“Nik, siap menyatu denganku, yah!” bisik Juna.Juna menatap istri di depannya yang rebah menguarkan aura keindahan tiada banding dari atas sampai bawah. Rasanya dia ingin menerjang dengan beringas, tapi tentu tak boleh begitu.“Iya, Mas.” Anika mengangguk kecil sambil tersenyum disertai mata yang berkaca-kaca, sangat menawan di pandangan Juna.Meski ini bukanlah malam pertama bagi mereka, tapi ini merupakan penantian panjang bagi mereka yang pernah terganjal oleh perceraian menyesakkan sebelumnya karena status Juna saat itu ditambah ketidakyakinan Anika akan dirinya sendiri.“Nik, sayangku ….” Juna mulai melesakkan sang pusaka yang telah menegang sempurna, siap berlaga.“M—Massss … mmgghhh ….” Anika memejamkan mata, entah karena malu ditatap lekat sejak tadi oleh suaminya atau karena merasakan sensasi ketika benda tegang, keras, berurat, dan kencang itu menerobos masuk.“Mrrghh ….” Juna dan Anika sama-sama mengerang pelan ketika penyatuan mereka terjadi secara perlahan.“Sempit sekali
Meski Juna dan Anika sudah pernah menikah sebelum ini dan hanya bertahan beberapa minggu saja kala itu, tapi kali ini berbeda. Jauh berbeda.“Nik ….” Juna meraih pinggang Anika untuk dipeluk ketika sang istri sedang mengolah bahan makanan di dapur.“Mas ….” Anika mendesah ketika tangan suaminya merayap secara bebas ke mana pun tangan itu ingin menjelajah.Hingga berakhir di atas meja dapur dengan menyingkirkan beberapa benda terlebih dahulu agar Anika bisa dibaringkan di sana dan Juna melakukan apa yang ingin dia lakukan.Pun ketika mereka sedang menonton televisi bersama, mendadak pelukan Juna berubah menjadi penjelajahan jemari.“Mas Janu … mmgghh ….” Anika susah menahan lantunan suara lembut merayunya ketika jari Juna sudah menyelinap masuk ke celana dalam mungilnya.“Nik … kamu ternyata sudah basah …,” bisik Juna di dekat telinga Anika.Maka, tak perlu menunggu waktu lama, Juna sudah meniadakan segala kain yang ada di tubuh mereka.“Mas … Mas … mmgghh … haanhhh ….” Anika memejamka
Anika ditemani Juna, pergi ke rumah mendiang suaminya yang kini di tempati oleh keluarga mantan kakak iparnya.“Anik! Anika! Tolong Mbak, yah!” Si mantan kakak ipar Anika segera menyambut pasangan pengantin baru itu dengan berderai air mata.“Ada apa, Mbak?” Anika segera bertanya disertai raut wajah cemas.Sementara Juna di samping istrinya, hanya menatap datar saja ke mantan kakak ipar Anika.“Tolong Mbak, yah Anik! Aku mohon, tolong mbakmu ini, Anik!” Si mantan kakak ipar Anika terus menangis sambil meraung.Mereka kemudian duduk di teras agar lebih nyaman berbincang. Sedangkan Juna berdiri di samping istrinya sambil bersidekap tangan di depan dada.“Minimarket Jozmart kolaps, Anik! Udah mau bangkrut!” Si mantan kakak ipar Anika melirik cepat dengan wajah takut-takut ke Juna lalu menangis sambil memegangi tangan Anika.Tentu saja Anika terkejut. Dia tidak mengira minimarket yang dia relakan ke kakak-kakak mendiang suaminya ketika dituntut untuk menyerahkannya ketika memilih keluar d
“Mbak!” teriak Anika ketika dia lengah dan terlambat mencegah mantan kakak iparnya menyerang suami tercintanya menggunakan pisau.Meski begitu, tangan Anika masih sempat maju menghalangi secara refleks.Crass!Anika menerima pisau itu dengan telapak tangannya langsung. Dia hanya sempat mengeluarkan sedikit energi chakra dia untuk meminimalisir rasa sakit“Arghh!” Mantan kakak ipar Anika menjerit dan melepaskan pisau dari tangannya.Kini pisau itu masih tertancap di tangan Anika, menembus dari depan sampai belakang punggung tangan. Sungguh pemandangan yang mengerikan bagi manusia awam.“Nik!” pekik Juna, tak menduga yang terjadi. Dia terlambat dan membenci kelengahannya.Anika menggigit gerahamnya sambil menatap penuh kekecewaan ke mantan kakak iparnya. Dia cabut pisau itu sendiri dari tangannya dan segera mengalirkan energi penyembuh untuk telapak tangan berdarah agar pendarahan berhenti.“A—Aku tidak sengaja! Itu … kenapa kamu malah sembarangan maju?” Si mantan kakak ipar justru mema
Malam itu merupakan malam neraka bagi mantan kakak ipar Anika. “Setaaann! Tolong! Ada setaaannn!”Dia terus berteriak sampai tenggorokannya sakit. Pelayan di rumah itu hanya bisa datang dan tak bisa berbuat apa-apa, karena mereka memang tidak melihat apa yang dilihat bos mereka.“Setan! Aku benar-benar melihat setan! Itu! Itu mereka di belakang kalian!” seru mantan kakak ipar Anika sambil menuding area belakang beberapa pelayan rumah tersebut yang berkumpul di depannya.Segera saja, pelayan yang semuanya wanita itu menoleh ke belakang dengan perasaan takut, tapi nyatanya tidak ada apa pun di belakang mereka.“Sungguh! Aku melihatnya! Kalian … kalian di sini saja temani aku!” Mantan kakak ipar Anika memohon ke pelayannya karena suaminya sudah pergi akibat kesal dengan teriakan-teriakan ketakutannya.Awalnya, para pelayan perempuan tak bisa menolak karena ini perintah majikan. Mereka terpaksa tidur berjajar di lantai kamar tidur majikan mereka.“Arrghh! Setan!” Lagi dan lagi, mantan kak
“Mas Janu paling pandai merayu wanita.” Anika tersenyum sambil menatap suaminya.Mana mungkin Anika dulunya tak tahu bahwa Panglima Janu yang gagah dan tampan ini kerap jadi rebutan para wanita, termasuk para istri bangsawan.“Aku bahkan sudah lupa pada siapa aku pernah mengatakan rayuan. Yang hanya bisa kuingat adalah semenjak bersamamu kamu saja, Nik!” Juna memberikan sahutan sembari membalas senyuman istrinya.Di hatinya, Juna berikrar akan selalu memberikan kasih sayang terbaik dia ke Anika. Apa pun untuk sang istri!***“Aku harus mendatangi persidanganku dulu, Nik. Kuharap kamu di rumah saja untuk menghindari hal-hal buruk tak diinginkan. Atau aku bisa mengantarmu ke unit mama Wenti.” Juna memakai setelan jasnya.Anika membantu membetulkan dasinya agar rapi sempurna.“Boleh! Aku bisa main dulu dengan dek Rafa bersama mama Wenti.” Anika tidak menolak usul itu.Semenjak dia tidak lagi menangani minimarket Jozmart, dia memiliki sangat banyak waktu luang.“Oke. Apakah kamu sudah sia
“He he he ….” Juna terkekeh mendengar pembelaan dari tim kuasa hukum dari Robert.Sementara itu, persidangan masih berjalan sengit dan alot. Tim kuasa hukum Juna yang berkolaborasi dengan jaksa, melawan ketangguhan tim kuasa hukum Robert.“Yang Mulia, kami meminta adanya saksi ahli!” Pengacara pihak Robert menyerukannya.Kemudian, saksi ahli di bidang IT didatangkan dan diminta untuk meneliti bukti rekaman dari dash-cam.“Jun, ini sepertinya akan menjadi persidangan yang sangat lama.” Ferdinand di samping Juna berbisik.Mendapatkan perkiraan demikian dari kuasa hukumnya, Juna bertanya, “Kenapa bisa begitu, Pak?”“Karena kalian sama-sama punya duit.” Ferdinand berkata demikian.Diam usai mendengar perkiraan Ferdinand, Juna mulai berpikir sambil menghitung untung dan rugi.‘Kalau aku membiarkan persidangan ini berjalan apa adanya, bisa jadi seperti yang dikatakan Ferdinand. Akan lama. Yah, karena Robert didukung Semesta Group dan aku hanya berdiri sendiri dan segelintir saja yang menduk
"Aku memang yang menyuruh mereka hari itu. Sudahlah,aku pusing ditanya-tanya! Kalau mau tangkap, ya tangkap saja! Tak usah banyak cingcong!" Robert semakin berani ke hakim dan jaksa.Mendadak saja persidangan menjadi heboh dikarenakan Robert langsung mengakui perbuatannya. Ditambah perilaku seenaknya dia."Tapi kenapa dia bisa mengakui langsung begitu, yah?" Rinjani sedikit heran.Di sampingnya, Shevia menjawab, "Mungkin dia tak ingin persidangan berlarut-larut, makanya dia cepat mengakui, Kak Rin."Meski mengatakan demikian, Shevia agak ragu dengan ucapannya sendiri. Dia melirik ke arah Juna."Sepertinya karakter Robert tidak begitu, deh! Dia itu orang yang sangat keras kepala dan maunya benar sendiri, tak suka disalahkan. Hm, mungkin dia sedang tercerahkan atau kerasukan jin baik." Rinjani sambil kerutkan kening, tapi setelahnya dia tertawa pelan saat membayangkan Robert kerasukan jin.Namun, ucapan terakhir Rinjani justru membuat Shevia seperti tersadar sesuatu.'Apakah ini ada ka