Fred menjawab dengan tawa yang anggun, lalu menoleh menatap si cucu pertama yang berjalan menghampiri dengan ekspresi serius itu. "Kak, dengar nggak bagaimana adik kita memuji ketampananku?"Cale yang memang memiliki pembawaan serius itu pun terlihat makin acuh tidak acuh saat menghadapi Fred yang terkesan sedang tidak menyombongkan diri itu. "Kamu duluan yang menyinggung topik itu, bukan dia sendiri yang membahas."Fred menatap Cale dengan kesan "dasar kamu ini picik sekali", lalu menoleh menatap Wina lagi. "Wina, Andrew bilang kamu nggak mau ikut dengannya kembali ke Keluarga Ivoron. Apa aku boleh tahu kenapa?"Wina menyentuh perutnya. "Karena sekarang aku punya anak dan rumahku sendiri, jadi kuputuskan aku nggak akan kembali ke Keluarga Ivoron. Aku sudah merasa senang mengetahui kalau kalian adalah keluargaku."Fred memandangi perut Wina dengan sangat lembut. "Oh, ternyata kamu lagi hamil. Selamat ya, kamu akan menjadi seorang ibu."Wina tersenyum kecil membayangkan anak dalam perut
Belum sempat Jefri menyuarakan amarahnya, Sara meraih lengan Jefri dan menjulurkan kepalanya yang kecil dari arah belakang. "Jadi ... apa berita tentangmu dan rekan aktingmu itu benar?"Fred mengusap-usap hidungnya. "Coba tebak ...."Sara mengiakan. Fred pun menjetikkan jarinya dengan puas. "Ya, tebakanmu tepat sekali!"Setelah itu, Fred menatap Jefri. "Omong-omong, suamimu ganteng banget. Tipeku sekali."Sara hendak bertanya bagaimana Fred tahu Jefri adalah suaminya, tetapi dia menyadari lirikan Fred ke arah perutnya. Setelah itu, Fred pun berjalan meninggalkan kamar rawat dengan tenang.Fred menyusul Cale dan Andrew, lalu berbalik dan mengedipkan mata pada Jefri. "Oh, adik sepupuku, Wina, punya nomorku, jadi jangan lupa meneleponku.""Dasar orang gila!" umpat Jefri, rasanya dia mau muntah saking merasa jijiknya dengan Fred."Sayang, aku nggak keberatan kok kalau kamu bersama dengannya," timpal Sara dengan ekspresi yang terlihat sangat berbaik hati."Apanya yang bersama!" maki Jefri d
Wina menatap Sara dan menyadari sorot tatapan Sara yang mempertanyakan hal yang sama dengan Jefri. Wina pun menurunkan pandangannya, lalu menjawab, "Kita lihat saja nanti setelah dia pulang."Jefri menyadari maksud tersirat dalam ucapan Wina, dia pun langsung tersenyum. "Kak Wina memang baik banget. Sini kukasih sup lebih banyak."Jefri mengisi mangkuk sup, lalu meletakkannya ke atas meja di depan Wina.Belum sempat Wina menyesap sup itu, Jodie sudah keburu memasuki kamar rawatnya. "Tadi aku ketemu ketiga tuan muda dari Keluarga Ivoron di bawah. Apa mereka ke sini buat menyampaikan hasil tes DNA-nya?"Wina mengiyakan dan Jodie sudah bisa menduga apa hasilnya. Dia pun bertanya dengan bingung, "Kok Tuan James bisa curiga kamu mirip dengan kekasihnya?"Wina mengambil alih sendok supnya dari tangan Sara sambil menjawab, "Waktu itu aku mengambil alih proyek kakakku dan bertemu dengan Tuan James. Setelah itu, dia menyelidiki tentangku dan bilang kalau aku mirip kekasihnya."Wina menjelaskan
Wina refleks menutupi wajahnya yang merah terbakar dan terasa nyeri.Sara bergegas mendekat, lalu memeluk Wina untuk melindungi adiknya.Jefri mendorong mangkuk bubur dari tangan Cessa dengan sangat cepat, sementara Jodie mencengkeram pergelangan tangan Cessa."Kamu ngapain sih!"Jodie mengernyit menatap Cessa yang sudah dibutakan oleh amarah."Jihan nggak pernah memaksa Zeno menggantikan posisinya, Zeno sendiri yang mengajukan diri! Kalau kamu mau menyalahkan seseorang, salahkan Jihan! Kenapa kamu malah melampiaskannya pada Wina!"Cessa yang sudah kehilangan akal sehatnya pun sama sekali tidak mendengarkan apa yang dikatakan Jodie. Dia mendorong Jodie menjauh dengan seperti orang kesetanan.Luka tembakan Jodie belum pulih. Dorongan itu membuat lukanya terasa tertarik, rasanya begitu menyakitkan sampai-sampai Jodie nyaris pingsan.Jodie pun berpegangan pada meja untuk menstabilkan tubuhnya, tetapi dia tidak sanggup berbicara untuk sesaat karena rasa sakit dari luka tembakannya."Suami
Ucapan Cessa benar-benar menusuk hati. Jika Wina tidak menganggap nyawa Zeno berarti, mana mungkin dia merasa sedih dan bersalah?"Cessa, aku nggak membenci Zeno, begitu pula dengan Jihan. Dia bahkan Zeno seperti saudara sendiri. Dia ....""Kalau memang dia menganggap Zeno seperti saudaranya sendiri, apa mungkin dia akan membiarkan Zeno mati!""Waktu Jihan pergi ke Medan Hitam, orang pertama yang nggak dia kasih tahu itu Zeno! Dia nggak mau melibatkan Zeno, jadi mana mungkin dia sengaja membiarkan Zeno mati!"Akan tetapi, Cessa sama sekali tidak mau menerima penjelasan Wina. Amarahnya yang baru saja reda bahkan kembali tersulut."Diam! Aku nggak mau dengar alasanmu lagi! Kalian semua sama saja!""Cessa ...."Belum sempat Wina selesai bicara, Cessa sudah bangkit berdiri dan bergegas ke arah Wina seperti orang kesetanan lagi.Kali ini, sebelum Jefri sempat bertindak Jodie sempat menghentikan Cessa, sesosok tubuh pria dewasa yang tinggi tegap bergegas masuk.Setelah masuk, pria itu langsu
Jodie langsung membungkuk dan menggendong Cessa tanpa memikirkan lukanya."Biar kubawa ke dokter.""Bagus, sekalian saja suruh dokter gugurkan anak itu."Bagi Cessa, ucapan Reynaldi ini terasa lebih menyakitkan dibandingkan tamparan tadi.Ternyata ayahnya takut kelahiran anak ini akan memengaruhi keberhasilan pernikahan politiknya.Ternyata orang tuanya tidak tulus menyayanginya.Jodie mengabaikan Reynaldi, dia bergegas keluar dari kamar rawat sambil menggendong Cessa.Setelah mereka pergi, Reynaldi menoleh menatap Wina yang wajahnya habis terbakar.Dia mengiyakan permintaan Jodie untuk mencari Wina karena Jodie memberitahunya identitas Wina sebagai putri Veransa.Sewaktu menemukan Wina di pulau terpencil, Reynaldi sempat tertegun karena mengira sosok itu adalah Veransa. Namun, Reynaldi tetap bersikap dengan sangat rasional dan tidak terpengaruh perasaan.Baginya, Veransa hanyalah seorang wanita yang pernah dia cintai semasa muda. Sekalipun masih ada sisa rasa, itu semua hanyalah masa
Setelah itu, Wina pergi menemui Cessa.Cessa sedang berbaring di ranjang rumah sakit sambil menatap ke luar jendela dengan kepala yang dimiringkan.Langit ditutupi awan dan terlihat cukup mendung tanpa ada sinar matahari, kesannya sama dinginnya dengan kamar rawat ini.Lama sekali Wina hanya berdiri di depan kamar rawat sebelum akhirnya melangkahkan kakinya dan perlahan berjalan menghampiri Cessa."Aku boleh duduk dan bicara denganmu?"Cessa tidak memberikan tanggapan atau melarang Wina, dia hanya menatap ke luar jendela dengan tenang.Wina menatap wajah Cessa, lalu ke arah dua utas tali pengekang yang diikatkan pada pinggang Cessa.Jodie bilang Cessa seperti orang kesetanan. Dia memukuli para dokter dan perawat yang mengurusnya.Pada akhirnya, pihak rumah sakit terpaksa menyuntikkan obat penenang kepada Cessa dan mengikat tubuh wanita itu ke ranjang rumah sakit.Jika sehabis ini dokter mendiagnosis Cessa mengalami gangguan kejiwaan, sepertinya Reynaldi sendiri yang akan memasukkan Ces
Sayangnya, kata-kata itu tidak terdengar terlalu meyakinkan. Justru ucapan "masih muda" ini malah terasa mengekang.Meskipun begitu, di kemudian hari, Cessa malah mengandalkan kata-kata itu untuk menemukan Zeno-nya lagi.Orang bilang di saat kita sudah begitu mencintai seseorang, kita akan jatuh cinta lagi saat bertemu dengan orang yang mirip.Namun, Wina tidak yakin apakah Cessa sudah melupakan Zeno atau belum. Di masa depan, Cessa hidup bahagia dengan suami dan kedua anaknya.Waktu itu Wina bertemu Cessa yang sama-sama datang berziarah ke makam Zeno. Sayangnya, mereka saling berjalan melewati.Mereka sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Mereka sama-sama mengenakan topi baret hitam sambil membawa keranjang bunga dan menggendong anak. Mereka berjalan menjauh dengan kepala tertunduk.Begitu melihat bunga segar di batu nisan Zeno, Wina segera menoleh mencari sosok Cessa di antara ribuan kuburan.Wanita yang lebih muda daripada Wina itu sepertinya datang dengan tergesa-gesa dan menghilang