[Aku merindukanmu.]Kasih tersenyum tipis ketika mendapat pesan dari Gilang. Dengan cepat dia membalas pesan dari pria itu.[Tidak! Kamu hanya merindukan tubuhku.]Lagi-lagi wanita itu tersenyum ketika membayangkan raut wajah kesal Gilang saat ini.[Oh, ayolah. Apa yang kamu katakan memang benar, tapi pikiranku nggak melulu ke arah sana. Aku merindukanmu, aku rindu dengan suara kamu, tawamu, dan juga perutmu.]Kasih mengerutkan keningnya, ketika membaca kata yang terakhir yang Gilang ketik.'Perut? Apa dia salah ketik? Atau typo?' batin wanita itu bertanya-tanya.[Perut?]Kasih tak sabar menunggu balasan dari Gilang, dia sedikit dongkol karena Gilang membalas pesannya cukup lama.[Ya, aku sangat menyukai perutmu, sangat seksi. Ada masalah?][Nggak, hanya saja terdengar cukup aneh.][Jadi, kapan kamu akan datang ke sini? Pokoknya aku nggak mau ya kamu terus-terusan nempel sama suami kamu itu!]Ketika membaca pesan itu, Kasih merasakan aura mengintimidasi dari Gilang.[Aku tidak bisa pe
"Di sini tempat kerja kamu?" tanya Dani sambil menurunkan standar motornya."Iya, emangnya kenapa?""Aku pikir rumahnya mewah, seperti istana. Nggak tahunya majikan kamu tinggal di apartemen," gumam pria itu."Dia itu memang orang kaya, tapi akhir-akhir sini sering tinggal di apartemen.""Memangnya majikan kamu itu laki-laki atau perempuan?" tanya Dani penasaran."Ya laki-laki sama perempuan, pertanyaan Mas itu aneh. Ya udah sana, Mas pulang aja," usir Kasih.Dani menggeleng, dia tetap dengan pendiriannya, ingin mengantar wanita itu sampai pintu apartemen, sekaligus dia juga penasaran seperti apa majikan istrinya itu."Aku mau antar kamu sampai pintu masuk, emangnya nggak boleh kenalan sama majikan kamu?"Wajah Kasih mendadak pias, dia tidak mungkin membiarkan Dani masuk ke dalam sana dan membiarkan Dani bertemu dengan Gilang, yang ada nanti rahasianya bisa terbongkar. Tapi, jika saja dia ngotot mengusir Dani, yang ada malah menambah pria itu curiga."Ya udah, terserah Mas aja," ucapn
"Kasih, bisa kamu jelaskan ini maksudnya apa?" tanya pria itu lagi.Kasih menunduk, tak berani menatap pria itu, karena menurutnya Gilang begitu menakutkan."Kenapa diam saja? Ayo jawab!" bentak pria itu lagi."Maaf, Gilang. Sebenarnya tadi aku sudah melarangnya agar tidak usah mengantarku, tapi dia ngotot, takutnya nanti kalau aku tidak memperbolehkannya, dia malah curiga sama aku, makanya aku ... izinkan dia buat ikut," kata Kasih lirih, wanita itu menelan salivanya dengan susah payah.Gilang menyugar rambutnya dengan kasar. "Aku memakluminya, tapi bagaimana sekarang. Apa aku harus membukakan pintu untuknya?"Kasih menggeleng cepat. "Jangan! Nanti yang ada malah dia curiga sama kita," larangnya dengan suara tegas."Terus membiarkan dia berdiam diri seperti itu?""Nanti juga dia capek sendiri, pulang sendiri.""Tapi aku nggak setuju dengan pendapatmu, sebaiknya aku bukakan pintunya," usul Gilang."Jangan! Aku mohon jangan, please." Mata Gilang melotot ketika Kasih loncat dari ranjan
"Jadi kamu selama ini sering menginap di rumah bos kamu?" tanya Dani dengan tatapan tajam.Kasih gelagapan, dia bingung harus menjawab apa. Gilang benar-benar keterlaluan, karena seenaknya saja berbicara seperti itu."Memangnya dia bicara seperti itu?" tanya Kasih balik."Iya, dia bilang kalau kamus sering menginap katanya, karena dia sering lapar tengah malam, benar begitu?""Iya," jawab Kasih singkat."Kok kamu mau sih nginap di sana. Apalagi katanya istrinya jarang di rumah?" tanya Dani dengan raut wajah jengkel.Kasih mengedikkan bahunya acuh. "Namanya juga kerja, apa yang dia suruh ya harus dipatuhi. Kenapa jadinya mas yang nyolot, emangnya ada masalah?""Kamu tahu nggak sih, laki-laki kalau ditinggal istrinya cukup lama, dia itu bisa khilaf."Kali ini Kasih memberanikan diri menatap pria itu."Lalu bagaimana jika suami yang meninggalkan istrinya seorang diri? Apakah di sana dia juga khilaf?" tanya Kasih sinis.Dani mengusap wajahnya dengan kasar. "Kasih, aku sedang menasehati ka
[Untuk beberapa hari ke depan sepertinya kita tidak akan bertemu, karena ada yang harus aku urus, masalah proyek pembangunan hotel yang sempat tertunda, sekaligus aku juga mau menjenguk Yura, dia bilang lagi sakit. Jangan merindukanku.]Kasih membaca pesan itu dengan cermat, tak lama kemudian dia mendesah berat."Padahal ada yang ingin aku tanyakan pada dia, lalu aku harus meminta bantuan pada siapa," keluh wanita itu.Kasih beranjak dari ranjang, kini dia tengah berdiri di depan cermin, mengamati tubuhnya dari cermin itu dengan penuh hati-hati dan juga teliti."Benar juga, kalau dilihat-lihat ada yang berbeda dengan tubuhku, lebih berisi dari pada yang dulu. Kira-kira sudah berapa bulan aku tidak mengecek berat tubuhku ya?" gumam wanita itu lagi.Kasih kembali menuju ranjang, berniat untuk membalas pesan Gilang.[Ada yang ingin aku tanyakan padamu.][Besok saja, kalau masalah sudah selesai. Kamu bebas menanyakannya padaku.]Kasih mencebikkan bibirnya, sedikit kesal karena Gilang tak
"Ternyata kamu setega itu ya sama aku?" tanya Kasih sinis."Sumpah! Aku--"Plak! Lagi-lagi Kasih menampar Dani, wanita itu menatap Dani begitu bengis."Tamparan pertama itu adalah balasan karena selama ini kamu sudah menelantarkan aku, yang kedua karena kamu sudah tega mengkhianatiku, dan ini yang terakhir." Kasih menampar Dani sekali lagi, "itu sebagai rasa sakit hatiku karena sudah dibodohi oleh kamu, mungkin rasa sakit itu tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang kamu lakukan padaku. Kamu benar-benar berengsek!" umpat Kasih.Seumur hidup, baru kali ini Kasih berbicara sekasar itu pada lawan bicaranya, entah dapat keberanian dari mana, dia juga kaget karena suaranya yang tiba-tiba meninggi itu, sulit rasanya untuk dikontrol.Dani melongo karena mendapat perlakuan kasar dari Kasih, dia masih tak percaya jika ternyata wanita itu bisa bertindak kejam juga. Kalau seperti ini mana berani dia banyak bicara, baru satu kata saja sudah dibalas 200 kata oleh wanita itu."Kasih--""Stop
"Kamu kenapa menangis? Hei, apa aku menakutiku?" tanya Bima, dia mulai cemas karena melihat sikap Kasih."Kamu berbicara seperti itu hanya bercanda, kan?""Bercanda?" tanya Bima balik sambil mengernyitkan dahi. "Aku tidak bermaksud untuk bercanda, aku mengatakan yang sejujurnya," ucap Bima meyakinkan."Memangnya kamu tahu dari mana kalau aku ini hamil? Kamu itu laki-laki, mana mungkin bisa menebak seperti itu." Kasih masih tak percaya, kendati demikian hatinya mulai was-was.Bima menghela napas panjang, dia benar-benar heran karena ternyata Kasih tak menyadari jika wanita itu hamil. Pantas saja wanita itu terkejut."Gini ya, aku memang laki-laki, tapi kalau untuk memastikan kamu hamil atau tidak, aku mengetahuinya.""Gimana caranya?""Oke, yang pertama, sewaktu pertama kali kita bertemu, badan kamu nggak seberisi ini, kalau nggak salah itu sudah empat bulan lalu, kan, ya? Nah yang kedua, waktu pertama kali kita bertemu, perut kamu tidak sebuncit sekarang, waktu itu perut kamu masih ra
Jantung Kasih berdegup begitu kencang ketika melihat tespack itu ada di tangan Dani, wajahnya berubah menjadi pucat pasi."Lagi cari ini?" tanya Dani sekali lagi.Kasih diam seribu bahasa, dia tidak bisa menjawabnya, lebih tepatnya dia bingung harus menjawab apa."Kenapa diam aja, hah?! Kamu lagi cari ini, kan?!" bentak Dani.Kepala Kasih menunduk sambil meremat kedua tangannya, terkejut juga dengan bentakan Dani.Mata Kasih terpejam ketika Dani melemparkan tespack itu ke kepalanya."Kamu bilang kemaren lagi datang bulan, terus ini apa, hah?! Kamu hamil? Jawab, Kasih, di mana suara kamu yang biasanya selalu melawanku, kenapa sekarang kamu diam aja?!" pekik pria itu."Maaf."Dani tertawa keras sambil bertepuk tangan. "Wow, wow, wow, jadi ini yang bikin sifat kamu berubah, Kasih? Aku benar-benar nggak nyangka sama kamu," desis pria itu dengan tangan mengepal.Lagi-lagi Kasih terdiam, membuat emosi Dani semakin memuncak. Dani menarik rambut wanita itu, lalu mencengkram kedua pipi Kasih b