Aku membuka mata berharap semua kembali membaik, terdengar adzan subuh berkumandang.Ah, aku sampai tak bangun untuk sahur?Aku menengok ke sisi kiri, sudah tak ada satu santri pun di kamar. Ingin beranjak dari tempat tidur tapi sepertinya?"Kenapa aku merasa sangat lelah?" Aku berjalan dengan lemas ke kamar mandi, berniat untuk mengambil air wudu.Saat menaikan lengan baju, mataku tertuju pada bercak merah ditangan dan saat aku naikan lagi keatas, itu makin banyak.Aku sedikit bingung, tapi tetap aku lanjutkan mengambil air wudhu. Melakukan salat subuh sendiri dikamar.Tenggorokan sakit sekali saat menelan dan batuk kering juga melanda. "Jangan sakit ya Allah, aku masih ingin fokus mengejar ridhoMU di bulan suci ini." Aku berdoa setelah salat subuh.Tak lama beberapa santri masuk, setelah selesai salat subuh."Kenapa kalian ngga banggunin aku?" Protesku."Tadi kamu sudah mau banguninmu, cuma saat aku pegang badan ternyata badanmu panas, Mbak. Kamu sepertinya demam jadi kalau saran a
Allah ....Apakah ini ujianmu atau hukuman? Aku benar-benar merasa tak berdaya saat ini. Sakitku ini?Apa ada hubungannya dengan penyakit yang di derita oleh Bang Rozak.Cinta mengabarkan jika dia baru tahu jika istrinya Bang Rozak meninggal karena terkena Aids dan kemungkinan besar ditularkan oleh Bang Rozak yang suka jajan. Sekarang kaya Cinta Bang Rozak tengah juga drop.Apa aku juga begitu?Cukup lama aku tak sanggup berdiri, bahkan kaki ini seperti tak bertulang, lemas dan tanpa tenaga. Air mata ini luruh begitu saja, apa aku harus pergi?Aku tak mungkin bisa menikah dengan Abu Gosok jika begini keadaannya. Aku tak mau menukarkan penyakit yang disebabkan oleh hal zina ini. Virus yang di anggap mematikan juga aib ini memang sangat ditakuti oleh orang-orang.Bagaimana jika benar aku positif? Kemana aku harus mengasingkan diri karena sudah pasti tak ada yang mau sekedar berteman sekalipun. Mereka terlalu parno akan virus ini. Virus yang mendunia dan belum ditemukan obatnya sampai s
Kuniatkan dengan bismillah, menuruti ucapan Cinta untuk melakukan pemeriksaan. Dengan jantung berdebar dan rasa pesimis aku pun mengikuti prosedur demi prosedur.Aku yang tadinya takut di pandang sebelah mata, tapi saat bertemu dengan seorang dokter ahli, aku merasa terhibur. Ternyata mereka welcome pada kami yang melakukan tes, tanpa menghakimi apa-apa yang membuat kami khawatir akan tertular virus mematikan itu.Dengan pertanyaan yang ringan juga fres membuat kami yang dilanda kepanikan sedikit lebih rileks."Ayo, Kiara giliran kamu ke Lab!" ujar Cinta. Aku mengangguk, dia membantu aku untuk berjalan karena memang badanku masih lemas."Apa gejala yang Mbak rasa?" Petugas lab yang memakai pakaian lengkap sampai menggunakan masker dan sarung tangan. Ia berkerja dengan telaten dan teliti."Sudah, silahkan tunggu hasilnya ya!" Aku beranjak, meninggalkan ruang lab dan menuju ke tempat yang lain. Terlihat Cinta masih duduk disana dengan hal yang sama menunggu hasil."Cinta lovelia!" Pang
Aku menaiki Bis tujuan kampungku, kampung yang sudah satu tahun ini tak aku kunjungi. Niatan pulang sehari sebelum lebaran nyatanya akhirnya lebih cepat.Harapan kepulangan di antar oleh sang calon suami, nyatanya aku pulang sendiri dengan seribu duka. Ya ... Entah kenapa hati kecil ini masih belum bisa menerima akan adanya virus didalam tubuh.Adilkah Allah? Apakah pezina macam aku harus diberi hukuman yang akan mengikuti sampai mati?Dalam keadaan seperti ini, tentu sebagai manusia biasa aku merasa putus asa, apalagi ditengah sebuah kebahagiaan yang akan aku raih, kini harus kandas tanpa sisa.Allah tak izinkan aku untuk bertaubat dan hidup dengan bahagia? Dosakah aku jika merutuki nasib yang tak pernah berpihak padaku.Perjalanan selama enam jam aku lewati dengan panjang. Bahkan aku tak bisa memejamkan mata barang sejenak saja.Memasuki daerah kabupaten kelahiranku, hawa sejuk mulai terasa, aku sedikit mengigil dan memilih langsung mengambil Hoodie, bersiap-siap untuk turun dan me
"Tapi, Bu, bukannya Ibu bilang kalau aku akan dijual oleh Bapak kalau tak mengirim uang? Bukankah ibu marah-marah saat ponselku tak aktif beberapa hari?" Aku bertanya, disini seolah ada kejanggalan, bagaimana bisa ibu berkata demikian sedangkan kemarin?"Ibu ngga bilang begitu?" Kali ini mataku tertuju pada anak laki-laki yang sejak pertama melihatku pun dia tak menyambut dengan ramah."Arif!" Kali ini aku memanggil dengan tegas. Tentu disini kami mencurigainya karena lewat ponsel dialah biasanya ibu meminta tolong untuk menelfon atau sekedar WA.Dia tertunduk, tak ada suara yang keluar dari mulutnya, bahkan seolah ia memendam wajahnya."Apa kamu yang mengirim pesan demikian?" Kali ini Bapak yang bersuara. "Sum, berapa uang yang kamu kirim?" kini bapak menatapku."Lima juta, Pak. Aku pikir sengaja sedikit aku banyakin buat beli baju Intan dan Arief untuk lebaran." Aku berkata apa adanya."Arief!" Suara bariton bapak terdengar. "Kemana uang dua jutanya lagi yang Mbak mu kirim!"Hatiku
PoV Abu "Dek, dimana Mbak Kiara?" tanyaku setelah menunggu cukup lama tapi belum juga dia menampakan batang hidungnya, dia itu memang wanita yang unik."Punten, Gus, bukannya Mbak Kiara sudah pergi sejak setengah jam yang lalu? Bahkan kami yang membawakan tasnya sampai ke gerbang, kata dia jika Gus tidak jadi mengantar karena ada hal penting." ucap Hera dan Lulu.Aku tertegun, bagaimana bisa ia mengambil keputusan sendiri. Aku sudah berniat untuk mengantar sampai mempending kepergian ke Gresik dia malah minggat.Apalagi kondisi dia sedang sakit juga! Aku tak habis pikir padanya. Kenapa dia nekad begini? Apa dia artinya menolak lamaranku atau jangan-jangan ....Aku bergegas langsung menuju mobil, aku yakin dia pasti pergi ke rumah juragan kontrakan itu. Apa dia sudah gila mau menikah dengannya? Atau dia di ancam sampai akhirnya memilih begini? Kenapa dia tak mau curhat sama aku!Aku langsung memilih menuju tempat mangkalnya, berharap menemukan petunjuk tentang keberadaan Kayla. Setida
PoV KiaraSetelah pulang dari masjid, aku membantu ibu pergi ke sungai, mencuci baju. Memang jarak sungai dan rumah tak terlalu jauh, makanya kami lebih suka untuk mencuci di sungai, selain airnya jernih juga puas karena bersih.Setelah selesai mencuci aku pun mandi bersama dengan Intan. Airnya begitu sejuk hingga aku selalu rindu untuk berendam di sungai itu."Mbak, kenapa tubuh Mbak Sum merah-merah semua?" ujar Intan yang mandi tepat dibelakangku. Tentu dia melihat bagian punggung aku yang memang aku hanya mengenakan gemben (kain carik yang dililitkan)Aku melihat dan benar saja seluruh tubuhku ruam merah."Mungkin karena Mbak lama di kota jadi saat pulang kulitnya kaget dan jadi ruam begini," jawabku berbohong, tentu aku tahu jika ruam ini memang dampak dari virus itu."Segera di obati, Sum, takut makin parah!" Ibu yang mungkin mendengar perkataan kami langsung menyela."Iya, Bu, nanti Sum obati." Aku hanya ingin menenangkan Ibu."Mbak, kalau Intan sebulan ini puasanya full, Intan
PoV Abu"Jangan begitu, Ning. Kita ini belum mahram, jatuhnya zina kalau begini!" Aku berusaha mengingatkan dia. Dia mencebik."Ngga usah sok suci, Gus, kita manusia biasa, bukan malaikat yang tak luput dari salah dan dosa, kita bisa bertaubat nantinya, jadi apa yang perlu kita khawatirkan?" ucap Ning Sukma tanpa dosa. Aku hanya menggeleng, tak menw1yangka pemikirannya sedangkal itu.Aku memilih membenarkan posisi duduk, agar Ning Sukma tak memiliki kesempatan untuk bersentuhan, namun nyatanya sulit, bahkan saat aku berusaha memgungkurinya dia justru menggunakan punggungku untuk bersandar, akibatnya aku tak bisa memejamkan mata barang sejenak saja.Ketika sudah ada yang sampai dan turun, aku memilih beranjak, tak peduli pada Ning Sukma yang roboh akibat aku yang berdiri."Gus, kemana!" Pekiknya, aku tak lagi menghiraukannya.Memilih duduk pada bangku yang sudah kosong dan tidur dengan nyaman. Masih ada waktu dua jam lagi sampai di Gresik jadi bisa memejamkan mata.***Suasana pesantre
Aku memilih untuk segera keluar melangkah cepat, tapi sepertinya tangan Abu gosok lebih cepat menggapai tanganku."Kiara tunggu!" Abu gosok menahan tanganku, membuat aku terpaksa untuk berbalik arah. Aku sedikit meronta hingga ia melepaskan genggamannya.'dia pikir ngga sakit apa?'"Maaf, tapi Kiara aku mau bicara, jangan pergi dulu!" ujar Abu gosok dengan sedikit memohon. Aku melihat Ning Sukma yang memilih masuk ke dalam mobil."Kenapa ngga kejar dia dulu, Gus?" tanyaku dengan memegangi tangan yang sakit."Dia tidak penting, yang penting adalah kamu yang sudah lama aku cari!" Abu gosok berkata, tapi aku seperti ingin mendengar ulang ucapannya. 'ah, masa iya dia mencariku?'"Kita bicara didalam!" Ajaknya tanpa menunggu persetujuanku, dia itu memang begitu, di kira semua orang akan mau mengikutinya dengan iklas.Namun akhirnya aku pun memilih mengikutinya, masuk kedalam rumah yang cukup luas dengan beberapa orang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Disela kami melewa
PoV Kiara"Itu kan mobil Abu dan yang keluar adalah Ning Sukma?" Aku terkejut kalau melihat Ning Sukma keluar dari mobil ditemani seorang sopir yang aku sendiri sepertinya baru melihat.Aku hampir menutupi wajahku, ketakutan jika Ning Sukma melihat aku berada di sini. Namun seketika aku sadar bahwa ning Sukma belum pernah melihat wajahku."Oh iya dia kan tak pernah melihat aku tanpa cadar, jadi Aku pastikan dia tak akan mengenaliku." Akhirnya aku untuk berdiri dengan percaya diri.Ning Sukma lihat anggun, dengan pakaian gamis lebar dan indah berwarna putih dipadukan dengan jilbab yang sama."Pak, apa ustadz Abu ada di dalam?" Pertanyaan Ning Sukma membuat aku mengkerutkan kening. Kenapa dia menanyakan abu gosok di sini?"Maaf, Mbak, Ustadz Abu tengah jalan-jalan bersama yang lain. Tadi bilangnya lari-lari kecil untuk membuat keringat. Tapi sampai sekarang belum kembali." Pak satpam menjawab, aku memilih untuk tetap di sana mendengarkan percakapan mereka.Ning Sukma terlihat bingung,
PoV KiaraSepertinya aku harus bertahan di sini, Aku pun tak mungkin membiarkan Cinta tertipu oleh laki-laki semacam Farel. Aku sangat tahu jika dia hanya memanfaatkan Cinta, rasa sayangku pada dia, membuat aku memilih bertahan, walau dia mungkin sudah tak menginginkan aku tinggal.Hari ini tanpa aku ketahui, Cinta dan Farel ada di rumah, seperti biasa mereka akan berdua lama-lama di kamar. Aku pun memilih untuk tak mengganggu mereka, namun naasnya saat aku mengambil air minum satu gelas tersampar oleh tanganku hingga jatuh dan pecah."Ada apa?" Keluarlah Farel dengan hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya, bagian atasnya telanjang dada."Ini gelas tak sengaja aku senggol." Jawabku tanpa memperdulikan tatapannya. Aku berniat untuk segera masuk kamar, namun tangan Farel justru langsung memegang lenganku, membuat tubuhku seketika oleng dan jatuh tepat di dadanya."Farel, Kiara?!" Cinta keluar dari kamar dan mendapati aku dan Farel dengan posisi yang sulit aku jela
PoV Abu.Atas izin Abah dan Umi, aku mendirikan rumah singgah bagi penderita HIV, di sana nantinya para ODHA bisa menyambung semangat dengan bersilaturahmi dan saling mendukung. Dengan demikian juga mereka bisa belajar, mengaji atau bahkan menghabiskan waktu dengan hal-hal yang positif.Meminimalisir diskriminasi terhadap para penderita ODHA (orang dengan HIV dan Aids) dengan mendirikan rumah singgah, berniat untuk membuat masyarakat tak memandang rendah atau bahkan tak mau mendekat atau berhubungan dengan mereka.Rumah singgah itu akan aku jadikan juga tempat untuk mengaji dan belajar ilmu agama. "Abah, akan dukung apapun yang kamu lakukan selama itu masih hal yang positif." Senang rasanya mendengar jawaban seperti itu dari Abah. Rasanya setelah mereka mengetahui apa yang aku sembunyikan selama ini, mereka tak sekalipun diskriminasikan atau membedakan. Bayangan-bayangan yang selama ini menghantui pikiranku ternyata tak terjadi sedikitpun."Terima kasih, Bah. Telah mendukung apapun
PoV KiaraAku tiba di rumah Cinta saat hari sudah mulai malam, suasana lebaran di kota tentu sangat berbeda, jika di desa momen lebaran justru akan hingar-bingar dan ramai, berbeda dengan di kota yang justru terlihat lenggang.Ketuk pintu dengan perlahan, ucapkan salam dan tak menunggu lama aku pun mendapatkan jawaban."Waalaikumsalam sebentar!" Teriak Cinta, aku sangat hafal suaranya. Dia yang memang menjadi single parent, mungkin memilih tak pulang kampung, biasanya hanya anak-anaknya yang menyusul ke kota."Kiara?" Cinta terlihat sedikit kaget, namun kemudian segera membantu meraih tasku. "Kamu kenapa apa diusir oleh ibumu karena dia tahu tentang rahasiamu?"Aku menyempitkan mata, kenapa tebakan Cinta begitu benar atau ...."Maafkan aku ya Kiara, aku pagi tadi menelpon, tanpa tahu jika itu bukan kamu yang mengangkat Aku mengatakan dan mengabari jika ARV mu sedikit terlambat, namun ternyata justru ibumu yang bersuara dan menanyakan tentang hal itu, itu aku tak bisa berbohong lagi da
PoV AbuNing Sukma menggeleng, sepertinya ia tak percaya dengan apa yang aku katakan."Jangan bercanda, Gus. Ini tak lucu, mana mungkin kamu memiliki masa lalu yang buruk hingga sampai tertular virus itu. Virus yang dianggap aib sebagian orang tak mungkin singgah pada orang suci seperti kamu, Gus!" Ning Sukma masih mencoba tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Tapi nyatanya ini semua fakta, jika boleh memilih aku pun menginginkan jika semua ini hanya mimpi."Tidak, Ning. Ini semua bukan candaan apalagi lelucon, ini semua adalah kenyataan yang harus kamu tahu sebelum benar-benar menjadi istriku." Aku meyakinkan, lihat mata Ning Sukma kini sudah berkaca-kaca.Iya masih saja terus menggelengkan kepala, namun tak lama ia memilih mundur beberapa langkah dan kemudian membalikkan badan hingga keluar dari ruangan itu dengan keadaan menangis.Aku pasrah, apapun keputusannya nanti aku akan menerima dengan senang hati.Setelah keluarnya Ning Sukma, Umi langsung masuk. Aku yakin mereka pun pas
PoV Kiara"Ibu?" Aku sedikit heran kenapa ibu menghindar saat tangannya ingin kuraih dan kucium.Dia terlihat sendu, ada air di kedua matanya yang hampir jatuh. Apa aku punya salah yang tak termaafkan, hingga di hari raya ini ia tak sudi untuk memaafkan."Apa aku telah menyakiti ibu? Sampai-sampai Ibu tak memberikan maaf padaku?" Aku bertanya dengan menatapnya kemudian beralih kepada bapak yang juga memiliki pandangan bingung."Tidak, Nak, tidak! Tidak ada dosa yang tak termaafkan oleh ibu, hanya saja Ibu kecewa karena kamu selama ini telah menyembunyikan rahasia besar." Air mata Ibu luruh juga, ia menangis tersedu-sedu. Aku ingin meraihnya tapi sepertinya dia tak ingin aku peluk, buat 1001 pertanyaan di benakku. Ada apa dengan ibu?"Apa maksud ibu?" Tanya aku penasaran."Kamu tak usah berbohong lagi, Ibu sudah tahu tentang pekerjaan kamu di kota, kamu menjajakan diri kepada lelaki hidung belang dan sekarang kamu sakit HIV," ucapan ibu membuat aku langsung terdiam, tertunduk malu dan
PoV AbuAku menghela nafas, rasanya susah sekali untuk memulai pembicaraan ini. Apa lebih baik aku katakan nanti saja saat bertemu."Gus, kamu masih disana?" Suara Ning Sukma membuat aku yang tengah membatin tersadar."Eh iya, Ning. Maaf, karena ini adalah hal yang sangat penting, jadi sebaiknya kita bicarakan besok saja." Akhirnya aku memilih untuk mengatakan saat lamaran nanti saja, aku takut dia mematikan panggilannya sebelum aku selesai mengatakan semuanya."Baiklah, Gus, saya tunggu esok hari." Suara Ning Sukma masih sama, riang dan bahagia.Aku menjatuhkan bobot dan berusaha memejamkan mata, tapi sepertinya susah sekali mata ini terpejam. Namun, entah kenapa seolah kantuk tak hinggap padaku. Pikiranku melayang untuk esok hari. Aku sangat takut jika semua tak berjalan sesuai harapan. Bagaimana jika nantinya keluargaku malu? Apa aku sembunyikan ini saja? Tapi bagaimana jika suatu saat tahu dan akan menambah panjang serta runyam.Saat seperti ini aku justru teringat pada Kiara, ent
PoV Kiara"Apa aku ngga salah dengar, Juragan? Kamu bilang aku masih istrimu? Kalau begitu kemana selama ini kewajibanmu? Bukankah akan jatuh talak pertama saat seorang suami tak memberi nafkah pada Istrinya selama tiga bulan?" Aku mencoba cari kartu merahnya, agar ia tak kepedean menganggap dirinya sosok suami."Kamu mau nuntut apa? Nuntut nafkah selama satu tahun! Aku akan berikan itu, asal kamu mau kembali menjadi istriku!" Dia memang orang yang pandai berkelit, mentang-mentang hartanya banyak sombongnya minta ampun."Maaf, tapi aku ngga minat untuk melanjutkan pernikahanku dengan kamu, permisi!" Aku berusaha untuk segera pergi, tapi gerak dia lebih cepat dan membuat aku hampir terjengkang kala dia menarik tanganku paksa."Lepaskan, Juragan!" Aku meronta, tapi dia tak memberi ampun padaku. Dia terus menarik tanganku untuk mengikutinya. Benar-benar sudah kesetanan dia.Aku terus di paksa untuk jalan, Intan yang melihat aku ditarik oleh Juragan Komar hanya bisa diam kemudian lari ent