“Baiklah. Aku akan membawa mereka ke sini.” Juna mengangguk dan segera bangkit berdiri untuk kembali ke unit penthouse dia sendiri. “Nik, tetaplah di sini.”
Anika patuh pada ucapan suaminya dan mengangguk.
Sembari menunggu Juna membawa Shevia dan Rinjani, Anika memberanikan diri bertanya, “Permisi, Pandhita, izin bertanya ….”
Karena di mata Anika, sosok pandhita tetaplah entitas tinggi dari ras manusia, apalagi Narendrarana sudah berhasil moksa, maka dia tidak bisa tidak menghormati Narendrarana.
Terbitlah senyum menyejukkan jiwa dari Narendrarana ketika mendengar Anika bicara padanya. “Tidak perlu terlalu sungkan begitu padaku, Sarnikaratnakartika.” Narendrarana benar-benar mengetahui nama asli dari Anika.
Senyum canggung muncul dari Anika ketika ada sahutan demikian dari sosok yang dia sangat hormati. Dia masih tidak mengira di dalam tubuh bocah sekecil Rafa yang sering dia peluk, ternyata ada entitas luar biasa seperti Narendrarana, bagaima
"Apa ... apa kamu serius bilang kalau kamu bukan berasal dari era ini, Jun?" Suara Rinjani bergetar ketika dia menanyakan hal ini usai dia berhasil diberi segel perlindungan oleh Narendrarana dan mendengar dari Juna mengenai asal-usul suaminya.Juna memang sudah menceritakan asal-usulnya meski belum seluruhnya. Setidaknya dia tidak menceritakan mengenai petualangan cinta satu malamnya dengan beberapa wanita di era itu."Ya, seperti yang sudah aku katakan tadi bahwa aku memang bukan dari era modern ini. Lebih tepatnya, jiwaku. Tubuh ini memang tubuh manusia era ini, tapi jiwa yang mendiami, tidak." Lalu, Juna mulai bercerita lebih panjang lagi mengenai dirinya.Dia menceritakan kehidupan dirinya sebagai panglima kerajaan kuno di Jawa, lalu juga menceritakan mengenai kronologi kenapa jiwa dia bisa berpindah era."Dan kalian harus tahu satu hal, bahwa Anika ... dia adalah putri dari rajaku. Dia junjunganku di era kuno. Nama aslinya Tuan Putri Diah Ayu Sarnikaratnakartika. Atau biasa kami
Di penthouse, Narendrarana yang telah kembali ke tubuh Rafa mulai berjengit kaget.Si pandhita kuno itu membatin, ‘Astaga! Apakah ini benar yang aku rasakan?’ Dia menajamkan penerawangannya di ruang batin Rafa. Duduk bersila dan fokus sambil memejamkan mata sembari membentuk posisi mudra.‘Astaga, ini sudah gila!’ Narendrarana di tubuh Rafa merasakan dirinya bergejolak akan amarah dan rasa tak terima. ‘Dia membunuh banyak makhluk hanya demi memenuhi syarat dari iblis?’Ya, Narendrarana bisa merasakan bahwa luka yang dia berikan, ternyata telah dibasuh menggunakan darah dari pria, wanita, anak kecil, janin, dan juga sapi betina.‘Tidak. Aku tidak boleh terpicu amarahku. Aku harus tetap tenang mengenai hal ini.’ Narendrarana menentramkan dirinya agar perasaannya tidak terdistorsi dengan amarah yang akan menodai hatinya.Saat ini dia hanya bisa bersedih dan berdoa ke Sang Pencipta semesta agar diberikan kekuatan untuk mengalahkan Lexus dan iblis yang menyertainya.Di mansion …."Kau tida
Di hatinya, Juna membatin, 'Astaga, Nik. Mana mungkin aku bisa bilang kalau kamu yang paling aku cintai melebihi siapa pun?'Juna tersenyum lebih dulu sebelum dia menjawab, "Ya, tentu saja aku mencintai kalian bertiga sama banyaknya."Sebagai lelaki, harus bisa menyenangkan hati wanita, gumam Juna menambahkan itu di hatinya.Daripada mengatakan hal jujur yang akan menimbulkan prahara cinta dan rumah tangga, lebih baik sedikit berbohong untuk kebaikan bersama.'Semoga saja, lambat laun, waktu akan membuat aku mencintai Shevia dan Rinjani sebesar aku mencintai Anika.' Demikian harapan Juna di benaknya.Meski dia tak terlalu yakin itu bisa terjadi.***"Ha ha ha! Aku merasa sangat kuat saat ini!" Lexus menatap dirinya sendiri.Kedua tangan direntangkan dan dia pandangi. Di sana ada urat-urat berwarna ungu kehitaman yang berdenyut dan memancarkan binar warna terang seperti cahaya yang berjalan di sepanjang urat-uratnya."Jangan dulu mencari gara-gara dengan musuhmu itu. Kau baru saja puli
“Hah? Investor menarik diri dari kita?” Juna kaget mendengarnya.Si sekretaris mengangguk dan kemudian menyerahkan folder ke Juna untuk menunjukkan berkas di dalamnya.Juna segera saja duduk di kursinya dan Rinjani bergegas berdiri di sebelahnya untuk ikut melihat berkas yang diserahkan sekretaris Juna.Meski si sekretaris merasa bingung dan heran dengan tindakan Rinjani yang seenaknya melihat ke berkas penting milik perusahaan Juna, nyatanya si bos tenang-tenang saja membiarkan itu terjadi.“Sepertinya ini mereka mendapatkan masukan dan bujukan dari satu orang, Jun.” Rinjani langsung memberikan penilaiannya ketika dia sudah melihat berkas di depannya.“Kamu juga berpikir demikian?” Juna menoleh ke istrinya.Ternyata mereka memiliki pemikiran yang sama. Rinjani sebagai wanita pebisnis, dia juga bisa menganalisis dengan cepat apa yang terjadi dengan para investor itu.Sementara itu, sekretaris Juna hanya bisa membatin, ‘Astaga, memangnya boleh segamblang itu mengomentari bisnis di peru
“Ermgh!” Juna mengernyitkan dahinya karena mendadak saja ada yang terasa menyengat seperti sebuah cubitan di kepalanya. Meski begitu, dia tidak memperlihatkan ekspresi berlebihan di depan ketiga istrinya. Dia bertanya-tanya, ada apa ini? Apakah Lexus berulah lagi? “Jangan khawatir, Jun! Soal investormu yang kabur itu, biar aku dan papa yang urus.” Rinjani berkata ke Juna ketika mereka sudah berempat saja dalam satu ruangan. Sebenarnya Juna terharu dengan tawaran bantuan Rinjani. Tapi …. “Terima kasih, Rin, tapi kurasa tidak perlu. Biarkan aku yang mengatasi ini sendiri dengan kemampuanku sebagai pelatihan bagiku.” Juna menolaknya secara halus. Sebagai panglima di kehidupan lalunya, dia tak mudah menerima bantuan siapa pun. Selama otak, tangan, dan kakinya masih berfungsi, maka dia akan mencari jalan keluar sendiri. Dia sudah terbiasa demikian. Menyadari suaminya memiliki harga dirinya sendiri, maka Rinjani tidak memaksa. “Oh, oke. Baiklah kalau begitu.” Senyumnya menggambarkan p
“Hah?” Juna sampai terperanjat dan berseru kaget atas laporan dari Saini siang itu melalui telepon. “Mereka mengundurkan diri dari pembelian unit?” Padahal sebentar lagi gedung baru Juna selesai dan akan ada ceremony untuk grand opening. Semua karena Lexus! “Ada apa, Jun? Kenapa sepertinya kau tegang begitu?” Rinjani dan 2 istri Juna lainnya masuk ke ruangan pribadi Juna di kantor. Mereka bertiga baru saja mencoba makan di kantin kantor. “Baiklah, Pak Saini. Terima kasih atas laporannya. Nanti saya akan hubungi Bapak lagi.” Juna menyudahi pembicaraannya dengan Saini. Kemudian, dia melambaikan tangan ke sekretarisnya yang mengisyaratkan agar pria muda itu keluar dari ruangannya dan membiarkan dia bersama ketiga istrinya saja di ruangan tersebut. Setelah sekretaris Juna keluar ruangan, Anika mendekat dan berkata, “Apa lagi yang diperbuat Lexus?” Juna terkejut dan menatap takjub ke istri tercintanya karena tak menyangka Anika bisa sepeka itu mengetahui bahwa ada masalah dan keter
Hari ini, di sore yang tenang, Juna mendadak saja merasakan hawa yang tak enak. “Perasaanku mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk.” Dia berkata pelan ke Anika di sampingnya. Segera saja Anika memejamkan mata sambil tangannya menggenggam tangan suaminya. “Gawat, Mas! Ada banyak sekali jin jahat yang mereka … mereka menuju ke sini!” Anika membuka mata sambil melaporkan apa yang dia dapatkan dari suara alam ketika berkonsentrasi. “Lexus! Dia mulai menyerang?” Juna menggeram marah. Segera saja Juna memperbesar ajian pelindung untuk gedung apartemennya ini. “Ada apa? Kenapa rasanya seperti sesak dan tak nyaman, yah?” Rinjani keluar kamar, segera menemui Juna dan Anika di ruang tengah. Shevia ikut keluar dari kamarnya juga karena merasakan hal sama seperti Rinjani. Sebagai para istri yang telah menyatu dengan Juna, kepekaan supranatural mereka mulai bangkit dan terus tumbuh. “Apakah musuh datang untuk menyerang lagi?” tanya Shevia sambil ikut berkumpul dengan yang lainnya di rua
“Kerasukan massal!” Juna mendengar pekikan istrinya dan dia menatap ke bawah sana. Nyatanya, di bawah memang mendadak saja ada banyak orang mulai bertingkah aneh. Ada yang menangis keras, ada yang berteriak-teriak, ada pula yang menggeram sambil tubuhnya bergerak bagaikan binatang. Jiwa Juna bergerak melesat ke bawah untuk menolong orang-orang yang terkena serangan jin jahat. “Humph!” Juna berusaha mengeluarkan satu demi satu jin yang merasuki penghuni apartemen yang ada di luar gedung. Namun, mereka terlalu banyak. Juna agak kewalahan. Di tempatnya, Rafa gelisah dan menangis keras. Wenti segera menggendongnya untuk menenangkan si bocah. “Eh?” Wenti kaget karena begitu putranya dia gendong, Rafa langsung tertidur seperti orang pingsan dan keluarlah Narendrarana. “Ibu, aku akan membantu Kak Juna. Tolong Ibu dan Ayah tetap di sini, jangan keluar. Wenti mengangguk sambil melongo saja dan melihat kepergian Narendrarana. Tak lupa, sebelum dia pergi, Narendrarana yang berwujud jiwa