Begitu melihat nama Jerico berkedip-kedip di layar ponselnya, kilatan tidak sabar melintas di mata Rhea. Dia langsung menolak panggilan telepon itu.Setelah menelepon beberapa kali lagi dan Rhea tak kunjung menjawab panggilan telepon itu, akhirnya ponsel Rhea tidak berdering lagi.Di sisi lain, Jerico melemparkan ponselnya ke lantai dengan marah. Ekspresinya tampak sangat muram dan menakutkan."Yurik, kirim orang ke Kota Rongin untuk mengawasi di sana. Kalau ada sesuatu yang nggak beres, segera laporkan padaku."Dia tidak ingin dikhianati tanpa mengetahui apa-apa.Sebenarnya Yurik berniat untuk membujuk atasannya itu beberapa patah kata. Namun, melihat ekspresi muram Jerico, dia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun."Baik, aku akan segera mengaturnya."Setelah Yurik pergi, Jerico melihat dokumen-dokumen yang ada di atas meja. Namun, saking kacaunya pikirannya saat ini, dia sama sekali tidak bisa fokus.Memikirkan kemungkinan Rhea akan berinteraksi berduaan saja dengan Arieson, hat
Sambil menahan pinggangnya, Jerico meluapkan hasrat yang bergejolak dalam hatinya seperti orang yang sudah menggila. Sorot matanya tampak gelap dan muram.Tidak tahu sudah berlalu berapa lama, saat Stella merasakan dirinya hampir kehilangan kesadaran, Jerico baru menghujamnya dengan keras. Saat itulah, mereka berdua mencapai klimaks.Setelah permainan menggairahkan mereka itu usai, saat Stella hendak mengambil celana dalamnya dan memakainya, tiba-tiba rasa sakit yang tajam menghujam perutnya. Wajahnya yang awalnya masih memerah, langsung berubah menjadi pucat pasi."Jerico ... perutku sangat sakit ...."Mengingat usia kehamilan wanita itu belum mencapai tiga bulan, ditambah lagi dengan dia menghujam wanita itu dengan gila-gilaan tanpa mengendalikan hasratnya tadi, ekspresi Jerico langsung berubah. Saat itu juga, dia menggendong wanita itu dan berjalan keluar dengan cepat.Menjelang malam harinya, saat Rhea baru berencana keluar setelah menerima pesan dari Tio, tiba-tiba dia menerima pe
Mungkin saja ada masalah dengan bahan obat-obatan perusahaan mereka.Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah. Setelah berpikir selama beberapa detik, dia berkata, "Oke, aku berada di kamar nomor 802. Nona Alisa langsung datang kemari saja."Tak lama kemudian, Alisa pun tiba.Rhea membuka pintu dan mempersilakannya masuk. Setelah mereka duduk, Alisa menyodorkan sebuah bungkusan dalam genggamannya pada Rhea, lalu tersenyum dan berkata, "Nona Rhea, ini adalah syalmu. Coba kamu lihat apakah ada masalah atau nggak."Saat menerima bungkusan itu, dari beratnya saja, Rhea sudah bisa merasakan isi dalam bungkusan itu bukan hanya sebuah syal.Setelah dia mengeluarkan syal itu, dia melihat ada banyak tumpukan uang di bawahnya, mungkin totalnya ada sekitar 400 juta.Rhea meletakkan syalnya kembali ke dalam bungkusan, lalu menyodorkan bungkusan itu kembali ke hadapan Alisa."Nona Alisa, syal ini terlalu mahal, aku nggak bisa menerimanya."Seulas senyum tetap menghiasi wajah Alisa. Dia berkata dengan
"Sakit ...."Sambil berkeringat dingin, Rhea bergumam kesakitan. Keningnya tampak berkerut, wajahnya juga pucat pasi.Dokter dan obat sakit maag Rhea tiba hampir pada saat bersamaan. Awalnya, dokter ingin membiarkannya minum obat terlebih dahulu untuk memantau kondisinya. Namun, giginya terkatup dengan rapat, sama sekali tidak bisa menyuapkan obat masuk ke dalam mulutnya.Dalam situasi seperti ini, hanya infus yang bisa diberikan pada pasien.Selesai memberi infus Rhea, dokter mengalihkan pandangannya ke arah Arieson dan berkata, "Setelah dia bangun nanti, beri dia makan sedikit bubur dan semacamnya.""Oke."Setelah berpesan beberapa patah kata lagi, dokter meninggalkan kamar bersama staf hotel."Pak Arieson, bagaimana kalau Bapak istirahat saja? Aku akan menjaga Nona Rhea di sini?"Arieson menundukkan kepalanya, melirik tangannya yang sedang digenggam erat oleh Rhea. Ekspresinya tampak muram. Tadi, saat dokter hendak menginfus Rhea, dia ingin melepaskan tangannya dari genggaman wanita
Setelah tertegun selama beberapa detik, perasaan hangat yang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata menyelimuti hatinya.Selesai mandi, Rhea memakan bubur dan obatnya, lalu memutuskan untuk menemui Arieson dan berterima kasih padanya.Bagaimanapun juga, semalam dia sudah menggenggam tangan pria itu semalaman, seharusnya pria itu tidak bisa beristirahat dengan baik.Setelah berjalan ke kamar di sebelah kamarnya, Rhea mengulurkan lengannya, hendak mengetuk pintu. Saat itu juga, pintu terbuka dari dalam.Rambut Arieson masih sedikit basah, dia sudah juga berganti pakaian. Sepertinya dia baru saja selesai mandi."Pak Arieson, aku datang ... untuk berterima kasih padamu. Terima kasih banyak."Melihat wanita di hadapannya itu mengalihkan pandangan ke bawah dan posisi kedua lengannya tampak canggung, sangat jelas pergerakannya sedikit kaku.Wanita itu sedikit takut padanya.Setelah mendapati kesimpulan itu, tidak tahu mengapa perasaan tidak senang langsung menyelimuti hati Arieson. Dia me
Rhea mengatupkan bibirnya dengan rapat, lalu berkata, "Kelihatan jelas orang-orang Perusahaan Farmasi Berjaya menginginkan kerja sama kali ini terjalin. Mungkin saja, mereka mengirim orang untuk membuntuti kita. Mengetahui kita akan pergi ke basis bahan obat-obatan, mungkin mereka akan melakukan persiapan terlebih dahulu."Dengan begitu, biarpun mereka pergi basis bahan obat-obatan, mereka juga tidak mungkin bisa mengetahui kualitas bahan obat-obatan yang sesungguhnya.Tio yang mengikuti mereka tersenyum dan berkata, "Nona Rhea nggak perlu khawatir, tentu saja kami punya cara agar nggak ketahuan oleh orang-orang Perusahaan Farmasi Berjaya."Mengetahui mereka sudah punya rencana sendiri, Rhea menganggukkan kepalanya tanpa banyak bicara lagi.Sore hari sekitar jam dua lewat, mobil sewaan Tio berhenti di depan pintu hotel untuk menjemput mereka.Tak lama setelah mereka masuk ke dalam mobil, sambil melihat kaca spion mobil, sopir berkata, "Memang ada orang yang membuntuti kita."Tio berkat
Merasakan kokohnya tangan besar yang memeluk pinggangnya itu, serta kehangatan yang menjalar dari kain pakaian tipisnya, wajah Rhea langsung memerah.Dia buru-buru berdiri dengan tegak, sedikit tidak berani menatap pria itu."Pak Arieson, terima kasih."Arieson menarik kembali tangannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kemudian, dia berkata dengan suara dalam, "Saat mengamati bahan obat-obatan, kamu juga harus memperhatikan langkah kakimu.""Aku mengerti."Setelah kejadian yang memalukan itu, Rhea tidak berani terlalu asyik dalam pengamatannya lagi. Dia memperhatikan langkah kakinya dengan saksama, takut dia akan terjatuh lagi."Ini adalah Rauvolfia yang sudah dikeringkan."Staf itu mengambil sebatang Rauvolfia yang telah dikeringkan secara acak, lalu memberikannya pada Arieson. Setelah menerima dan mengamatinya sejenak, Arieson menyerahkannya pada Rhea."Coba kamu lihat."Dari luar, Rauvolfia yang satu ini tidak ada bedanya dengan bahan-bahan obatan yang ditunjukkan oleh Perusahaan
Bagaimanapun juga, dia adalah orang yang cerdas. Dia segera menekan perasaaan tidak puas yang bergejolak di hatinya. Seulas senyum ramah tetap mengembang di wajahnya."Tentu saja. Tapi, perusahaan kami sangat tulus berharap bisa menjalin hubungan kerja sama dengan Perusahaan Teknologi Hongdam. Aku harap Pak Arieson bisa mempertimbangkannya dengan baik."Arieson menganggukkan kepalanya dan berkata, "Hmm, Pak Billy, mari, aku bersulang untukmu."Mereka berdua melanjutkan obrolan mereka. Tak lama kemudian, mereka sudah meneguk sebotol anggur.Saat ini, wajah Arieson yang awalnya putih sudah tampak sedikit kemerahan, kedua matanya yang indah juga sudah sedikit diwarnai sorot mata mabuk. Dengan pencahayaan lampu dari atas kepalanya, paras tampannya tampak sangat memesona, sampai-sampai membuat orang lain tidak bisa mengalihkan pandangan darinya.Menyadari dirinya hanyut dalam pesona pria itu, Rhea buru-buru mengalihkan pandangannya."Nona Rhea, aku bersulang untukmu."Saat Rhea menoleh, Ali