“Oke, minta dia menunggu.” Juna menjawab resepsionisnya.Namun, alih-alih mendatangi ruangannya, Juna justru pergi keluar gedung kantornya untuk menemui Saini.“Bagaimana prosesnya, Pak Saini?” tanya Juna pada orang yang dia percaya dalam pembangunan gedung apartemen barunya.“Semuanya lancar, Pak! Silakan kalau ingin dicek dulu, Pak!” Saini yang ada di lokasi pembangunan siang itu, siap memimpin Juna meninjau lokasi.Ini yang disukai Juna dari Saini. Orangnya jujur dan bisa diandalkan untuk kerja cepat.Untung saja dia memiliki tenaga kanuragan yang bisa memeriksa kontur tanah dan bahan bangunan yang ada di sana, sehingga dia bisa dengan cepat mengetahui jika ada kesalahan.“Semuanya aman, Pak Saini. Terima kasih atas kinerja bagus Bapak.” Juna mengangguk senang.Saat ini, pembangunan gedung kedua dia sedang dalam tahap awal pengerjaan. Yang membuat dia gembira, sudah ada banyak orang yang memesan unit ke dia, bahkan sebelum gedung itu berdiri.‘Mereka orang-orang yang memercayai aku
Mendengar ucapan yang terdengar tidak tulus dari Shevia, Juna dan Anika saling bertatapan satu sama lain. Anika terlihat sedih dan menjadi tak enak hati.Mengetahui perubahan air muka Anika, Rinjani menyodokkan sikunya perlahan ke Shevia di sampingnya untuk memberi kode. “Aiyaa … tentu saja mereka akan langgeng. Sudah terlihat dari bersinarnya muka mereka, ‘kan?”Untuk menetralkan atmosfir yang kurang nyaman dari Shevia baru saja, Rinjani tertawa agar suasana jadi lebih cair.Shevia akhirnya juga sadar kalau dirinya menyebabkan Anika sedikit terlihat muram. “Ah, Kak Anik! Aku tak sabar ingin lihat penampilan Kak Anik nanti malam! Pasti super cantik!”Dengan cepat, Shevia membelokkan topik obrolan ke arah lain sambil meraih kedua tangan Anika. Tak lupa dia juga menyematkan tawa riangnya.Shevia tak mungkin melupakan kekonyolan yang pernah dia ucapkan pada Anika ketika mereka sempat berduaan saja.“Kak Anik, Juna ganteng, yah! Dia juga hebat. Aku selalu merasa nyaman kalau ada di dekat
“Shevia!” pekik beberapa orang sekaligus, termasuk Juna. Sedangkan orang lain segera merunduk, berjongkok ketakutan.Semua terjadi begitu cepat dan tidak terduga, sampai-sampai Juna saja lengah. Ada orang yang membawa senjata api dan menembakkannya ke dia, tapi dihalangi Shevia.Juna segera bergerak cepat, lari mengejar orang yang tadi meletuskan senjata apinya. “Berani sekali kamu!”Dia melancarkan energi kanuragannya sehingga berhasil menumbangkan orang itu meski dari jauh.“Argh!” Pelakunya jatuh terjerembab dan tak bisa ke mana-mana lagi.Dibantu petugas katering, Juna berhasil meringkus pelakunya dan seseorang lain menelepon polisi.“Kamu! Sangat hebat sekali kau!” Juna menarik bangun orang itu sambil matanya sudah dipenuhi dengan hawa membunuh.“Ya! Aku memang hebat! Memangnya kenapa?” Pelakunya ternyata masih muda dan terlihat bukan seperti preman atau sejenis suruhan.Kening Juna berkerut heran, kenapa penampilan orang ini sepertinya memang terbiasa di kelas atas? Kalau preman
“Semua ini pokoknya gara-gara kau!” Hamid sudah terlalu emosi sampai tinjunya melayang ke Juna.Dhuakk!Juna tidak menghindar dan menerima tinju dari Hamid dengan sikap penuh ksatria. Dia bisa saja mengelak atau menangkap serangan Hamid, tapi tidak melakukannya.Di hatinya, Juna membatin, ‘Aku memang sudah bersalah, jadi biarlah aku menerima kemarahan Hamid kali ini saja.’“Mas!” Anika memekik tertahan.“Jun!” Rinjani juga demikian.“Papah!” Ibunya Shevia turut menjerit tertahan melihat kelakuan suaminya yang di luar dugaan.“Om, jangan begitu, dong!” Rinjani sudah pasang badan di depan Juna sambil berkacak pinggang dan memicing mata tajam ke Hamid di hadapannya.“Rin, tak apa.” Juna menyentuh bahu Rinjani sambil menggeser pelan tubuh wanita itu. “Pak Hamid, saya benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi dengan Shevia. Kami juga tidak mengira—““Kalau sampai Shevia kenapa-kenapa, cacat sekali pun, aku akan tuntut kamu untuk mempertanggungjawabkan kehidupannya!” Hamid memotong ucapa
Rinjani masih tak paham dengan ucapan Anika barusan. Apa dia salah dengar? “Energi murni … apa? Chakra?”Anika menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan. Dia tidak tega melihat kondisi Shevia yang demikian.“Lebih baik dicoba daripada hanya diam saja dan menunggu lama.” Anika berbisik, sebenarnya untuk dirinya sendiri.Rinjani tidak bisa berbuat apa-apa dan menuruti saja keinginan Anika yang meminta dia untuk berjaga-jaga di pintu andaikan nanti ada orang masuk.“Ayo, Shevia, izinkan aku untuk menyembuhkan kamu. Sang Hyang Widhi … beri aku kekuatan.” Anika berbisik setelah Rinjani menjauh dari tempat tidur Shevia.Kedua tangan Anika segera membentuk mudra terlebih dahulu untuk mengumpulkan energi di telapak tangannya sembari dia merapalkan mantra jawa kuno yang mendadak saja muncul di kepalanya.Tak berapa lama, dari tapak tangan Anika, muncul berkas sinar samar yang kian lama, kian jelas dan terang.“Shevia, lekaslah bangun dan sembuh, yah!” bisik Anika sembari menempelkan tapak ta
Ketika Hamid masuk lagi ke ruang perawatan putrinya, dia mendengar istrinya menyeru, “Aku benar-benar akan melaporkanmu karena sudah macam-macam dengan putriku!”Mata Hamid langsung mendelik bengis ke Anika, siap melontarkan kata-kata kejam yang lebih lebih menyengat ketimbang istrinya. Bahkan mulai mengeluarkan ponsel untuk menghubungi polisi.Namun ….“Ermmgghh ….” Ada gerakan kecil dari Shevia.“She—Shevia bangun!” Rinjani lebih dulu berseru sambil matanya membola.Segera saja, Hamid dan istrinya mendekat ke putri mereka. Juna tahu diri dan membopong Anika menjauh dari ranjang rawat inap tersebut.“Via! Via Sayang! Nak?” Ibundanya memanggil Shevia berulang kali sambil mengusap wajah pucat Shevia.Mata Shevia perlahan saja membuka.“Shevia! Kamu tidak apa-apa?” Hamid memeriksa putrinya, berharap tidak terjadi sesuatu pada putri semata wayangnya.Perawat yang sudah datang lekas saja mengambil alih untuk memeriksa kondisi terbaru Shevia.“Kok sudah sadar, yah?” bisik salah satu perawa
Rinjani lekas menyusul Juna untuk bertanya, “J—Jun! Tunggu dulu! Kamu mau ke mana?”“Membawa adik iparku datang ke sini. Tolong atur Nik mendapatkan kamar rawat inap VIP untukku, yah! Aku akan sangat berterima kasih padamu akan itu.” Usai menjawab pertanyaan Rinjani, Juna melanjutkan langkah cepatnya karena dia buru-buru harus lekas tiba di unit apartemen yang ditempati Hartono.Ya, dia memang berencana membawa Rafa untuk memulihkan Anika. Meski ini sudah termasuk pagi dini hari, dia yakin Rafa pasti bersedia.“Jun?” Hartono yang membukakan pintu apartemen pun merasa heran melihat Juna yang seperti baru berlari.“Pa, Rafa di mana? Ada di kamar?” tanya Juna sambil masuk ke hunian sementara yang dia atur untuk keluarga kecil ayah mertuanya.“Iya … dia di kamarnya, sudah tidur.” Hartono masih kebingungan.“Aku minta tolong agar Rafa boleh aku bawa sebentar ke rumah sakit, yah Pa.” Juna memberikan muka memohon.“Kenapa?” Hartono kebingungan. Dibangunkan oleh Juna dini hari begini, tentu s
“Rin, apakah kondisi vital Nik baik-baik saja?” Juna bertanya sambil menghilangkan selubung halimunan dari tubuh Rafa.Dia tidak menggubris wajah terkesiap Rinjani yang melihat kemunculan Rafa secara gaib di depan matanya.“Di—Dia! Dia! Dia! Dia hantu?” Rinjani sambil menunjuk ke Rafa di gendongan.Wajar saja bila Rinjani sampai tergagap panik melihat kemunculan tak disangka-sangka dari Rafa. Dia yang tidak pernah bersinggungan dengan hal mistis, kini dipaksa melihat banyak hal di luar nalar logikanya.“Jangan ngawur, ini adik iparku yang kukatakan tadi.” Juna menurunkan Rafa di ranjang tempat Anika dibaringkan.“A—Adik ipar, astaga!” Rinjani kembali terkesiap akan jawaban Juna. “Dia … dia yang akan menolong Anika? Jun! Jangan bercanda!”Kini Juna sudah lebih tenang dan dia tertawa kecil pada keterkejutan Rinjani.“He he … jangan menilai dia dari kecil tubuh dan umurnya.” Juna sambil melihat Anika yang sudah mendapatkan tindakan pemberian cairan infus di tangan.Juna membangkitkan tub
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag