Saat Zeno memikirkan hal ini, dia merasa bayangan tebal tiba-tiba menyelimuti sisi tubuhnya.Tangannya yang memegang pisau dan garpu tiba-tiba gemetar ....Dia perlahan mengangkat kepalanya dan melihat bayangan itu ...."Tu ... Tuan ...."Jihan berdiri membelakangi cahaya. Bulu mata panjangnya menutupi mata, membuat pandangan matanya tampak suram."Zeno, kamu duduk di tempatku dan mengatai aku kejam? Apa menurutmu aku terlalu baik hati akhir-akhir ini?"Eh?Tuan, kenapa bisa sampai dihubungkan ke sana?!Jelas-jelas istrimu yang pertama kali menyebutmu kejam. Dia hanya ikut-ikut saja!Zeno hendak bangkit dan membela diri ketika dia melihat Tuan Malam melemparkan piring makan di tangannya ke atas meja ...."Kalian berdua harus makan semua makanan yang aku masak, kalau nggak ....""Nggak perlu diancam, aku akan memakannya sekarang juga!"Zeno tidak menunggu Jihan selesai bicara dan segera menyatakan pendiriannya!Wina yang sudah kenyang menatap Jihan sambil tersenyum."Sa ...""Nggak ada
Saat Sara tiba di Kota Ostia, dia menerima pesan dari Wina berupa foto aurora.Wina: "Sara, akhirnya aku sampai di Finola dengan selamat dan melihat aurora yang asli. Berhasil!"Lalu, ada beberapa video pendek. Di bawah cahaya hijau aurora, Jihan lewat sekilas. Meski dengan pemandangan yang indah, hanya Wina yang ditatapnya.Melihat ini, Sara tersenyum dan membalas, meminta Wina dan Jihan untuk menikmati bulan madu mereka dan jangan lupa meneleponnya jika terjadi sesuatu.Setelah dia selesai mengirim pesan suara, dia mematikan layar dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia mengeluarkan kacamata hitam dan memakainya sebelum berjalan keluar dari bandara.Usai memesan taksi online, Sara yang masih harus menunggu cukup lama pun mengeluarkan sebungkus rokok dari tasnya. Dia mengambil satu dan menyalakannya.Wanita ini mengenakan gaun sedada tak bertali yang berwarna coklat muda, dipadu tas rantai emas yang tergantung di bahunya. Dia bersandar pada sebuah pilar putih dan merokok dengan lem
Sara tampak terlalu malas untuk mengatakan apa pun padanya, yang membuat Jefri sedikit frustrasi, bahkan panik. Dia selalu merasa Kak Sara tidak akan kembali lagi.Tangannya seperti refleks melingkar di pinggangnya memeluknya erat ....Aroma tembakau samar yang keluar dari tubuh Sara menusuk hidungnya.Bau ini sangat familier dan dia tiba-tiba merindukannya. Dia membenamkan kepalanya di rambutnya dan menghirup aroma itu dengan lembut."Kak Sara, kamu merokok lagi. Padahal kamu sudah janji nggak akan merokok lagi. Kenapa kamu ingkar janji?"Dia seperti seorang adik laki-laki yang menegur kakak perempuannya. Suaranya penuh rasa tidak senang dan frustrasi, sekaligus rasa tidak berdaya karena tidak bisa berbuat apa-apa."Tuan Muda Jefri, kamu punya pacar, apa pantas kamu memelukku seperti ini?"Suara samar wanita itu terdengar di telinganya, membuat Jefri menegang, tetapi dia tetap nekat memeluknya."Kak Sara, kamu dulu janji akan menemaniku melihat pemandangan salju pegunungan di utara. K
Ivan berhenti sejenak saat membalik halaman buku dan terdiam mungkin selama beberapa detik, lalu perlahan memutar kursi rodanya menghadap Sara."Kak Sara, kenapa kamu ke sini?""Aku ingin bertemu denganmu."Sara menghampirinya dan duduk di seberangnya setelah dipersilakan.Keduanya saling memandang seolah-olah mereka adalah saudara yang sudah lama tidak berjumpa. Mata mereka perlahan memerah."Ivan, bagaimana keadaanmu selama tinggal di Kota Ostia tahun ini?"Pada akhirnya, Sara-lah yang berbicara lebih dulu. Masih dengan nada seorang kakak yang perhatian kepada adiknya."Lumayan."Ivan menutup buku di tangannya dan meletakkannya di atas meja yang ada di sebelah. Lalu, dia mengangkat tangan dan memerintahkan seseorang membuatkan teh untuk Sara."Orang Kota Ostia terbiasa minum teh. Kamu mau teh apa?""Apa saja boleh."Sara mengangguk. Tidak peduli apa yang dia minum, yang terpenting adalah bisa bertemu adiknya lagi.Selanjutnya, mereka berdua tidak berkata apa-apa. Topik yang mereka ba
Dia sebenarnya sudah menduga Wina tidak akan menerima apa pun lagi darinya dan bahwa Sara akan mengembalikannya.Lagi pula, mereka sudah tidak mungkin bisa bertemu lagi sekarang.Setiap kali Ivan memikirkan hal ini, hatinya terasa seperti terkoyak, dan rasa sakitnya sangat menyayat hati.Dia tidak lagi pantas bertemu dengan orang yang pernah dia cintai.Kalau dia tahu sejak awal, tidak seharusnya dia jatuh cinta.Dengan begitu, dia tetap bisa berada di sisinya sebagai teman dan memanggilnya, Wina."Aku memang mau mengembalikan hadiah itu."Sara mengangguk pelan, sedikit canggung, mengeluarkan tas kertas itu dan menyerahkannya."Ivan, kata Wina, dia sudah berutang sangat banyak padamu dan nggak mungkin bisa terbayar seumur hidup. Dia nggak bisa menerimanya lagi."Ivan tidak menjawab, hanya meletakkan cangkir tehnya dan memandang Sara, tersenyum."Aku sudah memindah semua ini ke namanya. Yang ada di tanganmu ini cuma kertas-kertas saja."Jantung Sara tercekik dan dia menggertakkan gigi.
Dia tidak akan mati, tapi hidupnya lebih sengsara daripada kematian!Sara tidak bisa mengerti perasaan Ivan seluruhnya.Yang dia tahu, Ivan pasti sangat menderita sampai dia ingin mati.Kehidupan macam apa yang dia jalani di Kota Ostia selama setahun terakhir ini!Orang sebaik dia, kenapa bisa menderita depresi berat?!Sara memandang Ivan yang tersenyum cerah. Dia sungguh tidak tahan dan membiarkan air mata mengalir di kedua pipinya ...Dia kehilangan kekasih hatinya, kehilangan kakinya dan menderita depresi berat. Mengapa hidup Ivan begitu sulit?"Ada yang bilang, beberapa orang dilahirkan di dunia ini untuk melewati ujian yang akan mengangkat derajatnya di kehidupan selanjutnya. Jadi, Kak Sara, kamu nggak perlu merasa kasihan padaku."Ivan mengambil tisu dari meja dan menyerahkannya. Sikap lembut pria itu membuat Sara merasa bahwa dialah orang terbaik di dunia."Ivan, karena kamu bilang kamu nggak akan mati karena dia, kamu harus hidup sebaik mungkin dan jangan memikirkan yang macam-
Pikiran Sara dipenuhi rasa khawatir soal Ivan dan sedang tidak mood untuk pergi ke pesta dansa, tetapi Lilia sudah lama sudah berkali-kali mengajaknya, dia merasa tidak enak kalau tidak pergi.Setelah dia sampai ke rumah dan mandi, dia mengenakan gaun malam berwarna kuning gading keemasan. Gaun itu tidak terlalu berlebihan, sederhana dan agak formal.Dia pergi membawa tasnya dan segera tiba di Hotel Obsidian.Di ruang perjamuan, dalam sinar lampu yang redup, pria dan wanita berjas dan pakaian formal berdiri berkelompok, memegang gelas anggur, mengobrol penuh senyum.Dengungan pelan dan lembut musik Barat membuat suasana hati Sara yang awalnya murung menjadi lebih baik.Dia mengambil foto ruang perjamuan dan mengirimkannya ke Ivan:"Ivan, aku mau kencan buta lagi. Lihat pengalamanku, setelah melalui hubungan yang sangat gagal, aku akhirnya berhasil melepaskan diri. Kamu juga harus selalu semangat."Kata-kata penyemangat memang tidak kecil artinya, tetapi itu tetap membuat Ivan tersenyum
Gadis kecil itu sangat antusias. Begitu Sara duduk, dia mendekat ke telinganya dan berbisik,"Bibi Sara, ada yang ganteng di arah jam dua.""Aku sudah lama mengawasi dia untukmu. Ayo Bibi, kamu suka nggak? Kalau kamu suka, nanti aku bantu bawa ke sini."Sara memijat keningnya sambil menggeleng tanpa daya. Namun, melihat ke arah yang dikatakan Gisel ....Di area sofa yang ada di sudut memang ada seorang dokter berjas hitam dengan rambut potongan sedang yang ditata kasual.Kacamatanya berbingkai perak. Dia terlihat sangat elegan, baik-baik, dan auranya seperti orang pintar."Hmm ... penampilan dokter ini lumayan masuk tipenya.Sara menyelipkan rambut ke belakang telinganya dan mengangkat dagunya ke arah Gisel dengan sedikit malu-malu."Bawa dia ke sini.""Oke!"Gisel segera berdiri dan berlari ke arah pria tampan itu dengan penuh semangat.Sara melihat Gisel menepuk tangan dokter itu, lalu si dokter memandang Gisel dan tersenyum lembut.Segera, dia memberi beberapa potong kue kepada Gise
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je