Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Jordan segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon Jodie.Jodie yang sedang bergegas ke klub Sara pun mengangkat telepon Jordan dengan ekspresi tidak sabar."Ada apa?""Kak, bukannya Kakak lagi mencari Vera? Tolong kirimkan fotonya kepadaku kalau ada."Jodie memegang foto Vera dan dengan saksama mengingat-ingat setiap fitur wajah Vera."Kamu ingin fotonya untuk apa?"Jordan menatap Wina yang berjalan menjauh bersama suaminya."Aku ketemu orang yang kelihatannya familier, jadi aku ingin cari tahu apakah dia orang yang Kakak cari atau bukan."Jodie segera menutup telepon, lalu memotret foto Vera dan mengirimkannya ke Jordan.Setelah Jordan menerima foto itu, dia memperbesar dan mengamatinya dengan cermat. Wina tampak mirip dengan Vera di foto itu.Namun, mereka hanya sekadar mirip. Wina bukan Vera, itu berarti Wina bukanlah putri bibinya dan juga bukan orang yang dicari Jodie ....Akan tetapi, Jordan ingat ayahnya pernah bilang bahwa saat bibi
Setelah beberapa ronde, Sara baru menyadari bahwa Sandy belum pernah ke tempat hiburan. Dia bahkan tidak tahu cara bermain kartu.Sara menatap Sandy sambil bertanya, "Kak Sandy, kamu nggak pernah merokok, minum atau bermain, ya?"Sandy yang tidak tahu cara bermain pun tersenyum dengan kikuk. "Ya, aku nggak pernah merokok, minum atau main kayak gini."Sandy sangat bertolak belakang dengan Jefri. Pria ini benar-benar cocok dijadikan seorang pacar karena masih polos dan lugu.Masalahnya, rasanya tidak adil memacari orang sebaik Sandy hanya karena Sara sedang marah dengan Jefri ....Sandy menatap Sara yang sedang melamun dengan sorot tatapan yang penuh kasih sayang, "Kamu lagi mikirin apa?"Sara menggelengkan kepalanya dan menunduk menatap kartu di tangannya. Poninya pun jatuh sehingga menutupi pandangannya.Saat Sara hendak membetulkannya, sebuah tangan ramping mendahuluinya dan menyematkan poni Sara ke belakang telinganya.Sara sontak tertegun merasakan sentuhan lembut Sandy di pipi dan
"Tu ... Tuan Jodie kenapa ada di sini?"Jodie memang tampan, tetapi sangat mudah terhasut emosi.Terakhir kali pria itu datang ke sini untuk menanyakan keberadaan Vera, Sara sangat ketakutan sampai-sampai tidak berani berbicara.Meskipun begitu, demi melindungi Wina, Sara berbohong kepada Jodie dan mengatakan bahwa Vera telah pergi ke Britton.Sekian lama sudah berlalu, tetapi sekarang Jodie datang lagi kepadanya. Dari sorot tatapan Jodie yang tajam menusuk, Sara takut pria itu sudah tahu Sara membohonginya.Sementara otak Sara segera memikirkan alasan kenapa Jodie datang ke sini, dia menatap Jodie sambil tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.Orang bilang jangan memukul mereka yang tersenyum kepada kita. Saat menghadapi orang yang pemarah, justru kita harus bersikap selembut mungkin."Pertanyaanku masih sama, di mana Vera?"Jodie memasukkan satu tangan ke dalam sakunya dan berdiri di depan Sara. Karena dia lebih tinggi, jadi dia harus menunduk menatap Sara.Untung saja sebelum keluar
Mata Jodie yang menyalang marah membuat Sara ketakutan.Kenapa emosi orang satu ini cepat berubah? Kenapa dia langsung memperlakukan Sara dengan kasar padahal Sara sudah menjawab baik-baik?"Dia dikubur di kuburan Keluarga Chris di Britton ...."Sara takut jika dia memberi tahu tentang kuburan Keluarga Chris, Jodie akan langsung mengetahui bahwa Vera sudah lama meninggal.Namun, jika dipikir-pikir lagi, sepertinya Jodie tidak sesabar itu mencari tahu kapan Vera meninggal.Jodie pasti bertanya tentang lokasi kuburan Vera untuk memastikan apakah Vera memang sudah tiada.Kapan meninggalnya tidak perlu dipertanyakan. Intinya Vera sudah tiada, jadi buat apa juga bertanya kapan?Selama Jodie tidak menyelidiki kapan Vera meninggal, dia tidak akan mencurigai Wina yang menggunakan identitas Vera.Jika Jodie tidak dapat menemukan Wina, lebih baik memberi tahu Jodie sekalian di mana Vera dimakamkan.Dengan begini, Jodie pasti tidak akan menemui Sara lagi karena sudah memastikan kematian Vera."Ke
Kerutan di dahi Jodie makin kentara. "Kenapa aku nggak mendapat informasi Alvin dimakamkan bersama orang lain?"Semua orang yang berada di lingkaran keluarga bangsawan tahu tentang kematian Alvin dan Robert, tetapi mereka tidak tahu kenapa kedua orang itu meninggal.Karena ini menyangkut rahasia keluarga kerajaan, jadi informasinya diblokir. Tidak ada yang tahu alasan spesifiknya dan tidak ada yang tahu bahwa Alvin dimakamkan bersama Vera.Orang di ujung telepon sana pun menjelaskan, "Aku juga baru tahu. Sebelum ini Keluarga Chris menutup rapat-rapat informasinya, jadi nggak ada berita yang tersebar.""Bukannya Keluarga Chris nggak merestui Vera? Kenapa mereka malah mengizinkan Alvin dan Vera dikubur bersama?" tanya Jodie."Sepertinya agar Alvin bisa menikahi Vera di alam baka. Bagaimanapun juga, semasa hidupnya Alvin gagal menikahi Vera ...."Entah kenapa, firasat Jodie mengatakan bahwa alasan Keluarga Chris memperbolehkan Alvin dan Vera dimakamkan bersama tidaklah sesederhana itu. Na
Jihan pun tersadar dari lamunannya dan mengelus kepala Wina. "Nggak apa-apa, kamu makan saja dulu. Aku ketemu Zeno dulu."Wina mengira Jihan sedang sibuk memikirkan masalah organisasi, jadi dia mengangguk dengan patuh. "Kalau gitu, aku duluan, ya ...."Jihan mengiakan. Setelah Wina pergi, Jihan mengetuk jendela kapal Zeno dan segera masuk."Ada apa, Pak Jihan?""Jodie sedang mencari Vera. Suruh orang untuk menyelidiki kenapa dia mencari Vera."Ibunya Jodie, Wanda, adalah kakak perempuan Veransa. Itu berarti Jodie adalah kakak sepupu Vera dan Wina.Jodie mencari Vena ke berbagai penjuru dunia. Dia pasti tahu bahwa Vera adalah adik sepupunya, sekaligus bagaimana Keluarga Dinsa memperlakukan Veransa dan anak-anaknya.Setelah sekian tahun berlalu, mereka sekarang mencari Vera dengan begitu giat. Pasti mereka berniat memanfaatkan Vera.Menurut Jihan, Keluarga Naula tidak mungkin mencari Vera semata-mata untuk menemukan anggota keluarga mereka.Karena jika ya, tidak mungkin mereka waktu itu
"Tuan, Tuan curiga Haris adalah ayahnya Nyonya, ya?"Jihan balas mengangguk. Zeno pun menggaruk bagian belakang kepalanya dengan bingung."Kalau Haris memang ayahnya Nyonya, kenapa Haris nggak tahu bahwa Nyonya sudah lama bekerja di perusahaannya?"Jihan meletakkan ponselnya dan bersandar di sofa, lalu menatap Zeno."Bukankah informasi yang kamu temukan waktu itu menyatakan bahwa Veransa pulang ke Alvinna setelah wajahnya jadi cacat?"Mungkin saja Veransa bertemu Haris setelah wajahnya menjadi cacat. Setelah itu, Veransa melakukan operasi plastik dan menggunakan identitas baru.Perubahan identitas Veransa sudah cukup membuktikan bahwa dia tidak ingin mengungkit-ungkit masa lalunya yang menyakitkan. Dia juga pasti tidak memberi tahu Haris tentang masa lalunya.Karena Haris tidak pernah melihat wajah asli Veransa ataupun mengetahui masa lalu wanita itu, wajar saja dia tidak mengenali Wina yang merupakan yatim piatu.Setelah Jihan menyebutkan poin ini, Zeno pun menyadari sesuatu."Berarti
Zeno bekerja dengan sangat cepat. Keesokan harinya, dia menemui Jihan. Sayangnya, hasil yang dia dapatkan kurang memuaskan."Tuan, ternyata ibunya Jodie sedang sekarat, jadi dia menyuruh Jodie untuk menemukan putrinya Veransa.""Hanya Jodie, ibunya dan adik perempuannya yang mengetahui alasan spesifiknya. Bahkan Keluarga Dinsa nggak tahu."Keluarga Naula adalah keluarga bangsawan pertama di luar negeri. Bahkan Keluarga Dinsa dan Keluarga Soraya tidak sebanding dengan mereka.Sebelum Jodie si pemimpin Keluarga Naula mengalami gangguan jiwa, dia mirip dengan Jihan yang melakukan segala sesuatunya dengan tegas dan kejam.Walaupun waktu itu kalah dari persaingan bisnis dengan Keluarga Lionel, Jodie yang mengambil alih kepemimpinan keluarga pun membawa Keluarga Naula kembali jaya dengan sangat cepat.Namun, setelah sakit, Jodie jadi sering kehilangan rasionalitasnya. Begitu kebanyakan berpikir, emosinya langsung tidak bisa terkontrol.Jodie jadi sibuk menyesali kesehatan dan nasibnya yang b
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je