Setelah pulang dari puncak, mendadak kondisi Kalvi tidak sehat. Ia tidak berhenti bersin-bersin, dan badannya terasa panas.
Saat ini hanya ia dan asisten rumah tangga yang berada di rumah. Sedangkan kedua orang tuanya sibuk bekerja dam sedang berada di luar negeri.
Ketika ia menghubungi ayahnya, ia mengatakan akan kembali satu minggu lagi, dan ibunya juga mengadakan gelar pameran busana di Singapura.
Diam-diam Kalvi menggerutu kesal kepada kedua orang tuanya. Di saat kondisinya tidak stabil, kedua orang tua yang diharapkan bisa memberikan perhatian, tidak pernah ada untuknya.
Selama ini ia telah sering tinggal sendirian, hanya ada bibi Ina yang selalu menemaninya. Karena sering ditinggal pergi, ia lebih dekat kepada sang pembantu.
“Kalvi, ayo minum air wedang jahe dulu, bibi rasa kamu masuk angin. Ayo bangun dulu,” kata bibi Ina menbangunkan Kalvi.
Kalvi masih bergelung di bawah selimutnya. Badanya meriang, rasanya benar-benar tidak enak. Entah kenapa fisiknya mendadak lemah setelah pergi tadi siang bersama Migy.
“Bibi, aku mau minum teh manis saja. Tenggorokanku terasa seret, pengen minum yang hangat-hangat.” Kalvi beringsut untuk duduk.
“Baiklah. Tapi minum dulu jahe ini biar lebih enakan badannya.”
Kalvi meminum air wedang jahe yang dibuatkan oleh bibi Ina. Rasanya lumayan hangat dalam tenggorokannya. Melihat wajah bibi Ina yang memandangnya penuh perhatian, tiba-tiba Kalvi teringat sosok ibunya.
Dari kecil ia telah diasuh oleh bibi Ina. Sedangkan ibunya sering bepergian keluar negeri. Jarang sekali ada waktu untuk berkumpul. Tetapi, bibi Ina adalah ibu kedua bagi Kalvi.
Wanita paruh baya tersebut mampu menyayanginya sepenuh hati. Jika sudah sakit begini, bibi Ina akan selalu ada untuknya.
“Bibi, terima kasih untuk selalu menjaga Kalvi.” Kalvi menatap lembut pada bibi Ina.
“Iya, Kalvi. Bibi akan selalu ada untuk Kalvi, jadi mulai sekarang Kalvi harus terus semangat. Jangan pikirkan yang berat-berat, oke?” bibi Ina selalu penuh semangat untuk menghibur Kalvi.
Dalam hati, bibi Ina mengerti apa yang tengah dirasakan oleh Kalvi. Remaja tersebut pasti menginginkan sosok ibunya jika sedang sakit. Sudah bertahun-tahun ia bekerja sebagai asisten di rumah itu, jarang sekali ibu Kalvi meluangkan waktu untuk anak semata wayangnya. Jika ada, itu hanya 2 hingga 3 kali dalam satu bulan.
Mereka berdua beranggapan jika semua hasil usaha mereka hanya untuk kepentingan Kalvi. Jadi sekuat mungkin mereka mencari uang, tanpa berpikir jika uang bukanlah yang pertama dibutuhkan oleh anak mereka.
Setelah membuatkan teh manis hangat untuk Kalvi, bibi Ina membawakan ke kamarnya. Tampak Kalvi duduk bersandar pada sandaran kasur. Wajahnya terlihat memerah, mungkin efek panas dalam yang dirasakannya.
“Ini teh manisnya. Setelah ini minum obat penurun panas ya, Kalvi? Bibi sudah siapkan. Ini minum dulu,” kata bibi Ina menyodorkan secangkir teh beserta obat penurun demam.
Kalvi menerima obat itu dan langsung menelannya. Kerutan di keningnya menandakan jika obat tersebut pahit. Dari kecil Kalvi paling tidak suka memakan obatnya, karena ia paling anti sama obat.
“Ya sudah. Kalvi tidur dulu ya, biar panasnya turun. Bibi mau membuatkan sup ayam dulu,” kata Bibi Ina menyelimuti sebagian tubuh Kalvi.
Kalvi mengangguk patuh. Ia juga merasakan panas dingin. Mau tak mau, ia lebih memilih untuk beristirahat sebentar. Pusing yang melanda kepalanya membuatnya lelah.
Sementara Migy, ia telah selesai makan malam bersalam nenek. Usai makan bersama, ia pergi menuju kamarnya. Tiba-tiba perasaannya sangat aneh, penasaran dengan keadaan Kalvi. Tumben cowok itu belum menghubunginya, padahal tadi ia berkata bahwa akan menelepon.
Migy masih mempertimbangkan untuk menghubungi Kalvi. Ia tidak ingin dianggap bersemangat menghubungi kalvi, sementara hatinya tidak tenang ingin segera menghubunginya.
Dengan memberanikan diri, ia mengetik nomor Kalvi dan menekan tanda panggilan. Namun, panggilannya tidak dijawab.
Setelah mencoba sekali lagi, juga tidak ada jawaban. Migy menjadi penasaran, apa yang terjadi kepada Kalvi?
Ia mengetik pesan kepada kalvi, menanyakan bagaimana kabarnya. Apakah baik-baik saja sehabis bertemu tadi?
Hanya ceklis satu. Berarti pesannya belum dibaca.
Migy mulai tidak tenang. Ia meletakkan ponselnya di meja belajar dan beralih pada buku pelajaran fisika. Kebetulan besok adalah ulangan harian, jadi ia mempersiapkan diri dengan mengulangi pelajaran.
Keesokan harinya, seperti biasa Migy pergi ke rumah Kalvi. Ia sudah berjanji akan menjadi tukang antar jemput Kalvi selama satu semester. Tepat di depan rumah Kalvi, ia menghentikan motornya.
Sambil celingak-celinguk menanti kedatangan Kalvi, Migy memeriksa ponselnya. Terdapat satu pesan masuk dari Kalvi, mengatakan jika ia tidak bisa hadir ke sekolah karena sakit.
Migy melihat ke halaman rumah Kalvi, ia agak ragu untuk masuk. Tetapi tidak ada salahnya untuk sekedar melihat sebentar keadaan Kalvi. Lagipula dari semalam ia memikirkan si cowok mesum tersebut.
Saat Migy mengetuk pintu, seseorang membukanya.
“Iya, dengan siapa ya, nak?” kata bibi Ina memperhatikan seragam Migy.
“Saya Migy, temannya Kalvi. Kalvinya ada, bu?”
“Ada. Migy temannya Kalvi? Ya sudah, ayo masuk ke dalam. Kebetulan Kalvi baru saja sarapan di kamarnya.”
Bibi Ina membawa Migy masuk dan menuntun jalan ke kamar Kalvi. Sedangkan Migy, ia asik melihat semua tata letak ruangan rumah Kalvi.
Ruangan yang begitu klasik dan luas. Sekilas pandangannya tertuju pada pas foto yang berada di dekat jam besar di pojok ruangan. Itu adalah foto Kalvi kecil yang tidak memakai apapun.
Migy tersipu melihat betapa imutnya Kalvi saat bayi. Pantas saja si mesum itu ganteng, orang masa kecilnya aja sangat imut dan tampan begitu. Tapi matanya terhenti pada bagian si kecil Kalvi.
Sangat lucu. Itu adalah senjata yang satu minggu lalu dianiayanya . Migy terkikik geli mengigatnya, hingga tak sadar bibi Ina memperhatikan arah pandagan Migy tertuju.
“Itu foto Kalvi ketika berumur dua tahun.” Bibi Ina bersuara.
Migy terkejut. “Eh, iya bi. Dia lucu ya, bii?”
“Iya. Dari kecil dia memang sangat lucu. Bibi sangat suka menjaganya, karena dia tidak pernah rewel,” kata bibi Ina tersenyum sambil mengingat masa kecil Kalvi.
Setibanya di depan kamar Kalvi, bibi Ina membuka pintu. Dan terlihat Kalvi sedang tidur dengan selimut menutupi semua tubuhnya.
“Kalvi, bibi mau mengantar temanmu. Di Migy,” kata bibi Ina membangunkan Kalvi.
Perlahan Kalvi membuka selimutnya. Matanya masih terlihat memerah, dan pandangannya sayu. Tidak ada keceriaan dari wajah Kalvi.
“Hai, aku tadi ke sini untuk menjemput ke sekolah. Tapi aku baru tahu jika kamu sakit saat ada pesan masuk.” Migy berjalan ke ranjang Kalvi.
“Bibi tinggal dulu, ya. “
“Baik bi.” Kata Migy tersenyum.
“Iya, nggak tahu nih. Pas pulang dari puncak kemarin, tiba-tiba aku nggak enak badan. Semalam juga meriang,” jelas Kalvi mencoba untuk duduk.
Migy melihat Kalvi yang telihat agak lemas. Jadi dia mengulurkan punggung tangannya dan menempelkan ke kening Kalvi. Terasa hangat, mungkin efek dari panas yang belum turun.
“Kamu sudah berobat?” tanya Migy.
“Sudah. Bibi Ina sudah membelikan obat. Mungkin sebentar lagi aku akan mendingan.”
Migy melihat jam di pergelangan tangannya. Terlihat hari sudah menunjukkan waktu masuk sekolah. Ia tidak ingin terlambat, tetapi ketika melihat Kalvi kurang sehat ia jadi ragu untuk pergi.
“Sudah, kamu sekolah dulu sana. Aku tidak apa kok, nanti setelah istirahat akan sehat lagi.” Kalvi mengetahui kegelisahan Migy.
Migy jadi tidak enak hati. “Ya sudah, aku ke sekolah dulu ya? Soalnya sebentar lagi aku ada ulangan. Kamu sudah minta izin ke sekolah?” tanya Migy.
“Sudah. Aku sudah minta Peter mengabari ke wali kelas.”
Migy pun pamit. Ia mengatakan jika akan kembali lagi setelah waktu pulang sekolah berakhir. Dan ia juga meminta Kalvi untuk banyak minum air putih terus beristirahat dengan nyaman.
Sepulang dari sekolah Migy terus pulang ke rumah dahulu. Setelah itu ia berganti pakaian dan meminta izin kepada nenek untuk menjenguk teman yang sedang sakit.Setelah mendapat izin, Migy melajukan motor kesayangannya ke sebuah tempat penjual es krim. Kebetulan cuaca saat itu sedang panas dan gerah, jadi ia menginginkan yang segar-segar di tenggorokannya.Memikirkan Kalvi yang sedang sakit, saat menatap ke sekeliling tempat penjual es krim, ia melihat ada pedagang yang berjualan cincau. Migy melangkah mendekati tempat penjual cincau dan memesannya satu gelas untuk dibawa ke rumah Kalvi.Ia berharap Kalvi menyukai cincau yang dibelinya. Menurutnya, cincau adalah minuman yang paling tepat di saat panas dalam.Tiba di rumah Kalvi, Migy langsung disambut baik oleh bibi Ina yang sedang menyapu halaman di depan rumah.“Migy, sudah datang ya?” kata bibi Ina menyapa.Migy tersenyum. “Iya bi. Migy mau melihat Kalvi.”“Ya sudah. Masuk saja, Migy. Di d
Migy tak yakin apa yang menyebabkan Kalvi mendadak menatapnya penuh arti, atau kenapa dia mau menggantikan pekerjaan serbetnya barusan. Sentuhan pada bibirnya tadi hanya berlangsung sepersekian detik, tapi sudah cukup untuk membuat isi perutnya bergejolak.Ketika Kalvi menjilat ibu jarinya, Migy hampir pingsan membayangkan cowok itu menjilatnya langsung. Kalvi biasanya mahir dalam melakukan itu bersama mantan-mantannya. Pikiran itu membuatnya mengerut pada tempat duduknya.Kalvi tersenyum menggoda, kalau Migy tak salah tafsir, ia berpaling pada Apel yang dipegangnya, melahap dengan gigitan besar, seolah dia bukannya baru saja bersikap tidak senonoh. Atau bisa juga memang benar.Mungkin Kalvi hanya berusaha ramah, mencoba membantu saat Migy menunjukkan sisi berantakan.“Kau mau?” tanya Kalvi mengunyah buah Apel.“Tidak, aku sudah cukup banyak makan.”Dia tertawa. “Aku lupa kau mudah kenyang.”Kilatan
Dua hari kemudian, Kalvi telah diperbolehkan untuk kembali ke sekolah. Ia sudah terlihat agak lebih segar dari biasanya. Jangan lupakan potongan rambut terbarunya, yang sangat cool banget.Saat di sekolah, Migy menemui Kalvi yang sedang duduk bersama dengan Peter di koridor sekolah. Dengan berjalan pelan, Migy mencoba untuk tampil senatural mungkin di hadapan sang kekasih. Belum mencapai tempat duduk Kalvi, Migy sudah berdebar-debar tak karuan.“Hei, itu bukannya cewek lo, Kalv?” tunjuk Peter dengan arahan matanya.Kalvi menoleh. “Wah, gue kangen berat sama doi. Dua hari ini gue nggak bisa ketemu sama dia.” Kalvi mencoba untuk tersenyum menyambut Migy.Ketika Migy telah berada di depannya. Kalvi menarik tangan Migy untuk duduk di sampingnya.“Migy, kamu dari mana?” tanya Kalvi.“Hai,aku baru tiba. Aku tadi diantar sama supir. Nenek kebetulan lagi Malaysia, jadi aku diminta untuk diantar sama supir,” kata Migy menjelaskan.Kalvi memperhatikan
Rupanya, Kalvi tidak langsung mengantar Migy pulang ke rumah. Ia sengaja membawa Migy ke rumahnya, dan tidak berniat mengatakan terlebih dahulu.“Kalvi, ini bukannya jalan ke rumah kamu?” kata Migy menepuk punggung Kalvi dari belakang.“Iya. Kita mampir sebentar, kan nenek kamu juga gak ada di rumah. Ngapain sendirian, mendingan bareng aku.”“Tapi… kan. Ah Kalvi. Tahu gini, aku harus kasih kabar ke rumah dulu.”“Sudah, gak usah dipikirin. Bentar lagi aku anterin pulang, oke?” kata Kalvi sambil memberhentikan motornya di depan rumah.Migy turun perlahan, merasa tidak nyaman. Rasanya saat ini ia akan kembali terjebak dalam kondisi yang sama seperti terakhir kali ke sini.“Ayo, masuk. Kok kamu selalu melamun gini sih?” ajak Kalvi sambil menarik tangan Migy mengikuti langkahnya.Migy hanya mengikuti Kalvi dari belakang, sambil berharap akan cepat kembali pulang. Entah kenapa jika sudah berduaan dengan Kalvi, tingkat kewaspadaan Migy meningkat. I
Keesokan harinya, Migy telah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia juga sudah sarapan dan mulai bersiap untuk mengambil kunci motornya.Namun, tiba-tiba Bibi datang memberitahukan jika ada seseorang yang sedang menunggu Migy di depan rumah.“Migy, di depan ada temannya yang sedang menunggu,” kata Bibi mendekati Migy di ruang tamu.Migy mengernyit bingung.“Siapa Bi?” tanya Migy penasaran.“Bibi gak tahu namanya. Katanya sih, dia teman sekolah Migy,” jelas Bibi memberitahu.Migy merasa penasaran. Ia berjalan ke depan rumah untuk melihat siapa yang sedang menunggunya. Padahal, sebelumnya tidak ada janjian dengan siapa pun untuk bertemu pagi ini.Rupanya, sosok tinggi gagah berdiri dengan tegapnya di samping motornya. Dia adalah Kalvi, dengan memakai helm di kepala, sambil melambaikan tangan kepadanya.“Hai, pagi,” sapa Kalvi dengan senyuman ceria.Migy mendadak tersipu. Rasa
Di dalam kelas, Migy langsung ditarik oleh Lia ke temat duduknya.“Migy, sini sebentar deh. Aku mau bertanya sesuatu,” kata Lia sambil menduduki kursi di samping.“Tanya apa?”Lia melihat ke sekeliling, lalu berbicara pelan pada Migy.“Jadi gini, kemarin aku keluar sama Adik aku. Gak sengaja, lihat Kalvi sama seorang cewek.” Lia memandang Migy dengan serius.“Terus?” kata Migy yang sempat heran.Sebenarnya, Lia tidak ingin mengatakan ini kepada Migy, tetapi ia juga tidak bisa menutupi apa yang dilihatnya kemarin bersama adiknya di Mall.“Aku lihat Kalvi barengan sama seorang cewek di Mall. Terus, pas aku mencoba untuk mengikuti dari belakang, dia pergi ke sebuah toko perhiasan.”“Kamu, tahu gak? Dia memilihkan sepasang gelang pasangan sama cewek itu,” jelas Lia antusias.Migy yang mendengar penjelasan Lia hanya tersenyum. Walau sempat merasa curiga d
Sepulang sekolah, Migy diminta oleh kepala sekolah untuk mengumpulkan seluruh anggota osis. Rencananya, mereka akan mengadakan perlombaan akhir tahun ajaran di sekolah.Sementara itu, Kalvi yang sedang menunggu Migy di depan kelas diberitahu Migy untuk pulang lebih duhu.“Kalvi, aku ada rapat osis dulu. Kamu pulang saja duluan,” kata Migy memberi tahu.“Kamu nanti pulang bareng siapa? Apa aku tunggu di sini aja, sampai kamu selesai rapat?” kata Kalvi memastikan.Migy merasa tidak enak hati membiarkan Kalvi harus menunggu dirinya sendirian. Sementara, rapat osis biasanya akan berlangsung satu hingga dua jam.“Mmm. Kamu pulang aja duluan. Nanti aku bisa pulang sendiri kok.”“Kamu gak apa-apa? benaran?” tanya Kalvi sambil meyakinkan Migy.Migy mengangguk yakin. “Iya, sudah sana pulang. Aku mau kumpulin anggota osis yang lain,” kata Migy tersenyum.Kalvi pun membiarkan Mig
Setelah mengikuti kepergian Kalvi dan Megan dari belakang. Lois akhirnya tiba di sebuah Mall, di sana ia memarkirkan motornya. Lalu diam-diam mengikuti Kalvi.Sementara itu, Kalvi dan Megan telah memasuki area khusus penjual buku dan alat tulis.“Kak, aku mau cari buku ekonomi sama akuntansi,” kata Megan berbicara pada Kalvi.“Ya sudah, kamu cari saja dulu. Aku tunggu di sana,” tunjuk Kalvi pada tempat penjual minuman.Megan menggeleng pelan, “Jangan, Kakak harus temani aku mencari buku, oke?” rengek Megan sambil menarik lengan Kalvi mendekat padanya.Hal tersebut membuat Kalvi menghela napas lelah. Mau tidak mau harus menuruti kemauan Megan, sedangkan ia telah merasa gelisah memikirkan Migy yang pulang sendirian di sekolah.“Ya kak? Ayo kita cari bersama,” ajak Megan sambil menggandeng tangan Kalvi.Rupanya, kejadian itu tidak luput dari pantauan Lois yang mengikuti mereka berdua sejak
Setelah berhasil memindahkan Kalvi ke rumah sakit kota, Migy dan semua keluarga Kalvi menunggu di depan UGD.Waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Sementara Kalvi telah hampir satu jam di dalam ruangan tersebut. Dan semua keluarganya terlihat sedih menunggu kabar dari dokter.Migy berjalan mendekat dan duduk di sebelah Ibu Kalvi, pupil-pupilnya menatap ke pintu tuang gawat darurat.Ketika Ibu Kalvi menatap Migy, air mata mulai membasahi wajahnya.“Tante, Kalvi jatuh di saat kita beriringan pergi ke puncak. Dan tiba-tiba ia melajukan motornya dengan cepat sehingga kejadian itu begitu sangat terjadi. Apa yang harus aku lakukan?”Ibu Kalvi terkejut sehingga setiap saraf di tubuhnya menegang. Ia bahkan tergagap saat berbicara, “Kenapa ….dia bisa sampai…seperti itu?”Ibu kalvi jelas sangat terkejut.Migy mengatakan, “Awalnya kami semua menaiki motor masing-masing. Migy dan Nathan menaiki mo
“Tapi, Nenek berpesan bahwa Nona tidak boleh….”“Eh, bukan apa-apa kok!” kata Migy dengan cepat membekap mulut Nathan dengan tangannya.Kalvi terkejut melihat respon Migy yang seperti itu.“Nathan, ayo. Kamu ikut kita, oke?” kata Migy sambil mengedipkan mata sebagai kode.Nathan mengernyit, ia merasa bingung harus menuruti ucapan Migy atau melaporkan apa yang terjadi saat ini kepada Nenek Umaya. Karena, dari awal perjanjian ia telah diberitahu untuk menjaga Migy dari pacarnya.“Ayo, Migy. Jika terlalu lama, takut tidak keburuan,” ajak Kalvi.“Iya,” Migy tersenyum gugup, namun matanya tetap menatap Nathan yang sudah terlihat muram.“Aku ambil mobil dulu,” kata Kalvi.“Hmm. Kalvi, aku mau bilang, aku bareng Nathan saja, ya?” kata Migy takut-takut.“Hah? Terus aku sendirian?” ucap Kalvi tidak percaya.Mi
Malam harinya, Migy mendapat pesan dari Kalvi.“Migy…..”“Besok kan kita libur, mau jalan bareng aku, nggak?”Migy yang membaca pesan teks itu mulai terlihat bingung. Dari awal ia telah diwanti-wanti oleh Nenek untuk menjauhi Kalvi. Namun, sekarang iatidak mempunyai keberanian untuk memutuskan Kalvi, karena bagaimana pun merekabaru saja jadian, dan alasan untuk mengakhiri hubungan pun masih belum pasti.Mendadak Migy dilema berat. Dalam hati, ia memikirkan cara untuk mencari alasan yang tepat untuk membuat Kalvi mengerti.“Mau kemana?” balas Migy.“Kita jalan ke taman hiburan, mau nggak?”“Oke, besok kita ketemuan di rumah kamu saja.” Migy mengakhiri pesannya dan mematikan ponselnya.Sambil merebahkan badannya di ranjang, Migy kembali menimang mengenai pertemuannya besok dengan Kalvi. Karena bagaimana pun, saat inidirinya akan selalu mendapat p
Di rumah, Kalvi selalu memikirkan kedekatan Migy dan Andre. Ia merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan saat ini, di satu sisi mereka baru menjalani hubungan romantis. Memikirkan hal itu, Kalvi ingin sekali mengatakan kepada Andre bahwa saat ini dia cemburu!“Ahhh. Kenapa sih sulit sekali mendapatkan seluruh hati Migy?” kata Kalvi bergumam kesal.Sambil mondar-mandir, Kalvi memikirkan rencana dan liburan romantis untuk Migy. Sekaligus ini adalah tahap pertama untuk mendekatkan perasaan mereka.Dengan tidak sabar Kalvi menghubungi Peter untuk menanyakan rekomendasi tempat kencan favorit yang cocok untuk dikunjungi.“Halo,” jawab Peter di seberang telepon.“Peter, lo di mana?” tanya Kalvi.“Gue di rumah, kenapa bro?”Kalvi duduk di samping balkon kamarnya, “Gini, gue mau nanya. Lo punya tempat rekomendasi buat tempat kencan, gak?”“Wuiih, mau kencan nih?” go
Setelah mengikuti kepergian Kalvi dan Megan dari belakang. Lois akhirnya tiba di sebuah Mall, di sana ia memarkirkan motornya. Lalu diam-diam mengikuti Kalvi.Sementara itu, Kalvi dan Megan telah memasuki area khusus penjual buku dan alat tulis.“Kak, aku mau cari buku ekonomi sama akuntansi,” kata Megan berbicara pada Kalvi.“Ya sudah, kamu cari saja dulu. Aku tunggu di sana,” tunjuk Kalvi pada tempat penjual minuman.Megan menggeleng pelan, “Jangan, Kakak harus temani aku mencari buku, oke?” rengek Megan sambil menarik lengan Kalvi mendekat padanya.Hal tersebut membuat Kalvi menghela napas lelah. Mau tidak mau harus menuruti kemauan Megan, sedangkan ia telah merasa gelisah memikirkan Migy yang pulang sendirian di sekolah.“Ya kak? Ayo kita cari bersama,” ajak Megan sambil menggandeng tangan Kalvi.Rupanya, kejadian itu tidak luput dari pantauan Lois yang mengikuti mereka berdua sejak
Sepulang sekolah, Migy diminta oleh kepala sekolah untuk mengumpulkan seluruh anggota osis. Rencananya, mereka akan mengadakan perlombaan akhir tahun ajaran di sekolah.Sementara itu, Kalvi yang sedang menunggu Migy di depan kelas diberitahu Migy untuk pulang lebih duhu.“Kalvi, aku ada rapat osis dulu. Kamu pulang saja duluan,” kata Migy memberi tahu.“Kamu nanti pulang bareng siapa? Apa aku tunggu di sini aja, sampai kamu selesai rapat?” kata Kalvi memastikan.Migy merasa tidak enak hati membiarkan Kalvi harus menunggu dirinya sendirian. Sementara, rapat osis biasanya akan berlangsung satu hingga dua jam.“Mmm. Kamu pulang aja duluan. Nanti aku bisa pulang sendiri kok.”“Kamu gak apa-apa? benaran?” tanya Kalvi sambil meyakinkan Migy.Migy mengangguk yakin. “Iya, sudah sana pulang. Aku mau kumpulin anggota osis yang lain,” kata Migy tersenyum.Kalvi pun membiarkan Mig
Di dalam kelas, Migy langsung ditarik oleh Lia ke temat duduknya.“Migy, sini sebentar deh. Aku mau bertanya sesuatu,” kata Lia sambil menduduki kursi di samping.“Tanya apa?”Lia melihat ke sekeliling, lalu berbicara pelan pada Migy.“Jadi gini, kemarin aku keluar sama Adik aku. Gak sengaja, lihat Kalvi sama seorang cewek.” Lia memandang Migy dengan serius.“Terus?” kata Migy yang sempat heran.Sebenarnya, Lia tidak ingin mengatakan ini kepada Migy, tetapi ia juga tidak bisa menutupi apa yang dilihatnya kemarin bersama adiknya di Mall.“Aku lihat Kalvi barengan sama seorang cewek di Mall. Terus, pas aku mencoba untuk mengikuti dari belakang, dia pergi ke sebuah toko perhiasan.”“Kamu, tahu gak? Dia memilihkan sepasang gelang pasangan sama cewek itu,” jelas Lia antusias.Migy yang mendengar penjelasan Lia hanya tersenyum. Walau sempat merasa curiga d
Keesokan harinya, Migy telah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia juga sudah sarapan dan mulai bersiap untuk mengambil kunci motornya.Namun, tiba-tiba Bibi datang memberitahukan jika ada seseorang yang sedang menunggu Migy di depan rumah.“Migy, di depan ada temannya yang sedang menunggu,” kata Bibi mendekati Migy di ruang tamu.Migy mengernyit bingung.“Siapa Bi?” tanya Migy penasaran.“Bibi gak tahu namanya. Katanya sih, dia teman sekolah Migy,” jelas Bibi memberitahu.Migy merasa penasaran. Ia berjalan ke depan rumah untuk melihat siapa yang sedang menunggunya. Padahal, sebelumnya tidak ada janjian dengan siapa pun untuk bertemu pagi ini.Rupanya, sosok tinggi gagah berdiri dengan tegapnya di samping motornya. Dia adalah Kalvi, dengan memakai helm di kepala, sambil melambaikan tangan kepadanya.“Hai, pagi,” sapa Kalvi dengan senyuman ceria.Migy mendadak tersipu. Rasa
Rupanya, Kalvi tidak langsung mengantar Migy pulang ke rumah. Ia sengaja membawa Migy ke rumahnya, dan tidak berniat mengatakan terlebih dahulu.“Kalvi, ini bukannya jalan ke rumah kamu?” kata Migy menepuk punggung Kalvi dari belakang.“Iya. Kita mampir sebentar, kan nenek kamu juga gak ada di rumah. Ngapain sendirian, mendingan bareng aku.”“Tapi… kan. Ah Kalvi. Tahu gini, aku harus kasih kabar ke rumah dulu.”“Sudah, gak usah dipikirin. Bentar lagi aku anterin pulang, oke?” kata Kalvi sambil memberhentikan motornya di depan rumah.Migy turun perlahan, merasa tidak nyaman. Rasanya saat ini ia akan kembali terjebak dalam kondisi yang sama seperti terakhir kali ke sini.“Ayo, masuk. Kok kamu selalu melamun gini sih?” ajak Kalvi sambil menarik tangan Migy mengikuti langkahnya.Migy hanya mengikuti Kalvi dari belakang, sambil berharap akan cepat kembali pulang. Entah kenapa jika sudah berduaan dengan Kalvi, tingkat kewaspadaan Migy meningkat. I