Jalan Hijrah Si Kupu-Kupu Malam 15Aku masih memainkan ujung jari, rasanya sulit sekali mulut ini membuka, seperti terkunci bahkan terasa dilem."Kiara?" Panggilnya lagi, aku bingung mau memulai dari mana, tapi sepertinya aku harus mengatakan sekarang."A-apa aku boleh disini sampai dekat lebaran nanti?" tanyaku tercekat. Aku takut dia mengira aku disini karena ingin dekat dengannya. Nanti dia ke GR an. Ah, bukan dia yang ke GRan, tapi aku yang terlalu berharap."Tentu saja, kamu boleh disini sampai kapanpun, bahkan aku senang jika kamu mau taubat dan mau hijrah," jawabnya dengan mata berbinar. Apa dia memiliki perasaan padaku?Kiara! Jangan selalu berfikir demikian, ingatlah kamu siapa dan dia siapa? Jika Ning aja dia tolak apalagi hanya aku yang seongok sampah."Kamu tak perlu merasa sungkan dan segan disini, kamu bisa meminta bantuan Nay atau santriwati jika kamu ingin belajar tapi malu untuk belajar dengan Asatidzah." Ia kembali berkata dengan antusias.Aku hanya mengangguk pelan,
"Dia tadi bilang mau menikahkan kamu sama orang kaya raya dan menyuruh kamu untuk pulang ke kontrakan." Dengan santai ia berkata.Ah bagaimana ini?Tentu Mami Mawar tak akan putus asa menyambangi aku disini. Bagaimana kalau Abah tahu aku ini mantan wanita ...."Sum ... Sumi?" Panggilnya membuat aku yang terdiam dalam pikiran langsung menatapnya."Kenapa?" tanyanya. Dia pikir ini bukan hal besar hingga masih tanya kenapa?"Orang kaya raya loh, katanya punya banyak kontrakan dan dia sudah sangat mengenal kamu karena langganan," ucapnya membuat aku tak enak hati. Memang Bang Rozak sudah membooking aku berkali-kali tapi tak terbesit sedikitpun untuk menikah dengannya. "Nggak mau, aku belum ingin menikah." Aku beralasan. Pasalnya tak tahu lagi harus mengatakan apa untuk menghindari pertanyaan Abu gosok."Apa aku harus pulang saja ya?" tanyaku kemudian setelah terjadi keheningan."Lah tadi katanya ngga mau, sekarang mau pulang itu artinya mau dong!" Abu gosok menyempitkan mata."Bukan beg
Gawat!Tapi tunggu, bukankah aku bawa cadar? Segera aku meraih benda lebar itu dan memakainya."Kamu kenapa, Mbak?" tanya Nay yang terlihat bingung. Tentu ia tak tahu orang yang ada didepan sana.Bang Rozak dengan Mami Mawar tengah berjalan mesra mengitari mall."Nay, kita jalan-jalan dulu yuk sebentar!" Ajakku. Menarik tangan Nay agar segera mengikuti aku. Dengan langkah segera aku langsung berjalan, mengikuti dibelakang Mami Mawar dan Bang Rozak yang belum menyadari semuanya.Aku harus punya bukti jika mereka punya hubungan, agar aku bisa menolak saat Mami Mawar ataupun Bang Rozak kembali datang.Dia memasuki tempat makan, aku ikut masuk dan duduk, mereka masih belum sadar tentunya, karena penampilan aku yang syar'i juga memakai cadar."Bang, nanti belikan Mami gelang ya!" Pinta Mami Mawar dengan nada manja."Tentu dong, Sayang, asal kamu mau menemani kesepian aku sebelum aku benar-benar menikah dengan Kiara, aku akan belikan apapun yang kamu mau!" Bang Rozak membalas, ini tak kalah
Aku masih tak percaya dengan apa yang aku dengar tadi, benarkah dia memujiku? Atau hanya sebuah pujian agar aku makin mantap berhijab?"Ah, sudahlah! Apapun itu aku harus tetap semangat. Bismilah hijrahku di bulan suci ini Allah mudahkan." Aku beranjak menuju sof barisan. Menyesuaikan dengan yang barisan yang ada.Tak ada dari mereka yang aku kenal, tapi sepertinya mereka mengenal jauh aku. "Mbak Kiara, sini geser lagi!" ujar salah seorang santri, akupun menutut saja."Sini saja, Mbak, sama aku!" Aku hanya mengeleng, melihat mereka yang seolah berebut untuk dekat denganku.Mereka tentu tak tahu asal usul ku hingga seolah aku bak artis karena dikira keluarga Ndalem, bahkan ada yang sudah bergosip jika aku calon istrinya Abu gosok."Mbak, kapan-kapan main ke kamar aku ya!" ujar Santriwati yang aku taksir dia sudah menginjak sekolah menengah atas."Insya Allah, Dek. Kalau aku punya waktu nanti juga jalan-jalan keliling pesantren sekalian belajar." Aku menjawab."Duh, belajar apa lagi si
Aku pun akhirnya menjalani puasa pertama di RS, Nay memang sudah membaik tapi dokter belum mengizinkan ia pulang.Dengan keadaan demikian, aku makin dekat dengan Nay. Dia banyak bercerita tentang keluarganya sampai Abu gosok pribadi."Aa itu orangnya dulu susah diatur, dia bahkan ngga mau masuk pesantren saat SMA. Abah sampai gedeg dengan ulahnya. Ada aja yang dia lakukan disekolah sampai guru bosen mengatasinya." Nay bercerita. Aku hanya mendengarkan."Makanya dari itu, Aa ngga bisa tauziah, dia terkenal hanya karena suaranya. Memang anugerah dari Allah memiliki suara emas." Benar juga, suara Abu gosok itu bagus sekali, aku malah sampai lupa mau ajak dia nyanyi dangdut."Bahkan saat kuliah, Aa itu penyanyi band, sampai di usir Abah karena ...." Nay tak melanjutkan kata-katanya. Sepertinya ada sesuatu yang ia tutupi, Nay tak melanjutkan kata-katanya.Dia justru bercerita hal yang lain. Aku pun segan untuk bercerita, takut juga Nay tahu bahwa aku mulai menyimpan perasaan pada kakaknya
PoV Abu Setelah memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Kiara, aku pun bersiap. Sudah kuputuskan untuk mencoba meyakinkan diri ini juga dirinya. Aku yang memang tertarik padanya sejak awal bertemu, kini makin yakin. Setelah melakukan salat istikharah beberapa kali. Sekarang dengan mantap aku akan bicara dengannya. Membuat kesepakatan untuk ta'aruf, tapi ...."Apakah dia akan menerima aku jika tahu akan sebuah rahasia besar?" Lagi-lagi aku ragu. Entah kenapa aku masih belum bisa untuk mengatakan sejujurnya pada orang lain. Walau sekarang status aku sudah baik dan tak lagi beresiko, namun ... Tetap saja rahasiaku ini akan sangat berpengaruh, apalagi orang awam.Aku bersiap untuk bertemu, setelah mandi tak lupa aku semprotkan minyak wangi agar lebih percaya diri. Melihat diri pada cermin."Tampangku memang lelaki sempurna tapi ...." Ah! Itulah aku, setiap berkaca, aku merasa menjadi manusia paling hina. Mereka yang memuja kesempurnaan yang diberikan Allah, akan berlomba-lomba unt
PoV Kiara.Aku tak henti berdiri didepan cermin, memastikan jika penampilan aku kini sudah sempurna. Rasa berdebar di dada sejak tadi tak juga reda."Ayuk sudah siap apa belum, Mbak?" tanya Lulu yang berdiri di sampingku. Dengan menggunakan tunik putih di padu dengan sarung khas kebanggaan pesantren."Sebentar atuh, aku masih belum percaya diri," ujarku yang masih terus menatap diriku pada cermin."Udah cantik begitu, Mbak. Pasti nanti Gus Abu juga bakal terpesona." Kata Lulu. Aku hanya tersenyum. Ah, lebih tepatnya seperti tengah meyakinkan diri."Duh ... Aku kok tiba-tiba lemas ya?" Aku mengadu pada Lulu, entah kenapa rasanya lutut ini seperti goyah."Mbak pasti sangat nervous," ujar Lulu, "Bismillah, Mbak."Aku mengangguk, walau sepertinya ini bukan masalah lemas karena grogi. Aku mulai melangkah menuju tangga di samping rumah. Terlihat Abu gosok telah membuka pintu gerbangnya.Aku melihat keatas, entah kenapa rasanya pusing sekali. Tapi aku mantapkan langkah dengan menggandeng tan
Aku membuka mata berharap semua kembali membaik, terdengar adzan subuh berkumandang.Ah, aku sampai tak bangun untuk sahur?Aku menengok ke sisi kiri, sudah tak ada satu santri pun di kamar. Ingin beranjak dari tempat tidur tapi sepertinya?"Kenapa aku merasa sangat lelah?" Aku berjalan dengan lemas ke kamar mandi, berniat untuk mengambil air wudu.Saat menaikan lengan baju, mataku tertuju pada bercak merah ditangan dan saat aku naikan lagi keatas, itu makin banyak.Aku sedikit bingung, tapi tetap aku lanjutkan mengambil air wudhu. Melakukan salat subuh sendiri dikamar.Tenggorokan sakit sekali saat menelan dan batuk kering juga melanda. "Jangan sakit ya Allah, aku masih ingin fokus mengejar ridhoMU di bulan suci ini." Aku berdoa setelah salat subuh.Tak lama beberapa santri masuk, setelah selesai salat subuh."Kenapa kalian ngga banggunin aku?" Protesku."Tadi kamu sudah mau banguninmu, cuma saat aku pegang badan ternyata badanmu panas, Mbak. Kamu sepertinya demam jadi kalau saran a
Aku memilih untuk segera keluar melangkah cepat, tapi sepertinya tangan Abu gosok lebih cepat menggapai tanganku."Kiara tunggu!" Abu gosok menahan tanganku, membuat aku terpaksa untuk berbalik arah. Aku sedikit meronta hingga ia melepaskan genggamannya.'dia pikir ngga sakit apa?'"Maaf, tapi Kiara aku mau bicara, jangan pergi dulu!" ujar Abu gosok dengan sedikit memohon. Aku melihat Ning Sukma yang memilih masuk ke dalam mobil."Kenapa ngga kejar dia dulu, Gus?" tanyaku dengan memegangi tangan yang sakit."Dia tidak penting, yang penting adalah kamu yang sudah lama aku cari!" Abu gosok berkata, tapi aku seperti ingin mendengar ulang ucapannya. 'ah, masa iya dia mencariku?'"Kita bicara didalam!" Ajaknya tanpa menunggu persetujuanku, dia itu memang begitu, di kira semua orang akan mau mengikutinya dengan iklas.Namun akhirnya aku pun memilih mengikutinya, masuk kedalam rumah yang cukup luas dengan beberapa orang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Disela kami melewa
PoV Kiara"Itu kan mobil Abu dan yang keluar adalah Ning Sukma?" Aku terkejut kalau melihat Ning Sukma keluar dari mobil ditemani seorang sopir yang aku sendiri sepertinya baru melihat.Aku hampir menutupi wajahku, ketakutan jika Ning Sukma melihat aku berada di sini. Namun seketika aku sadar bahwa ning Sukma belum pernah melihat wajahku."Oh iya dia kan tak pernah melihat aku tanpa cadar, jadi Aku pastikan dia tak akan mengenaliku." Akhirnya aku untuk berdiri dengan percaya diri.Ning Sukma lihat anggun, dengan pakaian gamis lebar dan indah berwarna putih dipadukan dengan jilbab yang sama."Pak, apa ustadz Abu ada di dalam?" Pertanyaan Ning Sukma membuat aku mengkerutkan kening. Kenapa dia menanyakan abu gosok di sini?"Maaf, Mbak, Ustadz Abu tengah jalan-jalan bersama yang lain. Tadi bilangnya lari-lari kecil untuk membuat keringat. Tapi sampai sekarang belum kembali." Pak satpam menjawab, aku memilih untuk tetap di sana mendengarkan percakapan mereka.Ning Sukma terlihat bingung,
PoV KiaraSepertinya aku harus bertahan di sini, Aku pun tak mungkin membiarkan Cinta tertipu oleh laki-laki semacam Farel. Aku sangat tahu jika dia hanya memanfaatkan Cinta, rasa sayangku pada dia, membuat aku memilih bertahan, walau dia mungkin sudah tak menginginkan aku tinggal.Hari ini tanpa aku ketahui, Cinta dan Farel ada di rumah, seperti biasa mereka akan berdua lama-lama di kamar. Aku pun memilih untuk tak mengganggu mereka, namun naasnya saat aku mengambil air minum satu gelas tersampar oleh tanganku hingga jatuh dan pecah."Ada apa?" Keluarlah Farel dengan hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya, bagian atasnya telanjang dada."Ini gelas tak sengaja aku senggol." Jawabku tanpa memperdulikan tatapannya. Aku berniat untuk segera masuk kamar, namun tangan Farel justru langsung memegang lenganku, membuat tubuhku seketika oleng dan jatuh tepat di dadanya."Farel, Kiara?!" Cinta keluar dari kamar dan mendapati aku dan Farel dengan posisi yang sulit aku jela
PoV Abu.Atas izin Abah dan Umi, aku mendirikan rumah singgah bagi penderita HIV, di sana nantinya para ODHA bisa menyambung semangat dengan bersilaturahmi dan saling mendukung. Dengan demikian juga mereka bisa belajar, mengaji atau bahkan menghabiskan waktu dengan hal-hal yang positif.Meminimalisir diskriminasi terhadap para penderita ODHA (orang dengan HIV dan Aids) dengan mendirikan rumah singgah, berniat untuk membuat masyarakat tak memandang rendah atau bahkan tak mau mendekat atau berhubungan dengan mereka.Rumah singgah itu akan aku jadikan juga tempat untuk mengaji dan belajar ilmu agama. "Abah, akan dukung apapun yang kamu lakukan selama itu masih hal yang positif." Senang rasanya mendengar jawaban seperti itu dari Abah. Rasanya setelah mereka mengetahui apa yang aku sembunyikan selama ini, mereka tak sekalipun diskriminasikan atau membedakan. Bayangan-bayangan yang selama ini menghantui pikiranku ternyata tak terjadi sedikitpun."Terima kasih, Bah. Telah mendukung apapun
PoV KiaraAku tiba di rumah Cinta saat hari sudah mulai malam, suasana lebaran di kota tentu sangat berbeda, jika di desa momen lebaran justru akan hingar-bingar dan ramai, berbeda dengan di kota yang justru terlihat lenggang.Ketuk pintu dengan perlahan, ucapkan salam dan tak menunggu lama aku pun mendapatkan jawaban."Waalaikumsalam sebentar!" Teriak Cinta, aku sangat hafal suaranya. Dia yang memang menjadi single parent, mungkin memilih tak pulang kampung, biasanya hanya anak-anaknya yang menyusul ke kota."Kiara?" Cinta terlihat sedikit kaget, namun kemudian segera membantu meraih tasku. "Kamu kenapa apa diusir oleh ibumu karena dia tahu tentang rahasiamu?"Aku menyempitkan mata, kenapa tebakan Cinta begitu benar atau ...."Maafkan aku ya Kiara, aku pagi tadi menelpon, tanpa tahu jika itu bukan kamu yang mengangkat Aku mengatakan dan mengabari jika ARV mu sedikit terlambat, namun ternyata justru ibumu yang bersuara dan menanyakan tentang hal itu, itu aku tak bisa berbohong lagi da
PoV AbuNing Sukma menggeleng, sepertinya ia tak percaya dengan apa yang aku katakan."Jangan bercanda, Gus. Ini tak lucu, mana mungkin kamu memiliki masa lalu yang buruk hingga sampai tertular virus itu. Virus yang dianggap aib sebagian orang tak mungkin singgah pada orang suci seperti kamu, Gus!" Ning Sukma masih mencoba tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Tapi nyatanya ini semua fakta, jika boleh memilih aku pun menginginkan jika semua ini hanya mimpi."Tidak, Ning. Ini semua bukan candaan apalagi lelucon, ini semua adalah kenyataan yang harus kamu tahu sebelum benar-benar menjadi istriku." Aku meyakinkan, lihat mata Ning Sukma kini sudah berkaca-kaca.Iya masih saja terus menggelengkan kepala, namun tak lama ia memilih mundur beberapa langkah dan kemudian membalikkan badan hingga keluar dari ruangan itu dengan keadaan menangis.Aku pasrah, apapun keputusannya nanti aku akan menerima dengan senang hati.Setelah keluarnya Ning Sukma, Umi langsung masuk. Aku yakin mereka pun pas
PoV Kiara"Ibu?" Aku sedikit heran kenapa ibu menghindar saat tangannya ingin kuraih dan kucium.Dia terlihat sendu, ada air di kedua matanya yang hampir jatuh. Apa aku punya salah yang tak termaafkan, hingga di hari raya ini ia tak sudi untuk memaafkan."Apa aku telah menyakiti ibu? Sampai-sampai Ibu tak memberikan maaf padaku?" Aku bertanya dengan menatapnya kemudian beralih kepada bapak yang juga memiliki pandangan bingung."Tidak, Nak, tidak! Tidak ada dosa yang tak termaafkan oleh ibu, hanya saja Ibu kecewa karena kamu selama ini telah menyembunyikan rahasia besar." Air mata Ibu luruh juga, ia menangis tersedu-sedu. Aku ingin meraihnya tapi sepertinya dia tak ingin aku peluk, buat 1001 pertanyaan di benakku. Ada apa dengan ibu?"Apa maksud ibu?" Tanya aku penasaran."Kamu tak usah berbohong lagi, Ibu sudah tahu tentang pekerjaan kamu di kota, kamu menjajakan diri kepada lelaki hidung belang dan sekarang kamu sakit HIV," ucapan ibu membuat aku langsung terdiam, tertunduk malu dan
PoV AbuAku menghela nafas, rasanya susah sekali untuk memulai pembicaraan ini. Apa lebih baik aku katakan nanti saja saat bertemu."Gus, kamu masih disana?" Suara Ning Sukma membuat aku yang tengah membatin tersadar."Eh iya, Ning. Maaf, karena ini adalah hal yang sangat penting, jadi sebaiknya kita bicarakan besok saja." Akhirnya aku memilih untuk mengatakan saat lamaran nanti saja, aku takut dia mematikan panggilannya sebelum aku selesai mengatakan semuanya."Baiklah, Gus, saya tunggu esok hari." Suara Ning Sukma masih sama, riang dan bahagia.Aku menjatuhkan bobot dan berusaha memejamkan mata, tapi sepertinya susah sekali mata ini terpejam. Namun, entah kenapa seolah kantuk tak hinggap padaku. Pikiranku melayang untuk esok hari. Aku sangat takut jika semua tak berjalan sesuai harapan. Bagaimana jika nantinya keluargaku malu? Apa aku sembunyikan ini saja? Tapi bagaimana jika suatu saat tahu dan akan menambah panjang serta runyam.Saat seperti ini aku justru teringat pada Kiara, ent
PoV Kiara"Apa aku ngga salah dengar, Juragan? Kamu bilang aku masih istrimu? Kalau begitu kemana selama ini kewajibanmu? Bukankah akan jatuh talak pertama saat seorang suami tak memberi nafkah pada Istrinya selama tiga bulan?" Aku mencoba cari kartu merahnya, agar ia tak kepedean menganggap dirinya sosok suami."Kamu mau nuntut apa? Nuntut nafkah selama satu tahun! Aku akan berikan itu, asal kamu mau kembali menjadi istriku!" Dia memang orang yang pandai berkelit, mentang-mentang hartanya banyak sombongnya minta ampun."Maaf, tapi aku ngga minat untuk melanjutkan pernikahanku dengan kamu, permisi!" Aku berusaha untuk segera pergi, tapi gerak dia lebih cepat dan membuat aku hampir terjengkang kala dia menarik tanganku paksa."Lepaskan, Juragan!" Aku meronta, tapi dia tak memberi ampun padaku. Dia terus menarik tanganku untuk mengikutinya. Benar-benar sudah kesetanan dia.Aku terus di paksa untuk jalan, Intan yang melihat aku ditarik oleh Juragan Komar hanya bisa diam kemudian lari ent