Rinjani segera menghampiri Juna dan Anika. “Kalian kok baru keluar dari butik baju pengantin? Siapa yang hendak menikah?” tanya penuh penasaran sekaligus berdebar-debar.Anika tertunduk sambil raut wajahnya menunjukkan bimbang. Selama ini, Rinjani kerap berkata padanya bahwa wanita itu sangat menyukai Juna. Tapi justru dia yang berhasil menikah dengan pria yang disukai Rinjani.Dia merasa sudah berkhianat terhadap Rinjani.“Aku, Rin. Aku akan menikah minggu depan.” Juna menjawab.“Hah? Menikah? Dengan siapa?” tanya Rinjani sambil terkejut yang sangat jelas kentara di wajahnya.“Ini orangnya.” Juna merangkul bahu Anika sambil meremasnya.Bagaikan disengat ribuan voltase, Rinjani melonjak di tempatnya. “Hah?”Anika semakin merasa tak enak hati dengan respon Rinjani.“Jadi, ternyata kalian selama ini diam-diam pacaran?” Rinjani menyelipkan rasa kesal di nada bicaranya.Juna melirik Anika yang masih saja menundukkan kepala dan mulai memahami apa yang sekiranya berkecamuk di sanubari sang
“Apa dia sudah berani mati, heh?” tanya Dharma. Namun, bukannya pria itu terlihat marah atau murka, dia justru menggerakkan kedua tangannya bagaikan sedang menari sebuah tarian tradisional.Mau tak mau, Rinjani terkikik geli melihat kelakuan ayahnya. “Pfftt!”Alhasil, bukannya kesal, Rinjani jadi tertawa lepas ketika ayahnya semakin menggila dengan berdiri dan benar-benar menari seolah sedang di panggung dan gerakannya cukup lucu dilihat.“Aha ha ha ha! Papa apaan, sih! Ha ha ha!” Rinjani sampai harus memegangi perutnya karena saking gelinya melihat tingkah aneh ayahnya.“Loh, apaan apanya? Papa ini diam-diam anggota sanggar tari, loh!” Dharma berhenti menari. “Tapi itu waktu masih SD dan tak pernah ditunjuk untuk menari karena gerakan Papa kaku, ha ha ha!” Dia tertawa lepas sekeras-kerasnya.Melihat ayahnya berkelakuan ajaib, mana mungkin Rinjani tidak ikut tertawa terbahak-bahak?Hingga ketika tawanya lenyap karena disudahi, Dharma berkata, “Sudahlah, Rin. Jangan lagi memaksakan cin
“Eh? Um … anu, itu ….” Anika jadi gugup ketika pertanyaan Rinjani mengenai Shevia datang padanya. Secara refleks dia menoleh ke Juna.Juna terus diam mengawasi calon istrinya. Namun, mendadak Anika menoleh padanya, seakan meminta bantuan menjawab.“Undangan untuk Shevia sedang dikirim.” Juna menyahut dari samping Anika sehingga pasti terdengar oleh Rinjani di sana.“Oh, begitu.” Rinjani tidak menaruh curiga dan percaya. “Undangan untukku jangan lupa dikirim, yah! Aku harus datang dengan papa untuk memberi kalian ucapan selamat yang pantas.”“Jangan khawatir.” Juna menyahut.“Anika, jangan menangis lagi, yah! Aku yang salah, kok! Tadi siang aku yang bertingkah kekanakan. Sekali lagi, aku minta maaf.” Rinjani mengulangi.Akhirnya obrolan menjadi lebih santai dan nyaman untuk mereka bertiga, hingga belasan menit kemudian, percakapan disudahi dan sambungan diselesaikan.“Untunglah kak Rin tidak marah lagi.” Anika lega bukan main.“Makanya kamu ini, Nik … jangan terlalu membawa berat hal a
"Hah? Wanaspati?" Hartono sempat bingung dan linglung beberapa saat ketika Juna berteriak.Anika dan Wenti segera menoleh. Wajah Anika mendadak jadi serius."Nik!" seru Juna memanggil calon istrinya."Ya, Mas!" Anika mengangguk tegas, paham kenapa dirinya dipanggil.Segera saja, Juna berlari ke depan rumah, sedangkan Anika meminta Rafa dari gendongan ibunya. Wenti yang paham mengenai apa yang bakalan terjadi, segera menyerahkan putranya untuk digendong Anika.Tangan Juna terjulur ke atas untuk menangkal setan banaspati yang hendak masuk ke rumah Hartono."Sialan! Tidak cuma satu!" pekik tertahan Juna ketika mata batinnya juga mendeteksi adanya 2 setan banaspati lainnya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah tersebut.Di dalam rumah, ditemani Wenti, Anika memejamkan mata sambil berkonsentrasi beriringan dengan dua lengan menggendong Rafa yang tenang."Nik, ada tiga!" Juna menyeru dari halaman depan."Iya, Mas!" Anika membalas tanpa membuka matanya. Dia belum sepenuhnya mengisi energi
Juna geleng-geleng kepala sambil terkekeh dan berkata, “Pa, Ma, energinya Rafa ini besar sekali, padahal dia masih kecil. Pantas saja dia diincar 3 setan api kuat.”Hartono dan Wenti sebagai manusia biasa tanpa memiliki kemampuan supranatural apa pun menjadi terkejut.“I—Incaran ….” Wenti tergagap sambil matanya membola.Mereka memang sudah pernah diberitahu Juna mengenai energi supranatural kuat Rafa sebelum ini, tapi tidak menyangka bahwa kemampuan anaknya akan menjadi daya tarik makhluk astral sekuat setan api banaspati.“Jun! Jun! Papa tak mau tahu, pokoknya Papa ingin kamu dan Anika nantinya tinggal di sini saja! Kalian harus tinggal di dekat Rafa!” Hartono mendadak saja membuat keputusan sepihak.Hartono tidak ingin kehilangan putra satu-satunya, sumber harapan paling akhir keluarganya setelah Lenita tak bisa lagi diharapkan.Juna terkekeh mendengar kemauan ayah mertuanya, “Pa, akan sangat canggung kalau aku dan Nik tinggal di sini.”“Tak usah canggung-canggung! Anggap ini rumah
“Sudah diwawancara pihak HRD?” tanya Juna sambil menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi.Dia sedikit bingung, bukankah dia sudah memberi pesan ke manajer HRD akan adanya Kezia yang melamar kerja di kantor PT. Kencana Buana? Kenapa ternyata Kezianya ditolak?“Iya, Pak. Sudah wawancara dan ditolak. Katanya saya kurang memenuhi syarat perusahaan.” Kezia tersenyum kecut.[20.29, 13/11/2023] Nathan Diablo: Helaan napas Juna muncul meski pelan. Dia berpikir cepat.'Yah, memang aku cuma minta pihak HRD untuk mengadakan sesi wawancara khusus kalau ada pelamar kerja datang dengan membawa namaku, sih! Aku tidak memerintahkan mereka untuk menerima, tapi menyeleksi dengan benar.' Juna sambil membatin.Karena pemikiran itu, Juna memerintahkan ke resepsionis di lobi, "Tolong bawa dia ke ruangan serba guna.""Baik, Pak." Resepsionis sigap melaksanakan perintah si bos."Aku masuk ke ruanganku dulu, yah!" Juna bicara dengan Kezia sebelum gadis itu dibawa resepsionis. "Tunggu saja aku di ruangan yang ta
“Oke, minta dia menunggu.” Juna menjawab resepsionisnya.Namun, alih-alih mendatangi ruangannya, Juna justru pergi keluar gedung kantornya untuk menemui Saini.“Bagaimana prosesnya, Pak Saini?” tanya Juna pada orang yang dia percaya dalam pembangunan gedung apartemen barunya.“Semuanya lancar, Pak! Silakan kalau ingin dicek dulu, Pak!” Saini yang ada di lokasi pembangunan siang itu, siap memimpin Juna meninjau lokasi.Ini yang disukai Juna dari Saini. Orangnya jujur dan bisa diandalkan untuk kerja cepat.Untung saja dia memiliki tenaga kanuragan yang bisa memeriksa kontur tanah dan bahan bangunan yang ada di sana, sehingga dia bisa dengan cepat mengetahui jika ada kesalahan.“Semuanya aman, Pak Saini. Terima kasih atas kinerja bagus Bapak.” Juna mengangguk senang.Saat ini, pembangunan gedung kedua dia sedang dalam tahap awal pengerjaan. Yang membuat dia gembira, sudah ada banyak orang yang memesan unit ke dia, bahkan sebelum gedung itu berdiri.‘Mereka orang-orang yang memercayai aku
Mendengar ucapan yang terdengar tidak tulus dari Shevia, Juna dan Anika saling bertatapan satu sama lain. Anika terlihat sedih dan menjadi tak enak hati.Mengetahui perubahan air muka Anika, Rinjani menyodokkan sikunya perlahan ke Shevia di sampingnya untuk memberi kode. “Aiyaa … tentu saja mereka akan langgeng. Sudah terlihat dari bersinarnya muka mereka, ‘kan?”Untuk menetralkan atmosfir yang kurang nyaman dari Shevia baru saja, Rinjani tertawa agar suasana jadi lebih cair.Shevia akhirnya juga sadar kalau dirinya menyebabkan Anika sedikit terlihat muram. “Ah, Kak Anik! Aku tak sabar ingin lihat penampilan Kak Anik nanti malam! Pasti super cantik!”Dengan cepat, Shevia membelokkan topik obrolan ke arah lain sambil meraih kedua tangan Anika. Tak lupa dia juga menyematkan tawa riangnya.Shevia tak mungkin melupakan kekonyolan yang pernah dia ucapkan pada Anika ketika mereka sempat berduaan saja.“Kak Anik, Juna ganteng, yah! Dia juga hebat. Aku selalu merasa nyaman kalau ada di dekat
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag