Di dapur, sayuran yang sudah dipotong setengah masih diletakkan di talenan dan pakaian Kayla serta Theo berserakan di lantai. Dia mengangkat tangan untuk menutupi wajahnya, tidak bisa melihat tempat ini lagi.Kayla membungkuk dan mengambil pakaian di lantai satu per satu. Tangannya berhenti saat mengambil jas Theo.Jasnya agak berat dengan barang-barang di dalamnya.Kayla meraba sakunya dan mengeluarkan buku harian seukuran telapak tangan, sampulnya terbuat dari kertas coklat dan tidak terlalu tebal. Dari samping kertasnya sudah tidak sesuai lagi serta ada tulisan di dalamnya.Memikirkan buku harian yang disebutkan Theo sebelumnya, detak jantung Kayla tiba-tiba berdegap lebih cepat. Dia mengurungkan niat untuk memasak mi dan langsung keluar membawa barang-barang Theo.Kayla menyalakan lampu lantai di samping sofa, kemudian duduk bersila di atas sofa sambil menarik napas dalam-dalam dan membukanya dengan sungguh-sungguh.Yang pertama adalah tanggalnya, diikuti dengan peristiwanya."Dia
Theo menatap pintu yang masih tertutup di depannya dan teringat kejadian terakhir kali mereka mengambil akta. Saat itu mereka berada di Biro Urusan Sipil secara terpisah. Mereka tidak memilih hari atau waktu, hanya berfoto dan mengisi formulir informasi pribadi lalu saling bertemu. Keduanya duduk diam di kursi aula dan menunggu. Sampai menerima akta, tak satu pun dari mereka mengucapkan sepatah kata pun. Yang lain mengira mereka datang untuk bercerai.Mana ada seperti sekarang ....Pria itu menatap Kayla yang berpakaian dengan cantik dan tanpa sadar sudut bibirnya melengkung. Dia memegang tangan wanita itu dan mengaitkan jari mereka seperti pasangan biasa. "Nggak, aku memberi mereka uang."Kayla bertanya, "Kamu memberi uang dan mereka membiarkanmu?"Bisa antre sepagi ini pasti pasangan yang mementingkan pernikahan ini.Theo berkata dengan singkat, padat dan jelas, "Mereka nggak menolak."Bukannya Theo tidak ingin berbicara lebih banyak dengan Kayla, tetapi sekarang dia gugup, takut sif
"Nggak kok." Kayla menoleh ke arah Theo. Pria itu mengikuti mereka dengan tas besar dan kecil di tangannya. Saat menyadari bahwa Kayla sedang menatapnya, dia mendongak dan memberikan tatapan sedih, membuat Kayla tertawa. Dia berkata, "Bu, lupakan saja produk perawatan kulit itu. Di rumahku ada banyak, Ibu simpan dan pakai saja."Evi berkata, "Produk perawatan kulit itu seperti pakaian wanita. Jumlahnya nggak akan pernah cukup."Mendengar ini, Theo berkata terus terang, "Kayla takut kedaluwarsa. Laci meja riasnya penuh dan takutnya dipakai untuk mengecat dinding pun nggak akan habis."Evi berbalik dan mengangkat tangannya untuk menampar kepalanya. "Aku sedang berbicara dengan Kayla, kok kamu menyela? Kenapa sekarang kamu bertingkah seperti pembuat onar? Kamu nggak senang hubungan kami baik?"Evi mengayunkan tangan dengan marah dan berteriak untuk mengusir Theo, "Cepat masak, jangan ganggu aku dan Kayla mengobrol di sini. Kamu jangan terus berceloteh sepanjang hari. Mendengarmu berbicara
Setelah makan malam, Evi ingin mengajak Kayla berbelanja sebentar, tetapi dihentikan oleh Theo yang terlihat tak berdaya. "Bu, hari ini adalah hari pernikahanku dan Kayla, nggak bisakah Ibu memberikan kami waktu sendirian bersama?"Evi meliriknya dengan kesal, tetapi tatapannya tidak seburuk sebelumnya. "Baguslah kalau kamu sudah mengerti. Oke, aku akan mengembalikannya kepadamu."Setelah mengatakan itu, Evi menarik tangannya yang memegang lengan Kayla dan mendorongnya ke arah Theo dengan lembut. "Sekarang kalian sudah menerima akta nikah, tanggal pesta pernikahan harus ditentukan secepat mungkin. Bukankah kamu mau minta seorang ahli menghitung tanggalnya? Kok nggak dihitung setelah sekian lama? Apa kalian berencana mencari hari gerhana matahari total untuk menikah?"Theo, "..."Setelah Evi menyindirnya, dia meraih tangan Galih dan berbalik dengan puas. Dia juga memposting sembilan foto di statusnya. Delapan di antaranya adalah foto-foto cantik Kayla dan satu adalah sampul surat nikah
Semua ini adalah hal-hal kecil yang sudah dilupakan oleh Theo. Tak disangka, Kayla masih mengingat semua ini, terutama momen-momen ketika mereka baru menikah. Dia selalu ingat kapan Theo akan pulang dan semua ucapan kasar yang pernah Theo lontarkan padanya, termasuk momen di mana Theo membawanya ke sasana tinju bawah tanah untuk mencari para rentenir dan melunasi semua utang yang membebaninya.Saat itu, dia bahkan mengatakan bahwa Theo sangat bersinar di matanya.Kayla tertegun.Kala itu, dia sangat terpukul dan belum terbiasa dengan keadaan. Setelah ditampar oleh Martin, dia sangat sedih, bagaimana mungkin dia tahu ada yang membuntutinya?Dia bertanya, "Apa kamu bodoh? Tengah malam begitu, kenapa nggak pulang tidur? Malah melihatku menangis di sana."Nada bicara Theo sangat datar, tidak terkesan seperti ingin dipuji . "Seorang gadis menangis di taman hiburan sendirian pada tengah malam sangatlah berbahaya."Seingat Kayla, malam itu dia langsung pulang setelah melampiaskan amarahnya. K
Kayla melirik bibir Theo yang mengerut. Theo sedang mendongak untuk melihat jalur permainan. Meskipun melalui sudut pandangnya dia tidak dapat melihat ekspresi Theo dengan jelas, dia dapat merasakan tangan Theo yang berada di genggamannya agak gemetaran. "Kamu takut?"Theo menjawab, "Nggak."Kayla berjinjit, lalu menjulurkan leher untuk melihat ekspresi Theo. "Sungguh?"Dinilai dari kecepatannya dalam menjawab pertanyaan, dia terdengar seperti sedang berbohong.Dengan posisi mencondongkan badan seperti ini, Kayla mudah terjatuh. Theo merangkul pinggangnya dengan satu tangan, lalu menariknya ke belakang dengan lembut. "Sungguh."Para pemain babak sebelumnya sudah selesai bermain. Sekelompok orang mulai bergerak maju, Theo pun berjalan sambil merangkul Kayla. "Berdiri yang benar, nanti jatuh."Satu babak wahana halilintar hanya dapat menampung 20-an pemain. Mereka membeli tiket premium, tetapi ada banyak orang yang mengantre sehingga mereka belum dapat giliran. Melihat antrean yang masih
Awalnya Kayla curiga bahwa Theo sengaja berkata demikian agar dia tidak khawatir. Namun, setelah mengamati untuk beberapa saat, dia baru menyadari bahwa kaki Theo benar-benar lemas.Kayla tertegun.Dia menahan tawa sambil membantu Theo melepaskan sabuk pengaman. "Biar kupapah, kamu sanggup nggak?"Pertanyaan "kamu sanggup nggak?" seolah-olah menusuk titik lemah Theo. Dia memanyunkan bibirnya sambil menatap Kayla dengan tertekan. Setelah menelan seteguk air liur, dia pun mengiakan. "Ya."Di tengah kejadian ini, semua pemain sudah pergi. Mereka meninggalkan area permainan di bawah tatapan banyak orang, seorang staf menemani mereka berjalan menuju pintu keluar.Kayla menekukkan jari kakinya dengan canggung, sedangkan Theo tampak sangat tenang, seolah-olah tidak peduli dengan tatapan orang-orang.Staf yang berjalan di belakang mereka mengunci pintu keluar. Saat menuruni tangga, Theo tersandung dan hampir terjatuh."Hahaha ...."Kayla memapah Theo dengan satu tangan dan menggunakan tangan l
Setelah masuk ke dalam mobil, Kayla masih membicarakan soal pertunjukan kembang api itu. "Kenapa kamu nggak mengukir nama kita?"Taman hiburan sudah mulai ditutup sehingga pintu keluar parkiran sangat macet. Theo melihat lampu rem di depan sambil berkata, "Kukira kamu nggak suka lamaran seheboh itu.""Kamu bisa menulis inisial kita, nggak akan ada yang tahu."Theo terdiam.Awalnya, dia memang berencana seperti itu. Hanya saja, dia menuliskan inisial Kayla di depan, sedangkan inisialnya di belakang. Namun, setelah melihat sekilas, dia langsung menyingkirkan niatnya.Dia tidak menceritakan hal memalukan ini, tetapi dia tampak sangat gelisah. "Maaf, aku kurang pertimbangan"Sebenarnya Kayla tidak peduli apakah Theo mengukir nama mereka, dia hanya ingin mengobrol saja.Sesampai di rumah, Kayla melemparkan tasnya ke atas meja kopi, lalu terbaring lemas di atas sofa. Hari ini mereka bangun pagi-pagi sekali. Setelah bermain seharian di taman hiburan, dia sangat lelah dan tidak ingin bergerak.