Perusahaan Oliver.Yovita keluar dari lift sambil menjinjing tasnya. Sebelum tiba di depan kantor Theo, dia sudah dihentikan oleh Axel. "Nona Yovita, biar kuantar ke ruang tamu."Dia menjawab dengan kesal, "Apa ada tamu lain di kantor Pak Theo?"Dia sudah pernah datang beberapa kali ke Perusahaan Oliver. Selain saat datang bersama ayahnya, dia tidak pernah memasuki kantor Theo lagi. Setiap kali datang, dia akan diarahkan pergi ke ruang tamu.Ruang umum yang dilapisi dengan dinding berkaca, sama sekali tidak bersifat privasi. Orang-orang dapat melihat ke dalam ruangan dengan jelas, bagaimana mungkin dia bisa menggoda Theo?Axel berkata, "Nggak ada. Tapi setiap berbicara dengan wanita secara pribadi, biasanya Pak Theo akan memilih untuk berbicara di ruang tamu. Ini adalah peraturan yang beliau tetapkan, mohon maklum.""Kamu sendiri pun bilang ini hanyalah suatu kebiasaan, berarti ada pengecualian. Wanita lain boleh berbicara dengannya di kantor, kenapa aku nggak boleh? Pak Axel, apa kamu
"Nggak mungkin."Begitu Theo mengajak, Kayla langsung menolak. Karena pengaruh emosi, nada bicaranya menjadi agak buruk.Setelah mendengarkan jawaban Kayla, Theo menekan telinganya yang perih sambil menegakkan badan. "Aku mengajakmu tinggal bersamaku agar aku bisa melindungimu. Meskipun Keluarga Mars nggak terlalu berkuasa di Kota Bapura, menyerangmu adalah hal yang mudah."Dia terlihat seperti seorang pria sejati. "Lagian kita hanya tinggal serumah, bukan sekamar. Kenapa reaksimu seheboh ini? Sekalipun kita tinggal sekamar, aku impoten, mau melakukan sesuatu padamu pun nggak sanggup. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini."Hal seperti ini berhubungan dengan martabat seorang pria, tetapi Theo mengucapkannya dengan santai, sama sekali tidak malu.Menghadapi keadaan ini, Kayla tidak tahu harus memuji keberaniannya atau menganggapnya tidak tahu diri."Apartemen yang kutinggali sekarang sudah bagus.""Bahkan preman yang disewa Martin pun bisa menculikmu di depan gerbang apartemen, apa k
Kayla curiga bahwa dirinya sudah mencapai usia memerlukan kebutuhan seksual. Kalau tidak, mengapa dia selalu berpikiran negatif?Karena khawatir Theo akan menyadari bahwa dirinya sedang berpikiran negatif, dia buru-buru menundukkan kepala. "Nggak usah, aku sudah mau tidur."Melihat Kayla bergegas menaiki tangga, Theo menyipitkan mata sambil memanyunkan bibir. Seketika, suatu gairah pun menyelimuti hatinya.Sebenarnya, Theo tidak ingin menakuti Kayla di hari pertama kedatangannya.Theo kembali ke kamar dan mandi, waktu yang digunakan agak lama. Dua hari yang lalu, Kayla baru saja tidur di sini dan aroma tubuhnya masih tertinggal di bantal.Dia berbaring dan memejamkan mata.Semalam, dia pun tidur pada waktu dan posisi seperti ini. Dia terlelap dengan mudah, tetapi malam ini, dia kesulitan untuk tidur lagi.Aroma yang menenangkannya semalam berubah menjadi gejolak yang memenuhi hatinya. Dia bukan hanya tidak kantuk, tetapi malah makin bersemangat.Baik secara fisik maupun psikis, dia san
Theo memandangnya. Meskipun sedang memakai pakaian rumah, auranya yang elegan dan terhormat sama sekali tidak berkurang. "Kamu memerlukannya?""Ya," jawab Kayla. "Aku ingin memintanya membantu adik temanku menyelesaikan masalah hukum.""Bella?" Temannya tidak banyak, apalagi teman yang bisa membuatnya keluar malam-malam begini. "Kasus apa?""Membela diri, tetapi korban menuntutnya dengan tuduhan melukai secara sengaja."Theo mengangkat alisnya. "Dia nggak menangani kasus pidana."Darius terkenal karena tidak pernah gagal dalam menangani kasus hukum bisnis mana pun. Oleh karena itu, banyak orang kaya yang mencarinya untuk menangani kasus bisnis. Seiring berjalannya waktu, orang-orang pun menganggapnya sebagai pengacara hukum bisnis. Sejak diangkat menjadi kepala hukum Perusahaan Oliver, dia tidak pernah menangani kasus lain lagi.Kayla mengerutkan kening. Hal ini agak sulit dinegosiasikan.Dia belum mencari Darius, tetapi Theo sudah menumpas harapannya."Kalau kamu yang minta?"Theo mem
Kayla tidak memahami Darius, dia tidak bisa menebak apakah Darius setuju atau menolak. Jadi, dia menatap Theo dengan penasaran untuk menanyakan maksud Darius.Theo melemparkan ponselnya ke meja sambil berkata, "Tidurlah, dia setuju."Mendengar jawaban ini, Kayla merasa lega dan senyuman pun muncul di sudut bibirnya.Setelah tujuannya tercapai, dia langsung bergegas ke luar ruangan.Theo menghentikannya. "Mau pergi ke mana?""Bella masih menungguku di apartemen. Dia lagi sedih, aku mau pergi menemaninya mengobrol. Malam ini aku nggak akan kembali ke sini.""Darius akan pergi menemuinya.""Mereka nggak akrab. Sekalipun mengobrol, mereka hanya akan membahas soal kasus. Aku akan menunggu mereka sampai selesai berbicara." Saat bertelepon tadi, emosi Bella terdengar agak aneh.Theo tersenyum sambil berkata dengan tenang, "Sekarang dia lebih ingin membahas soal kasus adiknya dengan Darius daripada mendengar hiburan darimu. Selain itu, kamu baru saja setuju akan menemaniku tidur malam ini. Beg
Evi memandang Kayla dengan kesal sambil berkata, "Coba pikirkan sudah berapa lama kamu nggak mengujungiku? Apa aku harus masuk rumah sakit biar bisa bertemu denganmu?""Bibi." Evi memegang tangan Kayla. Mendengar ucapan Evi yang seolah-olah sedang memarahinya, tetapi disertai dengan kasih sayang, hatinya pun bergejolak. Seketika, matanya memerah. "Akhir-akhir ini terlalu sibuk, maaf.""Sekarang kamu nggak mau memanggilku ibu lagi?""Bukan begitu, hanya saja aku dan Theo sudah bercerai. Kalau aku memanggilmu ibu di acara seperti ini, orang lain akan salah paham." Kayla menggenggam tangan Evi. "Panggilan bukanlah apa-apa. Di hatiku, aku selalu menganggapmu sebagai ibuku.""Kalau begitu biar dia yang panggil bibi, kamu panggil ibu saja. Siapa suruh dia nggak tahu cara menghargaimu, cih!" Sembari berbicara, Evi tersadar dari kegembiraannya. "Kamu datang bersama siapa?"Panggilan sudah berubah, jangan-jangan sudah punya pandamping baru?"Saat Kayla hendak menjawab, Yovita berjalan menghampi
Bukan Kayla yang menendangnya, kaki ini muncul dari belakang Kayla.Celana hitam dan sepatu kulit hitam ....Pelaku adalah seorang laki-laki.Jantung Kayla berdebar kencang. Begitu berbalik, dia melihat wajah familier yang asing.Familier karena dia sering melihat wajah ini di TV, asing karena dia baru pertama kali melihat wajah ini secara langsung.Kakak sepupu Yovita, Ryan Mars.Ryan melambaikan tangan ke hadapannya sambil tersenyum. "Kenapa? Apa ada sesuatu di wajahku?"Kayla tersadar, lalu menggelengkan kepala. "Nggak. Mungkin karena baru pertama kali melihat secara langsung, agak kaget."Derick yang menjerit kesakitan diseret pergi. Namun, sebelum itu, Kayla menginjaknya.Bagaimanapun, ini adalah tempat umum dan teriakannya menarik perhatian banyak orang. Jadi, Kayla berjalan mendekat dan menginjak kakinya dengan sepatu hak tinggi. "Tuan Muda Derick, lain kali jangan lupa menyikat gigi sebelum keluar rumah."Melihat adegan ini, Ryan pun tersenyum. "Nona Kayla sungguh menarik. Yovi
Kamar di sini hanya dijadikan sebagai tempat beristirahat para tamu. Oleh karena itu, peredam suara di sini tidak sebaik peredam suara di hotel.Teriakan ini mengejutkan para tamu di lantai bawah.Pintu kamar yang tertutup tiba-tiba dibuka dari dalam. Seorang pria yang berpakaian tidak lengkap dan memiliki bekas cupang di leher bergegas keluar.Hanya tersisa satu kancing kemeja yang masih terkait sehingga tubuh bagian atasnya pun terbuka. Mulai dari dada sampai ke perutnya, semuanya terlihat jelas.Dia menginjak karpet dengan kaki telanjang dan berseru kuat, "Satpam, di mana satpam? Pergi ke mana mereka? Cepat datang ke sini!"Mendengar suara ini, para wartawan yang menunggu di dekat sini pun bergegas mendekat, lalu mengarahkan kamera ke arah orang itu dan mulai memotret.Cahaya kamera menyinari wajahnya. Karena takut wajahnya akan terpotret, dia pun menutup wajahnya. "Hentikan memotret. Kalau nggak, aku akan menuntut kalian dengan tuduhan memotret tanpa izin.""Ryan, dengar-dengar har
Sembari berbicara, Lilya terus melirik Celine dengan sudut mata. Sekarang, dia sangat merasa bersalah dan ingin melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Karena emosi ini, Lukas yang selalu diutamakan sejak kecil pun turun pangkat.Namun, Lukas tidak tahu apa-apa. Dia membelalakkan matanya dengan kaget sambil bertanya dengan kesal, "Bu, racun apa yang dia berikan pada Ibu sampai membuat Ibu membelanya seperti ini? Lihatlah luka di wajahku ini, ini yang namanya menguji?"Sembari berbicara, dia membungkuk untuk memperlihatkan memarnya pada Lilya. "Dia ingin membunuhku, Ibu masih membelanya."Hasan yang berada di dalam ruangan mendengar ucapan ini, dia mengerutkan kening sambil berkata, "Diam kamu, kamu itu pria, luka sekecil ini membuatmu menjerit seperti ini?"Dia menatap wajah Lukas yang dipenuhi dengan memar sambil berkata dengan nada menghina, "Dipukuli oleh wanita masih berani mengadu.""Lalu apa yang bisa lakukan? Ayah nggak mengizinkanku memukul wanita, apa lagi yang bisa kula
Percakapan macam apa ini? Carlos tidak sanggup? Masih perlu membuktikan?Revin diam-diam mengangkat sekat, dia takut Carlos akan membungkamnya. Dengar-dengar, kebanyakan pria yang kekurangan dalam hal tersebut memiliki gangguan mental, pantas saja sifat Carlos sangat aneh.Di kursi belakang, Carlos menatap Celine dengan tajam, seolah-olah ingin menggali dua lubang di tubuh Celine. "Kamu nggak puas dengan keterampilanku?"Celine berpikir sejenak sebelum menjawab dengan serius, "Delapan dari sepuluh kali kamu hanya berbaring, apa kamu pantas menanyakan hal seperti ini?""Aku hanya berbaring diam? Siapa yang meminta berhenti di tengah proses? Siapa yang pergi setelah dirinya terpuaskan?" Dia menatap Celine sambil tersenyum dingin. "Celine, semoga kelak kamu nggak nangis."Jarak hotel itu tidak jauh. Ketika mereka masih berbicara, mobil sudah berhenti.Carlos berkata, "Turun.""Untuk apa?" Celine tidak menyangka Carlos akan menggunakan alasan bertemu dengan Hasan untuk membawanya ke hotel.
Di bawah penerangan cahaya, Celine membantu Lyon merapikan celana dan Lyon pun menunduk untuk menatapnya. Jalanan yang terlihat melalui jendela di belakangnya. Terkadang, ada pejalan kaki yang lewat dengan kepala tertunduk sehingga membuat suasana di toko menjadi lebih hangat.Lyon menatap cermin berulang kali, lalu berkata dengan serius, "Bagus."Celine mengangguk. "Bayar pakai kartu atau QRIS?"Ekspresinya sangat datar, dia sama sekali tidak terlihat gembira saat ada yang memuji karyanya. Singkatnya, dia tidak tampak seperti desainer, melainkan seperti robot penghasil uang yang tidak berperasaan.Lyon tertegun sejenak, lalu berkata sambil tersenyum pasrah, "Kamu ....""Celine." Terdengar suara Carlos dari pintu.Celine menoleh ke arah datangnya suara. Carlos berdiri di bawah lampu, sosoknya yang tinggi, ekspresinya yang muram dan suaranya yang berat memancarkan suatu aura mendominasi. Celine mengerutkan kening sambil bertanya dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa datang ke sini?"Set
Mendengar ucapannya, Merlin membelalakkan matanya dengan kaget. Masalah ini tidak boleh dibicarakan di depan orang tuanya, sekarang, tindakan sekecil apa pun dapat menghancurkan harapan terakhirnya.Dia sudah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk membangun citra gadis baik, tidak boleh dirusak begitu saja."Kamu masih tahu malu, nggak? Di satu sisi, kamu nggak berharap merasakan kasih sayang dari mereka, tapi di sisi lain, kamu malah mengadu. Tindakanmu ini disebut munafik."Celine mendengus dingin. Dia sama sekali tidak menyembunyikan niatnya, dia ingin memanfaatkan Keluarga Tomson untuk mencapai tujuannya. "Kalau aku nggak meminta orang lain menaklukkanmu, apa aku harus mengambil pisau dapur dan bertarung nyawa denganmu? Merlin, sadarlah, sekarang masyarakat dikendalikan oleh hukum."Merlin tercengang.Kata-kata yang dilontarkan Celine bagaikan sindiran untuk diri sendiri. Masyarakat hukum? Dia mencelakai begitu banyak orang, beraninya mengatakan masyarakat dikendalikan oleh huk
Tentu saja, Carlos tidak akan melakukan apa pun pada Celine. Baik dari segi didikan maupun karakter yang tertanam dalam dirinya, dia tidak akan melakukan hal tidak senonoh seperti memerkosa wanita.Selain itu, dia menemukan Celine bukan sengaja memprovokasinya, melainkan benar-benar tidak bereaksi terhadap sentuhannya.Kening Carlos diselimuti dengan hawa dingin, tatapannya yang tajam tertuju pada badan Celine. Pakaian Celine berantakan, leher dan lengan Celine dipenuhi dengan bekas merah. Celine pun menatapnya dengan linglung, seolah-olah baru dilecehkan secara brutal.Jelas-jelas dia tidak mengerahkan banyak tenaga, bahkan sudah mengontrol tenaganya, tetapi bekas sekecil apa pun tampak sangat mencolok di kulit putih Celine.Carlos mengatupkan bibirnya untuk menahan suatu emosi yang tak dapat diluapkan, lalu mengulurkan tangannya untuk membuka laci di samping tempat tidur. Memang benar, terdapat beberapa botol obat. Setelah beberapa saat, dia baru mengucapkan satu kalimat, "Celine, ka
Melihatnya marah, Ratna yang berada di samping pun berkata dengan getir, "Pak, Nyonya sudah tidur."Carlos hanya melirik Ratna dan langsung naik ke atas dengan galak. Saat melewati ruang tamu, dia melihat dua lembar kertas A4 di atas meja. Meskipun dia tidak melihat tulisan di atas kertas dengan jelas, dia tahu kata-kata apa yang tertera di atas kertas.Pembuluh darah di wajahnya berkedut. Dia bertanya dengan nada dingin, "Apa juga ada di meja makan? Dia meletakkan kertas itu di setiap tempat yang aku lalui?"Ratna tidak bersuara, artinya dia membenarkan dugaan Carlos.Setelah terdiam selama beberapa menit, Carlos tertawa dengan marah. Celine bertekad untuk menceraikannya?Dia bergegas ke atas dengan ekspresi dingin. Seketika, percikan api di hatinya langsung menyala saat mengetahui Celine mengunci pintu. Dia menahan amarahnya, lalu mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Celine menahan pintu agar Carlos tidak bisa masuk. "Ada urusan apa?"Carlo
Shanny baru sadar kamera ponselnya mengarah ke belakang orang-orang itu. Dia mengangkat ponselnya dan berjalan ke hadapan orang-orang itu dengan santai. "Astaga, kok bisa dipukuli sampai memar seperti ini, mungkin ibu kandungmu pun nggak mengenalimu lagi."Celine pun tidak bisa mengenali orang itu sebelum mendengar suara memohon yang familier. "Nona Celine, Nona Celine, kami sudah tahu salah, kami nggak seharusnya menindasmu. Tolong ampuni kami, tolong minta Paman Hasan jangan pergi mencari orang tua kami lagi."Dia membela diri dengan terisak-isak. Kalau dia masih memiliki cara lain, seorang pria dewasa sepertinya tidak akan memohon ampun di pinggir jalan. Meskipun reputasinya buruk dan dia tidak terlalu mementingkan harga diri, siapa yang akan menginjak harga diri sendiri?"Aku memang pernah memukulmu dulu, tapi kamu juga memukulku. Bisa dibilang kita hanya berselisih, bukan menindas secara sepihak. Beberapa waktu lalu kamu mematahkan satu kakiku dan aku pun nggak pergi mencarimu."S
Sepertinya suasana hati Celine sangat baik, dia meluapkan semua emosinya yang terpendam selama ini. Dia menopang dagunya sambil melebarkan senyuman di sudut bibirnya. Dari sisi mana pun, senyuman ini tampak sangat provokatif dan bibir merahnya sedikit terbuka.Melihatnya hendak mengatakan sesuatu, Carlos mengerutkan kening dan langsung menyelanya, "Diam."Dia hanya bisa berpikir bahwa Celine sengaja membuatnya kesal karena sudah dicueki selama dua tahun ini. "Dulu siapa yang bersikeras ingin menikah denganku?"Celine mengangkat kepalanya untuk meneguk habis arak di dalam gelas. Cairan dingin mengalir ke tenggorokannya dan masuk ke perutnya. Detik berikutnya, sensasi terbakar pun menyebar dari perutnya ke sepanjang pembuluh darah di tubuhnya.Perlahan-lahan muncul rona merah di kulit putihnya. Matanya berkilau, seolah-olah sedang dimasuk cinta.Melihat gelas kosong di tangan Celine, kerutan di alis Carlos menjadi makin dalam. "Apa kamu sapi? Siapa yang mengajarimu cara meminum arak?"Aw
Carlos hendak membungkuk untuk memeriksa kondisi Merlin. Mendengar ucapan ini, dia tidak tahu apakah dirinya harus melanjutkan tindakannya.Lilya yang berada di luar mendengar kebisingan dari kamar Celine. Dia mengira Celine terjatuh karena tidak leluasa bergerak, dia bergegas memasuki kamar. "Celine, ada apa?"Begitu selesai berbicara, dia langsung melihat Merlin yang terbaring diam di atas lantai. "Merlin ... kok bisa pingsan? Carlos, cepat telepon ambulans. Hasan, Hasan ...."Celine menyela teriakannya. "Dia pura-pura."Lilya berhenti berteriak, dia menatap Celine dengan kaget. "Kalau nggak percaya, tusukkan saja beberapa jarum ke tubuhnya. Kujamin dia akan melompat tinggi."Setelah dia selesai berbicara, Merlin yang berbaring di lantai mengerang pelan dan tampak sangat kesakitan. Dia memegang kepalanya sambil membuka mata. Begitu membuka mata, dia melihat sekeliling dan pada akhirnya pandangannya tertuju pada Carlos. "Kak Carlos, ada apa denganku?"Carlos tertegun.Begitu pula deng