Para pria berbaju hitam yang sudah merasakan bagaimana menyiksa Jihan pun segera melangkah maju. Mereka segera menahan tangan dan kaki Jihan agar pria itu tidak bisa balik melawan.Sebenarnya, jika Jihan memang ingin melawan, dia pasti sudah bergerak begitu 1-2 masuk. Namun, dia sengaja tidak melakukan apa-apa. Jihan harus bersabar hingga 1-1 datang atau misinya tidak akan pernah selesai.1-2 mengira Jihan tidak berani bergerak karena sadar bahwa dia kalah jumlah dan tidak mungkin bisa menang. 1-2 pun menurunkan kewaspadaannya."Kalau menurut aturan Arom, kamu harusnya dihukum dengan sengatan listrik karena sudah melanggar izin di zona bawah. Tapi, karena aku nggak mungkin bisa menjinakkanmu, aku harus mencoba cara lain."1-2 mengedikkan dagunya kepada para pria berbaju hitam. Setelah mereka menekan Jihan ke atas lantai, 1-2 mengeluarkan sebilah belati dan mensterilkannya. Kemudian, dia berjalan menghampiri Jihan dan berjongkok.Dari balik celah mata topengnya yang sempit, 1-2 merobek
Begitu melihat Haris mendorong Wina, tetapi ditarik Wina keluar dari kapal, jantung Jihan seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik. Wajahnya yang tampan sontak menjadi pucat, matanya yang semula terlihat acuh tak acuh mendadak menjadi berkaca-kaca.Jihan menatap laut tempat Wina dan Haris menceburkan diri dari layar ponsel. Dia berharap akan ada keajaiban yang terjadi. Namun, setelah sekian lama menunggu, hanya Haris yang berenang sendirian dan muncul ke permukaan air. Setelah itu, permukaan air pun menjadi tenang ....Setelah video itu berhenti, rasanya dunia Jihan mendadak menjadi gelap. Suasana seketika menjadi sunyi dan Jihan merasa seolah jatuh ke dalam jurang tak berujung. Sama sekali tidak ada harapan apa pun.Jihan mengangkat tangannya, tetapi beberapa kali terkulai lemas karena gemetar. Dia harus mengerahkan segenap tenaganya untuk menyentuh bekas gigitan Wina di tulang selangkanya.Jihan masih ingat ucapan Wina waktu itu. "Kalau dia mengancammu dengan nyawaku, Jihan,
Bulu mata Jihan sedikit bergerak dan perlahan berpindah ke wajah Winata seolah kesadarannya baru kembali.Tiba-tiba, jari Winata yang menopang dagu Jihan patah dalam sekejap!Krak!Buku-buku jari Winata bahkan sampai patah!"Aaahhh!"Winata menjerit kesakitan, tetapi rasa sakit yang menghujam tiba-tiba datang dari pergelangan tangannya.Kali ini, Jihan mencengkeram pergelangan tangan Winata dan mematahkannya!Belum sempat Winata memproses rasa sakitnya, tiba-tiba lehernya dicekik dengan dingin.Dalam satu detik, wajah Winata langsung memerah kekurangan oksigen ....Jihan pasti sudah membunuh Winata detik itu juga apabila bukan karena otaknya berada di bawah kendali orang lain.Jihan terjatuh ke atas lantai sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit, sementara Winata lolos dari jurang ajal.Winata refleks memegangi lehernya dan bergerak mundur dengan panik, bahkan sebelum dia sempat bangkit berdiri.Setelah sudah cukup menjauh, barulah Winata meratapi tangan kirinya yang patah.Ketika
Batas waktu kurungan Tuan Keempat pun tiba, dia segera dibebaskan.Setelah keluar, Permana langsung mengumpulkan pasukannya. Dia menendang pintu kamar tempat Winata dan Tuan Alastor berada hingga terbuka.Beberapa pria berbaju hitam pun melangkah maju dan menyeret sepasang sejoli yang sedang telanjang itu dari atas kasur dengan kasar seolah-olah Winata dan Tuan Alastor adalah binatang.Saat melihat Winata, Tuan Keempat yang mengenakan topeng itu langsung menendang Winata.Winata merasa sangat marah, wajahnya sampai pucat dan sekujur tubuhnya gemetar. Bagaimana tidak, dia sedang tidak mengenakan apa-apa dan malah jadi bahan tontonan sekelompok pria ini.Winata dan Tuan Alastor diseret turun dari atas kasur dalam kondisi lengah. Sekarang mereka juga tidak bisa bergerak karena ditekan ke atas lantai oleh para pria berbaju hitam.Winata hanya bisa menengadah menatap Tuan Keempat sambil menggertakkan gigi."Tuan Keempat, apa kamu nggak takut dihukum oleh 1-2 karena sudah memperlakukanku sep
Permana sudah bisa menduga apa yang akan Jihan lakukan. Dia sebenarnya ingin memperbolehkan Jihan, tetapi dia merasa agak khawatir.Permana berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk membereskan kekacauan yang ada secepat mungkin. Dia pun balas mengangguk."Ikuti aku."Jihan mengabaikan lukanya yang mengucurkan darah. Dia bangkit berdiri dan mengikuti Permana ke ruang pemrograman.Jihan duduk di depan konsol, lalu segera memodifikasi program berdasarkan pemrograman sederhana pada pengontrol.Tubuh Jihan tampak ramping dan proporsional, jemarinya yang lentik tetapi berdarah itu mengetik kode dengan cepat.Di sisi lain, Permana mengamati waktu sekaligus layar."Masih ada 10 menit sebelum 1-2 kembali ke ruang pemrograman Area A."Dalam periode waktu ini, biasanya 1-2 sedang berada di ruang pemrograman Area B.1-2 memiliki manajemen waktu yang sangat ketat. Dia mengatur di mana dan apa saja yang harus dia lakukan dalam setiap periode waktu.1-2 tidak akan menyimpang dari agenda yang telah dia
"Maaf."Jihan terlihat seperti robot yang tidak berperasaan, wajahnya datar tanpa ekspresi. Dia menurunkan bulu matanya menatap Permana."Aku harus pergi ke zona atas. Aku harus membuka otak 1-2 dan memasang cip di situ.""Tapi, karena aku nggak punya izin, aku terpaksa meminjam bola mata dan telapak tanganmu."Tuan Keempat sudah tahu apa yang hendak Jihan lakukan, jadi mana mungkin dia akan mengiakan?"Aku cuma akan membantumu membunuh Tuan Alastor dan Winata. Jangan berani-beraninya kamu menyeretku ke dalam apa pun yang dapat membahayakan 1-2!"Permana meronta untuk membebaskan diri, tetapi gagal. Jihan tetap mencekik Permana dengan kuat dan berdiri bergeming seperti tembok.Begitu melihat kejadian ini, satu per satu programmer lain di situ pun bangkit berdiri. Namun, Jihan melirik mereka dengan dingin."Jangan ada yang ke sini kalau nggak mau dia mati."Setelah itu, Jihan menurunkan bulu matanya untuk menutupi sorot tatapannya yang dingin dan perlahan menyunggingkan seulas senyuman
Begitu menerima telepon dari Winata, 1-2 yang awalnya sedang menangani masalah di Area B pun kembali lebih cepat ke Area A.Begitu keluar dari lorong eksklusif, dia melihat para pria berbaju hitam bergelimpangan di koridor dalam kondisi tertembak ....1-2 refleks mengernyit melihat semua genangan darah ini."Sialan!"1-2 memimpin bawahannya melewati mayat-mayat pria berbaju hitam itu, lalu bergegas ke ruang pemrograman.Begitu membuka pintu dan masuk, dia melihat Jihan sedang duduk di sofa tengah.Jihan duduk bersandar dengan malas, kakinya yang ramping disilangkan dengan santai dengan tangan di atas paha. Pistol yang Jihan pegang tampak berlumuran darah, bahkan sampai menetes.Jihan menyandarkan kepalanya pada bantalan sofa sambil sedikit mengedikkan dagunya. Dia menurunkan pandangannya menatap orang-orang yang bergegas masuk dengan dingin dan tanpa rasa takut. Jihan justru terlihat seperti sedang menatap sekumpulan orang mati.Noda darah memang tidak terlihat jelas karena pakaian Jih
"Sialan! Kalau kamu berani-beraninya memasang cip di kepalaku, akan kubunuh seluruh keluargamu!"1-2 memukul pintu kabin dengan putus asa sambil mengutuk Jihan, tetapi Jihan hanya menatapnya tanpa ekspresi. Setelah mesin melepaskan kepala 1-2, Jihan pun berbalik badan.Dia berjalan ke ruang dalam tempat cip ditempatkan. Setelah memilih salah satu secara acak, Jihan kembali ke kabin operasi. Dia mengambil pisau bedah yang dibagikan dari kabin, lalu mengenakan sarung tangan.Jihan perlahan duduk di belakang kepala 1-2. Saat ini, bagian belakang 1-2 menghadap Jihan. 1-2 sibuk memaki Jihan, tetapi Jihan tidak peduli. Dia perlahan melepaskan topeng 1-2.Selama ini Jihan sibuk memikirkan wajah siapa saja yang mungkin terlihat di balik topeng ini, tetapi setelah melihatnya dengan jelas, Jihan sama sekali tidak menyangkanya.Ternyata 1-2 adalah Jacob Annasy, ayah Olivia ...."Sebelum kamu membuka kepalaku, beri tahu aku anggota Organisasi Shallon mana yang mengirim putriku ke Negara Mien!"Jac
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je