Katanya dek observasi, tetapi ternyata itu adalah ruang terbuka seluas sekitar seratus meter persegi yang dilapisi semen. Mereka datang lebih awal, tetapi sudah ada orang di sana. Mereka semua datang untuk menyaksikan gerhana bulan total dan membawa peralatan lengkap. Tas besar dan kecil menumpuk.Sebaliknya, Theo dan Kayla yang bertangan kosong terlihat sangat tidak menghormati tontonan astronomi yang langka ini.Setelah mendaki gunung selama satu jam, Kayla telah kehilangan kegembiraan sebelumnya. Dia mengabaikan Theo dan mencari tempat yang cukup bersih untuk duduk dan beristirahat.Akan tetapi, walaupun tempat yang sudah lama kosong ini cukup bersih tetap saja agak kotor. Sinar matahari pada bulan ini tidak bisa menembus lantai, sehingga duduk seperti ini akan membuat udara dingin masuk ke dalam tubuh dan mudah sakit.Theo melepaskan jaket dan menyerahkannya kepada Kayla. "Pakailah, suhu pegunungan dingin."Kayla baru saja naik ke atas dan merasa kepanasan hingga seluruh tubuhnya b
Pada dasarnya jalan setapak itu tidak luas dan menjadi penuh saat ada banyak orang.Kayla dipimpin oleh Theo dan berlari menuruni gunung mengikuti cahaya orang di depannya.Mereka tidak bisa menggunakan ponselnya untuk penerangan kecuali benar-benar diperlukan. Kalau baterainya habis, mereka tidak akan bisa meminta bantuan begitu ada masalah.Mereka berpikir demikian, begitu pula semua orang. Setelah menghabiskan sepanjang sore berjongkok, baterai ponsel mereka sudah hampir habis.Kayla tiba-tiba merasakan seseorang memukul bahu kanannya dengan kuat. Orang di belakang yang tidak sabar untuk segera maju. Jalan pegunungan tidak mudah untuk dilalui, jadi Kayla berjalan dengan hati-hati. Tabrakan ini langsung membuat Kayla berguling ke arah hutan di sebelahnya.Untungnya Theo telah menggenggamnya erat-erat. Perubahan tak terduga ini terjadi secara tiba-tiba, tetapi pria itu tanpa sadar mengencangkan cengkeramannya saat terjatuh ke samping.Dia tidak terjatuh, tetapi kakinya terkilir dan te
Tidak ada suara di belakangnya. Theo mengira Kayla marah karena ucapannya dan berhenti selama beberapa detik sebelum melanjutkan, "Jadi, menyerah saja pada keinginanmu untuk menyingkirkanku."Setelah lama menunggu, Theo masih tidak mendengar suara Kayla dan mulai mengernyitkan dahinya. Dia mencari posisi stabil sebelum menyentuh orang di punggungnya. "Kay ....""Kayla ....""Kayla ...."Theo memanggil tiga kali berturut-turut, tetapi orang di punggungnya tidak menjawab.Theo panik dan buru-buru berlutut untuk menurunkan orang itu. Biasanya dia adalah orang kaya yang cerewet dan punya standar jelas di mana seharusnya kerutan saat menyetrika pakaiannya, tetapi sekarang dia langsung duduk di jalan pegunungan yang berlumpur sambil menarik Kayla dalam pelukannya.Wajah wanita seukuran telapak tangan itu pucat dan membiru karena kedinginan, rambutnya yang acak-acakan menempel di wajahnya dan kedua matanya terpejam rapat. Dia tidak marah pada Theo, tetapi dia jelas sangat kedinginan hingga pi
Kayla merasakannya, tetapi tidak punya tenaga untuk melihatnya. Di saat seperti ini pun penglihatan Theo masih sangat tajam. Dia menyipitkan mata dan melihat orang-orang yang datang dari jalan pegunungan.Bukan Carlos.Orang itu dilengkapi dengan peralatan mendaki gunung yang lengkap. Hanya ada satu orang. Dia mengenakan jas hujan khusus dengan efek tahan hujan yang sangat baik, sepatu bot militer hitamnya melangkah di jalan pegunungan yang licin dengan mantap seolah-olah berjalan di tanah datar."Kayla ...."Melihat Kayla yang dipeluk erat dalam pelukan Theo dan terlihat dalam kondisi setengah sadar, orang tersebut mengambil beberapa langkah dan bergegas menuju ke arah mereka berdua.Itu suara Nathan.Tubuh Theo yang tegang akhirnya menjadi rileks dan bertanya, "Kok cuma kamu?"Nathan sedang membungkuk untuk memeriksa kondisi Kayla. Dia mencibir setelah mendengar pertanyaan Theo dan berkata, "Aku datang untuk lihat apa kamu sudah mati atau belum. Kalau belum, aku akan menendangmu turu
"..." Carlos tidak menyangka dirinya yang sudah baik hati mengingatkannya akan membuatnya marah. "Sial, itu ponsel perusahaanku. Aku menjalankan perusahaan film dan televisi. Apa salahnya aku punya beberapa kontak artis wanita untuk diwawancarai di perusahaanku?"Sekarang yang dia inginkan hanyalah membanting ponselnya ke wajah Theo. Memperkenalkan pacar apanya? Lebih baik memperkenalkan seorang waria.Hari sudah larut malam saat Theo tiba di rumah sakit. Perawat memeriksa nomor bangsal Kayla untuknya. "Tuan, ini sudah lewat jam besuk. Kalau mau membesuk pasien, silakan kembali lagi besok pagi. Kalau nggak, kamu akan mengganggu pasien lain di bangsal yang sama."Saat suster sedang berbicara, Theo melihat Nathan keluar dari bangsal sambil memutar ketel dan hendak mengambil air. Dia menunjuk ke orang itu dengan wajah dingin dan bertanya, "Terus kenapa dia masih di sini?"Perawat itu terintimidasi oleh aura Theo dan menjulurkan lehernya untuk melihat ke arah yang ditunjuknya. "Dia adalah
Theo menoleh dengan tatapan muram. "Singkirkan tangan sialanmu."Nathan melepaskan tangannya dari dahi Kayla dan membaliknya beberapa kali di hadapan Theo. "Maksudmu ini?"Dia mengangkat alisnya ke arah Theo, lalu mendekati Kayla secara terang-terangan dan mengusap kepalanya. Kayla benar-benar tidak menyangka pria berusia 20-an tahun yang hampir mencapai kepala tiga akan bertindak begitu kekanak-kanakan dan dia tidak sempat untuk melakukan perlawanan. Kepalanya pun langsung dielus oleh Nathan begitu saja.Nathan berkata, "Tahukah kamu kualitas apa yang harus dimiliki seorang mantan suami supaya bisa memenuhi syarat? Nggak ada. Kamu malah luar biasa. Nggak perlu membahas dirimu yang terus mengganggunya setiap hari, tapi kamu malah terus merepotkannya."Saat Theo hendak mengangkat selimut dan bangun dari ranjang, seorang perawat masuk membawa nampan dan memberinya termometer. "Ukur suhu tubuhmu."Setelah itu, sang perawat menoleh ke arah Davin yang masih duduk di bangku dan berkata denga
Theo menoleh untuk melihat Kayla memutar matanya ke arahnya dan berbaring dengan punggung membelakanginya.Raline sudah duduk di kursi, siap menangis saat dia bertanya "ada apa", tetapi dia melihat pria itu sama sekali tidak menatapnya. Jangankan kelelahannya yang disembunyikan oleh riasan tebal, kemungkinan pria itu juga tidak tahu apakah dia mengenakan pakaian atau tidak."Theo ...." Raline pun mulai meninggikan suaranya.Dirinya yang dulu pasti akan berbalik dan pergi, menunggu pria ini membujuknya.Akan tetapi, dia telah banyak memikirkan masa lalu mereka selama ini. Kayla selalu ada saat Theo bersedia membujuknya dan itu sama sekali bukan bujukan. Itu hanya bisa dianggap mengabulkan permintaannya dan apa yang dia minta hanyalah mengeluarkan sedikit uang untuk memuaskannya.Sekarang satu-satunya hal yang Raline sesali adalah mengapa dia pergi ke luar negeri untuk memaksakan sebuah pernikahan dan menguji apakah pria ini tertarik padanya atau tidak.Memikirkan tujuan kunjungannya har
Kayla mengalihkan pandangan ke arahnya, lalu mengangkat alisnya sambil tersenyum tipis. "Ya, aku bukan hanya akan mencari banyak cadangan, aku juga nggak akan memilih pria sepertimu.""Pria sepertiku? Memangnya aku pria seperti apa?"Kayla berkata sambil menghitung dengan jarinya, "Bermulut tajam, semena-mena, suka merendahkan orang, nggak menghargai orang, merasa dirimu yang paling hebat di dunia ini, selalu menyalahkan orang lain, nggak memiliki kecerdasan emosional, suka berkata kasar, suka memampangkan ekspresi dingin, bersikap seolah-olah semua orang berutang padamu, berengsek, nggak pandai bicara dan menyebalkan ...."Begitu turun hujan, semua orang yang sedang melihat gerhana bulan bergegas menuruni gunung, hanya tersisa mereka.Mendengar ucapan Kayla, ekspresi Theo menjadi makin muram. Dia tidak menyangka bahwa dia memiliki citra yang begitu buruk di hati Kayla. "Apa aku nggak punya kelebihan?""Ada." Kayla mengaku dengan lugas. "Tampan, kekar, kaya, tapi semua ini nggak bisa m
Sembari berbicara, Lilya terus melirik Celine dengan sudut mata. Sekarang, dia sangat merasa bersalah dan ingin melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Karena emosi ini, Lukas yang selalu diutamakan sejak kecil pun turun pangkat.Namun, Lukas tidak tahu apa-apa. Dia membelalakkan matanya dengan kaget sambil bertanya dengan kesal, "Bu, racun apa yang dia berikan pada Ibu sampai membuat Ibu membelanya seperti ini? Lihatlah luka di wajahku ini, ini yang namanya menguji?"Sembari berbicara, dia membungkuk untuk memperlihatkan memarnya pada Lilya. "Dia ingin membunuhku, Ibu masih membelanya."Hasan yang berada di dalam ruangan mendengar ucapan ini, dia mengerutkan kening sambil berkata, "Diam kamu, kamu itu pria, luka sekecil ini membuatmu menjerit seperti ini?"Dia menatap wajah Lukas yang dipenuhi dengan memar sambil berkata dengan nada menghina, "Dipukuli oleh wanita masih berani mengadu.""Lalu apa yang bisa lakukan? Ayah nggak mengizinkanku memukul wanita, apa lagi yang bisa kula
Percakapan macam apa ini? Carlos tidak sanggup? Masih perlu membuktikan?Revin diam-diam mengangkat sekat, dia takut Carlos akan membungkamnya. Dengar-dengar, kebanyakan pria yang kekurangan dalam hal tersebut memiliki gangguan mental, pantas saja sifat Carlos sangat aneh.Di kursi belakang, Carlos menatap Celine dengan tajam, seolah-olah ingin menggali dua lubang di tubuh Celine. "Kamu nggak puas dengan keterampilanku?"Celine berpikir sejenak sebelum menjawab dengan serius, "Delapan dari sepuluh kali kamu hanya berbaring, apa kamu pantas menanyakan hal seperti ini?""Aku hanya berbaring diam? Siapa yang meminta berhenti di tengah proses? Siapa yang pergi setelah dirinya terpuaskan?" Dia menatap Celine sambil tersenyum dingin. "Celine, semoga kelak kamu nggak nangis."Jarak hotel itu tidak jauh. Ketika mereka masih berbicara, mobil sudah berhenti.Carlos berkata, "Turun.""Untuk apa?" Celine tidak menyangka Carlos akan menggunakan alasan bertemu dengan Hasan untuk membawanya ke hotel.
Di bawah penerangan cahaya, Celine membantu Lyon merapikan celana dan Lyon pun menunduk untuk menatapnya. Jalanan yang terlihat melalui jendela di belakangnya. Terkadang, ada pejalan kaki yang lewat dengan kepala tertunduk sehingga membuat suasana di toko menjadi lebih hangat.Lyon menatap cermin berulang kali, lalu berkata dengan serius, "Bagus."Celine mengangguk. "Bayar pakai kartu atau QRIS?"Ekspresinya sangat datar, dia sama sekali tidak terlihat gembira saat ada yang memuji karyanya. Singkatnya, dia tidak tampak seperti desainer, melainkan seperti robot penghasil uang yang tidak berperasaan.Lyon tertegun sejenak, lalu berkata sambil tersenyum pasrah, "Kamu ....""Celine." Terdengar suara Carlos dari pintu.Celine menoleh ke arah datangnya suara. Carlos berdiri di bawah lampu, sosoknya yang tinggi, ekspresinya yang muram dan suaranya yang berat memancarkan suatu aura mendominasi. Celine mengerutkan kening sambil bertanya dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa datang ke sini?"Set
Mendengar ucapannya, Merlin membelalakkan matanya dengan kaget. Masalah ini tidak boleh dibicarakan di depan orang tuanya, sekarang, tindakan sekecil apa pun dapat menghancurkan harapan terakhirnya.Dia sudah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk membangun citra gadis baik, tidak boleh dirusak begitu saja."Kamu masih tahu malu, nggak? Di satu sisi, kamu nggak berharap merasakan kasih sayang dari mereka, tapi di sisi lain, kamu malah mengadu. Tindakanmu ini disebut munafik."Celine mendengus dingin. Dia sama sekali tidak menyembunyikan niatnya, dia ingin memanfaatkan Keluarga Tomson untuk mencapai tujuannya. "Kalau aku nggak meminta orang lain menaklukkanmu, apa aku harus mengambil pisau dapur dan bertarung nyawa denganmu? Merlin, sadarlah, sekarang masyarakat dikendalikan oleh hukum."Merlin tercengang.Kata-kata yang dilontarkan Celine bagaikan sindiran untuk diri sendiri. Masyarakat hukum? Dia mencelakai begitu banyak orang, beraninya mengatakan masyarakat dikendalikan oleh huk
Tentu saja, Carlos tidak akan melakukan apa pun pada Celine. Baik dari segi didikan maupun karakter yang tertanam dalam dirinya, dia tidak akan melakukan hal tidak senonoh seperti memerkosa wanita.Selain itu, dia menemukan Celine bukan sengaja memprovokasinya, melainkan benar-benar tidak bereaksi terhadap sentuhannya.Kening Carlos diselimuti dengan hawa dingin, tatapannya yang tajam tertuju pada badan Celine. Pakaian Celine berantakan, leher dan lengan Celine dipenuhi dengan bekas merah. Celine pun menatapnya dengan linglung, seolah-olah baru dilecehkan secara brutal.Jelas-jelas dia tidak mengerahkan banyak tenaga, bahkan sudah mengontrol tenaganya, tetapi bekas sekecil apa pun tampak sangat mencolok di kulit putih Celine.Carlos mengatupkan bibirnya untuk menahan suatu emosi yang tak dapat diluapkan, lalu mengulurkan tangannya untuk membuka laci di samping tempat tidur. Memang benar, terdapat beberapa botol obat. Setelah beberapa saat, dia baru mengucapkan satu kalimat, "Celine, ka
Melihatnya marah, Ratna yang berada di samping pun berkata dengan getir, "Pak, Nyonya sudah tidur."Carlos hanya melirik Ratna dan langsung naik ke atas dengan galak. Saat melewati ruang tamu, dia melihat dua lembar kertas A4 di atas meja. Meskipun dia tidak melihat tulisan di atas kertas dengan jelas, dia tahu kata-kata apa yang tertera di atas kertas.Pembuluh darah di wajahnya berkedut. Dia bertanya dengan nada dingin, "Apa juga ada di meja makan? Dia meletakkan kertas itu di setiap tempat yang aku lalui?"Ratna tidak bersuara, artinya dia membenarkan dugaan Carlos.Setelah terdiam selama beberapa menit, Carlos tertawa dengan marah. Celine bertekad untuk menceraikannya?Dia bergegas ke atas dengan ekspresi dingin. Seketika, percikan api di hatinya langsung menyala saat mengetahui Celine mengunci pintu. Dia menahan amarahnya, lalu mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Celine menahan pintu agar Carlos tidak bisa masuk. "Ada urusan apa?"Carlo
Shanny baru sadar kamera ponselnya mengarah ke belakang orang-orang itu. Dia mengangkat ponselnya dan berjalan ke hadapan orang-orang itu dengan santai. "Astaga, kok bisa dipukuli sampai memar seperti ini, mungkin ibu kandungmu pun nggak mengenalimu lagi."Celine pun tidak bisa mengenali orang itu sebelum mendengar suara memohon yang familier. "Nona Celine, Nona Celine, kami sudah tahu salah, kami nggak seharusnya menindasmu. Tolong ampuni kami, tolong minta Paman Hasan jangan pergi mencari orang tua kami lagi."Dia membela diri dengan terisak-isak. Kalau dia masih memiliki cara lain, seorang pria dewasa sepertinya tidak akan memohon ampun di pinggir jalan. Meskipun reputasinya buruk dan dia tidak terlalu mementingkan harga diri, siapa yang akan menginjak harga diri sendiri?"Aku memang pernah memukulmu dulu, tapi kamu juga memukulku. Bisa dibilang kita hanya berselisih, bukan menindas secara sepihak. Beberapa waktu lalu kamu mematahkan satu kakiku dan aku pun nggak pergi mencarimu."S
Sepertinya suasana hati Celine sangat baik, dia meluapkan semua emosinya yang terpendam selama ini. Dia menopang dagunya sambil melebarkan senyuman di sudut bibirnya. Dari sisi mana pun, senyuman ini tampak sangat provokatif dan bibir merahnya sedikit terbuka.Melihatnya hendak mengatakan sesuatu, Carlos mengerutkan kening dan langsung menyelanya, "Diam."Dia hanya bisa berpikir bahwa Celine sengaja membuatnya kesal karena sudah dicueki selama dua tahun ini. "Dulu siapa yang bersikeras ingin menikah denganku?"Celine mengangkat kepalanya untuk meneguk habis arak di dalam gelas. Cairan dingin mengalir ke tenggorokannya dan masuk ke perutnya. Detik berikutnya, sensasi terbakar pun menyebar dari perutnya ke sepanjang pembuluh darah di tubuhnya.Perlahan-lahan muncul rona merah di kulit putihnya. Matanya berkilau, seolah-olah sedang dimasuk cinta.Melihat gelas kosong di tangan Celine, kerutan di alis Carlos menjadi makin dalam. "Apa kamu sapi? Siapa yang mengajarimu cara meminum arak?"Aw
Carlos hendak membungkuk untuk memeriksa kondisi Merlin. Mendengar ucapan ini, dia tidak tahu apakah dirinya harus melanjutkan tindakannya.Lilya yang berada di luar mendengar kebisingan dari kamar Celine. Dia mengira Celine terjatuh karena tidak leluasa bergerak, dia bergegas memasuki kamar. "Celine, ada apa?"Begitu selesai berbicara, dia langsung melihat Merlin yang terbaring diam di atas lantai. "Merlin ... kok bisa pingsan? Carlos, cepat telepon ambulans. Hasan, Hasan ...."Celine menyela teriakannya. "Dia pura-pura."Lilya berhenti berteriak, dia menatap Celine dengan kaget. "Kalau nggak percaya, tusukkan saja beberapa jarum ke tubuhnya. Kujamin dia akan melompat tinggi."Setelah dia selesai berbicara, Merlin yang berbaring di lantai mengerang pelan dan tampak sangat kesakitan. Dia memegang kepalanya sambil membuka mata. Begitu membuka mata, dia melihat sekeliling dan pada akhirnya pandangannya tertuju pada Carlos. "Kak Carlos, ada apa denganku?"Carlos tertegun.Begitu pula deng