika dia lepas nyawa para manusia-manusia itu sudah melayang entah kemana.Saat ini Abiwangsa hanya menikmati pandangan matanya yang sudah mulai membaik. Hidungnya masih terus mengeluarkan darah. Sedangkan lidahnya terus merasakan asin darah. Sungguh penyiksaan yang luar biasa. Rencana Abiwangsa untuk menyerang itu membuahkan sebuah kegagalan. Kegagalan besar. Persiapan lima hari ternyata tidak bisa membuat Ranggono hancur. Kehebatannya perlu diakui.Dari tangga turun Ranggono dengan membawa secangkir teh. Uapnya terlihat, sepertinya itu masih hangat. Atau saja baru dituangkan. Langkahnya semakin mendekat ke sel Abiwangsa. Tatap
25 Desember 2020Abiwangsa menyiapkan pasukan untuk menyerang Ranggono dikediamannya. Sayangnya bukan hanya Raga yang memiliki bantuan polisi, Nera juga sudah menyuap polisi untuk tidak ikut campur masalah ini. Itulah mengapa laporan dari Kevin diabaikan begitu saja. Polisi daerah setempat tidak terlalu perduli pada laporan kosong itu. Mereka masih bersantai saja di kantor dan akan mulai bergerak sesuai kesepalatan dengan Abiwangsa.“Seluruh pasukan sudah bersiap?” Abiwangsa mengomandoi sendiri jalannya penyerangan ini.Ouh iya. Misi natal ini adalah misi yang luar biasa besarnya. Perencanaan balas dendam hanya dengan persiapan lima hari. Nera meminta Abiwangsa untuk turun langsung dengan menjadi pemimpin penyerangan. Abiwangsa tentu senang harus terlibat langsung. Semenjak kehadiran Nera dalam hidupnya, Abiwangsa tidak pernah lagi merasakan panasnya medan pertempuran. Si pembunuh berdarah dingin itu sepertinya sedang merindukan masa lalunya.“Pak semuanya siap.” Ajudan pribadinya itu
25 Desember 2020Kevin berkeliling menikmati suasana natal dan tahun baru. Orang-orang banyak yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Banyak juga hiasan natal disegala penjuru. “Sepertinya masih sama. Pembangunan gereja di sini masih sangat minim.” Kevin berkeluh dalam hati. Walaupun dirinya bukanlah umat yang patuh, tapi melihat agamanya sering jadi bahan permasalahan di negeri ini, tentunya Kevin turut bersedih. Berharap negeri adil kepada seluruh agama seperti janji dan sumpahnya pada Pancasila dan undang-undang.Masih melanjutkan perjalanannya dengan kecepatan yang rendah, mobil kesayangannya saat ini hanya berada di kecepatan 40 kilometer per jam. Disela kenikmatannya, Kevin melihat ada tiga mobil hitam yang sudah terparkir di kanan jalan. Tepatnya berada di sela-sela dua Gedung yang berdiri hampir sejajar. Bagian depan hanya terlihat cukup untuk dua mobil saja, namun bagian belakangnya mungkin muat untuk banyak mobil. “Gedung apa ini?” Kevin bergumam dalam hati. “Rasanya b
20 Desember 2020Dokter keluar ruangan dengan diikuti asistennya. Abiwangsa masih duduk menantikan kabar terbaru dari Dokter. “Nera sudah sedikit membaik. Baru saja dia sadarkan diri.” Kali ini kabar baik membuat Abiwangsa tersenyum. Kekejaman dan pembunuh berdarah dingin hanya julukan untuk semua pesaingnya, namun untuk si anak gadisnya dia hanya bapak-bapak yang tidak berdaya apa-apa. “Terimakasih.” Abiwangsa segera masuk dengan tergesa-gesa.Pintu ruangan tebuka dan sedang terbaring Nera dengan beberapa bagian tubuhnya yang dibalut perban. Operasi yang dialaminya sangat berat. Tembakan itu mengenainya dengan jarak yang lumayan dekat. Nyawanya bisa saja tidak tertolong, bahkan peluang kematian Nera jauh lebih besar daripada Raga.“Gimana udah enakan?” Abiwangsa menanyakan Nera dengan nada yang khawatir. Nera hanya tersenyum kecil melihat raut wajah khawatir ayahnya. “Sejak kapan ayah mengkhawatirkanku? Pasti takut aku mati ya.”. Bersama dengan itu Nera berusaha untuk bangun dari tem
14 Desember 2020 Interpol Kevin Klause mendapatkan laporan bahwa ada keributan di tepi kota. Keributan itu dilaporkan oleh salah satu saksi mata yang melihat kejadian itu. Kevin kemuadian bergegas untuk menuju ke TKP. Mobil polisi itu mengeluarkan sirene untuk menyatakan keadaan darurat agar seluruh kendaraan membuka jalan. Kevin mulai menancapkan gasnya dengan kencang. Inilah yang dimaksudkan dengan bakat racing seorang Interpol. Luar biasa kencang. Polisi luar negeri bersama jalanan rusak di Indonesia.Kevin bergegas keluar dari mobilnya melihat ada empat orang tergeletak di jalanan. “Kosongkan seluruh akses ke jalan ini!!” Kevin memerintahkan beberapa pasukannya untuk menutup jalan. “Telepon ambulan segera!!” Nadanya sangat keras karena kondisi yang tidak kondusif di TKP. Para pasukan lalu-lalang membersihkan TKP. Para penyidik mulai mengidentifikasi segala bukti yang ada untuk dijadikan alat penyidikan.Kevin mengamati sekitar untuk menduga siapa yang berbuat onar. Kanan dan kiri
14 Desember 2020 Nera tersenyum melihat rencana ini, meskipun mengancam nyawanya sendiri. Raga tidak sebodoh itu, atau mungkin dia memang bodoh, namun Ranggono masih mampu berpikir waras. Tidak mungkin Raga dibiarkan pergi menemui Nera yang dahulu pesaingnya, walaupun kini berstatus kekasih. Ranggono membalik keadaan menjadi mengancam. Sekarang pilihannya adalah tembak atau tahan. Bunuh atau lepaskan Nera. Nera benar-benar terkepung. Dia melihat sekelilingnya, semua pasukannya sudah tergeletak tak berdaya. Tidak ada jalan keluar selain menyerah. "Sial, rupanya aku dijebak." Nera berkata dengan nada sedikit mengejek. Nyawanya berada di ujung tanduk, satu tembakan saja bisa membuatnya melayang. Mobil-mobil pasukan Ranggono mulai berdatangan, dan Nera tahu bahwa jika ia tidak menyerah, nyawanya tidak akan selamat. "Aduh Tuan Putri, sayang sekali bahwa Om-om yang jaga telah meninggal. Kasian sekali," kata Ranggono dengan tertawa jahat. Dia sangat menyayangkan bahwa Nera terlalu gegabah
14 Desember 2020 Raga tergeletak di tanah saat sebuah pisau menembus perutnya. Sayatan pisau merobek pipinya hingga bercucuran darah. Perbuatan itu tidak lain adalah ulah dari Nera. Pertemuan ini hanya alibinya saja untuk menghancurkan Raga. Setelah sebuah pisau menghunusnya, kali ini Raga tergeletak tak berdaya. “Aku kira tidak mungkin bagimu untuk berkhianat!” Raga berusaha mengucapkan dengan jelas walau rasa sakit yang dirasakannya. “Namun ternyata kamu memang bedebah.” Kali ini Raga benar-benar marah sekali. Hanya saja tidak banyak energi yang dimilikinya untuk memberontak Nera. Pagi tadi Nera mengajak Raga untuk bertemu karena baru saja pulang dari luar negeri. Raga tentunya mempercayai Nera dengan senang hati, hingga tiba saat dimana Nera ternyata berkhianat. Belum terucap sepatah kata dari bibir Raga, pelukan rindu itu ternyata berujung petaka. Dimanfaatkan dengan baik oleh Nera yang sudah menyiapkan sebuah pisau. “Bajingan sepertimu tidak mungkin aku kalahkan dengan cara