Wajah Jihan yang diterpa sinar matahari terlihat pucat. Dia menyunggingkan seulas senyuman dingin."Aku nggak mau istriku hidup denganku dalam ketakutan. Aku cuma ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya. Apa aku salah?"Tinggal di Organisasi Shallon, membuatnya selamanya berjalan di ujung pisau. Jika identitasnya terungkap, dia, Wina dan keluarga mereka akan berada dalam bahaya."Kamu nggak salah.""Terus salah siapa?"Jihan mengangkat alisnya dan bertanya pada Jovan."Kalau aku nggak salah, masa Zeno yang salah?"Tuan Jovan balas meliriknya tanpa menjawab apa-apa.Jihan perlahan menegakkan tubuh, meletakkan tangannya di atas lutut dan menatap langsung ke arah Jovan dengan matanya yang dingin."Apa kamu tahu berapa banyak nyawa melayang karena keegoisanmu?"Jari Jihan satu per satu jatuh ke meja di antara mereka berdua, menunjuk daftar nama Organisasi Shallon di hadapannya."Mereka dijadikan cyborg hidup demi bisa membalaskan dendammu!""Dan Zeno, yang tumbuh besar bersamaku, mati d
Jihan mengangkat matanya dan menatap Vian dengan tenang. "Aku nggak mengajakmu."Vian berujar perlahan, "Zeno dan anggota lainnya juga saudaraku. Sudah tugasku membalaskan dendam mereka."Tatapan Jihan yang dingin menatap pintu yang sudah ditutup Daris di belakang Vian, kemudian dia berkata, "Sebaiknya kamu pulang dengannya dan mendengar cerita sebenarnya."Vian tersenyum menghina, "Dia mengadopsiku dan menyembunyikanku, dia membimbingmu dan memanfaatkanmu, apa beda kedua hal ini? Fakta yang kalian ucapkan itu hanya seperti mengasah dua bilah pisau."Baik Vian dan Jihan adalah pedang yang diasah oleh Jovan. Bedanya, Jihan adalah pedang yang diasah untuk membasmi kerabatnya sendiri, sedangkan Vian adalah pedang yang ditujukan untuk membantu Tuan Jovan memperluas kekuasaannya dan menstabilkan hati orang-orang.Begitu terpikir hal ini, hati Vian terasa pedih, "Sebenarnya Zeno dan anggota lain yang meninggal di area eksperimen hanyalah alat untuk membalas dendam Tuan Jovan, tapi kami tetap
Jihan mengenakan sarung tangannya dan melihat para anggota yang menunggu di samping helikopter."Ada tiga hal.""Pertama, selamatkan dirimu sendiri.""Kedua, berhenti setelah membunuh 49 orang.""Ketiga, jatah Zeno, serahkan padaku."Begitu kalimat singkat nan padat Jihan terucap, respons serentak yang memekakkan telinga pun langsung terdengar."Siap!"Jihan menatap Vian dan Valeria."Aku berangkat dulu, kalian ikut di belakangku.""Apa nggak sebaiknya kami yang pergi dulu?"Tidak ada yang tahu seberapa banyak bom yang disusun di Medan Hitam. Personel di penerbangan pertama, akan jadi bahan percobaan ledakan, jadi ini adalah posisi yang paling berbahaya.Vian dan Valeria takut Jihan akan terancam bahaya. Mereka sepertinya lupa bahwa Jihan selalu tak terkalahkan dalam pertempuran dan menempatkannya di garda terdepan bisa menstabilkan hati orang-orang yang khawatir.Oleh karena itu, Jihan mengabaikan Vian dan Valeria yang mengkhawatirkannya. Dia langsung berjalan melewati mereka, menuju
Permana tertegun dan menatap Jihan yang tanpa ekspresi."Apa maksudmu?""Kamu tahu nggak kalau dia itu anak dari adikmu, Yuri?"Pertanyaan sederhana Vian itu sontak membuat Permana tertegun."Bukannya kamu ... anak Ellen?"Permana tahu hubungan Yuri dan Hugo.Dia hanya tidak menyangka bahwa Jihan adalah anak mereka.Permana membelalak kaget dan menatap Jihan dari atas ke bawah.Secara wajah memang tidak begitu kelihatan, hanya alis dan matanya saja yang mirip.Namun, jika diperhatikan lebih saksama, dia bisa merasakan aura milik Yuri dari tubuh Jihan.Permana ingat bagaimana Yuri selalu menatap semua orang dengan dingin, seolah-olah dia meremehkan segala yang ada di muka bumi ini.Sama seperti Jihan. Meski menduduki posisi teratas, dia tetap bersikap acuh tak acuh dan meremehkan segalanya.Makin Permana menatap Jihan, dia makin merasa kemiripan keduanya. Kemarahan serta ketidakpercayaan di matanya pun perlahan-lahan melunak."Pantas saja dulu kamu memanggilku paman."Permana pikir Jiha
Melihat keraguan dan kegalauan Permana, Vian kembali angkat bicara."Tuan Permana, kami hanya ingin membalaskan dendam saudara-saudara kami. Kami akan mundur setelah membunuh 49 orang dari kalian.""Jadi, kalau kamu melepaskan kami, kami nggak akan menyakiti pasukanmu dan kamu bisa menyelamatkan nyawa saudara-saudaramu."Sejujurnya, kata-kata Vian masuk akal dan menggoda. Pasukan pria berbaju hitam di bawah komando Permana pun mulai goyah."Tuan Keempat, dia benar. Medan Hitam memang sedang mengorbankan kita. Mereka punya banyak sekali pasukan, masa cuma kita yang diutus?""Ya! Kalau memang harus berkorban sih nggak masalah, tapi masa kita nggak dikasih bala bantuan? Kalau gitu, buat apa kita terus berkorban?"Saat ada seseorang yang angkat bicara, yang lain pasti akan ikut bersuara dan menyampaikan pendapat bulat.Permana menunduk dan menatap pistol di tangannya. Dia mengernyit dan terlihat sangat ragu."Paman."Meski Jodie masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa Jihan adalah sepupu
Benar.Ada program penembakan.Apa yang mereka takuti?Beberapa manipulator ragu-ragu sejenak, ada yang memilih tinggal dan ada yang memilih pergi.Sebagian besar anggota yang memilih untuk tetap tinggal adalah mereka yang punya dendam kesumat dengan Organisasi Shallon.Mereka yang memilih pergi adalah mereka yang kerja untuk uang, jadi tentu tidak akan ikut dalam perjudian nyawa ini.Tidak lama kemudian, separuh orang di ruang kendali pun pergi."Kak, sekarang apa yang harus kita lakukan?"James menatap para anggota yang memilih tinggal dengannya. Dia sadar, mengambil langkah mundur untuk maju lebih jauh, ternyata masih efektif.James menghabiskan rokoknya, lalu menatap tajam para manipulator di ruang pemantauan."Kembali ke posisi kalian masing-masing. Mulai program penembakan di setiap area yang dimasuki Organisasi Shallon.""Baik."Setelah menerima perintah, mereka pun meninggalkan ruang pemantauan.James bangkit dan pergi ke area eksperimen, membuka konsol operasi di area eksperim
Jihan menatap kerumunan orang yang memadati lorong, lalu langkahnya perlahan terhenti."Vian, kuserahkan ini kepadamu."Vian segera melambaikan tangannya dan memimpin anggotanya untuk bergegas mengejar.Para pria berbaju hitam yang berada di belakang pun ikut berlari sambil menembak. menembak di belakangnya sambil berlari. Vian menghindari tembakan itu, lalu berseru dengan kencang."Kami hanya membunuh para anggota inti dan nggak akan membunuh mereka yang semata-mata bekerja untuk Medan Hitam! Kalau mengerti, cepat minggir!"Saat nyawa berada di ujung tanduk, siapa pun pasti akan memilih untuk menyelamatkan nyawa masing-masing. Apalagi para pria berbaju hitam yang sebenarnya hanya kacung di Medan Hitam.Saat melihat Vian memang melewati mereka dan berlari mengejar anggota inti di depan, para pria berbaju hitam itu pun perlahan menarik tangan mereka.Karena bawahannya sudah berpindah keberpihakan, Tuan Keenam yang tidak bisa berlari lagi pun sontak berhenti kabur. Dia berbalik badan dan
Jihan yang segera menerobos area eksperimen itu awalnya ingin langsung mengalahkan James dan bernegosiasi.Namun, anggota yang memodifikasi permainan di ronde ketujuh waktu itu ternyata bersembunyi di sini.Jihan pun menatap kepala lawannya dengan dingin!Setelah tengkoraknya dibuka, Jihan sudah tahu bahwa permainan ronde ketujuh itu sengaja dimanipulasi.Zeno bisa saja selamat ....Namun, untuk mengujinya, mereka sengaja membuat Zeno mati di sarang ular!Pokoknya, Jihan sendiri yang akan membalaskan dendam pribadinya ini!Tangan Jihan yang memakai sarung tangan putih itu memasukkan pistolnya kembali ke sarung yang tersemat di pinggangnya, lalu perlahan mengeluarkan sebilah belati emas.Jihan pun mengangkat pandangannya dan bergegas menerjang 1-9 yang merupakan anggota inti di Area B dengan kecepatan tinggi.1-9 yang masih bertarung dalam jarak dekat itu bahkan tidak sempat melihat siapa pria yang menerjangnya. Tahu-tahu tenggorokannya sudah digorok.Dia memegangi tenggorokannya yang m
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je