“Ampuni aku, Luis! Ampuni aku!”“... aku tahu kau pria yang baik, Luis. De-dengar, dengarkan aku dulu. Tadi aku tak tahu kalau kau sedang–”“Satu menit lagi. Katakan keinginan terakhirmu.” Mata Oscar melotot tak percaya, sedikit saja cengkeraman tangan Luis mengendur dari jas belakangnya, lelaki itu sudah dipastikan hanya akan tinggal nama.“AAA!” jerit ketakutan Oscar. “Brengsek, brengsek!”Gulungan angin kencang dari tepi jurang benar-benar membuat bulu kuduk Oscar berdiri. Ngeri sekali di bawah sana. Banyak bebatuan runcing, yang terlihat sudah siap sedia menusuk tubuhnya.Teringat saat Luis membuka pintu kamar dengan penuh kedongkolan, tapi karena ada Alice di belakangnya, membuat Luis hanya bisa menahan luapan kekesalan saat senyum Oscar justru tersaji lebar. Tak seperti suara pekikan beberapa menit lalu.Oscar memang sialan!“A-anu ... itu ....”“Aduh, i-ingat kau sekarang seorang ayah! Bagaimana kalau polisi menangkapmu karena membuang sahabat sendiri ke jurang. Luis, k
“Tidak. Ini pasti tidak mungkin.”Devina lebih dulu bersuara. Wanita itu bergegas melepas lingkaran tangan di tubuh; lelaki yang dikatakan Luis sebagai Oscar.“Yang aku peluk ... itu kamu Luis,” tambah Devina dengan tawa terkekeh kaku setelah membalik tubuh, mengulur tangan menunjuk ke arah Luis yang berdiri di sana, lantas menunduk menatap lantai guna memastikan lagi wajah tampan yang baru saja menghiasi pantulan mata.Apa benar Devina sudah salah mengenali tubuh lelaki lain? Bukankah dia yang sangat mengenal proporsi tubuh kekar Luis?Mengapa jadi seperti ini?“Lu-Luis, sejak kapan kamu berpindah?”“Ini hanya halusinasiku kan? Ha ha ha. Apa-apaan ini?” Devina terus menyangkal. Tak terima dengan rasa malu yang dirasakannya.“Berpindah apanya? Kau memang salah memeluk orang.”“Aku Oscar. Matamu masih normal kan? Tapi, sepertinya kau perlu operasi, matamu agak rabun dekat,” lanjut mencibir Oscar, sebelum ikut berbalik. Dia berkacak pinggang, dengan berkas yang masih berada di g
Hari ini sepertinya bukan hari yang tepat untuk menemui Luis di kantor. Namun, bukan pula hari yang salah.Beruntung dan rasa sedikit menyesal kini tengah memenuhi hati kecil Alice. Dengan kedatangan Alice di kantor Luis, ia jadi tahu kesungguhan lelaki itu untuk mempertahankan dirinya di dalam rumah tangga kecil mereka ini.“Mommy, bisakah Gerald memakan semua es krim ini?” tanya antusias Gerald menunjuk lima gelas berkaki, pesanan es krim yang baru diletakkan pelayan di meja.Alice tercengang. Lima rasa es krim yang berbeda, dengan ukuran super jumbo. Apa Luis tak salah memesan?‘Apakah cara semua pria membujuk putranya seperti ini?’ Alice tanpa sadar menggeleng kepala tak percaya. Luis sungguh membuat jiwa miskinnya meronta.Tempat kedai es krim ini bukanlah kelas menengah ke bawah, bahkan pelayanan di tempat ini sudah berkelas.Mereka kini berada di ruang VVIP. Sehingga, Alice hanya menjumpai satu pelayan yang sekali masuk dan keluar dari ruangan besar ini.“Hanya satu. T
“Luis, jangan main-main. Ini sama sekali tidak lucu.” Alice menekan setiap kata yang terlontar dari bibir.Ia terperangah melihat lantai paling bawah begitu banyak lelaki berjas rapi dengan memakai kaca mata hitam tengah menginstruksi para pengunjung mal untuk keluar.Sebanyak itu pengunjung mal berhamburan ke pintu keluar membuat mereka nampak seperti kerumunan semut dari lantai yang kini Alice pijaki.Terdengar juga gumam tak jelas dari para pengunjung, yang sepertinya bingung dengan pengusiran anak buah Luis dan beberapa pihak mal.“Wow, Daddy memang paling hebat!” puji Gerald dengan mata berbinar.Mendengar pujian sang putra, sepasang alis Alice menukik tajam.“Gerald, ini tidak benar. Mereka juga datang untuk menghabiskan waktu seperti kita. Kita tidak boleh membuat mereka,–”“Istriku, kau tenang saja. Mereka akan dialihkan ke mal lain. Aku juga memberi mereka kompensasi. Tapi, untuk mal ini ... khusus aku kosongkan untuk hari ini. Demi menikmati waktu kita bertiga,” sela
“Selamat malam, Nyonya.”“.... Selamat datang, Nyonya Muda.”“Selamat malam. Aku ke kamar dulu, ya. Terima kasih kerja keras kalian hari ini. Tuan Muda dan Tuan Kecil ada di belakang, tolong bantu mereka, ya.” Pesan dari Alice seketika mendapat anggukan kompak penuh hormat dari para pelayan rumah.Setiba di rumah, keadaan menjadi lebih sunyi. Para pelayan rumah Luis seperti biasa menyambut tuan dan nyonya mereka. Namun, mereka justru menatap bingung satu sama lain saat sang nyonya yang biasanya begitu ramah, malam ini begitu dingin dan singkat berbincang dengan mereka. Hanya memberi pesan dan mengangguk sekilas, kemudian bergegas menaiki anak tangga menuju ke kamar.“Kalian pergilah. Bawa tas perlengkapan putraku ke kamarnya. Biar aku yang antarkan dia tidur nanti,” kata Luis pada para pelayan rumah yang membantu Luis menurunkan barang-barang belanjaan dan tas perlengkapan pribadi sang putra.“Baik, Tuan Luis. Kami permisi.”“Hm.” Luis hanya membalas gumaman rendah samar.“
Guncangan yang disebabkan cengkeraman kuat tangan Luis hampir saja meruntuhkan tulang tubuh Alice, jika saja ia tak segera menahan rahang tegas lelaki itu yang tak kalah kuat tengah menggeram.“Alasan apa lagi, kau memang ingin meninggalkan aku kan!?” sentak Luis penuh emosi. Ia tak menepis sentuhan kulit lembut telapak tangan sang istri. “Apa ini soal Devina? Dia bukan siapa-siapa untukku lagi. Aku sudah membalas budiku selama ini.”Sorot mata Luis kian menyalang penuh kobaran api. Ia menatap tajam nan kelam saat Alice tak mengeluarkan satu kata pun untuk membantah. Bahkan wanita itu justru menyibak selimut, lantas turun dari tempat tidur.Apakah Alice benar-benar ingin meninggalkan Luis lagi?“Alice!” Suara melengking tinggi Luis menyebar ke seluruh sudut ruang kamar. Tangan kuatnya mengepal kuat, saat melihat Alice tak peduli pada peringatan lelaki itu dan tetap berjalan mendekati pintu kamar. “Sekali kau keluar dari pintu itu, aku tidak aka–”Alice berbalik. Mata berwarna ben
Di kediaman besar keluarga besar Delano tengah terjadi perbincangan yang sedikit sengit antara ayah dan anak. Bahkan sang ibu begitu ketakutan untuk melerai kedua lelaki penuh kuasa itu.BRAK! Hantaman kuat dari telapak tangan besar di atas meja ruang tamu menjadi pembangun kesunyian di pertengahan malam. Menggugah siapa pun yang telah terlelap untuk bangun.Bahkan para pelayan rumah tak berani untuk meninggalkan tempat penuh ketegangan ini.“Kalian penculik!”“Masih kurang ajar mulutmu padaku! Dasar anak durhaka!”“Harusnya aku membunuhmu saat kau ada di kandungan ibumu.” Berkata lantang sangat marah, Tuan Besar Delano sudah tak tahu lagi bagaimana membuat sang putra tinggal di rumah ini. “Kau bukan anak tanpa adab. Kalau bukan kau menikahi wanita itu, mana mungkin kau kurang ajar begini.”“Aku sangat menghormatimu. Tapi, apa bedanya aku denganmu? Kau bahkan terus menyangkut pautkan orang yang sudah tiada. Masih bisakah aku menghormatimu?”“Tutup mulutmu!” Tuan Hendrick memb
Suara besi gemerincing tengah menyelimuti ruang bawah tanah keluarga Delano. Tak hanya itu, suara jeritan kesakitan pula mendengung di ruangan penyiksaan tersebut.Sebuah layar pengendali menampilkan sosok utama Tuan Besar keluarga Delano. Lelaki penuh kuasa itu menatap dingin pada kondisi mengenaskan tubuh Hugo yang penuh luka memar dan rembesan darah dari berbagai sudut tubuh, terutama di sekitar perut. Karena luka tusuk lelaki itu kembali terbuka.“Kalian mengkhianatiku. Ini bukanlah kesepakatan yang kalian janjikan padaku,” ungkap Hugo penuh penekanan, “lepaskan aku. Jangan sampai aku membuat kalian menyesal.”“AAGGH!” jerit Hugo saat sebuah tendangan kuat menghancurkan tulang rahangnya dalam hitungan detik.“Dasar sampah. Berani kau berteriak lagi di depan Tuan Besar, aku akan mematahkan tulang lehermu.”“Cih, brengsek!” desis lirih Hugo sembari membuang ludah.“Katakan yang jelas pada Tuan Besar Delano, apa yang kau ketahui tentang wanita bernama Alice Gracia.”Pyarr!Se