Carl dan Belva memutuskan untuk menunggu keadaan Matthew di luar begitu Matthew sudah di tangani oleh Carl dan tengah di infus dalam kamarnya. Mereka juga membersihkan rumah Matthew yang begitu berantakan.
“Aku akan turun sebentar untuk membuang ini” ucap Carl pada Belva yang tengah mencuci piring. Belva hanya memberi anggukan tanpa membalikkan badannya.
Setelah membereskan piring, Belva beralih menuju pakaian kotor Matthew dan mulai mencucinya, tak banyak, hanya pakaian yang berhamburan tadi dan celana training yang Matthew pakai sebelumnya.
Belva menyenderkan dirinya pada tembok kamar mandi sembari berjongkok sedangkan pakaian tadi ia rendam dalam bathtub dan senangaja ia diamkan sesaat. Belva masih terpikirkan akan kejadian sejam yang lalu yang membuatnya menghela napas berat dan menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan.
5 menit dalam keheningan tiba-tiba suara dentuman seperti sesuatu yang jatuh membuatnya terkejut dan langsung beranjak
Panik menyerang Lynelle. Ia bingung harus berbuat apa, ia bahkan tak tahu sedang berada di mana. Jika sekarang ia berada di rumah Matthew, yang ia perlukan hanya mencari pertolongan di luar dan kembali menuju Edensor.Dengan pelan Lynelle mulai memindahkan tangan Matthew yang melingkar di pinggangnya lalu bergerak dengan pelan untuk keluar dari sana.“Mansion?”Lynelle cukup tahu jika ini bukan hanya sekedar rumah mewah biasa. Dengan desain elegan dan cukup luas dari rumah mewah biasa, membuat Lynelle sedikit kehilangan arah untuk menemukan pintu utama.Lynelle mulai berlari tanpa alas kaki menuruni tangga agar tak membuat kebisingan.Ia harus bergerak cepat sebelumMathew bangun dan menyadari ketidakhadirannya.Setiap pintu dengan model dan ukuran yang hampir sama ia buka.Kolam renang.Taman.Perpustakaan.Ruang pribadi.Namun tepat pada pintu terakhir yang b
“Halo? Ini dengan siapa?”Jantung Lynelle mulai berpacu tak karuan tepat saat Noah mengangkat telponnya. Ia sangat ketakutan dan airmatanya kembali turun membasahi pipinya.“Noah, ini aku Lynelle!” ucapnya sambil berbisik dan menahan isakaknya. Ia tak boleh berisik agar Matthew tak menyadarinya.“LYNELLE?”“Noah, hiks.. Noah tolong aku.. aku tak tahu berada di mana sekarang”“Lynelle!! Hah..!! tenang Ly.. ucapkan dengan pelan hal-hal di sekitarmu yang bisa menjadi patokan”“Hiks.. ak-akuu tak tahu di mana ini. Orang-orang disini tak menggunakan bahasa Inggris. Mereka menggunakan bahasa lain yang takaku pahami”“Baiklah, ada lagi?sekitaran rumah, bagaimana?”“A---aku.. rumah ini—bukan, ini mansion. Aku tak bisa melihat apapun sebab lahan hijaunya begitu luas. Lalu… lalu—eum.. gerbangnya cukup&mda
Matthew benar-benar hampir membuat Lynelle pingsan dengan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Lynelle bahkan tak mendengar suara langkah kaki seseorang sehingga tak merasa keberadaan Matthew yang pada akhirnya membuatnya terkejut bukan main.Pada posisi seperti ini, Lynelle dapat merasakan debaran jantung Matthew yang sangat kencang dan hembusan napas hangat Matthew pada ceruk lehernya membuatnya sedikit bergerak tak nyaman.“Matt..”“Aku merindukanmu”Matthew semakin mengeratkan pelukanya membuat pergerakan Lynelle sedikit terkunci karenanya. Matthew melayangkan beberapa kecupan pada kepala Lynelle dan mengihrup aroma manis segar pada setiap helai rambut Lynelle.“Maafkan aku,” ucap Matthew pada akhirnya. “Maafkan aku membentakmu kemari, aku benar-benar tak bisa berpikir jernih, maafkan aku”Lynelle masih enggan untuk membuka suara. Ia masih merasa terkejut bahkan detak jantungnya masih belum no
Matthew mematikan mesin mobil dan menguncinya begitu tiba di mansion pagi itu. Para maid mulai merapat dan menyambut Matthew dengan penuh rasa hormat.“Ada laporan?” tanya Matthew begitu tiba di ruang kerjanya.“Sejak semalam nona Lynelle kembali mengunci diri dan sama sekali tak menyentuh makanannya hingga pagi ini tuan”Lagi?Matthew menghela napas dan menyandarkan diri pada kursi kerjanya. Sisa pening akibat alkohol semalam belum benar-benar hilang dan membuatnya semakin pening dengan informasi yang bari dia terima.Padahal dirinya yang tengah marah kali ini, mengapa Lynelle yang mengunci diri?“Baiklah, jika siang ini dia masih tak membuka pintu, biar aku yang urus”“Baik tuan.”“Ada lagi?”“Ah, tukang kebun halaman pagi ini meminta izin untuk tidak masuk sebagai gantinya ia akan membereskannya saat sore nanti”Matthew hanya
Selain musim salju, musim gugur menjadi salah satu musim yang paling banyak di gemari. Pada musim yang berlangsung sebagai peralihan dari musim panas ke musim dingin ini kita dapat menemukan daun-daun tua yang gugur berhamburan memenuhi jalan dengan warah merah kecoklatannya.Kalian juga bisa menemukan binatang-binatang kecil seperti tupai yang mulai berkeliaran untuk mengumpulkan makanan selama musim dingin berlangsung nanti.Beberapa dari mereka juga berkata—khususnya para remaja—, jika musim ini cukup romantis. Saat berjalan bergandengan dengan seseorang yang kau cintai dengan taburan kelopak bunga dan daun -daun kecil yang berguguran di iringi oleh hembusan angin. Membuat kesempatan untuk saling mendekap lebih besar di suhu yang turun menjadi 50 pada saat itu.Tanpa terasa, waktu sudah memasuki bulan terakhir untuk musim gugur dan bersiap untuk musim salju bulan depan.Di saat orang-orang di luar sana tengah menikmati indahnya m
“Ingat jika aku dan bibi Dwyne punya bisnis yang sama? beberapa hari sebelum ke Inggris aku sempat bertemu dengannya, sebenarnya akhir-akhir itu aku jadi lebih sering bertemu dengan beliau sebab ada sebuah proyek yang kebetulan aku dan perusahannya saling kerja sama.” jelas Yemimah sebagai pembuka.“Saat bertemu dan mengobrol sejenak, bibi Dwyne menanyakan kabar dan keberadaanmu. Ku jawab bahwa kau kini tinggal di London sejak awal tahun ini dan sekarang tengah sibuk sepeti biasa. Lalu bibi Dwyne kembali bertanya, mengapa kau tak ikut bersama Matthew ke Swiss? Aku sedikit bingung dan heran, ku jawab saja mungkin karena saking sibuknya kau memilih untuk tak ikut dulu atau akan menyusul setelah urusanmu selesai”“Kau tahu apa alasannya ke sana? bibi tak memberi tahu?” tanya Carl penuh penasaran.Yemimah kembali memiringkan kepalanya berpikir, “Seingatku..” jeda sesaat,
Hamparan kota yang kerlap kerlip menjadi fokusnya dari balik dinding kaca pada lantai 8 sebuah gedung bangunan yang berlokasi di Jenewa, Swiss.Seharusnya hari saat ini ia sedang dalam perjalanan pulang, namun terdapat sedikit kendala dalam meeting perusahaan ayahnya yang membuatnya harus menunggu hari esok.Ia kembali meneguk alkoholnya.Hah, ia benar-benar merindukan wanitanya.Namun ia juga harus menahan diri kali ini. Ini demi kita, kalimat sederhana itu menjadi pengingatnya kala ia sudah merasa tak tahan untuk membuka pintu kamar dan memeluk lalu mencium wanitanya.Ia berputar menghadap ke meja kerjanya, meletakkan minumannya dan beralih pada ponselnya. Ia menekan tombol panggil pada kontak di sana.“Bereid de auto alstublieft voor. Ik wil een cadeau kopen voor mijn geliefde” (tolong siapkan mobilnya, aku ingin membeli sebuah hadiah untuk kekasihku)Tak ada salahnya berharap jika saat pulang nanti, L
Tetes demi tetes cairan infus itu terun dan mengalir masuk kedalam tubuh Lynelle yang masih terbaring dengan Matthew yang setia berada di sampingnya, menggenggam lembut tangannya yang tak terinfus dan mengelusnya dengan lembut. Matthew membawa tangan kecil itu menempel pada pipinya dan mengecupnya berulang kali.Semua akan baik-baik saja, bisiknya.Tapi sesungguhnya semua tidak baik-baik saja. Ada hal yang entah Matthew harus menjelaskan bagaimana saat Lynelle akan membuka mata indahnya. Dirinya sendiri masih sulit menerima kenyataan bagaimana dengan Lynelle?2 jam yang lalu“Maaf tuan,” ucap dokter tersebut. Dari situ Matthew sudah tak yakin apakah akan sanggup untuk mendengar kalimat selanjutnya. Matthew memilih diam tak berkomentar apapun, membiarkan dokter kembali melanjutkan kalimatnya yang menggantung.“Janin dalam kandungan istri anda tidak bisa di selamatkan. Usia janin masih berusia sekitar
2 tahun kemudian...Rutinitas Lynelle kembali bertambah setelah menjadi istri dari seorang dokter dan pembisnis ternama, Matthew Flint, membuat dirinya sedikit lebih repot dari biasanya. Jam kecil di atas nakas masih menunjukkan pukul 5 pagi namun Lynelle harus memaksakan dirinya untuk bangun dan mulai menyibukkan dirinya.Dimulai dengan membereskan rumah, mencuci piring dan pakaian. Begitu jam menunjukkan pukul 6 pagi, Lynelle kembali ke kamar dan membangunkan Matthew untuk bersiap-siap berangkat kerja. Begitu Matthew sudah terbangun, Lynelle kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.Bertepatan saat sarapan sudah selesai, Matthew sudah siap dengan pakaian formalnya dan kembali sibuk dengan ponselnya untuk melihat jadwal hari ini.“Kau akan pulang malam lagi?” tanya Lynelle,“Heum”Heum?Lynelle melihat ke arah Matthew yang masih sibuk dengan ponselnya. “Aku harus menunggumu atau tida
Disinilah Lynelle yang duduk berhadapan dengan Belva yang tengah meneguk cola-nya dengan begitu anggun sedang Matthew tengah memesan makanan untuk dirinya dan Lynelle. Lynelle berusaha mengedalikan ekspresinya namun tak bisa di pungkiri jika sampai detik ini ia masih merasa kesal dengan kehadiran Belva.Cih, perjalanan yang memakan waktu cukup lama apanya? ini tak sampai 30 enit dari apartementku dan lagi, KENAPA HARUS ADA WANITA INI?! Seperti itulah jeritan isi hati Lynelle yang tak bisa ia suarakan.Belva yang tahu jika Lynelle akan memberinya tatapan tajam, bersikap enteng dan tetap memberikan senyum manisnya sekalipun Lynelle tetap tak merubah ekspresinya.“Kenapa kau ada disini?” ucap Lynelle pada akhirnya. Ia sudah tak bisa menahannya dan kalimat itu sudah berada di ujung lidahnya jadi seklaian saja ia keluarkan.Alih-alih langsung menjawab, Belva terlebih dahulu memakan kentang gorengnya dan menyuap 1 gigitan besar burger kedal
Kedua insan itu saling menyalurkan kehangatan melalui dekapan erat mereka dan selimut tebal menutupi tubuh polos mereka tanpa sehelai benang pun. Lynelle mengelus pelan rambut hitam legam milik Matthew yang sudah mulai memanjang. Lynelle terkekeh begitu Matthew mengendus pada dadanya untuk mencari kehangatan.“Kau tidak akan bangun?” tanya Lynelle. Matthew hanya memberikan gumaman tidak sejelas lalu mengeratkan pelukannya.“Matthew, bolehkah aku bertanya?”Tak mendapatkan jawaban apapun dari Matthew, Lynelle kembali melanjutkan pertanyaannya. “Kemarin, saat makan siang dengan ibumu, beliau sempat berkata bahwa dia bukan ibu kandungmu” Lynelle menjilat bibirnya yang kering sembari memainkan rambut Matthew. Matthew sendiri pun masih tak berkomentar apapun membuatnya kembali berbicara, “Boleh aku tahu apa yang terjadi?”“Aku sepertinya belum tahu banyak tentangmu, jadi—““Mau ku cei
Matt_ofLy, dimana?myloveLYsedang di belakang panggungnanti kuhubungi lagi“Wah, sepertinya acara peluncurannya sangat ramai sampai-sampai dia sesibuk itu” ucap Matthew sembari menatap ponselnya dengan chat terakhir dari Lynelle di sana.Ia lalu beralih ke menu kontak dan tanpa ragu mencoba menghubungi seseorang disana.“’Allo”“Halo bu, apakah acaranya sudah mulai?”“Eum sebentar lagi, ibu sedang menuju kesana. Ada apa sayangku?”Matthew mengulum senyumnya sebentar. Tiba-tiba saja ia merasa malu tanpa sebab padahal ia sudah membicaraka soal ini dengan Dwyne jauh-jauh hari.“Bu, ingatkan..”“Ahahaha, tentu saja. Kau seantusias itu?”Matthew mengangguk walaupun ia tahu Dwyne tak bisa melihat gerakannya, “Tentu saja. Ini hal yan
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam dan Belva baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Rumah sakit sudah sepi pada jam seperti ini tentunya namun sebuah langkah sepatu membuat Belva membeku sejenak menatap pintu ruangannya yang tak tertutup menanti dengan was-was siapa yang berkeliaran di area ruangannya pada jam seperti ini.“Wajahmu tegang sekali” ucap seseorang yang berada di ambang pintu sana membuat Belva menghela napasnya yang sedari tadi ia tahan dengan lega.Jujur saja ia sedikit ketakutan karena banyak cerita-cerita mistis yang beredar akhir-akhir ini membuat bulu kuduknya merinding walaupun ia bisa terbilang sering pulang larut.“Ku pikir siapa, ternyata kau” balas Belva sembari sibuk membereskan barang-barangnya lalu menghampiri pria tersebut yang masih beridiri di posisi yang sama.“Kenapa kau masih ke sini?”“Kau bilang akan pulang lebih telat”“Kau benar-benar me
“Ck!”Decihan itu terdengar untuk kesekian kalinya membuat Lynelle akhirnya menyerah dan menatap malas ke arah pria yang sudah menginjak usia kepala 3 di hadapannya. Menampilkan ekpresi cemberut sejak kemarin membuat Lynelle bertanya-tanya apakah pria itu tak lelah memasang ekpresi seperti itu?Bayangkan saja bagaimana lelahnya mengerucutkan bibir selama 2 hari berturut-turut.“Hah!”Lagi, pria itu membuat suara-suara yang di sengaja agar membuat Lynelle peka dan atensi Lynelle tertuju padanya.“Kau tak lelah seperti itu?”“Tak tahu”Jangan lupa dengan balasan yang sama selama 2 hari setiap di ajak berkomunikasi. Lynelle memijat pelipisnya, kelakuan Matthew benar-benar membuatnya pening sejak kejadian dimana ia menggunakan ponsel Carl untuk berkomunikasi sejenak dengan sahabat-sahabatnya sekedar saling berkenalan dan berujung Lynelle mendapat banyak gombalan membuat Matthew merajuk b
“Lynelle..”“Kau tahu. Ia melakukan hal yang fatal sebab tak menerima kenyataan tersebut. Ia menculikku, melukaiku dengan begitu hebatnya sampai rasanya aku ingin mengutuk dunia setiap harinya. Aku ingin mengutuk langit yang terlihat cerah sedangkan aku kesulitan untuk bernapas bebas dalam penjara indah yang ia bangun”“Lynelle maafkan aku. Bukan seperti itu maksudku”“Lalu kau tahu yang paling lucu namun mampu membuatku merasa lebih mati dari sebelumnya saat ia melukaiku? Yaitu saat aku mencoba untuk menerima semua, berdamai dengan semua. Aku kehilangan janinku dan dia membuangku, memulangkanku setelah kejadian itu.” Lynelle memberikan senyum pahit di sela tangisannya, “Bukankah seperti ia sudah tak membutuhkanku lagi?” Matthew menggeleng dengan cepat. Hal itu sudah sangat melenceng, ia tak pernah berpikir untuk seperti itu. Matthew membawa tangan Lynelle pada bibirnya dan mengecupnya berkali-kali. “Jangan berpikir demikian Ly, sedikitpun aku tak pernah ber
Matthew memarkirkan mobilnya tepat di seberang butik Lynelle dan menunggu di sana. Sudah setengah jam berlalu namun ia tak mendapatkan apapun di sana. Sosok Lynelle yang ia nanti menampakkan diri masih tak tertangkap netranya barang sekilas saja.Sepertinya ini sia-sia, pikirnya.Namun Matthew mencoba untuk menunggu lebih lama lagi hingga 1 jam lewat ia habiskan dia sana menunggu Lynelle yang masih tak kunjung nampak pada akhirnya membuatnya menyerah dan dengan sedikit lesu berisap untuk meninggalkan tempatnya.Akan tetapi, baru saja Matthew menyalakan mesin mobilnya, seorang wanita keluar yang Matthew kenal sebagai Lynelle, berjalan sedikit terburu-buru di ujung sana dan hendak menyebrangi jalan. Mengetahui itu, Matthew merasa deg-degan tanpa sebab dan sedikit menunduk untuk bersembunyi begitu Lynelle telah menyebrangi jalan untuk menuju café yang berada tak begitu jauh di tempat Matthew memarkirkan mobilnya.Matthew kembali menunggu cuku
Selagi Lynelle berperang dengan batinnya, Carl beranjak sebentar dan kembali dengan sebucket besar bunga mawar biru yang lalu ia sodorkan kepada Lynelle. Lynelle menerima bunga tersebut dan menatap Carl yang kembali duduk di posisinya.“Selama ini setiap bucket bunga besar yang kau terima itu bukan dariku melainkan dari Matthew”Kali ini tenggorokan Lynelle terasa tercekik tatkala ia berusaha untuk tidak meneteskan airmata lagi. Namun setiap fakta yang Carl ucapkan membuatnya mengalah dan membiarkan tetes demi tetes airmata itu turun membasahi wajahnya yang berekspresi datar.“Mulai dari aku yang mengajakmu ke wahana bermain saat tahun baru, memberimu bucket bunga pertama di hari uang tahumu 2 tahun yang lalu, setahun yang lalu dan sekarang, mengajakmu berkencan setiap hari sabu dan minggu, hadiah natal yang salah satunya merupakan hadiah dari Matthew, bucket bunga untuk butikmu, bahkan butik milikmu sebenarnya saran dari Matthew. Semua itu, di