Share

P06. Sisi Lain

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-13 00:20:16

Mereka berdua melangkahkan kaki kedalam Lobby rumah sakit dengan kedua wajah saling merengut.


Ciuman singkat di bibir yang diberikan Pras ke Laurent membuat ia dihadiahi tamparan di wajahnya. Laurent pun membayar sendiri hadiah untuk bayi kembar adik ipar Pras.


"Rent,"


Panggil Pras pelan. Laurent tak mengindahkan. Ia menatap angka yang tertera di dinding lift hingga berhenti dan pintu terbuka.


Laurent keluar terlebih dahulu. Lalu menghentikan langkah kakinya karena ia tak tahu dimana letak kamarnya. Ia membiarkan Pras berjalan mendahului tanpa berbicara.


Kamar disudut lorong terlihat terbuka pintunya. Seorang perawat baru saja keluar dari sana.


"Permisi, apa didalam banyak orang? Dan apa bayi kembar mereka sudah didalam?"


Tanya Pras kepada perawat.


"Sudah pak. Hanya ada pak Galang dan buk Aira."


"Terima kasih suster,"


Jawab Pras. Ia lalu membuka pintu. Tampak Galang sedang mengusap kepala Aira yang masih berbaring di tempat tidur dengan posisi datar.


"Hai .... "


Sapa Pras. Aira menoleh bersama dengan Galang. Tatapan mereka berdua justru fokus ke wanita yang diajak Pras.


Galang melirik Aira yang memberi kode supaya Galang jangan banyak bertanya.


"Selamat Aira sayang,"


Pras mengusap kepala Aira lembut.


"Makasih kak,"


Aira masih sedikit di bawah pengaruh obat bius. Ia hanya tersenyum menjawab Pras.


Pras melirik ke dua box bayi. Bayi laki-laki dan perempuan. Ia lalu tersenyum menatap dua keponakan barunya.


"Ehem .... "


Laurent berdehem. Pras lupa. Kalau ia mengajak Laurent. Ia berbalik badan dan tersenyum.


"Lang, ra, kenalkan, ini- Laurent,"


Laurent dan Galang berjabat tangan lalu ia berjalan mendekat ke Aira. Menggenggam jemari tangan Aira dan berbisik,


"Selamat ya, semoga cepat pulih,"


Ucap Laurent pelan. Aira mengangguk dan tersenyum. Membalas sentuhan tangan Laurent. Keduanya saling melempar senyum.


Pras menatap Laurent. Lalu berganti ke Galang yang bersedekap menatap dirinya penuh tanya.


"Ini hadiah dari ku untuk si kembar,"


Ucap Laurent seraya meletakan kantung putih di atas meja.


"Terima kasih, jadi merepotkan,"


Galang terkekeh.


"Apa kakakku merepotkan? Dari raut wajah mu, pria tua ini berulah."


Galang memang sudah mulai berani dan tak kaku jika ingin meledek Pras. Pria itu berdecih dan berjalan menghampiri Galang lalu menyikut perutnya.


"Mulut,"


Protes Pras.


"Kakakmu baik, sangat baik sampai terlalu percaya diri untuk cium bibir ku tanpa persetujuanku dan di depan  orang lain."


Sewot Laurent. Galang dan Aira terkejut bersamaan. Sungguh Laurent bisa dengan cuek berbicara. Pras sampai diam saking terkejutnya dan tak habis pikir.


"Karena kamu bawel."


Sanggah Pras. Laurent mencebik.


"Karena kamu yang mulai Pras. Nggak semua peremp-"


Mulut Laurent di bekap Pras. Ia melotot menatap Laurent yang juga membalas dengan melotot juga.


Galang dan Aira terkekeh. Lalu terdengar suara bayi menangis. Galang menghampiri box bayi dan membuka tirainya. Menggendong bayi perempuan yang bernama Ruka.


Aira tersenyum melihat suaminya yang tampak bahagia. Tatapannya berpindah ke Pras dan Laurent yang menatap dengan arti lain.


"Lang,"


Panggil Aira. Galang menoleh.


"Kasih Ruka ke Daddynya juga dong, Ryu kamu gendong, kasian kalo Ryu nggak di gendong,"


Galang mengerti. Ia lalu meminta Pras menggendong Ruka. Pras tampak terkejut. Ia tak tahu cara menggendong bayi baru lahir. Ia takut.


"Ini bayi manusia Pras, bukan bayi buaya. Nggak perlu tegang,"


Laurent menatap Galang, meminta izin menggendong Ruka. Galang memberikan ke Laurent.


Wajah Laurent sangat senang. Ia tersenyum cantik. Galang lalu berjalan ke box lainnya untuk menggendong Ryu.


Laurent duduk di sofa sambil menggendong Ruka. Pras sendu. Ia menatap Laurent yang terlihat berbeda dan ke ibuan. Ia menghela nafas. Lalu menatap ke Galang.


Interaksi Laurent dan baby Ruka tampak natural, Aira dan Galang hanya bisa saling melempar kode. Brankar yang ditiduri Aira diposisikan sedikit tegak, suster memberi tahu kalau Aira bisa memberika Asi untuk bayi kembarnya. Baby Ryu yang pertama, sedangkan Ruka, bayi perempuannya anteng di dalam gendongan Laurent.


Pras tak melepas tatapan kearah Laurent, wanita itu meminta Pras duduk lebih relax, ia lalu memindahkan Baby Ruka dari gendongannya ke dada bidang Pras.


"Eh.. eh.. apaan nih,"


Panik. Itu reaksi Pras.


"Kata adik kamu, daddy nya harus bisa gendong juga 'kan, ya, kalo nggak bisa gendong, masa dipeluk gini aja nggak sanggup,"


Laurent mengarahkan tangan kanan Pras ke bokong mungil baby Ruka dan tangan kirinya menahan leher serta kepalanya. Pras melirik ke wajah bayi yang sudah nemplok didadanya. Kedua matanya masih terpejam, mulut mungil berwarna pink itu tampak menggemaskan.


Senyum Pras mengembang. Ia membelai lembut wajah bayi baru lahir itu. Laurent beranjak.


"Saya pamit ya, mau ada keperluan lain, sekali lagi selamat untuk kalian berdua, sehat selalu ya,"


Laurent menggenggam jemari Aira dan berjabat tangan dengan Galang. Pras hanya diam. Karena Laurent tak pamit dengannya, sekedar menoleh pun tidak.


Ajaib. Itu yang Pras simpulkan. Pintu kamar tertutup kembali. Andreas yang berjaga diluar kemudian masuk karena Pras memanggilnya.


"Pesankan makan malam untuk Galang dan saya setelah itu kamu boleh pulang,"


Pras berbicara tanpa menatap Andreas. Kedua matanya menatap Ruka yang anteng berada di pelukannya.


"Lho, Pak Pras nggak pulang?"


Andreas menatap bingung.

"No. Ada urusan lain,"


Jawabnya santai. Sudut bibirnya kembali tertarik sedikit.


"Pak Pras mau kencan sama Laurent lagi?"


Pertanyaan Andreas sontak membuat Pras melotot kearah ajudannya itu. Galang terkikik geli.


"Udah sana, sebelum surat pemecatan lo sebentar lagi dateng,"


Ledek Galang. Andreas cengar cengir lalu menanyakan Galang ingin dibelikan makanan apa.


Setelah Andreas pergi, Galang duduk di dekat Pras,


"Itu Laurent yang-"


"Iya. Cewek BO yang semalem,"


Jawab Pras santai. Aira terkejut.


"Kak Pras, serius?"


Kini Aira ikut terkejut dan tak suka. Ia tak ingin Pras hanya di manfaatkan. Ia tak ingin Pras tak bisa merasakan cinta lagi. Ia takut jika seumur hidup Pras akan sendirian.


"Tapi Laurent bukan pelacur pada umumnya, dia berkelas dan, ada alasan lain kenapa lakuin itu. Semalam itu untuk pertama kalinya lagi dia mau di BO setelah berhenti setahun lebih, yang gue tau, karena salah satu temennya rekomendasiin dia, lewat Andreas. Dan benar, Laurent sangat berkelas,"


"Terus? Kak Pras mau deketin?"


Aira tampak khawatir.


"Nggak. Ngapain. Rugi. Menarik juga nggak. Biasa aja."


Galang mengambil alih Ruka dari gendongan Pras dan berjalan ke arah Aira. Gantian Ruka yang diberi Asi, karena Ryu sudah tertidur pulas.


"Really Bro? Kenapa gue ragu ya,"


Galang mengusap dagunya. Pras terkekeh sinis.


"Gue udah bilang kan, no women again. No fallin in love or crazy in love,"


"Yeahhhh, kita lihat."


Jawab Galang menahan tawa. Aira menatap khawatir. Galang lalu mendekat dan berbisik,


"Aku tahu dia bohong, tenang aja sayang, aku juga nanti cari tau tentang Laurent,"


Aira tersenyum. Lalu mengecup pipi Galang. Pras yang menatap hanya bisa bersabar dalam hati dan ikut merasa bahagia atas apa yang Galang serta Aira rasakan.

To be continue,

Bab terkait

  • PRAS, and his destiny   P07. Tujuan

    Suara dan orang lalu lalang tampak jelas terlihat diarea kantor markas besar polisi. Media masa, elektronik juga ramai, tak lupa infotaiment bersama para lambe-lambe hadir.Laurent berdiri didekat mobil polisi yang terparkir. Ia sedang bersama Janeta, teman yang selama ini membantunya dalam mencari keberadaan Laura, kembarannya.Janeta memberi tahu kalau Laura tidak ada di tanah air. Laurent harus lebih sabar lagi untuk mencari tau dimana saudaranya itu."Tapi gue nggak bisa hopeless kan net?""Ya jangan lah. Tetep optimis untuk hasil terbaik. Gue bakal cari tau terus rent. Gue mau tanya ke elo,"Laurent mengangkat kaca matanya keatas kepalanya. Ia mengangguk.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   P08. Ikut Campur

    Passpor warna hijau dan berlambang burung garuda sudah dipegang Laurent. Ia duduk di kursi besi dengan satu kaki menyilang dikaki satunya lagi. Menunggu Pras yang masih belum datang juga. Sedangkan terakhir saat mereka berpisah di Mall, Pras bilang kalau jam lima pagi sudah stand by di terminal internasional.Laurent mencepol rambut nya menyisakan helai-helai anak rambut ditengkuknya. Baju lengan panjang oversize warna coklat tua berpadu dengan celana jeans hitam dan sepatu wedges hitam membuatnya tampak santai namun tetap feminim."Maaf lama,"Ucap Pras dengan suara deep voicenya. Ia berjalan bersama Andreas yang membawakan koper besar milik Pras."Kita cuma empat hari kan. Bawaan kamu kenapa kaya orang mau pindahan,

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   P09. Laura?

    Pras berjalan dibelakang Laurent. Membututi wanita itu yang asik melirik ke berbagai toko yang ada di daerah pusat kota. Salah satu tujuan wisatawan juga. Sore sudah semakin menghilang berganti menjadi gelapnya malam. Pras merasa perutnya lapar. Makanan yang tadi ia makan baru ia habiskan setengah."Temani saya makan."Pras menarik pergelangan tangan Laurent dan berjalan masuk ke kedai mie china."Siapa suruh ikutin aku" Dumel Laurent. Ia kesal juga, karena belum puas melihat-lihat."Karena kamu nggak nurut sama saya Rent, jangan pakai celana sependek itu. Bahaya. Ini bukan Jakarta. Dijakarta aja kamu bisa nggak aman. Apalagi di sini,"Pras menuangkan teh hangat dari teko kecil yang mereka pesan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   P10. Khawatir berujung-

    Laurent nekat. Wanita berperawakan mirip blasteran turkey, phillipine dan manado itu pergi meninggalkan apartemen Pras dengan mengenakan pakaian santai. Ia menyusuri jalanan pusat kota hingga ke pasar yang ramai, dan beberapa rumah sakit. Ia berjalan kaki. Topi hitam yang ia kenakan membuat wajahnya tersamarkan juga.Satu persatu tempat makan pun ia terulusuri. Ia yakin yang kemarin ia lihat adalah Laura. Saudara kembarnya.Hampir tengah hari namun usaha Laura nihil. Ia kini memilih duduk di taman. Diam memikirkan harus mencari Laura dimana lagi. Bulir air mata kembali jatuh. Ia menghapusnya dengan cepat.Sesosok pria menatapnya lekat. Cenderung seram. Laurent beranjak dan pindah masuk ke restaurant cepat saji. Ia takut dengan tatapan pria tadi. Perasaannya menjadi tak karuan. Namun ia bingung dengan perasaan itu.***Pras terkejut saat membuka pintu apartemen tapi tak mendapati Laurent. Ponsel

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   P11. Perpisahan

    Apa yang ada dikepala saat kita mendengar kata 'PERPISAHAN', kecewa, sedih atau justru senang. Namun kata terakhir itu yang tak terjadi diantara Pras dan Laurent walau mulut mereka berkata OK."Saya pinjam hp kamu rent?" Telapak tangan Pras sudah berada didepan wajah Laurent.Mereka sedang berada dibandara, waktu boardinh juga sudah tiba dan mereka berjalan menuju ke pesawat."Untuk" Laurent menatap bingung."Sini" Pras menghentikan langkah. Laurent memberikan ponselnya. Tak lama ponsel itu mengarah ke wajah Pras."Nih, takut kamu kangen aku" Pras memberikan ponsel ke tangan Laurent lagi, yang kemudian direspon dengan kekehan."Hp kamu mana, sini" kini berganti Laurent yang meminta. Pras memberikan. Laurent melakukan hal yang sama."Takut kamu kangen" Kekehan L

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   P12. Jejak Laura

    Lama Pras dan Laurent saling berpelukan. Sebenarnya mereka berdua seperti merasa terikat. Tapi mereka abaikan karena Laurent sendiri berfikir itu hanya ada karena biasa."I have to go Pras. Terima kasih sekali lagi" Laurent melepaskan pelukannya. Mereka bertatapan."Can i kissed you rent. For, the last time, until- saya nggak tau kapan bisa ketemu kamu lagi" Laurent tersenyum. Lalu menggelengkan kepala."Simpan itu di waktu yang tepat. Kalau memang kita bisa ketemu lagi dalam keadaan sendiri" Laurent lalu masuk kedalam mobil Pras. Ia menurunkan kaca Mobil dan melambaikan tangan.Pras mengangguk. Gemuruh berbeda terasa di hatinya, sungguh ingin ia ungkapkan. Namun sekali lagi, ia takut mengecewakan Laurent.***Satu bulan sudah sejak perpisahan Pras dan Laurent dibandara, masih menyisakan rasa yang mengganjal di hati Pras. Ia sudah kembali ke Swiss. Namun isi ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   P13. Menghindar

    Dengan langkah tegap dan pasti, Pras menuju ke mobilnya yang sudah terparkir di depan loby terminal internasional bandara. Ia mengenakan setelan jas licin berwaena abu-abu tua dan kemeja putih. Sunggu Pras sudah tak sabar untuk segera bertindak.Pintu mobil tertutup sesaat setelah Pras duduk di kursi penumpang. Andreas sudah berada didalam mobil lebih dulu."Sejauh mana dia bertindak?" Pras membuka kaca mata hitamnya dan membaca berkas yang diberikan Andreas."Laurent- Laurent tidak ada di apartemennya pak. Dia sudah sejak kemarin ada di Penhouse Pedro." Andreas tampak ragu saat mengucapkan hal itu.Pras mengepalkan jemarinya. Ia menatap ke jalanan yang tampak lowong."Pertemuan pak Pras dan Pedro di restaurant korea, saya sudah pesankan ruangan VIPnya""Apa kamu bawa hasil kita cari Laura di Hongkong? Saya mau kasih ke Laurent""Bawa pak. Dan, saya dapat informa

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • PRAS, and his destiny   Part 15. Maid But...

    "Permisi" suara seseorang terdengar dan berdiri didepan pintu kamar rawat. Laurent menoleh dan tersenyum."Apa kabar, gimana kondisi kamu rent?" Aira datang menjenguk. Ia membawa parsel buah yang ia letakan di atas nakas. Laurent tersenyum. Infuse sudah dilepas. Ia sudah boleh pulang setelah dirawat tiga hari dirumah sakit.Aira sengaja datang karena ada hal yang ia ingin bicarakan dan mencari tahu sendiri tanpa ada Galang atau Pras."Kamu sendirian ra? Anak-anak?" Laurent menampakan tatapan mencari keberadaan anak-anak Aira."Dirumah opa omanya, aku titip sebentar. Aku turut prihatin sama musibah kamu rent. Semoga cepat sehat ya""Iya, terima kasih Aira. Kamu kesini ada apa? Atau di suruh tuan besar?" Laurent tersenyum. Ia lalu terkikik sendiri."Siapa? Kakakku? Pras?" Aira juga ikut terkikik. Laurent mengangguk."Enggak. Nggak ada ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-05

Bab terbaru

  • PRAS, and his destiny   Bab 85. Takdir yang berakhir penuh kebahagian.

    “Bagaimana kondisinya?” tampak Pras dan Alex berbicara dengan tatapan serius. Suami Lily itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap ke satu titik yang sejak awal kedua pria itu berada di sana, menjadi pusat perhatiannya. “Entahlah, Dad, bagaimana menurutmu. Aku harus apa menghadapi ini semua?” Alex justru balik bertanya. Pras terus berpikir keras, hingga pintu itu terbuka, menampakkan Laurent yang menatap penuh rasa bahagia. “KETIGANYA SUDAH LAHIR! Cucu kita sudah lahir, Pras!” teriak Laurent yang menemani Lily menjalani operasi sesar. Alex menunduk, perlahan terdengar isakan tangis penuh rasa haru juga bahagia. Pras memeluk putranya itu. “Aku sudah menjadi Ayah, Dad!” teriak Alex begitu bangga dengan dirinya. Laurent kembali masuk ke dalam ruang operasi. Derap langkah Fausto dan Belinda terdengar. “Sudah lahir?” tanya Belinda sembari menggendong putra keduanya. Alex beranjak. “Ayah! Ibu!” Alex berjalan mendekat, memeluk Fausto erat, berganti k

  • PRAS, and his destiny   84. Dunia baru Pras dan takdirnya

    Satu bulan berlalu. Alex dan Lily sudah tinggal di apartemen yang mereka sewa di tengah kota Roma. Mereka tak henti saling meluapkan rasa cinta dan sayang. Lily tak mau menikmati fasilitas yang ditawarkan Fausto, seperti mencuci pakaian di laundry, makanan selalu dikirim oleh pelayan dari rumah utama Fausto di Roma yang jaraknya tak jauh dari apartemen mereka, juga mobil mewah yang disediakan juga. Keduanya menolak kompak. Tapi, jelas, Fausto tak menuruti begitu saja. Para pengawal terus berjaga walau dengan jarak yang cukup jauh, bagaimana pun, keduanya adalah keluarga Fausto, siapa yang tak tau.Kehamilan Belinda sudah menginjak bulan ke tujuh, jenis kelamin bayi dikandungnya, laki-laki. Alex loncat-loncat saking senangnya akan mendapatkan adik laki-laki. Kado ulang tahun Alexander terbaik dari kedua orang tua kandungnya, sementara Pras dan Laurent, sibuk mengelola perkebunan anggur mereka, Edmon ikut repot karena Pras meminta dibuatkan system keamanan juga mengatur para pe

  • PRAS, and his destiny   Bab 83. A thousand years (21+)

    Gaun panjang berwarna putih tulang, dengan bahan satin berpadu lace yang memberikan efek klasik menyesuaikan lekuk tubuh pemakaianya, tampak indah saat dikenakan Lily yang berdiri di ujung pintu gereja, merangkul lengan sang ayah – Edmon – yang tampak beberapa kali harus mengatur napas juga air mata yang beberapa kali keluar dari sudut matanya. Putri cantiknya tampak berdebar mana kala menunggu pintu itu terbuka dan mereka berdua akan berjalan masuk menuju altar dengan karpet merah yang membentang hingga ke hadapan pendeta.Edmon menatap sekali lagi putrinya yang mendongak membals tatapannya, kerudung panjang berwarna senada menjuntai panjang menutupi kepala hingga seluruh bagian tubuh belakang Lily, hanya menyisakan sebagian rambut cokelat indahnya yang di tata begitu rapi tanpa menghilangkan kesan usianya yang sebentar lagi baru tujuh belas tahun.“Aku sudah cantik, Ayah? Tidak buruk riasannya, bukan?” tanya Lily menatap sang sayah.&ld

  • PRAS, and his destiny   Bab 82.Keluarga bagi Pras

    “Lalu… apa Tuan Pras sungguh rela melepaskan apa yang sudah dikerjakan selama puluhan tahun ini dan memilih untuk berada di sini, di negara baru, juga merintis bisnis barunya?” tanya seorang reporter pria saat Pras diundang ke salah satu acara TV Show tentang bisnis dan karir cemerlang para pengusaha, yang ada di kota Roma, Italia.Pras tersenyum sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu, ia mencoba merangkai kalimat sesederhana mungkin supaya akan sampai pesan yang ia maksud. Ia melirik ke istri cantiknya yang duduk di kursi penonton, studio itu besar, dan Pras cukup bangga bisa berada di acara TV dengan rating tinggi itu.“Ya, saya tidak perlu meragukan apa pun lagi untuk melepaskan semua yang saya peroleh di Swiss, sudah cukup untuk kami, saya dan istri saya berkutat dengan bisnis yang sangat menyita waktu. Usia kami tak muda lagi, kami pun sadar, ternyata, terlalu giat mencari uang dan mengumpulkan kekayaan, akan percuma jika waktu bersama ke

  • PRAS, and his destiny   Bab 81. Ladies Day

    “Aku lebih suka gaun yang ini, Ly, kau akan kenakan saat resepsi nanti, bukan?” tunjuk Jessie kepada gaun peseta berwarna champange kepada Lily saat keduanya berada di salah satu butik terkenal di kota Zurich. Laurent sudah menghubungi rekannya, jika calon menantunya sedang mencari gaun untuk pesta resepsi pernikahan.“Apa tidak terlalu terang untuk acara malam hari, Jes?” Lily menatap lekat gaun yang masih berada di manekin.“Tidak, warna ini sedang populer. Alex juga akan terlihat tampan dengan warna jas senada dengan gaun ini, lalu dikombinasi kemeja warna putih. Kalian berdua akan shinning di malam hari, Ly.” Tukas Jessie kemudian. Lily menimbang-nimbang, ia masih mencari warna lain.“Bagaimana dengan warna merah terang?” tanyanya. Jessie menggelengkan kepala.“Kau memang akan menjadi pusat perhatian, tapi… entahlah, mengapa aku merasa warna itu pasaran ya,” kelakar Jess

  • PRAS, and his destiny   Bab 80. Back to school

    Suara teriakan bahagia terdengar di kantin mana kala mereka melihat Lily dan Alexander yang berjalan begitu mesra. Mereka kembali ke sekolah setelah Pras dan Laurent mengurus tentang menghilangnya mereka beberapa bulan belakangan. Keduanya di tuntut mengerjakan tugas sekolah yang menumpuk, juga mempelajari materi sebelum ujian kelulusan.“Aku terkejut saat tau Dre meninggal, Lex? Bagaimana bisa ia kecelakaan motor dan terjatuh, Dre pengendara motor yang hebat, bukan?” tanya Jessie yang kini berubah berdandan natural, duduk di hadapan pasangan itu.“Ya, begitulah, musibah,” jawab Alex santai. Jessie mengangguk. Ia menatap Lily, lalu melirik ke cincin yang Alex berikan untuk Lily.“Mmm… kapan kalian akan meresmikannya? Aku tidak sabar untuk hadir di pemberkatan kalian,” ledek Jessie.“Kau tidak cemburu?” celetuk Alex lalu mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Lily. Jessie tertawa.“Lex

  • PRAS, and his destiny   Bab 79. Tatapan

    Jemari tangan Pras membelai lembut punggung mulus istrinya, lalu mencium lama di sana, memeluk erat lalu kembali ia raba dengan jemari tangannya. Laurent berbalik badan, menghadap suaminya yang tak tampak tua di matanya, mengusap rahang tegas Pras lalu menarik wajah itu mendekat ke bibir Laurent. Wanita itu mengecup lama, lalu menatap.“Kali ini, apa yang mau kita lakuin, Pras, aku lelah jika terus mengejar materi dan hidup bergelimang harta.” Jemari Laurent bermain di surai Pras, pria itu tersenyum, memejamkan mata, meresapi buaian Laurent yang selalu menghanyutkannya.“Kita rintis bisnis anggur milik kita sendiri.” Pras mengerlingkan mata. Laurent menganga.“Kerja lagi?! Pras!” protes Laurent. Pras tertawa, ia merangkak ke atas Laurent lagi, keduanya masih bertelanjang bulat setelah perang di atas ranjang sejak tiga jam lalu.Laurent melenguh panjang, bibirnya terbuka dan dadanya membusung. Pras memasukan senjatanya l

  • PRAS, and his destiny   Bab 78. Memulai kembali

    Alex membuka mata, di tatapnya wajah teduh Lily yang masih tertidur di sampingnya. Alex mendekatkan wajahnya, mencium kening Lily yang bergeliat pelan. Perlahan, pemuda itu beranjak, membiarkan Lily yang masih terlelap. Tak lupa ia memakai kembali kaos dan celana jeansnya dengan pelan. Ia merasakan nyeri di kaki kirinya itu. Setelah siap, ia bergegas keluar dari dalam kamar. Tak lupa tersenyum saat kembali menutup pintu kamar kekasihnya itu. “Pagi, Ayah, Ibu…” sapa Alex yang langsung duduk di kursi meja makan.” “Pagi, ‘nak, mandi dulu. Kamarmu sebelah sana,” tunjuk Belinda ke arah Barat lantai dua. “Nanti setelah makan, aku lapar, Bu,” ucap Alex seraya meminum kopi di cangkir. “Jangan manja. Kau akan menjadi Kakak tidak lama lagi,” celoteh Fausto. Alex diam, tak lama setelah mencerna ucapan ayahnya, ia membelalakan mata. “Ibu… hamil? Mengandung Adikku?!” Ibu!” Alex berdiri, ia menganga lalu memeluk Belinda. “Selamat Ibu, aku bahagia me

  • PRAS, and his destiny   Bab 77. Tak Peduli

    Lily bersiap untuk tidur, ia menutup pintu kaca balkon kamarnya, lalu tirai renda putih ia rapatkan juga.“Maaf…” Lily terkejut, lengan kekar itu melingkat di pinggangnya, membuat ia mau tak mau memejamkan kedua matanya. Perlahan, Lily melepaskan pelukan itu, lalu berjalan keluar pintu, ia membuka lebar lalu mengusir Alex dengan tatapan dan tangannya yang meminta Alex keluar. Pemuda itu menggelengkan kepala, ia bersedekap, bersandar di pintu lemari pakaian Lily dengan langkah terpincang. Lily diam, hatinya kembali seperti di remas, namun ia juga marah dengan pemuda tampan itu, walau bekas luka masih tampak di wajahnya. Hanya luka lecet.“Keluar, aku mau tidur.” Ucap Lily ketus. Alex menggeleng lagi. “Terserah.” Ketus Lily sembari beranjak ke atas ranjang, merebahkan tubuhnya ke posisi kanan, menghadap dinding, memunggungi Alex.“Aku merindukanmu, Sayang,” suara itu terdengar, Lily masih diam, ia masa bodoh.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status